Loading...
Logo TinLit
Read Story - Somehow 1949
MENU
About Us  

Sulistyowati menatap Beni yang menampilkan wajah marahnya. Semua rasa kecewa akibat pengkhianatan Sulistyowati tergambar jelas di wajahnya. Geo terengah-engah bersembunyi di balik pohon gayam. Mengawasi mereka dan masih berada dalam jarak pendengaran. Suara riak air satu-satunya hal yang terdengar normal di sana.

"Mas ... Mas Beni!" Suara Sulistyowati serasa menyangkut di tenggorokannya. Dia menelan ludahnya sementara tubuhnya gemetaran.

"Yo, bener! Aku Beni tapi udu Mas mu!" (Ya, benar! Saya Beni tapi bukan Mas mu!)

"Mas, terus kenapa Mas membawa saya ke sini?" Sulistyowati mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Merasa aneh di bawa ke pinggiran sungai.

"Karena mau saya pertemukan kamu dengan Sersan Toni!"

"Apa? Ini sungai Code, lho, Mas. Kenapa Sersan Toni ada di sini?"

"Bener! Sersan Toni, sudah kubunuh di rumahnya. Saya tidak mungkin membawamu ke rumahnya! Jadi yang lebih cepat, kamu saya bawa ke sini untuk dihabisi!"

"Apa? Mau dibunuh? Salahku ki opo, Mas! Aku ki ra salah opo-opo. Mungkin kowe sing salah!" (Apa? Mau dibunuh? Salah saya itu apa, Mas! Saya itu tidak salah apa-apa. Mungkin kamu yang salah!)

"Salah? Saya tidak mungkin salah! Ada saksi yang melihat kamu jadi mata-matanya Belanda. Anggota Rante Mas! Kamu yang membuat banyak anggota saya gugur!"

"Mas, kamu itu bicara apa? Saya tidak paham!"

"Pantas, kalau kamu tidak paham! Sersan Toni sendiri juga sudah mengkonfirmasi kalau kamu mata-mata Belanda. Pengkhianat!"

Sulistyowati terdiam. Air matanya mulai mengalir. Geo menutar matanya menyaksikan pertunjukan itu. Baginya seperti melihat sebuah drama secara live. Sangat menyenangkan tapi juga memprihatinkan. Di mana si tokoh utama perempuan ternyata karakter antagonis dan menjalin cinta terlarang bersama si tokoh utama pria. Dan pemandangan di depannya itu termasuk sebuah kisah cinta tragis. Genre melodrama yang menyayat hati. Geo mendengus. Andai saja di sana ada popcorn. Dia pasti akan sangat menikmati pertunjukan itu.

Kaki Sulistyowati sepertinya berubah menjadi jelly. Dia terjatuh di tanah dan mulai menangis sambil merangkul kaki Beni. Geo melihat pertunjukan itu semakin menarik. Memuji akting mereka walaupun sebenarnya itu adalah kejadian nyata. Sayangnya tidak ada popcorn. Geo hanya bisa duduk di belakang pohon gayam sambil mencabuti rumput di sekitarnya sebagai pengalih perhatian dari kebosanannya.

"Mas ... Saya ... Jangan dibunuh! Saya minta maaf." Sulistyowati tersedu-sedu. Memohon belas kasihan dari Beni. Wajah marah Beni sedikit melunak. Penonton kecewa. Sepertinya si tokoh utama pria mudah luluh oleh air mata buaya si tokoh utama perempuan.

"Apa? Minta maaf? Dosamu itu sudah banyak! Kawanku banyak yang gugur karena kamu! Kamu itu pengkhianat yang tidak pantas diberi ampun!" Nada suara si tokoh utama pria memang terdengar marah tapi coba lihat wajahnya. Dia hampir menangis. Geo mencabuti rumput dengan kesal. Kenapa tidak langsung dibunuh saja, sih? Terlalu membuang waktu seperti adegan khas sinetron.

"Mas, apa kamu sudah tidak ingat?"

Geo mendesah. Si tokoh utama perempuan mulai mencari pengalih perhatian. Mencoba membuat si tokoh utama pria memanggil kembali kenangan masa lalu yang melodramatis. Harapannya dengan begitu si tokoh utama pria akan memaafkannya dan mereka akan kembali bersama kemudian happily ever after.

"Ingat apa?" Si tokoh utama pria mulai terpancing.

Ingin rasanya Geo berteriak, "Buuu ... Akting yang payah! Cepat bunuh dia! Penonton kecewa! Mau sampai berapa episode kalian terus berbincang?"

