Loading...
Logo TinLit
Read Story - Who Is My Husband?
MENU
About Us  

(Siapkan earphone, pasang lagu Devano Danendra - Menyimpan Rasa)

 

6 Januari 2002

Joe baru saja menempuh perjalanan dari Sukabumi menuju Jakarta dengan menaiki bus. Kini, ia sudah sampai di terminal dan baru saja turun dari bus. Joe membantu seorang nenek-nenek tua yang hendak turun. Dengan hati-hati, Joe menurunkan nenek itu dari bus.

“Terima kasih, anak baik. Nenek benar-benar tertolong,” ujar nenek tersebut dengan suara bergetar.

“Ah, tidak apa-apa, Nek. Tolong menolong ‘kan wajib, Nek.”

“Ngomong-ngomong, nak baik ini ke Jakarta hendak menemui siapa?” tanya nenek.

“Saya melanjutkan pendidikan saya disini, Nek. Kalau nenek, apa nenek ingin menemui seseorang di Jakarta? Nenek ke Jakarta sendirian?” tanya Joe.

“Oh, kuliah, ‘ya? Nenek ingin menemui cucu nenek yang juga kuliah disini. Cucu nenek bilang, dia akan menjemput nenek di terminal. Tetapi sampai sekarang cucu nenek belum menjemput,” ujar nenek.

“Kalau begitu kita menunggu saja di warung disitu sambil menunggu cucu nenek yang ingin menjemput,” ujar Joe.

“Terima kasih, nak baik. Nenek tua ini merepotkan, ya?”

“Tidak merepotkan sama sekali, Nek.”

Joe dan nenek tersebut duduk di kursi sebuah warung kecil di sudut terminal yang ramai oleh ribuan orang. Joe membelikan air minum kepada nenek tersebut. Akan tetapi, sebelum nenek menerima minuman itu, seorang wanita datang menghampiri nenek. Nana.

“Nenek! Nana kira nenek tersesat! Bikin Nana khawatir saja! Nana sudah bilang, nenek tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta!” bentak Nana. Tiba-tiba Nana  melihat Joe berada di dekat neneknya. Nana sangat malu karena sudah membentak neneknya.

“Jadi nenek ini nenek kamu, Na?” tanya Joe.

Nana mengangguk pelan, “Iya, ini nenek gue. Dan kenapa lo ada sama nenek gue?” tanya Nana.

“Kebetulan kami dalam satu bus. Nenek mau turun dari bus, lalu aku bantu. Nenek bilang mau nemui cucunya di Jakarta. Jadi, itu lo rupanya. Syukurlah, lo udah sampai disini buat jemput nenek,” ujar Joe.

“Makasih udah bantu nenek gue. Maaf ngerepotin lo,” ujar Nana.

“Enggak sama sekali. Na, lo kesini sendiri?” tanya Joe.

“Iya, naik taksi. Mau sekalian pulang ke kostan lo? Gue yang bayar ongkos naik taksinya,” ujar Nana.

“Oke, ayo! Makasih, ya? Hehe.”

Nana mencibir.

 

000

 

“Neneknya Nana, bagaimana kabar nenek?” Ibu Donna senang dengan kedatangan neneknya Nana, karena sudah sekian lama tidak bertemu. Andre dan Donna juga turut menyambut neneknya Nana.

“Sri, kamu semakin cantik saja,” puji nenek, membuat Ibu Donna menjadi malu.

“Ah, cantik apanya? Aku semakin tua dan berkeriput. Oh, iya, bagaimana keadan Ratih sama Rahmat, Nek?” Ibu Donna menanyakan ibu dan ayah Nana.

“Mereka semua sehat. Tadinya mereka yang ingin mengunjungi Nana, tetapi mereka punya kesibukan. Jadi, nenek yang jenguk cucu nenek,” ujar nenek Nana.

“Makasih Joe, udah ngebantuin nenek gue. Kalo gak ada lo, nenek pasti tersesat,” ujar Nana tulus.

Joe tersenyum, “Tidak perlu berterima kasih. Sesama manusia harus saling menolong.”

Nana tersenyum mendengar jawaban tulus dari Joe.

 

000

 

“Nenek akan tinggal disini sampai kapan?” tanya Donna di ruang tamu kepada nenek yang sejak tadi memijati kakinya sendiri.

“Oh, nenek tidak akan lama disini. Mungkin besok atau lusa nenek pulang. Nanti, selama nenek tinggal disini, kalian jangan terbebani, ya?” pinta nenek. Donna tidak mengerti dengan ucapan nenek, begitu pula Andre. Donna menatap Nana dan meminta penjelasan.

Nana berbisik pelan menyuruh Donna mengikutinya ke kamar. Donna mengerti dan mengikuti Donna ke kamar mereka.

“Pokoknya lo jangan terkejut, ya?” pinta Nana.

“Iya. Cepetan, gue penasaran sama perkataan nenek lo!”

“Sebenernya.... nenek kalau tidur di rumah orang lain, dia bakalan berubah.”

“Maksud lo?”

“Semacam penyakit tidur yang aneh dan mustahil. Nenek bakalan berubah menjadi wonder woman. Sadar padahal enggak sadar. Kuat banget padahal tulang tinggal dipatahin. Berubah 360 derajat!” ujar Nana.

“Hah?! Maksud lo, nenek....?”

“Lo lihat aja nanti malam. Lo bakalan kaget sampe jantung lo mau meledak!”

