Loading...
Logo TinLit
Read Story - Who Is My Husband?
MENU
About Us  

1 Januari 2002

Jam menunjukkan tepat pukul 00.00, dimana bertepatan dengan pergantian tahun dari tahun 2001 menjadi tahun 2002. Suara ledakan kembang api dan pertunjukkan pesona kembang api terjadi di seluruh langit Jakarta yang gelap oleh awan hitam. Dan dua orang ini juga nampak bahagia karena bersama-sama menembakkan kembang api ke atas langit di atas atap rumah.

“Wuaaahh!!! Indah sekali!!” Donna berteriak kagum pada pertunjukkan akrobat kembang api yang menari-nari membentuk warna yang indah diatas langit. Ia dan Andre sama-sama memandang langit.  

“Lo seneng lihat kembang api?” tanya Andre memecah keheningan.

“Banget, Dre! Gue paling suka sama kembang api!” seru Donna penuh semangat.

“Enggak takut sama kejadian waktu kecil? Lo kan pernah kebakar gara-gara kembang api apolo!” ujar Andre bernada mengejek.

 Donna cemberut seketika mendengar ejekan Andre. Ia sangat ingat kejadian saat kecil, ketika tangannya terkena luka bakar karena menyentuh bagian kembang api yang meluncur ke atas langit. Tapi, Donna sangat suka kembang api, tak peduli saat kecil pernah mendapatkan kecelakaan.

Donna menghembuskan nafas pelan. Raut wajahnya yang ceria berubah menjadi sedih. Tidak, ia tidak memikirkan perkataan Andre tadi, ia teringat teman-temannya yang semuanya pulang kampung di hari libur ini.

“Sayang sekali Nana, Joe sama Erik enggak ada disini buat ngerayain tahun baru bareng-bareng. Rasanya ada yang hilang kalau mereka enggak ada disini. Joe sama Erik jelas udah baikan lagi dan pulang sama-sama ke Sukabumi. Nana pulang ke Bogor 4 hari yang lalu. Kenapa mereka semua harus pulang, sih?”

“Mereka juga punya keluarga. Mana mungkin mereka terus di Jakarta sedangkan ada keluarga mereka yang kangen sama mereka,” jawab Andre yang cukup logis. Namun itu semakin membuat Donna tambah cemberut.

“Sandi bukannya enggak pulang kampung? Meski hari libur tapi dia tetap magang di rumah sakit. Padahal tahun baru ini seharusnya momen berkumpul bersama dengan keluarga besar. Merayakan pesta pergantian akhir tahun, dan jalan-jalan piknik bersama orang tua. Sandi, memang dia yang terbaik,” puji Andre.

“Ya, itulah dia,” Donna mengiyakan ucapan Andre.

“Oh, iya, bagaimana hubungan lo sama kak Mieke? Udah ada kelanjutan ceritanya belum?” tanya Donna.

Benar, Andre baru teringat Mieke yang sejak hari natal kemarin tak kunjung ada kabar. Bahkan ponselnya  tidak aktif saat dihubungi. Andre tidak mengerti kemana sebenarnya Mieke. Semenjak kejadian penolakan cinta oleh Mieke, hubungannya dengan gadis itu perlahan tidak ada kelanjutannya, alias meredup. Bahkan kerap terjadi saling jaga jarak diantara mereka. Bukan Andre yang melakukannya, tetapi Mieke.

Andre menggeleng lemah, “Enggak ada kelanjutannya. Masih sama kayak pertama kali bertemu. Kita saling tidak mengenal, bahkan untuk berkenalanpun butuh usaha. Setelah kejadian penolakan saat itu, hubungan kami jadi agak renggang,” ujar Andre.

“Sabar aja. Ada waktu yang tepat bagi kalian untuk bersama-sama lagi,” ujar Donna memberi penyemangat untuk Andre.

Cukup lama mereka tidak saling bicara lagi. Angin malam semakin menusuk-nusuk kulit mereka. Acara kembang api di atas langit masih berlangsung, tapi tidak semeriah menit-menit sebelumnya. Donna mulai menguap dan sesekali menggosok tangannya yang kedinginan.

“Yuk, ah, kita turun!” ajak Donna.

“Duluan aja deh, gue masih mau diatas sini. Soalnya gue lagi bingung dan gue butuh sendiri dulu,” ujar Andre.

“Oh, ya udah. Gue duluan. Jangan kemalaman disininya, nanti tangganya gue simpan ke tempatnya!” ancam Donna. Andre tersenyum geli. Ia memperhatikan langkah hati-hati Donna menuruni genteng rumah. Andre takut Donna terjatuh. Namun sepertinya Donna sudah mahir dalam memanjat atau turun dari atas genteng.

