Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Hamka. Berteriak-teriak seperti cewek. Karena Kak Yudi membawa ‘Joey’ masuk. Anjing penjaga di belakang katanya. Sering main sama kucing-kucing di sini, jadi nggak ada bahaya.
“Ampun! Singkirin! Singkirin!!! HUSH! HUSH!!!”
Hamka melompat ke atas kursi, terpojok ketika Joey malah mendekatinya dengan ceria, mengira dirinya diajak bermain. Kak Yudi menyeringai menatapku, sambil dengan jahil menarik ulur tali anjing Siberian Husky itu.
“Heh, rasain!” Dilar menyumpahi. Yuki masih melongo.
“Sialan, Lar! Kak YUDI! Jauhin! Awas nanti kalo – “ kata-katanya terpotong karena dia menjerit lagi. Joey berhasil naik ke kursi, hanya dua kakinya, tapi cukup untuk membuat Hamka menjerit seperti Spongebob dan berkeringat seperti kuda.
“Hayo, damai, nggak?” Kak Yudi mengancam. Dilar malah heran mendengar ancaman kakaknya.
“Damai! Damai!“
“Minta maaf nggak?”
“Maaf! Aku yang salah! Aku yang salah! Sori Lar, beneran! Aku yang duluan benci sama Yuki sampai kalian ngerasa bersalah jalan di belakang kami! Ampun, sori!”
Aku dan Dilar sama-sama melongo mendengarnya. Dilar malah mengeluarkan smartphone dan mengarahkannya ke arah Hamka yang masih ketakutan karena Joey makin dekat, bahkan lidahnya yang terjulur penuh liur hampir menetes di sepatunya.
“….Kalau gitu,” Dilar tersenyum jahat, “kamu mau nurut apa aja yang aku bilang habis ini?”
“IYA, apapun lah!!!!” Tanpa sadar, karena ketakutan yang amat sangat, dia iyakan saja semua yang ditanyakan Dilar. Aku hanya menelan ludah melihat sejahat apa ‘pacar’ sahabatku dan kakaknya. Yah, mungkin Dilar juga sudah stress karena Hamka sebagai sahabat ogah mendengarkannya.
“Oke, makasih, Kak.”
“Sama-sama dek. Sini, Joey.” Dia menarik Joey, yang dengan kecewa menjauh dari Hamka. Kami benar-benar sudah jadi tontonan sekarang. Hamka masih merah dan pucat sekaligus, napasnya memburu, dia menatap lantai, lalu menatap Dilar penuh amarah. “Sialan kau, Lar.”
Dilar menunjukkan video yang berisi sosok ketakutan Hamka dan jawaban ‘Iya’-nya ke semua permintaan Dilar.
“Sudah kuupload ke drive online-ku, dan tentu saja, kupassword.”
“Sialan.”
“Kita tetep temenan.”
“Sialan.”
“Jadi jangan ada gangguan ke kami cuman gara-gara kalian musuhan.”
“Sialan.”
Dilar menyeringai, mengulurkan satu tangan untuk menarik Hamka agar bisa berdiri.
“Sobat macam apa sih kau ini??“
“Sobatmu, kan?”
Aku hanya menggeleng-geleng. Penyelesaian masalah kami sungguh nggak keren, konyol, dan penuh black mail material. Aku sendiri menyimpan video yang sama, hanya saja dari detik pertama Hamka menjerit bagai anak perempuan kecil. Kak Yudi menyuruhku menyiapkan kamera ketika menarik masuk Joey tadi.
Tapi toh, masih ada satu masalah.
Bel di pintu berbunyi, tanda ada pelanggan masuk….aku melongo.
“REY??”