 

000

 

Pukul 00.04

Disaat semua orang sedang terlelap, nenek Nana berjalan sambil tertidur. Berjalan tegak, seperti tidak terasa kalau tulangnya yang bungkuk terasa sakit. Nenek membuka pintu kamar dan berjalan ke luar ruangan. Nenek masuk ke kamar Ibu Donna yang terlelap. Ia mengambil semua peralatan make-up di meja rias dan membawanya ke luar.

Nenek meriasi wajahnya menjadi putih, persis dengan geisha di negeri matahari terbit. Nenek beraksi, melenggak-lenggokan pinggangnya, berjalan ke luar ruangan. Tiba-tiba nenek menabrak vas bunga keramik di atas meja dan terjatuh ke lantai.

Nana dan Donna yang tengah tertidur terkejut mendengar suara pecahan keramik itu.

“Apa itu?” tanya Donna setengah sadar.

“Jangan-jangan?” Nana yang terlebih dahuu bereaksi.

Nenek naik ke atas pagar tembok, mengangkat tangannya ke angkasa, berusaha menggapai bulan yang bersinar terang.

“Bulan, bawa aku kepada sinarmu yang agung. Berikanlah aku kekuatan yang besar untuk mampu membelah planet ini! Hihihihi! Pangpangbirorerogombrang. Syangsyanghaenyonwalawalagending! Puhahaha....” Nenek berteriak dengan nyaring, juga tidak dimengerti.

“Ya Tuhan!! Nenek! Turun, Nek!! Bahaya, nanti nenek jatuh!!” Nana menarik tangan nenek, namun tangan nenek begitu kuat.

“%^%@i*()*{^%%!v &” Nenek bergumam, tidak dimengerti oleh Donna dan Nana.

“Nana, dia ngomong apa?” tanya Donna.

“Dia gak mau turun sebelum membelah planet ini dengan kekuatan bulan,” ujar Nana.

“Hah?”

“Nenek! Ayo, bangun! Jangan gangguin tetangga yang lagi tidur! Aduh, Nenek ini!!” Nana semakin kewalahan karena nenek tak mendengarkannya.

“Lepasin!! Bulan, aku persembahkan jiwaku untuk mempunyai kekuatan super! ~!@#$%^*((^%$#!!”

Nenekpun terjun ke jalan aspal dan berlari sekencang mungkin.

“Nenek!!” teriak Nana.

“Waaaw!! Nenek lo hebat juga, ya? Nenek yang bertenaga!” Donna kagum dengan kekuatan nenek Nana. Tidak seperti nenek yang sebelumnya bongkok dan tulang saja hampir patah meski pun disentil.

“Jangan becanda, Don!! Itu nenek gue harus gimana sekarang? Mana dia udah lari jauh, lagi! Don, bantuin gue...” Nana semakin khawatir.

“I...iya, gue tolongin. Tapi, gimana caranya?” tanya Donna ikut-ikutan khawatir.

“Kita cari aja dulu!” Nana membuka pintu pagar dan berlari tanpa alas kaki, begitu juga Donna.

“Nenek!!” teriak Nana memanggilnya.

“Nenek yang kuat!!” Donna juga memanggil nenek.

Sudah 30 menit lebih mereka menelusuri jalan raya yang besar. Nenek tak kunjung ditemukan. Nana benar-benar khawatir sampai kehabisan tenaga untuk berteriak.

“Gimana, dong? Gue takut nenek kesasar...”

“Sabar, Na. Nenek pasti ketemu dan dalam keadaan baik-baik saja. Kita nyari nenek bersama-sama, oke?” Donna menenangkan Nana.

Ketika Donna dan Nana hendak mencari nenek kembali, dari kejauhan berjalan seorang pria. Ia menggendong seseorang di belakang punggungnya. Donna dan Nana menyipitkan matanya, melihat siapa orang itu dan yang berada dipunggungnya. Dia Joe, bersama dengan nenek yang tidak sadarkan diri.

“Joe?” Nana terperangah.

Mereka menghampiri Joe dan nenek. Nana benar-benar bersyukur neneknya selamat dan berada di perlindungan seseorang yang tak lain adalah Joe. Pertanyaannya adalah, kenapa Joe malam-malam begini masih saja berkeliaran di luar rumah? Namun Nana tak mempedulikan hal itu.

“Joe, nenek enggak apa-apa, ‘kan? Dia tidak terluka, ‘kan? Gue khawatir dia kenapa-kenapa,” Nana melayangkan beberapa pertanyaan kepada Joe yang tidak perlu dijawab lagi. Dengan melihat kondisi neneknya pun sudah tahu, nenek tidak apa-apa.

“Tenang, nenek lo tadi nyariin gue sampai keluar dari komplek ini. Gue kira dia siapa, tapi ternyata dia nenek lo. Gue terkejut banget saat lihat nenek bertingkah aneh,” terang Joe.

“Lo jangan terkejut, Joe. Nenek Nana emang punya penyakit tidur kalau menginap di rumah orang. Tapi, ngomong-ngomong, kenapa lo masih di luar jam tengah malam begini?” tanya Donna.

“Gue gak bisa tidur. Makanya gue jalan-jalan bentar ke luar komplek ini buat nyari udara segar,” jawab Joe.

“Yang penting nenek gue selamat! Yuk, kita bawa ke rumah! Serius, jantung gue hampir copot lihat nenek se-ekstrim begitu. Fiuuuuhh~” Nana bernafas lega dan mengurut dadanya.

“Na, tadi gue denger nenek bergumam sesuatu. ‘Nak tampan, nikahlah sama cucu nenek. Tolong, nikahin dia supaya dia bahagia. Dia perlu orang baik seperti kamu’ dan sebagainya,” ujar Joe.

