“Jadi bedanya kalau asma bronkial dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) itu kalo asma biasanya karena alergi dan PPOK karena penyempitan bronkus akibat penuaan atau merokok. Kamu bisa melihatnya lewat tes spirometri dimana kalo PPOK akan terjadi pengurangan FEV-1. Obat-obatnya belajar sendiri, ya ! Ada yang mau ditanyakan ?” Tanya Shania yang sedang mengajari Antoni di perpustakaan.
Perpustakaan sudah seperti rumah kedua bagi Antoni belakangan ini. Dikarenakan ia harus terus mati-matian belajar untuk persiapan lomba RMO, maka ia harus menghabiskan banyak waktu di sini bersama partnernya Shania. Shania memang bisa dikatakan sebagai seorang kakak kelas dan pengajar yang baik karena sepertinya Antoni sudah mulai paham banyak tentang bahan-bahan yang sebenarnya ia belum masuk pelajarannya. Sebenarnya, tujuan para dosen membuat peraturan partner ini bagi kegaiatan lomba ada bagusnya juga sehingga para kakak kelas yang ditugaskan dapat melatih bibit baru sebagai penerus mereka. Ilmu pengetahuan akhirnya diteruskan secara turun temurun dan UDI tidak akan kekurangan personil untuk mengikuti kegiatan lomba.
“Ya, gua sudah mengerti, kok ! Bisa lanjut ke yang lain biar cepet !” Ucap Antoni masih bersemangat.
“Mantap ! Tumben, nih ! Biasanya lu itu lesu-lesu gimana gitu tapi belakangan ini lu tampak mencerah, ya ! Ada hal baik apa ngomong-ngomong ?” Tanya Shania kepo yang daritadi telah mencurigai perubahan sifat Antoni yang bisa dibilang agak signifikan ini.
Mendnegar itu, Antoni langsung merubah ekspresi senang di wajahnya itu. Ia memang sedang senang akhir-akhir ini karena beberapa beban masalah hidupnya telah terangkat. Sejak kejadian dengan Zane itu, dirinya seakan lahir kembali. Bisa dibilang seperti itu.
“Ah, kagaklah ! Lu aja kali yang melebih-lebihkan !” Bantah Antoni dengan sedikit tersenyum.
“Nah ! Ini, nih ! Lu gak biasanya senyum-senyum gini ! Terakhir kali gua lihat lu tersneyum itu...” Shania menghentikan ucapannya sejenak. Beberapa lama kemudian, ia mulai melanjutkan,”Itu pas masih di SMA.”.
Mendengar itu, Antoni langsung terdiam. Senyuman di wajahnya kini berubah datar dan memudar. Ia terbayang kembali akan masa lalu yang selalu menghantuinya tersebut. Tanpa menunggu Antoni membuka suara, Shania langsung bertanya kembali,”Gua mau tanya sesuatu ama lu...Mungkin ini agak sedikit gimana gitu tapi gua mau konfirmasi aja. Lu...Lu masih suka ama gua apa kagak ?”.
Antoni masih terdiam. Malah sepertinya kalimat barusan berhasil membuat mulut Antoni makin rapat. Kalimat itu adalah kalimat mematikan yang sebenarnya Antoni sendiri masih memikirkan jawabannya. Namun, kebingungan Antoni tersebut akan kalimat itu sudah terlewati kemarin saat kejadian dengan Zane itu sehingga sudah pasti jawabannya sudah bisa ditebak.
J
Ini adalah cerita gua ketika gua masih di SMA. Gua adalah seorang anak yang periang dan disukai oleh banyak orang saat itu. Akibatnya, gua sampai bisa memenangkan kuris wakil ketua OSIS di SMA gua saat itu. Ketua OSIS sekolah gua pada saat masa jabatan gua tidak lain adalah Shania. Ia adalah ketua OSIS, teman, sahabat, dan cewek yang gua suka sejak gua duduk di bangku kelas 10 SMA. Karena dialah gua masuk ke dalam organisasi. Karena dialah gua mulai menulis novel. Karena dialah gua menjadi seperti ini sekarang. Ya, semua gara-gara dia.
Pada saat mos di SMA kami, Shanialah yang menjadi kakak tutor kelompok gua. Ia memberikan arahan dengan baik dan tegas serta kecantikkannya berhasil memukau hatiku. Apalagi, saat gua disuruh membuat suatu kerajinan tangan jahitan yang merupakan tugas mos dulu, ialah yang mengajari gua cara menjahit. Saat itu, mata gua benar-benar terpaku olehnya seakan-akan gua tersihir.
“Kak Shania sudah punya pacar belum ?” Tanya gua saat sedang diajarinya menjahit.
Ia masih fokus pada jahitannya walaupun gua yakin bahwa ia sudah mendnegarkan perkataan gua itu. Tak lama, ia berkata,”Belum ! Belum ada yang cocok ! Mungkin, masih lama sampai gua punya satu, ya !”.
“Masa ? Padahal Kak Shania cantik gini, kok ! Kalo ditembak sudah pernah, Kak ?” Tanya gua lagi.
