LXXIX
Rista tidak bisa fokus belajar.
Dirinya masih memikirkan nasib acara itu nantinya.
Siska belum sembuh benar. Mereka bertiga pun belum bisa kembali berlatih tari.
Padahal waktu tinggal sebentar lagi.
Juga mereka harus melakukan geladi dengan pengisi acara lain.
“Ya allah,, aku kok gelisah banget ya,”
“Apa baiknya aku mundur aja ya daripada kepikiran gini terus?”
“Kalo aku mundur trus Novi sama Siska gimana,?”
Sungguh di dalam sanubarinya Rista tidak ingin kedua temannya itu kecewa.
Tapi keadaan yang tidak menentu itu membuat dirinya sangat gamang.
“Ya allah,, padahal bentar lagi mau UAS, Aku jadi nggak bisa belajar gini jadinya,” Tampaknya ketidaktentuan itu membuat suhu tubuh Rista naik.
Karena tidak bisa memfokuskan pikiran, Rista menyudahi belajarnya.
Menutup buku – buku itu, lalu meletakkannya di sisi kiri meja.
Rista beranjak dari kursi. Melangkah ke kasur empuknya.
Sambil menyandar pada dipan, cewek itu membuka internet.
Menyeluncurkan kesadaran dari hal – hal yang membuat pusing.
Tapi, walaupun sudah membuka berbagai macam web tari, Rista tidak bisa membebaskan kegamangan itu.
Seolah – olah kekhawatirannya sudah menempel erat pada otak, juga pada hati cewek imut itu.
LXXX
Siska belajar sendiri bagaimana menyembuhkan dirinya.
Cewek itu mulai mencari artikel – artikel mengenai diet yang sehat dan aman.
Dirinya juga mengunjungi channel Iskra di You Tube.
Padahal dulu Siska sangat benci sekali dengan model yang bertubuh semok.
Termasuk mencari tempat berlatih yoga.
Sungguh sejak kekonyolan di gym tempo hari dirinya menjadi sadar.
“Aku kok jadi pingin punya bodi kayak Novi ya,”
Menghela nafas. “Pokoknya aku nggak boleh sampe bikin mama khawatir,”
Beranjak dari ranjang, Siska berjalan ke luar kamar.
Pada benaknya timbul banyak pertanyaan mengenai suatu hal yang penting.
Dapur rumah,
Siska menghampiri mbok Jare yang sedang memasak.
Duduk pada kursi kayu.
“Mbok, masak apa nih?” Membau aroma nan menggiurkan.
“Ini, mbok bikin oseng – oseng kacang,”
Beranjak dari kursi, Siska mendekati sumber aroma nan membuatnya lapar.
Melihat olahan masakan itu. “Kelihatannya enak, mbok,”
Tampak tersenyum kecil. “Mbok yakin pasti non Siska suka dengan masakan mbok ini,”
Cewek cerdas itu terkejut melihat senyuman mbok Jare.
Baru kali ini pengasuhnya itu tersenyum lepas saat memasak di dapur.
Biasanya mbok Jare menampakkan emosi yang datar saat membuatkan sesuatu untuk Siksa makan.
Cewek itu merasa, apa yang sedang dilakukan pengasuhnya saat ini adalah suatu hiburan yang sangatlah menyenangkan bagi mbok Jare sendiri.
Siska senang melihatnya. Meskipun tanpa ada ibunya cewek itu bisa mengobati kesepian dengan orang tua itu.
Dirinya melangkah kembali ke meja makan.
Duduk pada kursi, lalu mulai menghubungkan diri dengan luasnya dunia maya.
LXXXI
“Assalamualaikum,”
“Tok, tok, tok,”
Dari dalam rumah. “Waalaikum salam,
Pintu rumah terbuka.
“Dik Hanii,”, sapa bu Rusdi.
Terkejut. “Ya allah,, mbak Dina,,” Memeluk sahabatnya itu.
Dengan penuh keakraban bu Rusdi menyambutnya.
Melepas pelukan itu. “Ya allah,, mbak Dina,, kok nggak kasih kabar dulu kalo mau datang?”
“Haha,, Biar surprise gitu,”
“Halah, mbak Dina ini,”, sahut bu Firman. “Oh ya, Masuk,, Masuk, mbak,”
“Iya, Makasih ya,”
Beliau mengikuti langkah pemilik rumah.
Mereka duduk saling bersikuan.
“Ada apa nih mbak Dina datang mendadak gini?”