“Lo becanda, ‘kan? Gak mungkin nenek sampai bilang gitu!” sanggah Nana. Tetapi sebenarnya ia terkejut dan merasakan wajahnya memanas.     

“Orang yang ngelindur gak mungkin bohong deh, Na! Pasti nenek Nana suka sama lo, Joe! Itu artinya.....” Donna mendelik jenaka kepada Nana dan Joe. Mendapat godaan itu, Nana dan Joe menatapnya tajam, membuat Donna menghentikan tingkahnya.

“Wajar saja, nenek kalau nglindur suka gak jelas. Jangan dimasukin ke hati ya, Joe? Dan juga, terima kasih sudah nolongin nenek gue. Gue berhutang budi sama lo,” ujar Nana tulus.

Joe mendengus pelan, “Gak usah bilang terima kasih segala. Sebagai manusia, kita harus saling tolong menolong tanpa pamrih alias tulus dan ikhlas,” ujar Joe.

Nana menatap Joe dan kemudian tersenyum. Perkataan Joe barusan benar-benar tulus tanpa dibuat-buat. Nana dan Joe saling bertatapan lama.

Akhirnya mereka sampai juga di rumah. Semua orang sedang menunggu dengan wajah yang cemas. Ibu, Andre, dan bahkan Erik menunggu di depan rumah. Melihat Nana, Donna, Joe dan Nenek kembali, membuat mereka tenang dan bersyukur. Tetapi, kenapa malam-malam begini Joe masih berkeliaran di luar rumah? Bahkan Erik tidak tahu apa-apa jika Joe pergi ke luar rumah. Ia baru tahu saat pintu rumah kost sama sekali tidak terkunci.

“Syukurlah, nenek selamat!” seru Ibu Donna.

“Joe, lo kenapa malam-malam gini masih berkeliaran di luar rumah?” tanya Andre.

Joe tidak menjawab pertanyaan Andre. Ia masuk ke rumah dan membaringkan nenek di tempat tidur. Kemudian menyelimutinya. Joe mengusap keringatnya yang mengucur deras setelah masalah ini selesai.

“Nenek, jangan bikin masalah lagi, ya?” Joe berkata pelan dan mengusap rambut nenek.

Joe keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu, dimana mereka semua sudah berkumpul. Joe memberikan senyum kepada mereka. Andre mengisyaratkan Joe untuk duduk.

Joe duduk dan langsung menerima tatapan dari mereka semua. Itu membuat Joe menjadi malu.

“Kenapa kalian menatapku seperti itu?” tanya Joe.

“Jam 12 tengah malam kamu masih berkeliaran di luar rumah. Itu masalahnya! Kamu jangan pergi kemana-mana tengah malam begini, Joe! Itu berbahaya, karena banyak sekali kasus kejahatan yang beroperasi tengah malam seperti ini! Ibu khawatir sama kamu!” Ibu Donna menasihati Joe.

 Mendengar nasihat itu, Joe tersenyum bahagia. Karena ia bersyukur ada seseorang yang mengkhawatirkannya selain ibunya sendiri, melainkan ibu orang lain. Joe benar-benar sangat bersyukur.

“Terima kasih, Bu, sudah mengingatkan aku. Aku hanya jalan-jalan sebentar karena aku tidak bisa tidur. Lain kali aku tidak akan mengulangi perbuatan salah ini,” ujar Joe.

Ibu senang Joe mengerti dengan nasihatnya. Meskipun dirinya bukan ibu kandung Joe, tetapi sekarang dirinya sebagai pelindung orang lain.

“Nah, sekarang kalian bisa kembali tidur. Erik, Joe, kalian kembali ke kost-an kalian,” ujar Ibu.

“Baiklah,” jawab Joe dan Erik serentak.

Semua orang kembali ke kamar masing-masing. Joe dan Erik keluar dari rumah menuju ke kost-an mereka. Tiba-tiba Joe ditahan oleh Nana. Joe berhenti melangkah dan menatap Nana.

“Ada apa, Na?” tanya Joe.

“Bisa kita bicara sebentar? Mungkin gue gak bakalan bisa tidur lagi. Gue mau ngomong sesuatu sama lo,” ujar Nana.

“Oke.”

“Joe, lo gak mau masuk? Nanti gue kunciin baru tahu rasa!” teriak Erik dari kejauhan dengan suara yang lantang.

“Lo duluan saja! Awas kalo lo berani ngunciin pintu! Gue ada urusan sebentar! Duluan aja!” jawab Joe tak kalah lantang.

 

000

 

Nana dan Joe duduk diatas atap rumah Donna. Berhubung ada tangga yang nganggur di belakang rumah, jadi mereka iseng naik ke atas atap. Nana dan Joe saling menatap ke atas langit yang bertaburan bintang yang berkerlap-kerlip. Tak ada satu pun diantara mereka yang akan memulai pembicaraan. Kesunyian menyelimuti mereka berdua.

“Lo mau ngomong apa?” tanya Joe, memutuskan untuk memecah kesunyian.

“Makasih buat segalanya, ya?” ujar Nana.

“Buat segalanya? Maksud lo?”

“Lo udah banyak nolongin nenek gue. Pertama, saat di terminal tadi sore. Kedua, tadi saat penyakit tidur nenek kambuh lagi. Lo udah bantuin dia dan jauh-jauh gendong ke rumah,” ujar Nana.

“Ah, gak apa-apa kali!” sanggah Joe.

Keheningan kembali menyelimuti. Ada banyak yang mereka berdua pikirkan sehingga untuk memulai pembicaraanpun tidak bisa.