"Ketika kita bersama."

Geo mendengus lagi seperti yang sudah dia duga, pasti menggali-gali kenangan lama.

"Cerewet! Jangan banyak bicara! Saya masih ingat! Dulu ... Kamu memang seperti bidadari. Namun, sekarang kamu musuh saya! Kamu sudah berada di pihak musuh! Kamu juga jadi selingkuhannya Sersan Toni!"

Geo mengangguk-angguk. Inilah highlight dari semua perbincangan tentang masa lalu tadi. Si tokoh utama pria sudah kembali ke jalannya. Si tokoh utama perempuan semakin menangis sesenggukan. Mungkin hatinya amat sangat terluka mendengar perkataan menyakitkan dari orang yang pernah dia cintai.

"Sudah! Tidak usah menangis! Tidak perlu kamu menjual tangis di depan saya! Saya tidak akan goyah!"

Geo meringis. Jadi sedari tadi si tokoh utama pria itu goyah? Menimbang-nimbang hatinya apakah harus menghabisi seseorang yang pernah dicintainya itu atau membiarkannya? Jadi itu sebabnya si tokoh utama pria masih bertahan dengan berbincang-bincang tanpa langsung menghabisinya. Geo mulai kesal. Diremasnya segumpal rumput yang sudah dicabutinya. Andai saja dia membawa senjata, pasti dia sudah langsung turun tangan menembak kepala si tokoh utama perempuan itu. Mereka terlalu lama mengulur-ulur waktu.

"Mas... Kasihanilah saya. " Si tokoh utama perempuan merengek-rengek. Air matanya terus berjatuhan. Wajah cantiknya menjadi kacau akibat air mata yang memenuhi wajahnya.

"Apa? Kasihan? Hahaha ...." Beni tertawa menggelegar. Entah untuk menyembunyikan kesedihannya atau pura-pura mengejek. "Kamu itu memang seperti setan, Sul! Wajahmu memang cantik, bibirmu menggoda, senyummu menggoyahkan iman."

Dalam titik ini, Geo merasa harus menyudahi acara menonton pertunjukan itu. Beni sudah keterlaluan. Beraninya dia bicara begitu di depannya. Untungnya Geo tidak membawa senjata. Bisa-bisa kepala Beni yang akan tertembak lebih dulu sebelum menembak Sulistyowati.

"Namun, hatimu seperti setan! Iblis!!"

Sulistyowati menangis mendengar bentakan Beni. Sekarang Beni benar-benar sudah menemukan jalannya kembali. Geo mengangguk. Memang harus begitu. Si tokoh utama pria tidak boleh lemah oleh perempuan pengkhianat bermulut manis seperti Sulistyowati.

"Saya minta maaf, Mas ...."

"Berisik!" Beni menekan pistolnya ke kepala Sulistyowati. Pelatuknya hampir ditarik. Geo berdiri dari duduknya. Sekarang benar-benar highlight-nya. Beni mengalihkan wajahnya karena tidak kuasa melihat Sulistyowati yang akan ditembak.

Namun, karena Beni mengalihkan wajahnya, dia menjadi tidak waspada. Sulistyowati menggunakan kesempatan itu untuk memberontak. Sulistyowati menampar pistol yang ditodongkan Beni. Bunyi kecipak terdengar. Pistol itu melompat jatuh ke dalam sungai.

Beni yang terkejut menjadi marah. Jangan lupakan kalau dia itu temperamental. Dia langsung meraih tangan Sulistyowati yang berusaha untuk kabur. Sulistyowati memberontak dan Beni memuntir tangannya. Geo meringis. Itu pasti sakit sekali. Sulistyowati berteriak tetapi itu malah membuatnya semakin marah. Geo berterima kasih dengan sifat temperamental Beni. Karena sifat itu datang di saat yang tepat.

Sulistyowati berontak berusaha melepaskan diri. Dia menggigit tangan Beni yang memuntir tangannya. Emosi Beni memuncak. Tangannya yang tergigit di lepas lalu gantian meraih leher Sulistyowati. Beni mencekik Sulistyowati dengan segala kekuatan amarah yang ada di dalam dirinya. Malang bagi Sulistyowati. Dia tidak bisa mengelak.

Cekikan Beni semakin kuat sementara tubuh Sulistyowati menggeliat kesakitan. Lama kelamaan tubuh Sulistyowati berhenti menggeliat dan lemas. Ketika sudah tidak ada pergerakan dari Sulistyowati, Beni melonggarkan tangannya. Tubuh Sulistyowati jatuh terkapar di tanah pinggir sungai. Inilah akhir bagi si pengkhianat.