Sepeninggal Donna, Andre tertegun sambil menatap langit yang kian menghitam. Pikirannya terus tertuju kepada Mieke. Tiba-tiba ia merindukan gadis itu. Andre memutuskan untuk mengirimi Mieke pesan singkat, berharap Mieke dapat membalas pesannya.

“Mieke, kamu dimana? Akhir-akhir ini jarang sekali dihubungi. Kamu baik-baik saja, ‘kan?” Send. Pesan itu meluncur dengan mudahnya ke pemilik nomor yang dituju.

1 jam setelah mengirimi pesan singkat itu, tak kunjung ada balasan sekalipun. Andre putus asa dan hanya bisa mengeluh. Akhirnya Andre memutuskan untuk turun dari sana. Besok, Andre akan membicarakan masalahnya kepada Sandi untuk mendapatkan solusi.

 

000

 

“Apa yang pengen lo omongin, Dre?” tanya Sandi setelah mereka saling bertemu di kantin rumah sakit. Setelah sekian lama Andre tak kunjung membuka suara, Sandi jadi gemas.

“Tentang masalah gue sama Mieke,” Andre membuka suara.

Bibir Sandi terkatup dan terbuka, seperti ada sepenggal kata-kata yang ingin diucapkan. Sudah ia kira, Andre akan membicarakan hal ini dengannya. Bila mengingat perkataan Mieke beberapa minggu yang lalu, untuk tidak mengatakan perihal kepergiannya kepada Andre, ia menjadi bingung harus memilih yang mana. Disini Andre pasti hatinya sedang terluka karena tidak mendapatkan kabar sedikit pun dari Mieke. Sandi tidak tega melihatnya.

“Dre, gue mau jujur sama lo,” ujar Sandi tiba-tiba dan itu membuat Andre menatapnya langsung.

Sandi menghembuskan nafas panjang dan menghembuskannya kembali. Sandi nampak ragu untuk mengatakannya. Andre senantiasa menunggunya bicara.

“Sebenarnya....Mieke....sudah pergi kembali ke Turki sejak tanggal 28 lalu. Meskipun berkali-kali kamu menghubunginya atau mengiriminya pesan, itu tidak akan pernah diterima oleh dia karena kalian....berbeda negara sekarang,” ujar Sandi.

Setelah mendengar ucapannya, ia tidak bisa menebak ekspresi yang ditunjukkan oleh Andre. Ia tidak sedih ataupun kecewa. Tatapannya berubah kosong. Sandi menyesal karena selama ini ia menyimpan tentang hal ini dari Andre.

Setelah lama terdiam, Andre kembali berbicara, “Tidak akan lama, ‘kan? Pasti sampai akhir bulan ini saja, ‘kan?” terka Andre.

Sandi terlihat bersalah dan menyesal, “Maafin gue, Dre. Gue sebenernya harus ngerahasiain ini dari lo. Ini pesan terakhir dari Kak Mieke.”

“Katakan saja, sampai kapan dia akan berada disana?” tanya Andre sekali lagi dengan nada yang kosong.

“Maafin gue, Dre. Kak Mieke enggak akan kembali lagi ke Indonesia. Gue mohon, maafin gue, Dre,” ujar Sandi.

Andre tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Andre berdiri dan pergi dari sana dengan penuh kekecewaan. Nampak jelas diwajahnya, betapa sedihnya Andre saat ini. Itu membuat Sandi semakin menyesal. Sandi segera menyusul Andre  karena khawatir.

“Dre, lo gak apa-apa, ‘kan? Gue bener-bener minta maaf sama lo. Gue bukan bermaksud buat ngebohongin lo,” ujar Sandi.

Andre berbalik dan menatap Sandi, “Enggak apa-apa. Gue enggak marah sama lo. Makasih ya buat infonya. Udah, ya, gue balik dulu,” ujar Andre.

Sandi semakin menyesal. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi setelah kepergian Andre. Ia juga tidak bisa menyusul. Mungkin untuk saat ini, ia harus membiarkan Andre sendiri dulu. Andre terlihat tidak kecewa atau marah kepadanya, juga kepada Mieke. Sandi tidak tahu apa yang dipikirkannya saat ini.

 

000

 

Andre menyendiri disebuah taman, duduk di kursi panjang yang menghadap langsung ke danau buatan yang indah dengan puluhan anak angsa berenang diatas air. Taman itu adalah taman yang sebelumnya pernah ia singgahi bersama Mieke. Bahkan mereka selalu menikmati hari-hari berdua disana.