“Kayaknya nenek suka sama lo, deh!” ujar Nana.

“Suka sama gue? Becanda ya lo? Mana mungkin nenek suka sama cowok yang masih muda kayak gue? Nenek ‘kan punya suami yang menyayanginya,” ujar Joe sembari tertawa pelan.

“Bukan dalam hal itu. Nenek suka sama kebaikan dan ketulusan hati lo. Karena jarang banget ada orang yang memiliki hati yang tulus. Nenek bilang itu sama gue sebelum dia tidur. Katanya, dia bersyukur bisa ketemu sama cowok sebaik lo,” ujar Nana.

Joe tidak menjawab. Dia tetap serius mendengarkan Nana bicara.

“Lalu? Apa kata nenek selanjutnya?” tanya Joe.

“Nenek ngomong, kelak lo bakalan jadi cowok yang berguna dan tulus dalam segala hal. Salah satunya dalam berhubungan asmara. Jika orang lain memiliki hati seputih sinar bulan, tak akan dipungkiri, mereka akan berhasil dalam segala hal,” ujar Nana.

“Nenek juga orang yang baik dan cantik. Pasti saat beliau masih gadis, beliau adalah orang yang paling cantik di desa,” ujar Joe.

Tiba-tiba Nana menyandarkan kepalanya dibahu dirinya. Joe agak terkejut, karena jarak mereka berdua sedekat ini.

“Lihat bintang itu,” Nana menunjuk salah satu bintang yang berserakan di atas langit sana.

“Kenapa?” tanya Joe.

“Itu adalah bintang gue. Bentar lagi gue ulang tahun. Gue harap, di hari ulang tahun gue, ada banyak kejadian yang menyenangkan, bukannya menyedihkan. Gue harap ada seseorang yang tulus cinta sama gue menjadi milik gue seutuhnya. Itu yang gue harapkan,” ujar Nana.

Joe tersenyum. Joe kembali menatap ke atas langit yang indah dan cerah. Ia juga memiliki harapan. Hatinya akan selamanya bersinar seperti bintang itu, tidak akan pernah berubah.

 

000

 

14  Januari 2002, Ulang Tahun Nana.

Keluarga Donna seperti biasanya, beraktivitas pagi. Menu sarapan diatas meja sudah tersedia. Masakan yang cukup dikatakan sebagai pesta.

Ketika Nana membuka kedua matanya, ia berharap semua orang mengingat hari apa ini. Nana sudah mencium bau-bau kebahagiaan akan datang kepadanya. Nana berharap, itu pertanda yang baik.

Akan tetapi, ketika mereka berkumpul di meja makan, seperti biasa, nampak serius dan bersikap biasa, seolah hari ini bukanla hari yang istimewa. Nana berpikir, pasti mereka sedang memberi kejutan dan sengaja mempermainkannya. Trik kejutan yang sudah terlalu main stream untuk dilakukan. Setiap orang sudah tahu hal itu.

Seperti biasa, nasi perlahan diaduk sama rata sehingga isinya tinggal seperempat bagian. Daging ayam goreng dan tumis kangkung sudah ludes masuk ke dalam perut. Tinggallah Nana yang masih menyisakan sebagian nasinya dan terdiam sambil senyum-senyum sendiri. Semua orang menjadi heran dengan tingkah Nana.

“Kenapa lo, Na?” tegur Donna.

Nana mengerjapkan matanya setelah lamunannya buyar, “Gue gak apa-apa. Gue lagi seneng soalnya,” jawab Nana.

“Seneng kenapa emangnya?” tanya Andre.

Nana menggeleng, “Itu rahasia!”

Semakin bingunglah mereka semua. Tidak seperti Nana yang biasanya. Andre tidak peduli akan hal itu. Ia mengeluarkan sebuah kado berukuran kecil dari dalam saku celannya. Nana melihat Andre mengeluarkan hadiah itu. Nana berpikir, pasti itu hadiah untuk dirinya. Nana semakin bungah dan berbunga-bunga.

Namun, tiba-tiba Andre memberikan kado itu kepada Donna, hal itu membuat Nana kaget dan kecewa.

“Ini hadiah dari Sandi. Sebagai ucapan maaf karena gak bisa ajak lo ke tempat wahana seperti yang dia janjiin sama lo,” ujar Andre.

“Oh!? Sampai ngasih hadiah segala. Gak usah repot-repot ngasih ini segala padahal,” ujar Donna. Kemudian Donna membuka kado kecil itu. Nampaklah sebuah mini akuarium berbentuk setengah bundar berisi ikan-ikan kecil berlatar sebuah lautan yang biru. Ketika benda itu di goyang-goyang, ikan-ikan di dalamnya akan berhamburan selayaknya ikan yang berenang.

Nana memandang Andre kecewa dan sedih. Pagi ini ia menerima kekecewaan yang tidak bisa diekspresikan dalam kata-kata. Nana kembali melanjutkan makannya meski cemberut.

 

000

 

Di kampus juga, teman-temannya sama sekali tak mengingat hari ulang tahunnya. Hingga siang ini, belum ada satupun orang yang mengucapkan kata-kata yang biasa diucapkan saat ada orang yang berulang tahun. Seharian ini Nana cemberut dan tidak menerima ajakan dari teman-temannya. Diajak bercanda pun Nana sama sekali tidak meresponnya. Apakah semua orang benar-benar lupa dengan hari ulang tahunnya? Jika mereka semua lupa, sungguh keterlaluannya mereka! Padahal Nana sudah berharap banyak orang yang mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya, atau melempari badannya dengan telur dan tepung, atau memberi hadiah. Sama sekali tidak ada.

