Apa yang baru saja kukatakan tadi, entah mengapa aku tak tenang. "Kami tidur bersama!" Bagaimana aku bisa terbawa emosi hingga sampai mengatakan hal itu? Argh! Aku tak bisa tidur. Aku menatap langit-langit kamarku, jika rakyat berpikir kami dekat, itu bagus. Setidaknya dengan begitu perdamaian akan terjaga. Tapi bagaimana dengan Tuan Putri? Mengapa aku jadi merasa tidak enak padanya?! Aku mencoba memejamkan mataku berulang kali. Ah! Sepertinya aku perlu menjelaskan dulu padanya soal itu tadi. DUAR!!! DUAR!!! Sepertinya cuaca malam ini tak bersahabat CRAK!!! Aku menutup dua jendela kamarku. DUAR!! DUAR!! KLAP!!! Mengapa harus mati lampu di saat seperti ini? Aku juga tidak sedang memakai Watch-i, jadi tak ada alat penerangan darurat. Aku kembali ke tempat tidurku, belum sampai aku merebahkan seluruh badanku. DUK!!! AAAA!!!! Terdengar teriakkan yang mengagetkanku.
"Siapa itu?" aku langsung berdiri, SRAK!!! Aku menyingkirkan selimut di tempat tidurku,"keluar kau!" CLAP!!! Saat itulah listrik kembali menyala. "Tuan Putri?!" Nampak Tuan Putri di atas tempat tidurku meringkuk ketakutan.
"Huhuhu, aku takut petir!" dia menangis tersedu-sedu,"Huhuhu! Aku takut gelap! Huhuhu!" Dia menangis seperti anak kecil. DUAR!!! DUAR!!! Terdengar petir menyambar-nyambar,"Huhuhu!" Dia menangis sambil menutup telinganya, matanya terpejam, kedua lututnya menekuk tampak gemetaran. DUAR!!! DUAR!!! ZRAASSTTT!!! Hujan deras terjadi di luar sana, WUSH!!!WUSH!!! Angin kencang bertiup. DUAR!!!DUAR!!!DUAR!!! "Mama, Mama, Granny,Granny!", teriaknya sambil menangis,"Aku takut, Mama! Granny!" ia menangis di samping Poppy yang dibawanya lari.
"Jangan menangis, aku di sini," aku memeluknya.
"Mama! Aku takut! Huhuhu!" ia masih menangis.
"Jangan takut, ada aku di sini. Tenanglah tidak akan terjadi apa-apa.", aku meletakkan Poppy di belakangnya, lalu memeluk Tuan Putri. "Tak perlu takut, semua akan baik-baik saja. Ada aku di sini.", aku mengelus-elusnya. Suara tangisnya berhenti, ternyata dia sudah tidur. Lama-kelamaan aku pun ikut tertidur.
***
Jam berapa sekarang? Aku membuka mataku, berusaha sedikit demi sedikit mengingat ingat apa yang terjadi.
"Pangeran Viktor?!" ucapku lirih, aku tidur berhadapan dengan dirinya, dia memakai piyama berwarna abu-abu. Aku tidur berpelukan dengannya? Aku bangun, lalu mengucek-ucek mataku.
"Anda sudah bangun?" dia ikut terbangun, aku melihat sekeliling.
"Jam berapa ini? Apa ini sudah pagi?" oh iya, aku ingat apa yang terjadi sekarang.
"Belum, ini masih malam Tuan Putri. Ini masih dini hari. Apa Anda...."
"Maaf, membuat Anda tidak nyaman Yang Mulia. Saya takut petir juga kegelapan. Maaf, sudah membuat tidur Anda jadi terganggu.", aku menunduk, emm...bahkan aku belum sempat berganti piyama. Aku melihat diriku, masih memakai pakaian warna putih, pakaian pemeriksaan kesehatan sore tadi.
"Apa Anda tidak terbiasa tidur sendiri?" WHAT?! Mengapa dia bertanya seperti itu?
"Ya, memang tidak terbiasa tidur sendiri. Saya biasa tidur dengan sepupu saya Mira, Yang Mulia Ratu atau Granny."
"Jika Anda mau, Anda bisa tidur bersamaku.", WHAT?! Apa aku tak salah dengar?
"Emm...", aku bingung harus menjawab apa.
"Saya tak bermaksud apa-apa. Jangan salah paham, saya hanya ingin Anda bisa tidur dengan nyaman. Agar kesehatan Anda tidak terganggu. Anda bisa tidur di samping saya dibatasi Poppy, bantal atau guling. Saya tidak memaksa, jika Anda tidak berkenan tidak apa-apa. Saya melakukannya karena sepertinya saya juga perlu teman tidur, agar terhindar dari mimpi buruk. Setelah Ibunda meninggal setiap malam saya sering mimpi buruk, tidak bisa tidur dengan nyenyak. Jujur saja, baru tadi malam saya bisa tidur nyenyak setelah sekian lama....",ia menatapku, aku terdiam,"jika Anda tidak berkenan karena terganggu dengan kejadian kemarin malam tidak apa-apa, saya tidak memaksa. Saya siap pindah kamar jika Anda memang merasa terganggu."
"Mengapa tidak? Jika Anda memang butuh teman agar tidak bermimpi buruk.", daripada aku tidak bisa tidur, lagi pula siapa lagi yang bisa menemaniku tidur?
"Baiklah, berarti di tengah tempatnya Poppy, saya di sebelah kanan dan Anda di sebelah kiri.", Pangeran memindahkan Poppy ke tengah tempat tidur. Aku melangkah turun dari tempat tidur."Anda mau kemana? Apa Anda berubah pikiran?"