Andre duduk disana sudah lebih dari 4 jam. Matahari sudah berada di puncak kepalanya. Ia tidak peduli panas terik yang menghantam kulitnya. Berlama-lama disana tidak membuat perasaan Andre membaik. Andre berdiri dan membanting kursi panjang itu penuh emosi, kemudian pergi dari sana.

Di perjalanan Andre melajukan motornya dengan kecepatan penuh dan membelah jalanan yang ramai. Tidak peduli lampu merah atau rambu-rambu lainnya, ia melaju tak tentu arah. Mengebutpun tidak menjadi obat untuk mengobati hatinya yang sakit dan hanya membahayakan pengguna jalan lainnya.

Di jalan menuju rumah, Andre berpapasan dengan Nana yang sudah kembali setelah 4 hari pulang ke rumahnya. Andre  berhenti untuk menyapa Nana sekalian mengajaknya pulang bersama. Nana terlihat repot karena membawa tas yang besar dan berat.

“Nana, sudah kembali lagi kesini rupanya,” ujar Andre hangat.

“Ah, Kak Andre! Lama tidak bertemu. Iya, ‘kan sebentar lagi jadwal kuliah dimulai lagi,” jawab Nana.

“Ah, benar juga. Mau ikut naik? Kamu berat tuh bawa tas segede itu. Yuk, naik!” ajak Andre.

Nana terlihat malu-malu dengan ajakan Andre untuk ikut naik dengannya. Tapi memang benar, ia sangat lelah karena menggendong tas yang sangat berat itu dari terminal tadi. Nana mengangguk menyanggupi ajakan Andre. Ia lekas naik ke atas motor Andre dan duduk dengan nyaman.

Diperjalanan, Nana tidak bisa berhenti untuk menekan-nekan dadanya yang berdebar-debar tiada henti. Disatu sisi, ia juga senang dapat berduaan dengan Andre. Nana tersenyum-senyum sendiri dan mulai mengkhayal dirinya terbang bersama Andre menggunakan burung besar. Tangannya memeluk erat pinggang Andre, begitu juga Andre yang memegang tangannya begitu lembut. Nana sangat bahagia.

“Nana,” panggil Andre.

“Iya, kak Andre?”

“Turun sekarang, kita sudah sampai.”

“Hah?”

Nana tersadar dari lamunan nistanya. Benar, ia sudah sampai di depan rumah Andre. Posisi tangannya masih melingkar dipinggang Andre dan membuatnya malu bukan main. Andre tertawa geli melihat sikap konyolnya itu.

“Kamu melamunkan apa sedari tadi? Jangan sampai kamu sedang mengkhayal hal-hal yang....” Andre memicingkan matanya, menatap Nana dengan geli.

Nana menutup wajahnya dengan rambut panjangnya karena malu.

“Ah, apaan sih? Aku enggak mikir hal-hal yang aneh! Sumpah!” bohong Nana. Untuk menghindari pertanyaan itu, Nana bergegas masuk ke dalam rumah sampai melupakan tasnya yang masih berada di atas motor Andre.

Andre hanya tertawa pelan dan perlahan tawanya lenyap. Andre masih terpikir kata-kata Sandi tentang Mieke yang pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam perpisahan. Andre bimbang dengan perasaannya. Apakah mulai sekarang ia harus melupakan Mieke?

 

000

 

     Mieke sendiri berada di sebuah hotel yang mewah. Ia merenung di atas tempat tidur dengan pandangannya tertuju ke luar jendela. Dimana langit yang semula cerah perlahan berubah menjadi kelabu. Mieke terlihat resah dan bingung. Namun ia harus berbuat apa? Pilihannya memang seperti itu, ia harus meninggalkan negara ini dan segala kenangannya yang sempat terlukis indah.

Mieke teringat seseorang. Ya, Andre. Ia sangat menyesal dengan kepergiannya yang tidak tahu malu tanpa mengucapkan salam perpisahan dengan Andre.

“Maafkan aku, Dre. Aku bingung harus berbuat apa dengan perasaanku ini. Benar, aku memang mencintaimu. Aku sangat mencintaimu. Tetapi aku tidak bisa melakukannya. Ayahku sudah menjodohkanku dengan seorang pria di negara asalku. Aku tidak bisa membantahnya. Maafkan aku, Dre. Aku benar-benar minta maaf....”