Nana makan siang di kantin sendirian. Ia makan dengan asal dan mengacak makanannya. Datanglah Andre duduk di kursi di depannya. Mendadak Nana menjadi sumringah  karena pujaan hatinya berada di depannya.

Apa jangan-jangan Kak Andre mau nunjukkin perasaannya sama gue?

“Aku ikut makan disini, ya? Soalnya kursi disini sudah penuh dan hanya tersisa disini saja,” ujar Andre.

“Iya, tidak masalah,” jawab Nana lembut.

Andre makan dengan tenang. Sementara Nana sedari tadi terus menatap Andre. Merasa ditatap, Andre menjadi terganggu dan menatap balik Nana.

“Kenapa? Ada yang salah dengan cara makan aku?” tanya Joe.

“Tidak, Kak. Kakak lucu kalau sedang makan,” ujar Nana malu-malu.

Andre tertawa pelan dan menjitak kepala Nana dengan sendok.

“Dasar! Ada-ada saja kamu! Sedari tadi aku heran, kenapa hari ini kamu merasa bahagia? Adakah momen berharga hari ini?” tanya Andre.

“Ah...itu... Masa kakak lupa, sih? Hari ini adalah hari yang berharga dalam hidupku,” ujar Nana.

“Apa itu?” tanya Andre.

“Masa kakak lupa? Atau kakak pura-pura tidak tahu untuk memberiku kejutan?” Nana mulai merasa emosi karena sedari tadi Andre terus berbicara seolah-olah hari ini hanyalah hari Senin yang biasa.

“Aku tidak lupa, atau berpura-pura. Aku emang gak tahu ini hari apa,” ujar Andre.

“Apa!?” Nana benar-benar mati kesal. Rasanya ia ingin meledakan diri karena mendapatkan kekecewaan yang bertubi-tubi seharian ini.

Marah besar, Nana menyiramkan air mineral ke wajah Andre. Andre benar-benar terkejut karena tiba-tiba Nana marah tanpa ia ketahui apa alasannya. Apalagi ini ditempat umum, dimana semua orang menyaksikan kejadian ini dari seluruh penjuru kantin.

“Aku benar-benar kecewa sama kakak!! Aku kecewa! Kenapa tak ada satu orang pun yang mengingat ini hari apa!? Padahal aku sudah memberikan kode yang jelas, tapi kenapa kalian tidak mengerti dan menganggap hari ini hanyalah hari Senin yang biasa!?” Nana meledak.

“Nana, apa yang terjadi sama kamu, sih?” Andre yang basah kuyup tidak terima dengan perlakuan ini.

“Ah, lupakan saja!! Percuma saja kakak menanyakan hal itu! Toh, kakak juga gak bakalan ngerti perasaan aku!! Aku berharap kakak datang dan duduk di tempatku untuk mengatakan sesuatu! Atau memberikan hadiah! Aku berharap kakak memberikan hadiah, atau ucapan ‘selamat ulang tahun’ kepadaku! Aku bahkan berharap kakak akan mengatakan ‘Aku menyukaimu, aku mencintaimu’ kepadaku! Ah, rasanya aku benar-benar gila!!” teriak Nana.

“Maksud kamu.... kamu ulang tahun hari ini? Dan apa katamu tadi? Kamu berharap aku mengatakan ‘Aku menyukaimu, aku mencintaimu’? Kamu suka sama aku?” tanya Andre berkali-kali, karena ia masih merasa bingung dengan kejadian ini.

“Iya!! Aku suka sama kakak dari dulu!! Puas!? Tapi, kakak sudah menyukai orang lain, ‘kan? Apa aku salah mencintai orang yang sudah memiliki orang yang disukainya?! Salahkah?” Nana kembali berteriak.

“Hentikan, Na! Jangan berbuat gaduh di tempat umum seperti ini!” bentak Andre.

Nana benar-benar tidak mampu lagi untuk menampung air matanya. Rasanya benar-benar sakit dan sesak. Hatinya hancur berkeping-keping.

“Kakak memang gak akan tahu perasaanku!”

Nana berlari dari sana, meninggalkan Andre yang mematung tanpa berbuat apa-apa. Andre sangat tidak menyangka Nana akan seemosional seperti itu. Ternyata, pikiran-pikiran dan harapan dihari ini sama sekali tidak lancar bagi Nana. Andre mengerti perasaan Nana, sangat mengerti.

 

000

 

Dengan kondisi tubuh yang lemas, Nana kembali ke rumah. Ia benar-benar tidak ingin melakukan apa-apa. Hatinya sudah hancur berkeping-keping.

Setelah berada didalam rumah, tiba-tiba Ibu Donna memeluknya erat, bahkan sebelum ia masuk sempurna ke dalam rumah. Ibu menangis tersedu-sedu di pundak Nana. Nana berharap, Ibu sudah mengetahui jika hari ini ulang tahunnya dan menyesal sudah melewatkan hari-hari berharga ini.

“Nana, nenek kamu....meninggal dunia,” ujar Ibu.

Kraaak!! Hatinya bagaikan retak tak bersisa. Perkataan Ibu barusan menembak keras tepat di hati Nana. Karena, neneknya meninggal. Meninggal dunia. Nana benar-benar shock.

“Apa kata tante? Nenekku....meninggal?”

“Nana, ibu kamu nyuruh kamu untuk pulang ke Bogor untuk beberapa hari. Cepat, Na, kamu harus bersiap-siap dan pulang. Tante akan panggilkan taksi untuk mengantar kamu ke terminal,” ujar Ibu.