"Emm....saya be...lum ganti piyama, belum cuci muka dan gosok gigi. Saya bisa membuat Anda tidak nyaman....emm..."
"Sudah lanjutkan saja tidur Anda...", Pangeran itu langsung berbaring, menghadap ke arahku sambil memeluk Poppy,"jangan buang-buang energi Anda, Anda hanya akan berhadapan dengan saya bukan dengan publik. Saya tak mempermasalahkan penampilan Anda saat tidur. ", aku pun kembali berbaring di samping kiri Poppy. Aku tidur terlentang sambil menatap langit-langit kamar. "Mengapa Anda belum tidur? Apa Anda tidak nyaman?"
"Emmm....bukan begitu Yang Mulia, emm saya takut mengganggu Anda. Saat tidur saya bisa saja tidak sengaja memegang tangan atau anggota tubuh Anda yang lain, emm...apa itu tidak masalah?"
"Bukan masalah, saya tidak apa-apa dipegang-pegang. Saya tidak terganggu memang sudah hak Anda untuk memegang saya. Jika Anda takut hal itu mengganggu saya, tadi malam saya tidak terganggu justru saya bisa tidur dengan nyenyak....apa lagi yang Anda khawatirkan Tuan Putri? Emmm, apa Anda takut saya akan memonopoli Poppy?"
"Bukan begitu, Pangeran....emmm saya merasa sudah keterlaluan pada Anda...emmm saya membuat persyaratan yang konyol dengan mencabut hak Anda untuk memegang saya....emmm..saya merasa emm..."
"Sudah tidak perlu terlalu dipikirkan, Tuan Putri. Saya tidak marah, ya walau sebenarnya saya juga merasa agak geli dengan persyaratan tersebut. Tapi, saya rasa itu wajar karena kita belum saling mengenal. Mungkin Anda saja Anda ketakutan saat melihat wajah saya yang dingin dan sangar, seperti pembunuh berdarah dingin yang kejam....", ia menatapku, mengapa dia bisa membaca pikiranmu saat itu?,"dari wajah Anda sepertinya memang image saya seperti itu ya?"
"Emm...saya mohon jangan marah Yang Mulia. Awalnya memang saya berpikir seperti itu saat pertama kali melihat foto Anda juga saat pertama kali kita bertemu. Karena itu saya membuat syarat konyol seperti itu, emm....saya takut diperlakukan semena-mena seperti di sinetron-sinetron Integra, saya takut disiksa, apalagi Anda keturunan ras rambut api keturunan murni, di sinetron itu sering ditampilkan sifat ras rambut api Integra yang tempramental sehingga sering memukuli istri atau anak gadisnya. ," aku tak berani menatapnya.
"Saya tidak seperti itu Tuan Putri," ia menyandarkan kepalanya di kepala Poppy,"saya memang dingin dan seakan-akan kasar tapi saya tidak akan memperlakukan Anda semena-mena, karena Ibunda yang melahirkan saya adalah perempuan. Saran saya jangan terlalu banyak menonton film terkadang rakyat saya memang suka berlebihan dalam membuat cerita.", emm...ternyata Pangeran ini juga tidak terlalu buruk. Aku berbalik menghadap ke arahnya.
"Yang Mulia!", aku memanggilnya.
"Tak perlu memanggil saya terus, langsung katakan saja. Jangan membuat dinding pembatas diantara kita. Saya tahu ini pernikahan politik, tapi bukan berarti kita tidak perlu mengenal satu sama lain kan? Buatlah diri Anda nyaman ketika berada di dekat saya, karena kita akan selalu bertemu setiap hari."
"Emmm....jika begitu jika saya ingin mengenal Anda dan menanyakan sesuatu tentang diri Anda, meski itu konyol dan aneh, Anda tidak akan marah?"
"Tentu tidak, asal Anda menanyakannya ketika kita sedang berdua saja seperti ini. Tidak di hadapan orang lain. "
"Iya, saya tahu batasannya kok. "
"Baiklah berarti mulai sekarang apa saya sudah mendapat ijin untuk memegang Anda? Mengingat kita akan bersama setiap malam, Anda tidak mau kan tidur sendirian?", ia menatapku tatapan yang penuh ejekan, mengapa dia jadi berubah 180 derajat.
"Ya boleh, asalkan jangan emmm menyentuh saya seperti ......emmmm aku belum ingin jadi ibu, Yang Mulia....", aku mengkerutkan kening.
"Iya, tak perlu khawatir. Saya juga belum ingin menjadi ayah kok. Lagi pula kesehatan Anda harus selalu saya jaga, agar pembuatan obat bagi rakyat saya berjalan lancar. Oh ya memangnya apa yang ingin Anda tanyakan? Tanya saja saya takkan marah."
"Apa yang terjadi dengan ibunda Anda? Emmm...bukan maksud saya tidak percaya, saya hanya ingin tahu kejadian yang sebenarnya bukan menurut media massa.", aku menatapnya, raut wajahnya agak lebih sangar."Emm...Yang Mulia tolong jangan marah emm...saya tak bermaksud....", aku takut.