“Halah, mendadak apa?, Udah biasa aku datang nggak kabar – kabar,”
“Hahaha,, mbak Dina mesti gitu, Saya kan nggak bisa siap – siap,”
“Halah, nggak pa,, Teh anget aja cukup,”
“Hahaha,, Iya, mbak,, Bentar saya buatkan dulu ya,”
Setelah dua gelas teh hangat dan sepiring biskuit tersaji di atas meja,
“Begini lo, dik Hani,, Saya terus terang aja ya, Saya tu pinginn banget menjodohkan Reno sama putrinya dik Hani,”
“Ya allah,, itu ternyata,, Saya tu yakin pasti mbak Dina ada omongan yang serius dateng tiba – tiba gini,”
“Iya, dik Hani,, Maaf kalo saya begini orangnya,”
“Hahaha,, Biasa aja to, mbak Dina,, Saya juga sebenarnya pingin besanan dengan mbak Dina, tapi kok saya pernah diceritani Nisa kalo Reno itu lagi deket sama cewek,”
Sangat terkejut. “Astaghfirullah,, Jadi Nisa sudah tahu juga masalah itu?”
“Iya, mbak Dina,, Malah Nisa tu sering dicurhati Reno masalah yang mbak maksud tadi,” Tampak apa adanya.
“Ya allah,, Astaghfirullahal adzim,, Ya gimana ya, dik Hani?, Saya tu kurang setuju aja Reno ada hubungan sama cewek itu, Ya karena,, Ya allah,, cewek itu tu nggak berakhlak banget, Pernah datang bertamu ke rumah, maksudnya dikenalkan ke saya tapi, astaghfirullah,, pakaiannya itu lo, Udah kebuka, nggak kerudungan pula,”
“Astaghfirullahal adzim,, Memang anak zaman sekarang sering nggak pantas gitu kalo berpakaian,”
“Makanya itu saya ingin Reno tu dapet wanita itu yang sholihah, berkerudung, akhlaknya baik, termasuk bisa menjaga auratnya, Nggak seperti pacarnya Reno sekarang itu,” Bu Rusdi tampak sangat kesal.
“Iya, mbak Dina,, Saya juga menyesalkan itu juga, Tapi kayaknya Nisa kok nggak mau serius sama anaknya mbak Dina itu, Nisa sih pinginnya masalah itu diselesaikan mas Reno dulu,”
“Kalo masalah itu, ntar Reno tak suruh putus saja atau gimana, biar Nisa mau serius sama Reno,”
“Tapi jangan terlalu dipaksakan juga lo, mbak Dina,, Ntar malah mas Reno nya terpaksa menerima Nisa,”
“Oh, enggak,, Tenang aja, dik Hani,, Saya juga ngerti kok, Saya akan beri pengertian ke Reno mengenai masalah itu,”
“Alhamdulillah, kalo begitu,, Saya ikut seneng dengarnya,”
LXXXII
Malam harinya,
Bu Firman memanggil anaknya. “Mbak, mbak,, Sini sebentar, mbak,”
Yanisa beranjak dari kursi ruang tamu.
“Ada apa, ma?”
“Duduk,”
Dengan sopan cewek itu menempatkan diri.
“Gini, tadi sore itu temennya mama kemari,”
“Temen mama siapa ya?”
“Itu, mbak Dina,, mamanya Reno,”
“Oh, tante Dina,, Ada apa, ma?”
Dengan apa adanya bu Firman berucap,
“Temennya mama itu bermaksud menjodohkan anaknya sama kamu, Kamu mau nggak?”
Yanisa tampak terkejut. Membatin, “Ternyata bener katanya Reno, tante Dina mau nyomblangin aku sama Reno,”
“Gimana?, Malah bengong aja,”, tanya bu Firman.
“Yaa,, Nisa sih mau ma sebenarnya, tapi Reno tu lagi deket sama cewek yang Nisa ceritain kemarin itu,”
“Tadi temen mama itu juga bilang kalo masalah itu biar jadi urusan mbak Dina sendiri, Yang penting kamu mau dulu dijodohkan sama Reno,”
“Yaa,, Iya deh, ma,, Nisa mau,”
“Beneran kamu mau?”
“Iya, ma,, Beneran,, Nisa sebenernya juga suka sama Reno, tapi ya mama tau sendiri kan,”, ucap cewek itu, tampak ingin sekali.
“Ya udah, besok mama tak ngabari temen mama itu,”
LXXXIII
Saat istirahat jam pertama,
Tiba – tiba, “Hai, girls,, Kalian nggak kangen aku,?”