Nana tergesa-gesa pergi ke kamarnya dan mengganti pakaiannya.

 

000

 

Kenapa hari ini tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginanku? Semua orang hanya menganggap hari ini sebatas hari biasa saja. Tidak adakah yang peduli sama aku? Nenek, nenekku berpulang kepada Ilahi tepat di hari ulang tahunku. Tepat dihari yang berharga ini. Hari ini bukan hari yang berbahagia untukku, melainkan hari yang penuh duka dan kekecewaan. Nenek yang menyayangiku sejak aku masih kecil, kini tidak bisa melihat cucunya bertambah usia satu tahun. Nenek, usiaku genap 21 tahun. Tetapi nenek pergi meninggalkanku.

 

Bus sudah sampai di Terminal Bogor. Nana kembali naik bus untuk sampai ke rumahnya di desa. Akhirnya Nana sampai di desanya, desa yang masih asri dan banyak pepohonan yang rindang.

Dirumahnya, Nana tidak banyak bicara. Ia nampak tidak berkespresi dan menatap penuh kekosongan. Dihadapannya nenek yang sudah tidak bernyawa telah tertutup oleh kain kafan putih. Ibu Nana memeluk Nana dan menaruh kepalanya dibahunya.

“Nenek meninggal tepat di hari ulang tahunmu. Ini benar-benar enggak adil untuk kamu, ‘kan? Tapi seperti ini kenyataannya. Kamu jangan sedih, Na. Kamu harus kuat. Nenek sudah mengamanatkan sesuatu kepada Ibu untuk menjaga kamu. Nenek juga berpesan untuk disampaikan kepada kamu, nenek ingin melihat kamu bahagia meski dia sudah tidak ada. Menikah dengan pria yang baik dan tulus mencintai kamu. Itu yang nenek inginkan,” ujar Ibu Nana.

“Iya, Bu, Nana mengerti. Nana akan melepaskan kepergian nenek agar nenek bahagia di atas sana,” ujar Nana dengan suara yang bergetar.

“Nana.”

Seseorang masuk ke dalam rumah dan memanggil namanya. Nana mengangkat kepalanya, melihat siapa yang datang. Joe! Joe datang ke rumahnya?

“Joe?”

“Nana, gue turut berduka cita atas kepergian nenek. Gue kaget denger nenek meninggal. Maka dari itu, gue sengaja datang kesini untuk mengantar nenek ke lubang istirahatnya yang terakhir. Nenek lo udah gue anggap sebagai nenek gue sendiri. Karena gue sayang juga sama nenek lo,” ujar Joe.

Nana tersenyum, “Makasih Joe.”

 

000

 

Hari sudah berubah menjadi gelap. Tadi sore, nenek sudah dimakamkan di pemakaman umum yang tak jauh dari rumah Nana. Joe juga berada disana, turut mendoakan nenek.

Saat ini, Joe dan Nana duduk berdua di teras rumah Nana. Mereka tidak ada tanda-tanda untuk mulai berbicara. Sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Untuk menghilangkan senyap diantara mereka, Joe berdehem pelan. Kemudian pelan-pelan Joe memegang tangan Nana yang sanggup membuat Nana tersentak juga.

“Mau ngapain?” tanya Nana malu.

“Begini....” Joe mengeluarkan hadiah berukuran kecil dari dalam tasnya dan memberikannya kepada Nana.

“Selamat ulang tahun,” ujar Joe pelan.

Nana tidak percaya atas apa yang ia dengar. Hari ini, baru ada satu orang yang mengucapkan seperti itu kepadanya. Nana malu bercampur bahagia juga. Nana menangis karena terharu.

“Na, lo kenapa?” tanya Joe.

“Gue bener-bener bahagia, Joe. Hari ini, baru lo yang pertama kali ngucapin selamat sama gue. Juga, hadiah ini. Gue bener-bener bahagia, Joe!” ujar Nana.

Nana memeluk Joe erat. Joe tersenyum ketika Nana memeluk dirinya. Tidak ada alasan baginya untuk tidak menerima pelukan itu.

“Satu hal lagi. Bukankah saat di atap, lo pernah ngomong sama gue, di hari ulang tahun ini lo berharap pengen ada orang yang tulus mencintai lo?”

Nana mengangguk pelan, “Iya. Tapi enggak ada, enggak ada yang tulus cinta sama gue.”

“Ada, pasti ada! Gue bantu wujudin harapan lo,” ujar Andre.

Joe melepaskan pelukannya dan berlutut didepan Nana. Tangannya mengeluarkan sebuah batang coklat dari dalam saku celananya. Nana bingung Joe hendak melakukan apa, tapi jantungnya berdegup kencang memikirkan apa yang akan Joe lakukan.

“Dihari ulang tahun lo, gue bantu wujudin harapan lo yang kedua. Nana, jika orang yang tulus mencintai lo itu orang lain, maka lo akan menunggu orang itu sangat lama. Tidak dengan sekarang ini. Ada seseorang yang sangat cepat menghampiri lo. Yaitu gue. Na, meski gue gak makai cincin sebagai bukti bahwa gue sayang sama lo, melainkan hanya sebatang coklat, tetapi jangan hiraukan tentang hal itu. Cukup lihatlah ketulusan hati gue, gue tulus mencintai lo. Nana, lo adalah gadis yang berhasil menghapus luka hati yang telah lalu. Gadis yang sudah merebut hati gue. Cuma lo, Na. Jadi, bisa gak, lo bahagia ada seseorang yang wujudin harapan lo? Mau gak lo jadi pacar gue?”