Tangis Mieke pecah. Tak bisa dipungkiri, hatinya benar-benar sudah retak dan hancur. Benar-benar suatu kesalahan. Hatinya sudah terhiasi oleh sosok seorang Andre. Karena kenyataan ini, ia tak bisa berbuat apa-apa dan hanya menyesali keputusannya.

Penerbangan Mieke dijadwalkan pada besok hari. Tertera pada tiket pesawat menuju Turki yang tergeletak disamping tubuh Mieke. Tepat esok hari, pukul 08.35, ia benar-benar akan meninggalkan negara ini.

 

000

 

3 Januari 2001, pukul 07.45

Andre, Ibu dan Donna serta Nana dan Erik berada di meja makan untuk sarapan pagi. Bukan main-main, Ibu memasak banyak makanan untuk menyambut kepulangan Erik dan sebagai ucapan tahun baru. Erik makan dengan lahap, bahkan sampai merebut udang goreng yang akan diambil oleh Donna. Udang goreng itu habis dikeruk olehnya. Donna kesal dan melemparkan sendok sayur kepadanya.

“Sialan lo! Sekalian aja makan sama meja-mejanya! Makanan kesukaan gue lo embat!” bentak Donna.

“Ya elah, lo pan bisa makan yang lain. Masakan tante enak, sih! Makasih ya, tante!” ujar Erik.

“Masakan tante enak? Tante rasa makanan ini keasinan karena terlalu banyak menaburi garam. Tapi, terima kasih kalau kamu suka. Donna, kamu makan aja sayur supnya. Jangan marah-marah sama Erik,” ujar Ibu Donna.

“Tapi, Bu....” Donna merengek tidak terima.

Erik segera membawa mangkuk dan mengisinya dengan sup. Ia memberikannya kepada Donna pelan-pelan. Erik tersenyum dan mempersilahkan Donna untuk segera memakannya. Mau tidak mau Donna memakannya meskipun terpaksa.

Andre dan Nana melihat adanya sikap Erik yang berbeda. Bukan seperti Erik yang biasanya. Biasanya, Erik suka ngomel-ngomel kalau dibentak oleh Donna, dan bahkan akan saling cek-cok. Kali ini lain lagi. Entah apakah Donna merasakan hal yang sama atau sebaliknya. Tapi Nana dan Andre memilih diam saja dan mengubur prasangka-prasangkanya.

“Erik, Joe belum ada rencana buat pulang lagi kesini? Sebentar lagi kelas dimulai, ‘kan?” Ibu bertanya kepada Erik.

“Joe nyuruh aku duluan saja. Dia mau melakukan pengobatan kakinya yang dulu terbakar,” jawab Erik.

“Oh, begitu rupanya....” Ibu mengangguk-angguk dan bayangan tentang kaki Joe yang terluka parah kembali masuk ke pikirannya.

“Nana, tambah lagi makanannya?” tawar Ibu Donna.

Nana menggeleng pelan, “Terima kasih, tante. Nana bisa ambil sendiri.”

“Makan yang banyak, ya? Nanti kamu sakit loh,” ujar Ibu Donna.

Nana mengangguk dan tersenyum tulus, “Terima kasih perhatiannya, tante. Nana akan jaga kesehatan Nana baik-baik,” ujar Nana.

“Ah, benar! Aku baru teringat sesuatu! Bu, dulu aku sama Ibu pernah membeli syal rajut saat ke mall, ‘kan? Ibu menyimpannya dimana? Aku merasa agak demam dan mulai flu lagi. Tapi aku mencoba menahannya karena enggak mau berubah-ubah,” ujar Donna.

“Oh, Ibu simpan itu di lemari Ibu. Dre, kamu bawa syal rajut berwarna merah muda polos di kamar Ibu. Ibu lupa persisnya disebelah mana, tapi kamu ‘kan teliti. Cari sampai dapat, ya?” suruh Ibu.    

“Oke,” Andre mengerti.

Andre pergi ke kamar Ibunya dan membuka lemari pakaian Ibunya yang besar, juga sesak. Tidak ada celah sedikitpun karena semuanya terisi penuh oleh pakaian Ibu dan juga pakaian lama mendiang ayahnya. Andre hanya bisa geleng-geleng kepala.

Andre satu per satu menyibakkan pakaian Ibu. Syal itu sama sekali tidak ada, atau dirinya yang kurang teliti? Andre mulai mencarinya lagi dibagian yang lain. Ah, ternyata syal itu tertindih oleh baju Ibu. Saat ia menarik syal itu, sebuah map usang dan tua menyembul keluar dan itu membuat Andre penasaran.