"Tak perlu minta maaf, saya senang jika Anda lebih mempercayai saya dibandingkan dengan media massa. Ibunda saya dibunuh dengan kejam saat saya masih kecil bersama pengawal pribadinya. Saat itu saya dan Ibunda sedang pergi ke suatu acara tanpa pengawalan yang ketat, hanya bersama sopir dan seorang pengawal pribadi. Saat itu Ayahanda sedang pergi ke medan perang melawan kerajaan Anda. Saya tidak menuduh kerajaan Anda yang terlibat dalam pembunuhan ibunda saya, sampai sekarang pun saya belum tahu siapa pelakunya. Karena terancam, ibunda saya menurunkan saya di pinggir jalan. Beliau menyuruh saya bersembunyi. Saat itu saya tidak paham apa yang diinginkan para penjahat itu, mereka membuat Ibu dan pengawal pribadinya pingsan. Mereka lalu membawa keduanya ke suatu tempat, saya mengikutinya. Penjahat itu berhasil menangkap saya, ibunda saya memohon kepada para penjahat itu utuk membebaskan saya. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri penjahat itu memperlakukan ibu saya dengan tidak hormat. Ibu saya pasrah demi melindungi saya, akhirnya setelah mereka puas. Mereka melepaskan saya, tetapi ternyata penjahat itu mengingkari janjinya. Saat mereka hendak menusuk saya, Ibunda melindungi saya sehingga ia tertusuk tepat di perutnya. Saat saya hendak menolong Ibunda, saat itu kepala saya dipukul sehingga saya pingsan....", ia menitikkan air mata.
"Yang Mulia, jika Anda tidak kuat menceritakannya Anda tidak perlu melanjut...."
"Anda harus mendengarnya sampai selesai Tuan Putri, saya tidak apa-apa. Saat saya sadar, saya sudah berada di istana bersama Ayahanda dan Ibu Suri. Ketika saya bertanya dimana Ibunda? ayah saya marah. Ia hanya berpesan bahwa Ibunda sudah meninggal. Bahkan ketika di pemakamannya pun Ayah tak hadir.
"Mengapa Yang Mulia Raja bisa marah?"
"Saya pernah bertanya kepada beliau saat kecil. Tetapi beliau selalu mengalihkan pembicaraan, hingga saat remaja, Ayahanda bercerita pada saya. Dia marah karena gagal dalam melindungi ibunda saya. Saat itulah Ayahanda bercerita bahwa dia merasa Ibunda difitnah. Mayat Ibunda ditemukan bersama pengawal pribadinya di sebuah kamar hotel yang terbakar. Tetapi karena parahnya kebakaran tersebut, kedua jasadnya hanya tersisa abu dan tulang-belulang. Polisi yakin bahwa itu Ibunda saya dari Watch-i yang ditemukan di tempat kejadian. Tersebar rumor bahwa ibunda saya meninggal karena takut akan dihukum Ayahanda akibat berselingkuh dengan pengawal pribadinya. Padahal sebenarnya tidak, Ayahanda juga tidak mempercayainya."
"Apa Anda sudah melakukan tes DNA pada tulang belulang yang diyakini jasad ibunda Anda?"
"Ya, secara rahasia kami sudah melakukannya."
"Apa hasilnya Yang Mulia?" aku semakin penasaran.
"Hasilnya negatif, tulang belulang itu bukan Ibunda saya."
"HAH?!", aku berteriak,"Lalu dimana Ibunda Anda? Berarti Ibunda Anda masih hidup?"
"Emm... saya tidak tahu. Kecil kemungkinan Ibunda masih hidup. Jika beliau masih hidup pasti sudah lama menghubungi kami."
"Berarti rumor itu salah? Mengapa Anda emmm..."
"Terkesan membiarkannya?" Pangeran menatapku tajam,"kami belum punya bukti yang kuat untu membersihkan nama Ibunda. Tapi ada secercah harapan, ada anak dari salah satu penjahat itu yang berhasil saya tangkap.", aku sudah tak ingat apa pun lagi.,"Anda sudah tidur rupanya.", samar-samar terdengar suara Pangeran.
***
NGEKK!!! Terdengar suara pintu kamarku terbuka. Aku melihat jam, sudah waktunya tidur ternyata.
"Pekerjaan saya belum selesai, Tuan Putri," aku masih berusaha menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Ayahanda,"tidurlah duluan," aku meneruskan menyusun laporan," tapi jangan memonopoli Poppy serta tempat tidur. Anda lumayan berat, jangan membuatku harus menggeser Anda.", mengapa dia diam saja? Apa dia marah? Atau jangan-jangan sudah tidur? "Mengapa Anda diam saja? Jangan tidur dulu, ini weekend, jadwal menonton film, ada film horor baru. Saya ingin menontonnya, Anda harus menemaniku.", aku melanjutkan pekerjaanku.
"Sepertinya Anda sudah melupakanku, Putra Mahkota!" suara ini, aku menoleh ke tempat tidur.
"Ibu Suri!" aku langsung menunduk memberi hormat,"mohon maafkan ketidaksopanan saya, saya kira Anda Tuan Putri."
"Tidak perlu meminta maaf Putra Mahkota, duduklah!" aku pun duduk di kursi meja kerjaku, sedangkan beliau duduk di tepi tempat tidurku. Ibu Suri melihat sekeliling,"Sudah lama Anda tidak mengunjungiku Putra Mahkota, sejak Anda menikah sepertinya Anda sibuk dengan Tuan Putri. Apa kalian benar- benar selalu tidur bersama setiap malam?"
"Emmm...ya seperti itu, Ibu Suri.", semoga beliau tidak berpikiran aneh-aneh.