Namun, Beni sepertinya terlihat terguncang. Dia memandangi tangan yang barusan digunakan untuk mencekik Sulistyowati. Geo menduga kalau Beni merasa menyesal. Sesuatu menyesapi dadanya. Rasa sesak dan jengkel. Apakah Beni benar-benar menyesal telah membunuh pengkhianat atau Beni masih melihat pengkhianat itu sebagai kekasihnya?

Geo berjalan menghampiri Beni yang masih terlihat terguncang. Geo mendengus kesal. Hatinya terasa sakit melihat Beni begitu. Geo menjadi meragukan perasaan Beni terhadapnya.

"Menyesal?" ucap Geo sambil melipat tangannya di depan dada.

"Iya. Bagaimana pun dia itu masih darah dagingku sendiri." Entah Beni sadar atau tidak saat mengatakan hal ini. Namun, Geo menjadi sangat terkejut.

"Apa? Darah dagingmu? Dia saudaramu? Kalian incest?" Geo terperangah. Mulutnya menganga lebar. Kedua tangannya terangkat menutupi telinganya. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

Beni menoleh dan seketika langsung tersadar. Dia menatap mayat Sulistyowati dan merasa sangat puas. Sulistyowati sudah menebus kesalahannya sendiri dengan mati di tangan Beni. Beni kembali menoleh pada Geo yang malah gantian terguncang. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh Geo tetapi gadis itu mengelak. "Jangan sentuh aku! Dasar biadab!"

Beni menjadi marah. Sekali lagi jangan lupakan kalau dia temperamental. "Kamu memarahiku karena membunuh pengkhianat ini?"

"Pergi sana! Kubur mayatnya! Aku mau pulang sendiri saja!" Geo mengomel lalu berbalik arah. Baru berjalan beberapa langkah, Beni mulai berteriak lagi.

"Berhenti di sana! Atau saya tembak kakimu!!"

Geo berhenti. Dia termakan ancaman Beni tanpa menyadari kalau Beni sudah tidak mempunyai pistol. Geo yang sama sekali lupa dengan keadaan pistol Beni yang menyelam di dalam sungai memilih diam menepi kembali ke tempatnya saat mengawasi Beni tadi. Beni menyeringai kesal karena Geo bertingkah aneh.

Beni sibuk mencari sesuatu yang bisa dijadikan alat untuk menggali tanah sementara Geo masih bergumam-gumam tidak mempercayai kenyataan yang baru saja dia dengar. Butuh waktu lumayan lama untuk membuat lubang. Beni bergegas menggotong mayat Sulistyowati dan memasukkannya ke dalam lubang itu kemudian menimbunnya. Beni mengusap peluhnya dan menoleh ke arah Geo.

Tatapan mereka bertemu. Geo buru-buru mengalihkan tatapannya ke arah lain. Beni menjadi jengkel.

"Hei, apa itu barusan? Kenapa menghindariku?"

"Siapa yang menghindarimu? Lihat, di sana tadi ada tupai."

"Tidak ada tupai yang bisa berenang! Tupai mati? Atau tupai tenggelam?"

Geo baru menyadari kalau dia menunjuk ke arah sungai. Dia langsung menyembunyikan jarinya yang menunjuk ke arah sungai. "Ah, aku salah lihat."

Beni menjadi marah. Dia berjalan mendekati Geo dan berjongkok di depannya. Menatao tajam ke dalam mata Geo hingga Geo tidak dapat bergerak.

"Ada apa denganmu?"

"Ti ... Tidak ada apa-apa. Hahaha...."

"Kalau begitu, ini sudah tidak berguna lagi." Beni melepas lencana Rante Mas yang menempel di kebaya Geo. Geo menelan ludahnya. Tatapan Beni membuatnya terpesona. Beni berdiri dan segera melempar lencana itu jauh-jauh ke arah sungai. Membiarkannya membusuk di kedalaman sungai Code.

Kemudian Gei tersadar. "Hei! Jangan dibuang! Itu masih bisa berguna!" Geo memekik setelah menyadari apa yang baru saja dilakukan Beni.

"Berguna apanya? Orang yang bertanggung jawab sudah mati! Mau apa lagi?" Beni menarik tangan Geo supaya berdiri. Geo menatapnya dengan kesal sementara Beni menyunggingkan seulas senyum. "Terima kasih. Sekarang saya bisa mengakuinya dengan benar kalau saya benar-benar menyukai kamu."