“Map apa ini?”

Andre membuka isi map itu yang berupa beberapa lembar kertas. Belum sempat ia membaca tulisan di kertas itu, Ibu datang dan merebut map itu terburu-buru.

“Astaga! Ibu mengejutkanku saja!” Andre terkejut karena Ibu tiba-tiba muncul dan merebut map itu.

“Se..sedang apa kamu mengeluarkan ini? Bukannya Ibu suruh bawa syal?” Ibu terlihat gugup dan takut.

“Iya, aku sudah mendapatkan syal ini. Tapi, itu map apa? Kenapa aku tidak boleh membacanya?” tanya Andre.

Ibu semakin gugup. Ia berpikir bahwa Andre tertarik dan penasaran dengan isi map itu. Ibu buru-buru menyembunyikannya ke belakang tubuhnya.

Dia tidak boleh tahu tentang isi map ini. Tidak boleh! Batin Ibu.

“O..oh, ini hanya map biasa. Enggak terlalu penting. Cepat sana, pakaikan itu ke adik kamu. Kasihan dia akan terserang flu lagi,” ujar Ibu.

Andre mengerti dan segera keluar dari kamar. Tetapi ia tidak benar-benar pergi. Ia mengintip Ibunya dari balik tembok. Ibu terlihat sedang menyembunyikan sesuatu yang membuat Andre curiga. Andre melihat Ibu menyimpan kembali map itu dibawah tempat tidur Ibu. Andre benar-benar mencurigai Ibu tentang isi map itu.

 

000

 

Pukul 08.20

Andre sedang mencuci piring di wastafel ketika ponselnya berdering. Andre menyusut tangannya yang basah dan meraih ponselnya disaku celananya.

Panggilan dari....Mieke!! Mieke menghubunginya? Itu berarti....

Andre benar-benar bahagia karena Mieke menghubunginya setelah sekian lama menghilang tanpa kabar. Andre segera menjawab panggilan itu.

“Mieke! Oh, ya ampun, aku benar-benar khawatir karena kamu enggak juga menghubungi aku! Mieke, kamu dimana sekarang?” tanya Andre khawatir.

Tidak ada respon sedikitpun dari Mieke. Yang terdengar hanyalah suara bising orang-orang yang nampaknya itu bukan ditempat biasa, melainkan tempat yang ramai. Andre menunggu dengan sabar.

“Dre,” suara Mieke terdengar.

“Ya? Mieke, jawab aku. Kamu dimana sekarang?!”

“Dre, maafkan aku. Aku tidak menghubungimu selama ini. Sekarang adalah panggilanku yang terakhir sama kamu. Panggilan untuk yang terakhir kalinya,” ujar Mieke.

Andre benar-benar terkejut. Panggilan terakhir katanya? Kenapa dia memutuskan untuk menghubunginya jika ini panggilan kepadanya yang terakhir? Andre benar-benar geram dibuatnya.

“Katakan, apa maksud kamu yang sebenarnya?!” tanya Andre dengan nada tinggi.

“Maafkan aku, aku akan pergi dari negara ini. Aku tidak akan pernah kembali lagi kesini,” ujar Mieke dengan nada yang bergetar.

Andre tertawa getir dan hanya menganggap ucapan Mieke sebagai candaan saja. Ia kembali melajutkan kata-katanya.

“Jangan bercanda. Katakan, kamu dimana sekarang? Mari kita bertemu. Ada banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan sama kamu,” ujar Andre.

“Tidak bisa. Maksudku, jangan! Aku sedang tidak bercanda, Dre! Aku serius! Aku akan pulang ke negara asalku. Jadi, jangan lupakan aku. Kenangan kita akan tetap terlukis disini, di dalam hatiku,” ujar Mieke.

“Kamu di Bandara sekarang?! Tunggu disana, aku akan menuju kesana secepat mungkin!! Kamu jangan pergi!! Aku akan mencegahmu bagaimanapun caranya!!”  

Panggilan diakhiri. Andre meraih kunci motornya dan berlari menuju motornya. Tanpa sempat berpamitan kepada Ibunya, ia pergi begitu saja dan menggas motornya dengan kecepatan penuh. Air mata Andre sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan wanita itu.

 

000

 

Di Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Mieke menangis sejadi-jadinya. Ia benar-benar harus melakukannya. Meninggalkan orang yang tulus mencintainya. Mieke tidak bisa mengontrol emosinya dan menangis, tak peduli ia dilihat oleh ribuan orang yang berlalu lalang.