"Mengapa kau terlihat malu? Kalian sudah menikah wajar jika seperti itu", mengapa beliau menatapku dengan tatapan yang aneh,"apa aku akan segera memiliki cicit?",APA?! Benar kan beliau berpikiran aneh-aneh.
"Bu...bu...kan seperti itu Ibu Suri....Anda sa...lah paham....emm...kami memang tidur bersama tetapi bu...kan berarti...emm...kami sudah...emm...melakukan hal itu....", mengapa harus membahas hal ini? Aku belum ingin menjadi ayah, apa tidak boleh aku menikmati masa mudaku dulu?
"Jangan terlalu serius Putra Mahkota, aku hanya bercanda," Ibu Suri tersenyum simpul,"sepertinya pernikahan ini membuatmu lebih sehat, Anda terlihat lebih segar. Apa tidurmu semakin nyenyak?"
"Ya...saya tidur cukup nyenyak, jarang bermimpi buruk.", sepertinya kunjungan beliau akan lama.
"Awalnya aku tidak sependapat dengan ayahmu soal pernikahan ini, apa lagi kau menikah dengan putri kerajaan musuh, yang misterius serta selalu memakai topeng dihadapan publik. Aku khawatir hal ini akan semakin membebanimu, apalagi setelah misteri kematian ibundamu. Tapi sepertinya dugaanku salah, kau justru terlihat ya bisa dikatakan cukup bahagia. Aku menjadi lega, rakyat sepertinya juga menyenangi Tuan Putri itu, kau tahu setiap aku keluar istana sebagai warga biasa, rakyat selalu membicarakan Tuan Putri itu sebagai calon ratu masa depan. Mereka berharap bisa berjabat tangan langsung dengannya, apalagi dia berkatnya masalah kesehatan rakyat kita bisa sedikit teratasi. Oh ya apa ini?" Ibu Suri memegang Poppy,"Sejak kapan kau suka boneka?"
"Itu milik Tuan Putri, Ibu Suri. Emm...namanya Poppy. Dia teman tidurku dan Tuan Putri."
"Oh, semacam batas tempat tidur ya.",Ibu Suri meletakkan Poppy kembali.
"Berarti kau sudah bebas menyentuh Tuan Putri ya? Hehehe.", Ibu Suri tertawa geli.
"Ya, seperti itulah Ibu Suri. Asal tidak melakukan hal yang itu emm...tadi.", aku merasa geli membicarakannya.
"Emm, aku penasaran dengan wajah Tuan Putri, apa dia selalu memakai topeng jika di hadapanmu? Bagaimana apa dia cantik? Apa ada bekas luka di wajahnya atau tanda lahir seperti tompel yang besar?"
"Tidak Ibu Suri, Tuan Putri selalu melepas topeng ketika berhadapan dengan saya. Tidak, tak ada bekas luka atau tompel di wajahnya. Dia....", NGEK!!! Pintu terbuka.
"Pangeran Vicky!" seseorang masuk, dia memakai piyama berwarna violet dan sandal kelinci pink, "Apa Anda sudah tidur? Jangan bekerja terlalu keras, lanjutkan besok saat weekend. Oh ya ini jadwal nonton film kan? Apa jadi nonton film horor?" dia masuk begitu saja, tanpa menengok ke arahku, tangannya membawa nampan."Oh ya aku sudah membuatkan susu untuk kita, jangan kerja lembur terus nanti Anda sakit," ucapnya sambil meletakkan nampan itu di meja yang cukup jauh dari tempat tidur,"mengapa kau tidak menjawab? Jangan tidur di meja kerja lagi, aku kesulitan menggendongmu. Ayo minum susu dan pergi tidur....", ia membalikkan badan ke arahku dan Ibu Suri,"Ibu Suri!" ia terkejut. "Maafkan saya, saya tidak tahu jika Anda di sini."
"Emm...", Ibu Suri diam saja lalu nampak mengamati Tuan Putri,"Tuan Putri, kemarilah Nak!" Tuan Putri pun mendekat,"Duduklah di sampingku. Aku penasaran seperti apa wajahmu, ternyata kau manis sekali.", CUP!!! Dia mengecup Tuan Putri di bagian pipiku. "Pantas saja cucuku lupa untuk mengunjungiku. Apa kau senang tinggal di sini? Apa ada sesuatu yang mengganggumu? Kuharap kau sabar mengurus cucuku, dia memang sedikit.....", Ibu Suri terus mengoceh panjang lebar, Tuan Putri melirikku, seakan berkata,'kapan Ibu Suri akan selesai? Aku lelah mendengar ceramahnya,' ya setidaknya dia sependapat denganku bahwa pembicaraan Ibu Suri memang membosankan, panjang lebar seperti ceramah. "Oh ya susu kalian nanti dingin, sebaiknya aku pergi sudah waktunya kalian istirahat. Selamat Sayang!" Ibu Suri pun pergi.
"HAH!" aku dan Tuan Putri sama-sama mengehela napas.
"Apa benar sejak kita menikah Anda tidak mengunjungi nenek Anda?" Tuan Putri menyerahkan segelas susu putih padaku. Ia lalu meminum susu coklatnya.
"Saya tak bermaksud begitu ya dari dulu saya memang jarang mengunjunginya. Jika tidak dipanggil saya tak berkunjung," aku meminum susu itu,"pembicaraan dengan beliau membosankan seperti tadi. Saya belum ingin menjadi ayah. Saya masih ingin menikmati masa muda saya."
