Setelah Yuki pergi, aku mengambil bantal dan terduduk. Menangis. Aku meraih smartphone. Berharap Kak Dilar ada waktu. Aku harus memberitahunya. Tapi aku tidak yain. Aku belum bisa berhenti menangis. Kalau dia mendengarnya, mungkin dengan panic dia akan langsung melesat ke rumah.
Aku hampir melompat karena getaran di tanganku. Telepon. Dari Kak Dilar. Aku berdeham sedikit keras supaya suaraku tidak terdengar terlalu serak.
“Halo?”
‘Rey?’
“Iya kak…”
…
‘Kamu nangis?’
Aku panik,“Nggg…nggak, aku…” lalu aku ingat janji kami. kecuali untuk memberi satu sama lain kejutan, dan untuk melindungi rahasia yang bukan milik kami: tidak boleh berbohong. Aku mengaku, “iya…” aku merasakan gumpalan di tenggorokanku lagi, “Yuki tahu…”
Terdengar suara desahan berat Kak Dilar, ‘Aku ke sana.’