Geo mengalihkan wajahnya. Rona merah di pipinya tidak bisa disembunyikan. Beni tiba-tiba mengatakan hal yang ingin dia dengar. Sejenak dia melupakan kenyataan kalau Sulistyowati masih punya hubungan darah dengan Beni. Sekarang dia hanya merasa bahagia. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan. Kembali menuju markas PMI.

***

Geo mengerang dan membuka matanya perlahan-lahan. Bayangan seseorang terlihat di matanya yang belum sepenuhnya terbuka. Rasa kantuk masih menyerangnya. Orang itu tengah melakukan sesuatu di dekatnya. Walaupun ingin melihatnya tetapi mata Geo enggan terbuka.

"Saya tidak tahu kamu dari mana saja dengan Mas Beni tetapi semalam kamu pulang sekitar pukul tiga pagi." Terdengar suara seorang perempuan yang kemungkinan adalah orang itu.

Di antara sadar dan tidak sadar, Geo menjawab, "Kami membalas Sulistyowati."

"Apa?" Suara nampan terjatuh membuat mata Geo terbuka lebar. Geo langsung bangkit dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Mengucek matanya hingga pandangannya terasa normal. Di bawah nakas terlihat sebuah nampan yang tergeletak begitu saja. Geo menatap sekeliling dan tidak menemukan seorang pun. Dia jadi meragukan apakah baru saja dia bermimpi atau kenyataan.

Geo hampir membaringkan tubuhnya lagi di atas dipan ketika seseorang muncul dari balik pintu. Hasan melongok ke dalam dengan seringaian sambil meminta izin untuk masuk. Geo mengangguk dan mempersilakan Hasan untuk masuk.

Hasan masuk dan membiarkan pintunya sedikit terbuka. Wajahnya tampak berseri-seri. Geo juga menyadari kalau rambutnya mulai tumbuh panjang. Seulas senyum tidak pernah lepas dari bibirnya.

"Tadi ... Saya kembali ke desa. Dan saya menemukan ini. Sepertinya ini milikmu. Saya pernah melihat kamu memakai ini saat pertama kali kamu datang ke rumah Pak Beni." Hasan mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya. Geo mengerutkan keningnya. Memangnya apa yang pernah dia pakai?

Sebuah lencana kecil bergambar bendera Indonesia muncul dari kantung Hasan. Hasan menyodorkan lencana itu ke arah Geo. Geo ingat, lencana itu, lencana yang melekat pada dirinya yang awalnya pernah menjadi beban untuknya.

"Milikmu, bukan?"

"Benar. Terima kasih." Geo mengambil lencana itu dan megusapnya. Lencana kecil yang dulunya sangat tidak disukainya. Sebuah lencana yang dia dapatkan setelah kabur dari rumah dan dikhianati sahabatnya. Ingatannya pelan-pelan mulai membanjiri ingatannya.

"Baiklah. Karena saya sudah melihatmu dan mengembalikan lencana itu, sekarang saya harus pergi dulu. Ada rapat yang harus dihadiri." Hasan berpamitan. Geo menoleh lalu memasang senyumnya.

"Terima kasih."

Hasan mengangguk lalu berjalan keluar dari kamar Geo. Geo kembali menatap lencananya. Ingatannya kembali. Kejadian sebelum dia datang ke zaman ini. Sebuah peringatan atas hari bersejarah di mana dia ditunjuk menjadi ketuanya. Mendapatkan lencana merah putih sebagai lambang menjadi ketua.

Tiba-tiba suara Vea, sahabatnya terngiang di kepalanya. "Peringatan Serangan Umum...."

Mata Geo membelalak. Benar juga. Dia baru ingat. Sebelum dia masuk ke zaman ini, dia sedang menjadi ketua di salah satu peringatan Serangan Umum di Benteng Vredeburg. Acara yang dihadiri oleh berbagai orang yang menghargai sejarah termasuk para veteran. Mereka yang datang akan memakai kostum sebagai pejuang sambil membawa atribut lengkap. Lalu, di akhir acara akan dipilih orang yang memakai kostum terbaik.

Ingatan tentang seorang kakek tua bernama Hasan yang mengaku pernah bertemu dengannya di acara itu kembali memenuhi kepalanya. Bayangan Hasan yang baru saja keluar dari kamarnya. Setelah diingat-ingat, keduanya tampak mirip. Senyumannya yang khas dengan sudut mata yang tampak agak menyipit. Hasan adalah seorang veteran di tahun 2018.