"Ya, saya akui pembicaraan tadi memang membosankan, tapi Anda harus lebih sering mengunjunginya. Saya rasa beliau kesepian sehingga butuh ditemani. Meski banyak pelayan tetapi pasti kedekatannya tidak sedekat keluarga sendiri. Karena kita pun jika ditakdirkan berumur panjang juga akan menjadi tua seperti beliau, hehehe.", mengapa aku jadi merasa bersalah ya?
"Ya, saya rasa Anda benar. Saya akan berusaha lebih sering mengunjunginya.", aku meletakkan gelas susu di dekat lampu tidur. Sudah larut malam ternyata." Kita tunda dulu nonton filmnya, sudah larut malam sebaiknya kita tidur. Saya sudah lelah.", aku langsung tidur sambil memeluk Poppy.
"Yang Mulia, jangan begitu, sikatlah gigi Anda terlebih dahulu," Tuan Putri menarik-narik Poppy,"ganti juga baju Anda dengan piyama!"
"Sudahlah Putri, saya sudah lelah. Kali ini saja, jangan paksa saya," BUK!!! Aku menarik Tuan Putri ke pelukanku,"saya butuh tidur lelap dengan cepat!", aku memejamkan mata.
"Anda memang manja, Pangeran Vicky!", Tuan Putri menyelimutiku.
***
Aku bangun dari tidurku, entah jam berapa sekarang. Dia sudah tidur ya? Aku melihat di hadapanku, ada dirinya, Pangeran Viktor Phoenix. Dia tidur dengan nyenyak, dulu aku merasa benci terhadapnya, karena dia musuh kerajaanku. Tetapi ternyata dia cukup baik mesti terlihat seperti pembunuh berdarah dingin. Perlahan-lahan aku bangun, mencoba melepaskan diri dari pelukannya. Aku melihatnya, tak sesulit dugaanku, ternyata dia cukup mudah didekati. Mengapa aku terus ingin melihatnya ya? Ah tidak, jangan sampai aku memiliki rasa padanya. Aku menikah hanya untuk melakukan penyelidikan, kemanusiaan serta kedamaian, tidak lebih. Tapi apa yang kulakukan ini tak akan menyakitinya? Emm, walau bagaimana pun dia itu suamiku. Bagaimana jika dia nanti kecewa terhadapku? Ah, sudahlah itu tidak penting Lia, sekarang fokuslah pada tujuanmu. Aku berjalan mengendap-endap, jangan sampai dia terbangun. Kulihat meja kerjanya, dipenuhi oleh dokumen cetak. Sepertinya ini tentang penanganan penyakit atau kelainan warga Integra. Apa obat dari darahku belum cukup? Darahku saja diambil empat kali dalam sebulan, padahal manusia normal di Bumi dulu, melakukan donor darah 1,5 bulan sekali. Jika bukan karena kemanusiaan, aku tak sudi menolong para warga Integra ini. BIP!!! Aku menyalakan laptop dengan layar hologram miliknya.
"Mir, Mira!" aku mencoba menghubungi Mira lewat video call dari Watch-i.
"Lia!" ia menjawab panggilanku.
"Aku sudah berhasil mengetahui password-nya, Pangeran juga sudah tidur. Sekarang apa yang harus kulakulan?" mengapa Mira diam saja?
"Kau yakin akan melakukan ini? Kau tahu kan Pangeran itu percaya padamu, kurasa dia benar-benar membuka hatinya untukmu. Aku tahu kau mungkin terluka akibat peristiwa pelantikan berdarah itu, tapi itu masa lalu Li. Sekarang sudah damai, mungkin mereka bersalah di masa lalu, tapi apa salahnya memaafkan mereka Li? Jangan merusak perdamaian ini, kau ini Tuan Putri...."
"Iya, aku tahu. Aku tak ingin merusak perdamaian ini kok. Aku hanya ingin membuktikan apa yang sebenarnya terjadi, terutama aku hanya ingin tahu siapa sebenarnya Revan, apa dia masih hidup atau tidak, apakah dia mata-mata atau bukan? Aku hanya ingin tahu Mir...."
"Kau belum bisa melupakan Revan? Li, kau ini sudah menikah, ayolah lupakan dia, iklaskan dia Li, dia sudah mati...."
"Tidak! Kau sendiri kan yang bilang bahwa kemungkinan itu ada, bisa saja dia jadi tawanan Integra atau apalah namanya. Bisa jadi kan dia ada di sini, ditangkap oleh orang misterius itu. Hanya jasad dia saja yang tidak diketahui. Meski ada ledakan akibat malfungsi robot penjaga, tapi mengapa hanya jasad dia saja yang nggak ada Mir? Berarti kan dia mungkin masih hidup...", tak terasa air mataku menetes,"aku tidak tahu Mir, apa yang harus aku lakukan, semua kejadian ini membuatku gila. Aku hanya ingin mencari kebenaran saja, agar hidupku tenang. Revan itu siapa? Apakah benar dia mata-mata Integra? Lalu dimana cincinku? Mengapa hilang saat aku bertemu orang misterius berlambang elang Integra itu? Aku cuma ingin membuktikan itu saja kok, karena hatiku perlu kejelasan bukan hanya penjelasan."
"Emm....baiklah Li, tapi berjanjilah kau hanya akan menjalankan kegiatan ini hanya untuk mencari tahu siapa Revan dan orang misterius itu, okay? Jangan sampai orang lain tahu terutama Paman Surya dan Bibi Anindya, jika mereka tahu, kita bisa dalam masalah besar. Bisa jadi ijin kita sebagai peneliti muda kita dibekukan atau yang terparah memicu konflik di dua kerajaan."