Dalam beberapa menit lagi, ia benar-benar harus pergi untuk selamanya. Meninggalkan memori indah disini, di negara ini. Dengan penuh penyesalan dan rasa berat hati, Mieke mulai meninggalkan tempat itu, menuju ke dalam pesawat. Meskipun Andre menyusulnya kesini, itu tidak akan pernah terjadi. Tidak akan sempat untuk menahannya pergi.

Mieke rela, benar-benar rela. Panggilan pesawat menuju Turki sudah berkumandang, menandakan bahwa ia benar-benar akan pergi dari sana. Untuk yang terakhir kali, Mieke memandang ke sekeliling.

“Aku benar-benar akan pergi. Selamat tinggal dan terima kasih untuk semuanya,” gumam Mieke. Kemudian Mieke masuk ke dalam pesawat dan sesuai jadwal, pesawatpun lepas landas.

Pukul 08.55

Andre sudah sampai di Bandara dan mulai mencari sosok Mieke. Ditempat seramai ini, sangat mustahil untuk menemukan Mieke. Andre benar-benar belum putus asa. Ia berkeliling ke seluruh tempat dan memperhatikan semua wanita yang persis dengan Mieke. Tidak ada. Nihil. Apakah ia sudah terlambat? Andre frustasi dan marah.

Dengan sisa-sisa harapan, Andre menuju agen tiket pesawat, “Maaf, permisi. Saya ingin bertanya. Kapan pesawat dengan tujuan Turki di jam ini lepas landas?” tanya Andre.

“Maksud Anda pesawat kloter pertama pagi ini? Biar saya cek dulu. Maaf, pesawat kloter pertama menuju Turki sudah lepas landas pukul 08.35 yang lalu. Itu berarti Anda terlambat 20 menit,” jawab wanita tersebut.

“Apa? Sudah terbang?”

Andre benar-benar frustasi. Ia benar-benar merasa gila! Ia lebih dari kata terlambat. Ia tidak bisa menahan gadis itu untuk tidak pergi. Andre putus asa dan pergi dari sana dengan wajah sedih dan tatapan yang kosong.

 

000

 

Dirumah, Andre menyendiri di kamarnya. Menutup diri dengan selimut dan menangis tanpa suara. Dilantai kamarnya terdapat bekas abu pembakaran foto, foto kenangan ia dengan Mieke. Semuanya ia bakar tanpa ada satu pun yang tersisa.

Donna masuk ke kamar Andre terburu-buru tanpa mengetuk pintu dulu. Tapi begitu ia membuka pintu, ia terkejut melihat lantai kamar Andre penuh dengan abu pembakaran. Andre juga menyelimuti diri dengan selimut. Donna bingung dan perlahan mendekati Andre.

“Dre, lo kenapa? Lo sakit, ya?” tanya Donna setelah berkali-kali menepuk kaki Andre.

“Pergi, Don. Gue mau sendirian,” ujar Andre lirih.

“Iya, gue juga akan pergi. Tapi, lo kenapa? Kenapa lantai kamar lo kotor gini? Lo sakit, atau sedih?” tanya Donna.

Terdengar isak pelan dari balik selimut. Donna yang semula mengira Andre sakit, kini Donna mengerti. Donna juga melihat ada potongan foto Mieke yang belum terbakar sepenuhnya. Donna merasakan hatinya juga sedih. Donna naik ke atas tempat tidur Andre dan mendekatkan dirinya. Donna kemudian memeluk Andre.

Andre terkejut dan segera membuka selimut yang menutupi kepalanya. Ia mendapati wajah Donna sangat dekat dengan wajahnya, bahkan hampir bersentuhan. Donna tersenyum dan menyeka air mata Andre dengan lembut.

“Gue tahu apa yang lo alami. Gue bisa ngerasain apa yang lo rasain saat ini. Gue meluk lo, persis apa yang pernah lo lakuin dulu waktu kita kecil. Saat itu gue masih berumur delapan tahun saat Ayah meninggal. Gue enggak keluar dari kamar dan mengurung diri di kamar, persis yang lo lakuin. Kemudian lo masuk ke kamar gue dan meluk gue. Lo nyusut air mata gue dan cium kening gue. Sekarang, boleh gak gue ngelakuin apa yang lo lakuin dulu?” Donna mendekatkan bibirnya ke kening Andre dan mengecupnya.

Andre benar-benar terkejut dengan apa yang ia dapat ini. Donna mencium keningnya. Perlahan rasa sedih Andre berkurang dan berganti menjadi hangat dan tenang. Ia juga bisa merasakan jantungnya berdegup kencang. Rasanya benar-benar nyaman.