Nana terharu, tidak, lebih dari kata terharu. Bahagia! Joe yang membantu mewujudkan harapannya. Nana jadi teringat perkataan mendiang nenek malam itu.

[“Jikapun ada seseorang yang tulus mencintai kamu, maka yang nenek harapkan hanya dia. Joe. Joe memiliki hati yang tulus, dan nenek sangat yakin, Joe akan mencintaimu dengan tulus dan menjaga kamu baik-baik. Nenek sangat bahagia jika Joe lah yang menjadi pilihan hati kamu kelak. Tapi, nenek tidak memaksa kamu untuk memilih Joe. Semua itu tergantung hati kamu. Nenek hanya berkata pendapat nenek tentang Joe,” kata Nenek.]

Benar kata nenek, Joe memang pria yang sangat baik, memiliki hati yang tulus. Pilihan nenek selalu benar. Nenek tidak mungkin salah memilih seseorang. Joe, pria yang terlebih dahulu menyatakan perasaannya bahwa dia suka sama aku. Tidak ada alasan bagiku untuk tidak menerimanya. Sungguh. Joe adalah pria yang paling tepat!

“Joe, gue gak bisa,” ujar Nana.

“Ya?” raut wajah Joe mulai berubah menjadi sedih.

“Gue gak bisa. Gue gak bisa nolak pria yang tulus mengatakan cinta sama gue. Joe, gue bakalan nyoba membuat hati gue nyaman sama lo. Mari kita bersama, menikmati suka duka bersama, menatap bintang bersama dan semuanya,” ujar Nana seraya tersenyum.

Joe tersenyum dan kembali memeluk Nana. Malam ini, tidak ada kata yang indah selain kata ‘cinta’. Cinta akan mengubah hari yang kelabu menjadi cerah dan terang. Suasana hati yang kacau, akan berubah menjadi ceria. Dengan kekuatan cinta, akan mengubah segalanya menjadi lebih berwarna.

Nana melepaskan pelukan dari Joe karena tiba-tiba mendapatkan pesan masuk. Itu pesan dari teman-teman kampusnya, bahkan juga Donna, Andre, Sandi dan Erik. Mereka menyesal karena telat mengucapkan ‘selamat ulang tahun’. Nana tertawa bahagia melihat semua pesan itu.

Hari ini Nana sempat kecewa karena hari ulang tahunnya bahkan diabaikan. Padahal Nana sudah memberikan kode yang besar yang akan ditunjukkan kepada semuanya. Yaitu lingkaran besar di kalender rumah dan kalender di kelas. Nana sengaja menandai hari jadinya tanpa mengatakannya langsung kepada semua orang.

 

000

 

20 November 2010

Nana Ferina sudah resmi dipinang sebagai istri sahnya oleh Libanda Joe Poernoharnoto, pemilik galeri lukisan yang sangat terkenal di Jakarta. Kini, Joe dan Nana sudah resmi berstatus suami-istri.

Pernikahan dilakukan di gedung galeri lukisan milik Joe dan dihadiri oleh tamu undangan yang mencapai lima ratus orang lebih. Joe mengundang seluruh kolega seni, keluarga besarnya hingga pejabat tinggi yang pernah membeli lukisan Joe.

Pernikahan menggunakan adat Tanah Toraja sebagai tema dalam acara pernikahan ini, karena mendiang nenek Joe adalah keturuanan asli Tanah Toraja. Di dalam ruangan, terpajang foto-foto pra wedding mereka yang nampak bahagia, foto-foto saat masih berpacaran, bahkan foto mendiang nenek Nana yang berdampingan dengan keluarga Nana.

Teman-teman mereka tidak mungkin melewatkan pernikahan sahabat mereka. Diantara mereka semua, yang paling iri adalah Erik. Erik terus menggerutu karena desain ruangan yang sangat mewah untuk ukuran acara pernikahan.

“Udahlah! Dari tadi lo cemberut melulu! Seharusnya lo seneng ada sahabat kita yang bahagia karena sudah menikah!” tegur Donna.

“Iya, gue tahu itu! Tapi, lihatlah si brengsek itu! Interior macam apaan ini? Megah banget untuk ukuran acara pesta! Mau ngalahin gue ya dia? Nanti, kalau gue nikah, gue tunjukkin sama dia, gue juga bisa semewah dia!” Erik tetap menggerutu.

Donna menggeplak kepala Erik dan menjewer kupingnya keras-keras.

“Sadar woooy!! Lo mana mampu ngalahin Joe! Joe kan hebat, bukannya lo! Cemen, payah!” Donna membanding-bandingkan Erik dengan Joe. Jelas, Erik sangat tidak suka dan langsung membalas Donna dengan menendang kakinya.

“Aaaahh!! Sialan lo!!” teriak Donna.

Erik hanya menjulurkan lidah tidak berdosa, kemudian kabur dari hadapan Donna menuju antrian yang akan menyalami kedua calon mempelai. Erik berada dibelakang Andre dan Sandi. Mereka langsung terkejut ketika Erik tidak sengaja mendorong mereka.

“Jaga sikap dong!” tegur Sandi.

“Elah, maaf!” Erik menggaruk kepalanya merasa bersalah.

Setelah sesi bersalaman dengan pengantin, kini saatnya membuat album foto pernikahan, dimana semua keluarga besar, dan sahabat dekat pengantin akan di foto.

Nana dan Joe sangat serasi dengan mengenakan gaun kebaya berwarna putih dan jas dengan warna yang senada. Joe dan Nana sangat bahagia, mereka tidak bisa berhenti untuk tersenyum.