"Iya, aku akan berhati-hati kok. Nggak akan ceroboh deh. Janji?" aku menyakinkan Mira.
"Nah, baiklah ayo kita mulai mencari Revan serta membongkar siapa orang misterius itu...., kau sudah tahu kan apa yang harus kau lakukan?" aku menggangguk. Aku melihat ke arah Pangeran Viktor, dia masih tertidur. Aku melepas Watch-i-ku lalu menyambungkannya ke laptop Pangeran Viktor dengan infrablue. Aku pun memasukkan password-nya, ya dia merubah password-nya menjadi tanggal pernikahan kami. Laptop itu berhasil terbuka, dipenuhi oleh bahasa dan program dari Integra.
"Apakah sekarang kita bisa mulai prosesnya?" aku mengutak-atik laptop itu, mencoba mencari apa yang aku cari.
"Ini lebih cepat dari dugaanku, jika kita melakukannya dari laptop Pangeran tidak akan dicurigai. Bahkan tidak perlu melakukan peretasan. ", terlihat laptop itu ada di bawah kekuasan Mira."Ini adalah dokumen top secret Integra, kita bisa melacak Revan dari sini. Jika identitasnya palsu, bisa kita bisa melacaknya lewat pengenalan wajah.", aku hanya melihat apa yang dikerjakan Mira, sambil sesekali melirik ke arah Pangeran. Layar hologram laptop itu menampilkan banyak data, Mira seperti mengacak-acaknya.
"Li!" Mira terlihat kaget,"apa yang kulihat ini tidak salah?" aku sendiri tak percaya pada apa yang kulihat, Revan ternyata dia masih hidup.
***
"Ingat Li, kau harus berhati-hati, jangan sampai ada yang tahu rencana kita.", terdengar suara Mira dari earphone mini.
"Iya Mir, aku tahu aku akan berhati-hati.", lubang ventilasi ini sangat sempit, untung saja badanku agak sedikit kurus karena pernikahan terkutuk itu."Kemana aku harus melangkah? Jangan sampai aku bertemu Mr. Boma, Royal's Guard atau prajurit Integra."
"Jangan khawatir, begini-begini aku ahli dalam mencari jalan keluar.", tak kusangka aku akan melakukan hal konyol ini, aku merangkak di saluran ventilasi Istana Integra hanya untuk keluar. Seperti seorang mata-mata, setidaknya saluran ini cukup kuat, berbentuk silinder,"Tinggal belok kanan satu kali lagi, lalu....", Mira menjelaskan panjang lebar.
"Apa kau yakin aku harus lewat saluran ventilasi ini? Aku seperti seorang penjahat saja."
"Ayolah ruangan itu tidak jauh kok, dihubungkan lewat ventilasi akan lebih aman."
"Baiklah, akan kuteruskan.", aku terus melangkah, gelap. Tak masalah, tinggal menyalakan senter di atas kepalaku. Jadi ingat peristiwa itu, Pangeran itu mudah sekali terkecoh dengan wajah luguku. Aku terus merangkak, sesekali berhenti untuk mengambil napas. Pangeran, mengapa aku jadi ingat dia? Mengapa aku merasa bersalah? Aku sudah mencampurkan obat tidur ke susunya.
"Kenapa kau berhenti?" Mira mengagetkanku,"Apa kau teringat pada Pangeran?"
"HAH?! Tidak, siapa juga yang mengingatnya! Aku hanya istirahat, aku lelah tahu!"
"Simpan keluhanmu, kita sudah sampai! Jangan lupa matikan sentermu. Oh ya pakai juga helmu ya!", aku pun mematikan senterku, lalu memakai helm pelindung berwarna biru navi itu. "Kau lihat lubang di depanmu itu?"
"Iya, aku melihatnya.", aku sudah ada di depan lubang itu,"Apa aku harus menjebol teralisnya?"
"Jangan menjebolnya, buka saja dengan obeng otomatis yang satu paket dengan sarung tanganmu."
"Oh iya! ", aku pun memikirkan obeng, secara otomatis di jaru telunjukku muncul obeng yang berputar, aku langsung mengarahkannya pada sekrup di tralis itu,"Peralatan Royal's Guard boleh juga.", aku laku menggeser teralis itu, lalu HUP!!! Meloncat tepat di atas, "Apa kau yakin ini jalan yang benar, aku ada di kamar mandi!"
"Jangan khawatir, memang aku mengarahkanmu ke kamar mandi. Kau tahu itu ruang yang paling aman, hehehe. Lanjutkan misi kita! Ingat jangan lupa mengubah mode seragam Royal's Guard itu ke mode intelejen.", aku mengaturnya dari Watch-i-ku, secara otomatis seragam warnah merah itu berubah menjadi warna lain, lengkap dengan peralatannya.
"Iya, tapi apa kau yakin Royal's Guard yang aku curi seragamnya tidak akan sadar?"
"Jangan khawatir, kita sudah memberi ya obat tidur alami. Dia tak akan sadar sampai besok siang. Kau juga sudah menyembunyikannya di kamar mandimu, jadi takkan ada yang tahu. Sebelum dia sadar, tinggal hilangkan saja ingatannya dengan peralatan Royal's Guard itu."
"Aku tidak tahu jika seragam Royal's Guard secanggih ini. Dari mana kau tahu hal ini?"
"Emm...apa kau tidak tahu? Perusahaan kakek yang memproduksi dan mengembangkannya, dari dulu hingga sekarang, seragam Royal' Guard diproduksi oleh Hope Company, wkwkwk."