Donna melepaskan ciuman hangat itu. Ia kembali menatap Andre dan membisikkan sesuatu, “Yang lo cintai bukan hanya kepada satu orang saja. Lo bisa mencintai wanita lain. Dan gue yakin, banyak wanita yang suka sama lo, yang cinta sama lo. Satu orang pergi, bukan berarti dunia ini akan berakhir. Satu orang pergi, cinta akan tumbuh seribu kali lipat dan itu yang dinamakan cinta yang sejati.”

Andre tersenyum mendengarnya. Andre mengelus pipi Donna lembut dan memeluknya erat.

“Adik gue yang dulu cengeng, sekarang sudah tumbuh dewasa. Belajar kata-kata dari mana lo? Makasih sudah hibur gue. Gue merasa tenang dan gak sedih lagi,” ujar Andre.

Donna menerima pelukan Andre. Ia tersenyum di dadanya, tepat dipusat debaran jantung Andre yang terdengar olehnya.

Ya, lo adalah kakak gue. Kakak yang sedari dulu selalu ngejaga gue dengan baik. Tapi, andai saja lo bukan kakak gue. Apa yang gue rasakan salah? Gue terkena cinta terlarang. Cinta yang tidak wajar dan jangan terjadi pada sesama kakak-adik. Andre, andai lo bukan kakak gue....”

Tanpa mereka ketahui, Nana melihat semua adegan itu. Ingin berpura-pura tidak melihat, tapi ia sudah terlanjur menyaksikan semuanya. Yang ia rasakan sekarang adalah...sakit hati.

Ayolah, Nana! Kenapa dengan lo? Lo cemburu sama Donna dan Kak Andre? Ingat, mereka adalah kakak adik! Wajar kalau mereka saling pelukan, ‘kan? Donna juga bermaksud buat ngehibur Kak Andre yang bersedih, ‘kan? Berpikirlah! Pikir dengan waras!  Nana mencoba menguatkan hatinya.

 

000

 

1 Januari 2018

Nana mengusap rambut Joe yang berantakan. Di pipi sebelah kanannya juga terdapat sebuah cetakan tangan yang merah. Nana melirik kepada Donna tajam, tidak suka dengan perlakuannya kepada Joe.

“Donna! Lo itu keterlaluan banget, sih! Lihat hasil perbuatan lo ini!” omel Nana.

“Itu gara-gara dia, sih! Naruh mainan sembarangan di lantai! Hasilnya gue jadi gini!” Donna tidak ingin kalah oleh omelan Nana.

Beberapa menit yang lalu Donna menuntut tanggung jawab kepada Joe. Joe di hajar habis-habisan oleh Donna. Pertengkaran mereka belum selesai. Joe nampaknya masih menaruh dendam kepada Donna.

“Lo salahin suami gue, berarti lo juga salahin anak gue!”  Nana mendengus kesal dan memalingkan wajahnya dari Donna. Nana beralih kepada Joe yang sangat berantakan.

“Sayang, kamu enggak apa-apa, ‘kan? Kasihan bener kamu....” Nana merapihkan rambut Joe dan mengelus wajahnya. Dari pada terjadi masalah besar, Joe memilih mengalah saja.

“Maafin gue, Don. Gue beneran gak sengaja. Jadi liburannya kita undur saja, nih?”

“Liburan bulu ketek lu! Lu gak lihat badan gue sakit gini? Lu malah mikirin liburan!” teriak Donna.

“Ih, Donna! Jangan teriak sama Joe, dong! Dia ‘kan udah minta maaf. Ya terpaksa liburannya kita undur,” Nana mendelik jenaka kepada Donna.

Donna cemberut dan mendengus kesal, kemudian kembali menatap Joe dan Nana, “Kalau kalian bukan sahabat gue dari zaman kuliah dulu, gue pasti gak bakalan maafin kalian. Iya, gue maafin. Tapi awas, nanti lo harus lebih teliti beresin barang!” Donna memperingati Joe, dan Joe mengangguk disertai senyuman.

Pasangan suami istri ini tidak pernah aku bayangkan akan menjadi suami istri. Melihat mereka bahagia, aku juga turut bahagia. Karena mereka adalah sahabat terbaikku.

Masuklah suami Donna setelah satu jam yang lalu pergi keluar untuk membeli minuman untuk Donna. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Donna. Donna membalas senyum manis itu.

