LXXIII
Saat Reno sedang bermain hp di ruang tengah rumahnya.
“Kabar kamu sama Nisa gimana, Re?” Sambil bu Rusdi membaca majalah wanita.
Tampak asyik bermain hp. “Nggak gimana – gimana, ma,”
“Bukannya kamu pacaran sama Nisa?”
“?? Enggak, ma,, Reno nggak pacaran kok sama Nisa,”
“Halah, nggak usah bohong kamu,, Mama pernah denger kamu telponan manggil sayang,”
“Ohh,, itu Novi, ma,, bukan Nisa,”
“??,, Novi?!, Cewek dancer itu maksud kamu?”, sahut bu Rusdi.
“Iya, ma,,”
“Astaghfirullah,, Kamu kok malah pacaran sama cewek macem gitu sih,?” Mengalihkan perhatian pada anaknya.
“Lha gimana, ma? Reno cintanya cuma sama Novi,”
“Reno,, Cinta itu memang perlu dalam suatu hubungan, tapi akhlak itu juga perlu, Dan kalo mama lihat akhlaknya Novi itu kurang bagus, Udah nggak berkerudung, pakaiannya kayak gitu juga,”
“Iya sih, ma,, Tapi Reno udah bertekad mau jadiin Novi itu cewek yang sholihah,” Sejenak menghentikan bermain game nya.
“Nggak bakal bisa, Re,, Mama berani jamin itu,”, ucap beliau.
“Mama ini, Setiap manusia itu bisa berubah, ma,, Yang penting kita percaya aja, dan mensupport terus proses berubahnya,”
“Huh, kamu itu dikasih tau kok ngeyel, Terserah kamu lah,, Tapi satu hal, sampai kapanpun mama nggak akan merestui hubungan kamu sama Novi,”
“Kalo Novi bisa berubah jadi cewek sholihah, mama mau kan merestui hubungan kami,” Sambil Reno membujuk kemarahan ibunya.
“Ya,”, sahut beliau, singkat.
LXXIV
Karena merasa tidak didengar oleh anaknya, bu Rusdi menghubungi Yanisa.
“Tuutt,, Tuutt,,”
Panggilan beliau diterima.
“Assalamualaikum, tante,”
“Waalaikum salam, Nisa,”, sahut beliau.
“Ada apa ya, tante?”
“Kabar kamu gimana, Nis?”
“Alhamdulillah,, baik,, Lha tante?”
“Alhamdulillah,, tante juga baik – baik aja,”
“Alhamdulillah, kalo begitu,”
“Oh ya, Nis,, Kabar mama kamu gimana?”
“Alhamdulillah,, kabar mama sehat, tante,”
“Oh ya, syukurlah kalo begitu,”
“Oh ya, Nis,, Besok kamu lowong nggak?”
“Sore Nisa lowong, tante,”
“Oh ya, kalo gitu sore kamu ke rumah ya,”
“Ada apa ya, tante?”
“Oh enggak, Tante lagi nyoba resep baru nih,”
“Oh iya, Haha,, Tante semangat banget, seneng coba – coba resep,”
“Haha,, Cita – cita yang nggak kesampaian,”
Berucap, “Haha,, Iya, tante,, Insya allah jam 4tan Nisa ke rumah,”
“Oh ya, Makasih ya,”
“Sama – sama, tante,”
“Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,”
LXXV
Malam hari tiba,
Tampaknya kondisi Siska lumayan membaik.
Terlihat cewek itu sedang belajar.
Mengerjakan tugas – tugas sekolah yang telah dilewatkannya.
Sambil ditemani larutan gula buatan mbok Jare, dirinya tampak fokus menghitung rumus – rumus matematika.
“Tringing, Tringing,” Dering panggilan masuk.
Siska meraih hp nya.
“Mama,?”, gumam dirinya.
Menerima panggilan itu. “Ya, ma,”
“Halo, anaknya mama,, Gimana kabarnya?”
“Baik, ma,”
“Obatnya sudah diminum?”
“Siska nggak berobat kok, ma,, Udah agak enakan dipijitin mbok Jare,”
“Kok nggak ke dokter?”
“Kayaknya Siska cuma kecapekan aja, ma,, Lagian ramuannya mbok Jare manjur juga untuk Siska,”
“Emang kamu dikasih apa sama mbok Jare?”
“Air gula, ma,”
“??,, Air gula?”
“Iya, Air gula,, Rasanya itu udah cukup buat Siska, ma,”
Tampak di layar hp itu beliau sedikit khawatir.
Wanita berumur itu terlihat tidak tega dengan pengobatan yang didapatkan anaknya.