"Ingat jangan sampai mencurigakan, seragammu mungkin terlihat sama dengan mereka, para penjaga ruangan itu. Tapi jika gelagatmu mencurigakan tentu akan ketahuan, jika kau bukan bagian dari mereka."
"Iya, aku akan berhati-hati.", aku pun keluar dari kamar mandi itu. Seluruh ruangannya bernuansa warna putih, terdiri dari lorong-lorong. Nampak para prajurit berseragam hitam dengan helm full-face senada berjaga lalu-lalang. Di salah satu lengannya ada lambang elang emas, lambang Kerajaan Integra.
"Hey, kau!" tiba-tiba seseorang memanggil sambil menepuk punggungku dari belakang.
"Mira, apa yang harus kulakukan?" aku berbisik.
"Tenang Li, lihatlah ke helmmu, sudah ada semua data tentang ruang penjara ini.", aku melihat ke helm ku, wow. Layar helm itu berubah menjadi layar penuh dengan data dalam bahasa Star Light. Nama-nama penjaga beserta pangkatnya, denah ruang penjara ini serta nama ruangannya.
"Helm ini canggih Mir, dari mana kau dapat data ini? Apa dari laptop Pangeran?"
"Tentu saja, dari mana lagi. Sistem data itu hanya bisa diakses melalui perangkat petinggi Kerajaan Integra, salah satunya Pangeran. Sekarang berbaliklah, ingat pakai bahasa Integra bukan Lightgra."
"Ada apa Komandan?" aku menjawab sambil melihat data yang ditampilkan helm itu.
"Waktunya memberi makan tahanan khusus dari Yang Mulia Putra Mahkota.", tahanan khusus? Apa maksudnya?
"Siap Pak!" jawabku.
"Ini bawa makanan ini kepadanya.", Komandan itu menyerahkan kotak makanan berwarna silver yang terbuat dari stainless steel."Ingat dia di ruangan paling pojok, jangan sampai kau lupa anak baru.", anak baru?
"Emm...baik Pak!" aku melangkah,"Mir,Mira kau dengar aku? Apa maksudnya anak baru?"
"Iya Li, aku dengar. Ya, sepertinya sedang ada prajurit baru yang baru saja direkrut. Tenanglah, tak usah cemas. Ini justru mempermudah misi kita.", aku melangkah menuju ruang paling pojok. Di kiri kanannya penuh dengan penjaga bersenjata lengkap. Aku terus melangkah menuju pintu berwarna hijau tua metalik itu.
"Berhenti!" penjaga pintu itu akan melakukan scanning terhadapku.
"Lia! Sekarang!" seru Mira. BUM!!! Seketika para penjaga itu pingsan. Bom transparan Royal's Guard ring I memang keren.
"Apa benar ini selnya Revan?" aku melihat pintu itu.
"Iya, benar kok. Karena itu aku menyarankanmu melakukannya di dini hari. Berdasarkan data yang kudapatkan, ini waktunya memberi makan Revan. Sudah cepat buka, kau kan ahli merekayasa perangkat rumah tangga."
"Iya, iya.", aku mencoba mengutak-atik pintu itu, memencet tombol-tombol untuk membukanya. CLANG!!! Tak sampai 5 menit pintu itu terbuka.
"Tapi mengapa dia menjadi tahanan khusus? Mengapa juga memberi makannya di tengah malam begini?"
"Soal itu di data tidak tercantum Li, mungkin itu salah satu cara menyiksa tahanan. Untuk keperluan interogasi mungkin. Soal mengapa dia jadi tahanan khusus aku tidak tahu.", pintu itu terbuka, terdapat sebuah ruangan yang seluruhnya berwarna putih.
"Revan!" ucapku lirih. Nampak seseorang yang kukenal dia duduk tertunduk di tepi sebuah ranjang berwarna putih. Dia tidak hanya punya satu lengan. "Revan!" BRAK!!! Aku melemparkan kotak makanan itu. REVAN!!! Aku memeluknya.
"Lia! Lia! Kendalikan dirimu!" terdengar suara Mira,"Ingat kau di sini untuk mencari tahu kebenarannya, jangan sampai kau terbawa emosi. Lia! Lia!" aku tak mempedulikan panggilan Mira.
"Kau pikir taktikmu akan berhasil, Pangeran?" tunggu apa ini? "Jangan kira aku benar-benar jatuh cinta dengan si rambut emas bodoh itu. Hahaha. Kau pikir dengan mengirim penjaga wanita dengan suara seperti rambut emas bodoh itu aku akan luluh dan memgakui semua perbuatanku?" SRAK!!! BRAK!!! Aku didorong dan jatuh ke lantai. Apa yang terjadi? Rambut emas bodoh? Revan! Apa yang terjadi denganmu?