Air mata Geo mengalir. Ingatan yang muncul bagaikan rol film yang diputar di kepalanya membuatnya sedih. Tidak ada yang tahu apakah dia akan kembali ke masa-masa itu. Karena sekarang dia masih terjebak di sini. Mendadak wajah Beni muncul diingatnya.

Geo menangis lagi. Dia sangat ingin kembali ke tahun 2018 tetapi di sisi lain dia tidak ingin kembali. Alasannya karena tidak ada Beni di sana. Tidak tahu apakah Beni masih ada di tahun 2018. Meskipun ada, Beni pasti berwujud seperti Hasan, seorang kakek tua berumur sembilan puluh tahun. Geo menggeleng. Tidak mau memikirkan hal itu. Dia tidak ingin Beni yang begitu. Dia hanya ingin melihat Beni yang seperti saat ini di tahun 2018. Walaupun sepertinya itu mustahil.

Tags: Twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Memoar Damar
6152      2812     64     
Romance
Ini adalah memoar tiga babak yang mempesona karena bercerita pada kurun waktu 10 sampai 20 tahun yang lalu. Menggambarkan perjalanan hidup Damar dari masa SMA hingga bekerja. Menjadi istimewa karena banyak pertaruhan terjadi. Antara cinta dan cita. Antara persahabatan atau persaudaraan. Antara kenangan dan juga harapan. Happy Reading :-)
Confusing Letter
938      519     1     
Romance
Confusing Letter
AILEEN
5931      1272     4     
Romance
Tentang Fredella Aileen Calya Tentang Yizreel Navvaro Tentang kisah mereka di masa SMA
LOVE, HIDE & SEEK
504      342     4     
Romance
Kisah cinta antara Grace, seorang agen rahasia negara yang bertemu dengan Deva yang merupakan seorang model tidak selalu berjalan mulus. Grace sangat terpesona pada pria yang ia temui ketika ia menjalankan misi di Brazil. Sebuah rasa cinta yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, takdir mempertemukan mereka kembali saat Grace mulai berusaha menyingkirkan pria itu dari ingatannya. Akankah me...
Love Rain
20531      2764     4     
Romance
Selama menjadi karyawati di toko CD sekitar Myeong-dong, hanya ada satu hal yang tak Han Yuna suka: bila sedang hujan. Berkat hujan, pekerjaannya yang bisa dilakukan hanya sekejap saja, dapat menjadi berkali-kali lipat. Seperti menyusun kembali CD yang telah diletak ke sembarang tempat oleh para pengunjung dadakan, atau mengepel lantai setiap kali jejak basah itu muncul dalam waktu berdekatan. ...
ONE SIDED LOVE
1512      667     10     
Romance
Pernah gak sih ngalamin yang namanya cinta bertepuk sebelah tangan?? Gue, FADESA AIRA SALMA, pernah!. Sering malah! iih pediih!, pedih banget rasanya!. Di saat gue seneng banget ngeliat cowok yang gue suka, tapi di sisi lain dianya biasa aja!. Saat gue baperan sama perlakuannya ke gue, dianya malah begitu juga ke cewek lain. Ya mungkin emang guenya aja yang baper! Tapi, ya ampun!, ini mah b...
Truth Or Dare
9056      1715     3     
Fan Fiction
Semua bermula dari sebuah permainan, jadi tidak ada salahnya jika berakhir seperti permainan. Termasuk sebuah perasaan. Jika sejak awal Yoongi tidak memainkan permainan itu, hingga saat ini sudah pasti ia tidak menyakiti perasaan seorang gadis, terlebih saat gadis itu telah mengetahui kebenarannya. Jika kebanyakan orang yang memainkan permainan ini pasti akan menjalani hubungan yang diawali de...
Ghea
471      309     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Mr. Kutub Utara
344      264     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.
Enigma
1663      897     3     
Inspirational
Katanya, usaha tak pernah mengkhianati hasil. Katanya, setiap keberhasilan pasti melewati proses panjang. Katanya, pencapaian itu tak ada yang instant. Katanya, kesuksesan itu tak tampak dalam sekejap mata. Semua hanya karena katanya. Kata dia, kata mereka. Sebab karena katanya juga, Albina tak percaya bahwa sesulit apa pun langkah yang ia tapaki, sesukar apa jalan yang ia lewati, seterjal apa...