“Bener lo ya?, Ntar kalo tambah parah lemesnya segera ke dokter aja ya?”
“Iya, maa,, Tenang aja ya,, Siska kan kuat,”
“Iya deh, Iya,, Mama percaya,”
“Tapi katanya mbok Jare kamu kalo malam cuma makan roti dan susu aja ya?”
“Iya, ma,, Itu sudah cukup kok, ma,”, sahut Siska, lugas.
“Cukup gimana sih, Siss?, Itu kurang,, Kamu juga perlu makan protein, sayur – sayuran, buah, susu, daging, ikan ,, ”
“Hahaha,, Iya, mamaku sayang,, Siska juga ngerti, Siska kalo di sekolah udah makan pecel, sebelum pulang Siska makan bakso, Mbok Jare juga sudah masak sayur – sayuran kalo pas Siska libur sekolah,, Tenang aja ya, ma,”
“Ya ampun, Siskaa,, Mama khawatir lo kalo kamu sakit gini, Apa mama pulang aja ya?” Beliau tampak memelas.
“??,, Nggak usah, ma,, Nggak usah,, Mama kan punya tanggung jawab juga di sana, Mama harus cari nafkah untuk menghidupi Siska, Iya kan?”
“Siska, makasih ya,, Kamu anak mama yang bisa bikin mama tegar gini,”
“Haha,, Iya, mama,, Mama jangan sedih dong, Mama harus ceria demi Siska,, Ok, ma,” Sungguh aura cewek itu laksana pancaran sang surya.
Beliau menjadi tercerahkan seketika.
“Ok deh,, Mama akan ceria terus buat Siska,, Mama akan tegar demi tugas – tugas mama di sini,”
“Nha gitu dong, ma,, Siska seneng dengernya,”
“Haha,, Iyaa,, Tapi kamu juga harus jaga kesehatan, Jangan bikin mama tambah banyak pikiran ya,”
“Iya, mama,, Siap,, Siska akan selalu mengingat nasehat mama itu,”
Beliau tampak tersenyum bangga pada anaknya.
LXXVI
Esok hari,
Saat istirahat siang.
“Rista mana sih?, Lama banget,”, keluh Novi.
“Jadi makan nggak sih ini?”
Cewek semok itu merasa perutnya sudah lapar akut.
“Aku samperin di kelasnya aja lah,”
Di depan ruang kelas 3 IPA,
Melihat seseorang tengah duduk diam di bangku panjang. “Astaghfir,, ditungguin malah ngelamun gitu,”
Mendekati bangku itu. “Ris, Rista,”, panggil Novi.
Terkejut. Rista menoleh ke kanan dan ke kiri.
Melihat temannya sudah ada di hadapan. “Kamu, Nov,,”, ucap dirinya, hampir sadar.
“Astaghfir,, kamu ngelamun aja sih, Ditungguin dari tadi,”
“Astaghfirullah,, Maaf, Nov,, Maaf,,”
“Kamu tadi ngapa?”
Novi duduk di sebelah kanan temannya.
“Anu, Nov,, Anu,, Akuu,, akuu,, aku lagi mikirin show kita, Nov,”
“Astaghfirullahal adzim,, Apalagi sihh yang kamu pikirkan,?”
“Itu lo, Siska kok belum sembuh – sembuh?”
“Astaghfirullah,, Orang Siska baru kemarin sakitnya, Masak bisa langsung sembuh?”
Cewek itu tampak frustasi sendiri dengan Rista.
“Nov, aku bener – bener nggak bisa konsen nih, Aku takut show kita ntar gagal,”
“Tenang aja, Riss, Tenang,, Show kita tetap bakalan sukses kok,”
“Sukses apanya?, Kita nggak latihan – latihan gini kok,”
“Iya, aku ngerti tapi baiknya kamu tenang dulu, Anggep aja ini kita istirahat sejenak sambil nunggu Siska pulih,”
“Tapi sampe kapan kita libur latihan gini,? Aku kemarin lihat Siska kayak nggak berdaya banget gitu,”
“Bisa, bisa, Riss,, Kamu yang penting berdoa supaya Siska lekas sembuh,”
Rista menghela nafas.
Cewek itu sudah hampir hilang akal dengan mandeknya latihan.
LXXVII
Saat bu Rusdi dan Yanisa tengah santap sore,
“Kerasa Nis pedesnya?”
“Wuhh, masya allah,, Kerasa, tante,”
Menyendok kuah nan pedas. “Udah pas apa belum kira – kira?”
“Udah, tante,, Udah,, Pedesnya mantep,”
“Alhamdulillah,,”, ucap beliau, senang. “Ambil lagi Nis cuminya,”
“O ya, tante,”
“Nasinya juga kalo kurang,” Mendekatkan bakul nasi ke Yanisa.