DOR!!! DOR!!! Terdengar tembakan,"Meski lenganku terpotong olehmu, aku masih bisa menembak dengan satu lengan," dia menodongku dengan pistol laser yang direbut dariku,"nampaknya penjaga wanita ini anak baru ya, apa kau tidak mengajarinya Pangeran. Jangan pernah membawa senjata ketika ke ruanganku?" Entah mengapa aku takut, aku sangat takut. Pistol itu sudah ada di kepalaku. Aku menangis ketakutan, kakiku kaku tak bisa berdiri. "Oh, penjaga wanita ini ketakutan, jangan khawatir aku sudah menembak CCTV-nya tidak akan ada yang melihat kematianmu di tanganku, Sayang. Oh ya, sebelumnya akan kuceritakan padamu, aku tidak benar-benar menyukai rambut emas bodoh bernama Roselia Hope itu. Aku mengejarnya agar bisa menculiknya, kau tahu organ dan sel telur dari gadis rambut emas sangatlah mahal. Aku bisa menjualnya di pasar gelap agar ibuku bisa segera kubangkitkan dan pemberontakkan tetap berjalan, hahaha. Ibuku dulunya wanita kesayangan raja, sampai perempuan bangsawan itu datang. Dia dan anaknya merebut semuanya dariku, seharusnya aku yang menjadi putra mahkota dan ibuku yang menjadi ratu. Apa salahnya seorang pewaris berdarah seorang pelayan? Kau tahu ternyata ayahku, Raja Integra tetap saja lebih mencintai ratu itu dibandingkan ibuku. Meski sang ratu berhasil dilenyapkan oleh ibuku, keadaan tak berubah, hingga akhirnya ibuku memilih bunuh diri. Aku sendirian, ayahku tetap tidak mengakuiku sebagai anaknya.", apa jadi Revan sebenarnya saudara tiri Pangeran Viktor? "DOR!!!", Aku menangis semakin kencang.
"STT!!! Jangan menangis, aku akan menceritakan satu rahasia kepadamu. Sebagai hadiah sudah mengirimkan pistol ini kepadaku. Kau tahu?!" Revan berjongkok, dia menatapku semakin dekat, sepertinya dia tidak mengenaliku karena helm itu,"Aku yang sudah membuat tragedi pada pelantikan itu, aku yang memberi minum racun kepada supir truk The Parama sehingga truknya oleng. Aku ingin adikku tercinta-yang juga menyusup ke pelantikan itu, untuk menangkapku-mati. Aku ingin dia mati di tangan para penjaga perdamaian Star Light itu. Jangan salah paham, aku tak ada dendam dengan Star Light, aku justru sangat berterima kasih pada keluarga Atiyanta yang sudah mengadopsiku. Ayah, Ibu Atiyanta terima kasih sudah merawatku.", Revan melambaikan tangannya ke langit,"Mereka adalah orang tua kandung ibuku di Star Light, sayang keduanya telah mati karena tua. Sungguh ironi ya, adikku dan ayahku ingin menangkapku karena aku memberontak untuk mengambil hakku. Akulah yang selama ini mengorganisir pemberontakan di Integra, aku jugalah yang membuat Integra dan Star Light bertempur dengan mengaku bahwa aku adalah keturunan asli Putra Mahkota Shen yang hilang, hahaha."
"Katakan padaku bukankah aku cerdik? Katakan padaku bukankah aku cerdas?" ia menodongkan pistol lasernya tepat di bawah daguku. Aku pun menggangguk. "Sudah kuduga, seharusnya akulah yang menjadi putra mahkota meski aku bukan keturunan Putra Mahkota Shen, hahaha. Sayangnya, rencanaku gagal. Adikku sedang beruntung, dia berhasil lolos dari para Royal's Guard itu, dia bahkan menyelamatkan si rambut emas bodoh itu. Padahal pengikutku sengaja menembaknya agar dia mati sehingga organ dan sel telurnya bisa dijual, agar pemberontakan tetap bisa berjalan meski aku tertangkap. Tetapi setidaknya aku berhasil membuat adikku menderita", Revan berdiri, ia melepaskan todongannya padaku.
"Aku tak tega menembak wanita dari jarak sangat dekat. Aku masih punya hati.", Revan berjalan menjauh, ia menodongkan pistolnya padaku,"Sebelum kau mati akan kuberitahu satu rahasia lagi sebagai hadiah perpisahan, dengarkan ini baik-baik. Ratu Sofia belum mati. Dia berhasil melarikan diri, dia belum mati dalam kebakaran itu. Kebakaran itu sengaja dibuat oleh supir sang ratu-yang sengaja membakar hotel, yang hanya dijaga oleh seorang pelayan wanita bodoh, agar sang ratu bisa kabur. Tetapi meski dia hidup, dia takkan sanggup hidup lama,hahaha. Ibuku sudah menusuknya, membuatnya jadi wanita kotor dan membakar wajah cantiknya itu, hahaha. Ucapkan selamat tinggal Nona, jangan katakan ini pada siapa pun ya.",aku menutup mataku.
SLASH!!!BRAK!!! Terdengar tembakan senjata laser diikuti lompatan seseorang yang mendorongku. Aku dan si pendorong terguling cukup dekat, dengan jarak tembak senjata laser itu. Belum aku berani membuka mataku, DOR!!!BRAK!!! Terdengar suara tembakan disertai suara orang roboh. Apa yang terjadi? Kuberanikan diri membuka mataku, ternyata aku masih berada di pelukan orang asing ini. Aku melihatnya, dia berusaha bangun, salah satu tangannya masih nampak mengacungkan senjata api (senpi) ke arah Revan yang sudah roboh. Dia memakai pakaian yang sama seperti seragamku, seluruhnya berwarna hitam. Orang itu berjalan ke arahku, aku membuka helmku sebagian. SRAT!!! Aku terbatuk-batuk, apa yang terjadi? Samar-samar aku melihat orang ini menyemprotkan semacam spray ke arahku. Itu membuatku sesak tak bisa bernapas. Tiba-tiba semuanya gelap, apa yang terjadi? Siapa orang ini?
penyajian bahasanya oke, seperti dibawa larut dalam alurnya. udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter Part 1. Menuju Pusat Kerajaan