Donna berdiri disamping Nana, sementara Andre, Sandi dan Erik berdiri disamping Joe.

“Lo cantik banget, Na!” puji Donna seraya mengaungkan kedua jempolnya.

“Makasih, cantikku!!” Nana mencubit hidung Donna gemas saking bahagianya.

Joe heran karena Donna berada dekat istrinya, tanpa ditemani oleh pacarnya. Joe menatap salah satu diantara mereka bertiga dan memberi isyarat untuk pindah.

“Kenapa lo natap kita bertiga?” tanya Andre.

“Lihat, noh! Donna sendirian kagak ada yang nemenin! Seharusnya pasangan kekasih harus saling berdampingan agar terlihat bagus di kamera! Enggak kayak begini!” omel Joe.

Salah seorang dari mereka pindah ke samping Donna dan merangkulnya dengan mesra, membuat Donna terganggu.

“Iiih! Apaan sih? Malu tahu!” omel Donna.

“Gue gak peduli. Selama gue berada disamping lo, gue gak bakalan lepasin pelukan gue,” ujarnya.

Tiba-tiba Nana menangis karena terharu. Donna dan Joe menatap Nana bingung karena Nana tiba-tiba menangis.

“Kenapa, sayang?” tanya Joe.

“Aku terharu. Aku terharu karena bahagia. Aku bahagia karena menikah dengan pria yang tepat. Yaitu kamu. Ini berkat nenek. Nenek sepertinya adalah malaikat jodoh yang mempersatukan kita berdua. Aku berterima kasih kepada nenek. Andai nenek masih ada, aku ingin tunjukkin kepada beliau, bahwa aku bahagia memiliki suami seperti kamu, Joe,” ujar Nana.

Joe tersenyum dan langsung memeluk Nana.

“Aku juga bahagia karena kamu sekarang jadi belahan hidupku, sayang. Aku juga bersyukur kepada nenek kamu, karena berkat beliau, aku bisa menikah dengan wanita sebaik kamu,” bisik Joe di telinga Nana.

Nana mengangguk pelan dan kemudian mempererat pelukannya di tubuh Joe.

“Woy, kalian berdua! Pemotretannya mau mulai!” tegur Donna kesal, karena sedari tadi ia melihat adegan yang mengharukan seperti itu.

Joe dan Nana saling melepaskan pelukan mereka dan mulai eksis ke hadapan kamera. Juru kamera sudah mengatur letak peserta yang akan di foto. Sekiranya sudah sangat bagus, fotografer mengambil bidikan berkali-kali.

Tidak sengaja, Donna berteriak ketakutan karena ada kecoak di bawah kakinya yang membuat semuanya menjadi kacau. Acara pemotretan pun menjadi kacau.

 

000

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • yurriansan

    Wow 4 kepribadian?
    Aku msh keep going syory nya. Knjgi story ku jga ya..

    Comment on chapter BAB II : 4 KEPRIBADIAN YANG MENIMBULKAN MASALAH
Similar Tags
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1678      785     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
562      386     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
BUKAN MIMPIMU
521      359     0     
Short Story
mereka tidak percaya karena takut berusaha lebih keras. Apakah sama denganmu ?
Du Swapped Soul
13531      2164     8     
Fantasy
Apa kamu pernah berasumsi bahwa hidupmu lah yang paling sempurna? Apakah kamu pernah merasakan rasanya menjalani kehidupan orang lain? Dan apakah... kamu pernah mempunyai sahabat yang aneh, tapi setia? Kalau belum, kau akan menemukan semuanya di sini, di kehidupan Myung-Joo yang akan diperankan oleh Angel.
Forever Love
3483      1108     6     
Romance
Percayalah cinta selalu pulang pada rumahnya. Meskipun cinta itu terpisah jauh bermil-mil atau cinta itu telah terpisah lama. Percayalah CINTA akan kembali pada RUMAHNYA.
Black Roses
32518      4657     3     
Fan Fiction
Jika kau berani untuk mencintai seseorang, maka kau juga harus siap untuk membencinya. Cinta yang terlalu berlebihan, akan berujung pada kebencian. Karena bagaimanapun, cinta dan benci memang hanya dipisahkan oleh selembar tabir tipis.
Golden Cage
494      285     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Wedding Dash [Ep. 2 up!]
2934      1109     8     
Romance
Arviello Surya Zanuar. 26 tahun. Dokter. Tampan, mapan, kaya, dan semua kesempurnaan ada padanya. Hanya satu hal yang selalu gagal dimilikinya sejak dulu. Cinta. Hari-harinya semakin menyebalkan saat rekan kerjanya Mario Fabrian selalu mengoceh panjang lebar tentang putri kecilnya yang baru lahir. Juga kembarannya Arnaferro Angkasa yang selalu menularkan virus happy family yang ti...
Is it Your Diary?
161      127     0     
Romance
Kehidupan terus berjalan meski perpisahan datang yang entah untuk saling menemukan atau justru saling menghilang. Selalu ada alasan mengapa dua insan dipertemukan. Begitulah Khandra pikir, ia selalu jalan ke depan tanpa melihat betapa luas masa lalu nya yang belum selesai. Sampai akhirnya, Khandra balik ke sekolah lamanya sebagai mahasiswa PPL. Seketika ingatan lama itu mampir di kepala. Tanpa s...
Perihal Waktu
422      297     4     
Short Story
"Semesta tidak pernah salah mengatur sebuah pertemuan antara Kau dan Aku"