Novi yang sedang menggigit kue lumpur terkejut.
Begitu juga Rista. Dirinya tampak senang.
“Ya allah,, Alhamdulillah,, Kamu udah sembuh, Sis?”
“Iya, dong,, Puji syukur ke tuhan, aku udah sehat lagi,”, sahut Siska, ceria.
“Haduuhh,, Pusing lagi nih aku dibuatnya,”
“Kenapa? Nggak suka aku udah sembuh?”
“Kalo kamu udah greget kayak gini, satu hal yang pasti, capek,”
“Haha,, Iya dong, Kita harus mengejar waktu juga, Show nya kan sebentar lagi,”
“Ya allah,, Aku seneng banget kita bisa latihan lagi,”
Diam sejenak. “Tapi apa kamu udah nggak pa – pa Sis kalo latihan?”
“Haha,, temenku yang satu ini emang peduli banget sama aku,, Aku is kuat, Ris,, Tenang aja,” Sambil memeluk ringan temannya.
“Halah,, Nyatanya kemarin tepar gitu,”
“Oo, sekarang semoga aja enggak, Aku udah kuat lagi dan siap beraksi,”
“Haha,, Kamu jadi kayak Siska yang dulu, bersemangat dan greget,”
“Harus dong,”, sahut Siska. “Eh, btw,, kalian makan apa tu?”
Menunjukkan sesuatu. “Ini,, pasti kamu nggak suka, Sis,, Full karbo,”
Tanpa pikir panjang Siska meraih satu kue lumpur, lalu dengan santai memakannya.
Novi sangat terkejut.
Dirinya tidak menyangka temannya itu menyantap makanan penuh karbohidrat dengan tanpa beban.
“Satu dua aja nggak apa – apa kan?”
Novi masih bengong dengan keterkejutan itu. “Sis, kamu pas sakit kerasukan setan ya?”
“??,, Setan apaan?, Ini aku sudah sadar keles,”
“Alhamdulillah,, Berarti kamu nggak diet – dietan lagi,”
“Ya masih sih, Cuma nggak sekejam kemarin – kemarin itu, Gara – gara nggak mengkonsumsi karbohidrat aku hampir tepar di tempat ngegym,”
Novi tertawa mengejek. “Makanya nggak usah diet – dietan,”
“Syukurlah, kalo kamu udah insaf gitu,”
Sambil Rista menikmati kue lapis,
“Oh ya, Sis,, Btw,, latihan kita nanti gimana?”
“Mm,, Kita review dari awal lagi ya, Aku ada yang agak lupa nih langkah nya,”
“Iya, iya,, Nggak apa – apa, Yang penting kita bisa latihan,”
“Udah,? Seneng?,, Nggak baper lagi nungguin latihannya kapan,?”
“?? Kamu sampe baper nggak latihan – latihan, Ris?”
“Iya, Ini aku juga agak demam, mikirin show kita nanti itu,”
Memegang dahi temannya. “Ya tuhan,, Iya, kamu agak anget gini,”
“Aku nggak pa – pa kok, Sis,, Kalo nggak latihan malah aku justru kepikiran terus,” Tampak auranya perlahan – lahan cerah.
“Astagaa,, Maaf ya, temanku Rista yang baik,, Aku janji kita nggak ada lagi menunda – nunda latihan,”
“Alhamdulillah,, Beneran ya, Sis?”
“Iya beneran, Aku akan memegang janji itu,” Siska tampak begitu percaya diri.
LXXXIV
Malam menjelang,
Rintik – rintik hujan berjatuhan ke bumi.
Tetesannya memberi suara – suara nan semarak ke penjuru negeri.
Sungguh hati ini menjadi bersuara.
Nostalgia yang ada membawa rasa itu kembali.
Agaknya halangan yang berdiri di tengah jalan, mudah ditaklukkan.
“Nov, besok kamu lowong nggak?”
“Emang ada apa?”
“Aku mau ngajak kamu keluar,”, balas Reno.
“Aku ada latihan nari ig, mas,”
“Sebentar aja ya, Please,,”
“Mm,, Iya deh,”
“Alhamdulillah,, Makasih ya, Nov,”
“Ya,”, balas cewek itu.
Sungguh menyenangkan menggoda cinta itu,
Menjadi menggeliat – geliat karena cubitan mesra.
Benar – benar menjadi asa yang ingin selalu dilayangkan.