Dia suamiku. Suamiku yang sangat baik dan tulus mencintaiku. Aku juga tidak pernah menyangka bahwa pria ini adalah suamiku sekarang. Karena dulu kita selalu berbeda dalam segala hal. Berbeda pendapat, kesukaan, dan sebagainya. Tetapi perbedaan yang mencolok itu kami jadikan sebagai pondasi yang kokoh dalam membangun cinta. Cinta itu benar-benar aneh dan membingungkan. Tetapi, cinta juga manis dan..... manis.

 

000

 

Listen : Aldy Maldiny - Biar Aku yang Pergi

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • yurriansan

    Wow 4 kepribadian?
    Aku msh keep going syory nya. Knjgi story ku jga ya..

    Comment on chapter BAB II : 4 KEPRIBADIAN YANG MENIMBULKAN MASALAH
Similar Tags
Warisan Kekasih
1019      680     0     
Romance
Tiga hari sebelum pertunangannya berlangsung, kekasih Aurora memutuskan membatalkan karena tidak bisa mengikuti keyakinan Aurora. Naufal kekasih sahabat Aurora mewariskan kekasihnya kepadanya karena hubungan mereka tidak direstui sebab Naufal bukan seorang Abdinegara atau PNS. Apakah pertunangan Aurora dan Naufal berakhir pada pernikahan atau seperti banyak dicerita fiksi berakhir menjadi pertu...
Ocha's Journey
333      271     0     
Romance
Istirahatlah jika kau lelah. Menangislah jika kau sedih. Tersenyumlah jika kau bahagia. Janganlah terlalu keras terhadap dirimu sendiri.
Aku Lupa
661      459     3     
Short Story
Suatu malam yang tak ingin aku ulangi lagi.
My Noona
6030      1472     2     
Romance
Ini bukan cinta segitiga atau bahkan segi empat. Ini adalah garis linear. Kina memendam perasaan pada Gio, sahabat masa kecilnya. Sayangnya, Gio tergila-gila pada Freya, tetangga apartemennya yang 5 tahun lebih tua. Freya sendiri tak bisa melepaskan dirinya dari Brandon, pengacara mapan yang sudah 7 tahun dia pacariwalaupun Brandon sebenarnya tidak pernah menganggap Freya lebih dari kucing peliha...
Melepaskan
459      314     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Reaksi Kimia (update)
5779      1533     7     
Romance
》Ketika Kesempurnaan Mengaggumi Kesederhanaan《 "Dua orang bersama itu seperti reaksi kimia. Jika kamu menggabungkan dua hal yang identik, tidak ada reaksi kimia yang di lihat. Lain halnya dengan dua hal yang berbeda disatukan, pasti dapat menghasilkan percikan yang tidak terduga" ~Alvaro Marcello Anindito~
Night Wanderers
17812      4183     45     
Mystery
Julie Stone merasa bahwa insomnia yang dideritanya tidak akan pernah bisa sembuh, dan mungkin ia akan segera menyusul kepergian kakaknya, Owen. Terkenal akan sikapnya yang masa bodoh dan memberontak, tidak ada satupun yang mau berteman dengannya, kecuali Billy, satu roh cowok yang hangat dan bersahabat, dan kakaknya yang masih berduka akan kepergiannya, Ben. Ketika Billy meminta bantuan Julie...
Sadness of the Harmony:Gloomy memories of Lolip
648      362     10     
Science Fiction
mengisahkan tentang kehidupan bangsa lolip yang berubah drastis.. setelah kedatangan bangsa lain yang mencampuri kehidupan mereka..
Renafkar
9395      1803     5     
Romance
Kisah seorang gadis dan seorang lelaki, yakni Rena dan Afkar yang sama-sama saling menyukai dalam diam sejak mereka pertama kali duduk di bangku SMA. Rena, gadis ini seringkali salah tingkah dan gampang baper oleh Afkar yang selalu mempermainkan hatinya dengan kalimat-kalimat puitis dan perlakuan-perlakuan tak biasa. Ternyata bener ya? Cewek tuh nggak pernah mau jujur sama perasaannya sendiri....
Mind Maintenance: Service Berkala untuk Isi Kepala
10      3     0     
Non Fiction
Mind Maintenance: Service Berkala untuk Isi Kepala Panduan Merawat Mental Seperti Merawat Mesin Mobil Pernah merasa kepalamu panas, emosimu meledak-ledak, atau hatimu tiba-tiba kosong tanpa sebab? Mungkin bukan karena hidupmu salah arah, tapi karena kamu lupa servis berkala isi kepalamu sendiri. Buku ini mengajakmu merawat mental dengan pendekatan yang sederhana namun penuh maknaibarat mer...