“Iya, tante, Iya,,”
Wanita berumur itu tampak senang Yanisa makan dengan lahapnya.
Tiba – tiba, dari arah ruang tengah, “Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,”, sahut bu Rusdi, melihat ke arah utara.
“Eh, kamu, Re,, Udah pulang?, Ayo, Re,, cuci tangan, Makan,”
“Ada acara apa nih?”
“Ini, mama masak kesukaan kamu,”
“Oo,, Reno suka cumi ya, tante?” Sambil menyantap kuah itu.
“Iya, suka banget Reno sama cumi,”
“Ayo, sana,, Cepet cuci tangan, Makan,”
“Iya, ma,, Iya,,” Segera berlalu ke kamarnya.
Setelah Reno cuci tangan,
Tampak greget laki – laki itu melihat potonngan – potongan cumi di depan mata.
Terlebih lagi ibunya memasak cumi itu dengan kuah pedas.
Reno terlihat menenggak air liur nafsunya.
“Udah, kamu sini,, Mama udah, ntar kolestorel mama meroket kalo nggak berhenti makan,”
“Haha,, mama bisa aja,”
Reno duduk di sebelah kiri cewek berkerudung itu.
“Kamu suka cumi to, Re?”
“Iya, aku suka banget,”
“Masakan mama kamu mantep banget Re rasanya,”
“Ati – ati aja, ntar kalo nggak kuat bisa kena sesuatu,”
“Haha,, bisa aja kamu,”
Setelah berdoa Reno segera menyantap makanan itu.
“Ehhg,, masya allah,, pedes,”
Tampaknya rasa pedas kuah itu membuat Reno semakin greget.
“Pelan – pelan Re makannya,”
“Wuhh,, Masya allah,, Pedes banget ini, Sumpah,”
Yanisa tertawa melihat ekspresi Reno.
Setelah meminum sedikit air putih laki – laki itu kembali makan.
Sungguh aura keakraban terbangun dari santap sore itu.
Dari balik pintu kamar bu Rusdi tampak senang rencananya berjalan lancar.
LXXVIII
Malam menjelang,
Suasana makan sore tadi masih membekas pada kesadaran Yanisa.
Cewek itu merasakan begitu banyak kehangatan dan cinta menyelimuti acara tadi.
Sungguh acara makan itu sedikit menggoyahkan keteguhan Yanisa.
Dirinya menjadi gamang karena rasa cinta itu kembali merasuki pikiran sadarnya.
“Re, tadi mama kamu kenapa sih? Aneh gitu,”
“Mama kayaknya mau nyomblangin kita berdua,”
“?? Serius, Re,? Mama kamu mau nyomblangin kita?”
“Iya, aku nggak bohong,, Mama ku tahu kalo aku masih hubungan dengan Novi, makanya mama ku bikin rencana makan sore itu,”
“Astaghfir,, Pantesan aja mama kamu tadi kayaknya seneng banget pas kita ngobrol waktu makan tadi,”, balas Yanisa.
“Iya, Sekarang aku jadi bingung malahan, Aku harus gimana?”
Yanisa menyadari Reno masih mencintai Novi.
“Kamu curhat ke allah sana biar kamunya nggak gamang gitu,”, balas dirinya.
“Lha kamu sendiri ada feel ke aku nggak?”
Yanisa terkejut membaca pesan itu.
Agak lama dirinya membalas pesan dari Reno.
Tampaknya cewek itu harus menenangkan angan – angannya dahulu.
Membalas, “Yaa,, ada sih,, Cuma kamu harus selesaikan urusanmu dengan Novi dulu baru aku mau,”
“Yaa,, kalo itu sih, Aku juga bingung, di satu sisi ada niatku untuk bikin Novi jadi cewek sholihah, tapi di sisi lain ada mama aku,”
Bergumam, “Ternyata benar Reno masih suka sama Novi,”
Yanisa menekan keinginannya itu.
“Kayaknya kamu dilema banget ya,”, balas dirinya.
“Ini udah nggak bisa aku selesaikan dengan diriku sendiri, Nis,, Aku harus tanya ke allah swt mana yang lebih sesuai untuk diriku,”
“Sipp,, Bagus itu, Aku bantu doa, semoga niatmu mencari jawaban itu terkabul,”
“Amin, Amin,, Makasih ya, Nis,”
“Ya, sama – sama, Re,”
Yanisa menaikkan benteng lagi.
Dirinya tidak ingin diganggu oleh masalah itu.
Namun asanya berharap, supaya Reno memilih dirinya daripada Novi.