“Sudah, cuma gua tolak semuanya ! Belum juga kenal dekat langsung tembak-tembak kan gak lucu juga !” Balasnya masih sambil menancapkan jarumnya ke dalam bahan dan mulai melanjutkan jahitannya itu.
“Lah ? Tujuan pacaran kan emang buat lebih kenal, Kak ? Aw !” Gua tak melihat arah jarum yang sedang gua keluarkan ke arah gua sehingga menusuk tangan gua itu saat gua sedang asyik berbicara. Itu benar-benar memalukan.
Kak Shania langsung mengeluarkan tissue dari tas di sampingnya dan memberikannya selembar padaku. Ia lalu berkata,“Ton, kalo lu menjahit itu harus hati-hati. Prinsip dalam menjahit ialah kesabaran seperti saat lu membangun sebuah hubungan, lu harus sabar. Jahitan yang lu bikin dengan tergesa-gesa akan menghasilkan bagian yang rapuh sehingga jahitan tersebut dapat runtuh dan lepas sewaktu-waktu. Begitupula dengan hubungan.”.
Gua hanya mengangguk saja saat itu. Namun, saat kejadian itulah gua sadar bahwa gua telah menyukai Kak Shania. Sejak kejadian itu juga, gua mulai mencari tahu informasi tentang dirinya. Dirinya yang ternyata masuk organisasi OSIS sehingga gua juga ikut ke dalamnya, dirinya yang menyukai membaca novel sehingga gua mulai membiasakan diri untuk menulis, dan lainnya. Semuanya gua lakukan hanya untuk dirinya.
Tak terasa, dua tahun berlalu begitu cepat dan saat ini adalah akhir dari tahun ajaran ketiga kak Shania yang menandakan perpisahan gua dengannya. Gua telah bertekad dalam diri gua kalau gua akan memberanikan diri gua untuk menembaknya sesaat sebelum ia lulus. Ya, seperti kebanyakan orang pada umumnya yang menembak sesaat sebelum mereka berpisah sehingga apapun jawabannya, toh mereka juga akan bepisah.
Hari itu, gua telah menyiapkan segalanya. Gua taruh balon-balon serta deretan lilin di halaman belakang sekolah tempat biasanya kami berdua ngobrol dan berbicara setelah selesai pulang sekolah. Gua juga membawa teman gua yaitu boneka teddy bear pink berukuran manusia yang akan gua berikan padanya nanti. Gua sangat berharap bahwa ia akan menerima tembakkan gua ini. Sesuai dengan yang ia minta, gua telah membangun hubungan dengannya selama 2 tahun ini dan menunggu saat ini untuk datang. Gua benar-benar berseri-berseri saat itu hingga gua kelupaan waktu telah menunggunya lama. Gua juga membawa novel yang gua buat khusus untuknya. Novel yang menceritakan tentang perjuangan seorang pahlawan untuk mendapatkan kembali belahan hatinya. Ya, itu adalah awal dari “Things You Need to Become a Great Hero”, karya yang akhirnya terkenal sekarang.
Gua menunggu di halaman belakang sekolah itu dari siang hingga sore. Namun, gua tidak sangka bahwa dirinya tidak datang. Padahal, gua telah mengingatkannya berulang kali kalau gua akan memberikannya hadiah saat ia lulus nanti. Ini benar-benar sesuatu yang diluar diguaan gua. Benar-benar diluar dugaan gua !
Gua yang ditinggalkan dengan perasaan yang tak tersampaikan itu hanya bisa merenung saja. Merenungkan perasaan gua ini, apa saja yang sudah gua lakukan hingga sekarang, dan mengapa ia tidak datang. Gua hanya bisa merenung saja. Tidak tau harus berbuat apa. Akhirnya, akibat kejadian itu, gua merubah sebagian cerita dari novel gua itu. Novel yang awalnya menceritakan tentang perjuangan seorang pahlawan demi mendapatkan kembali belahan hatinya kini gua buat sebagai novel perjuangan seorang pahlawan saja. Akhirnya, akibat itu jugalah yang membuat gua bisa bertemu dan menjadikan Saika sampai sekarang ini.
Namun, tidak sampai di situ saja. Gua masih belum menyerah dengan perasaan gua ini sehingga muncul pikiran gila di otak gua. Gua akhirnya mencari ke universitas mana Kak Shania akan meneruskan pembelajarannya itu dan tak butuh lama hingga gua mendapat informasi bahwa dirinya akan mendaftar ke UDI fakultas kedokteran. Akhirnya, gua bertekad untuk masuk ke univeristas tersebut hanya untuk mencari dan memastikan perasaan gua ini.
Gua yang sebelumnya dikenal sebagai murid yang biasa-biasa saja dalam pembelajaran akhirnya berubah di akhir tahun gua SMA. Demi masuk ke fakultas unggulan, tentunya dibutuhkan nilai yang bagus dan pengorbanan. Itulah yang gua berikan ! Gua belajar dengan giat, mengurangi waktu main gua, bahkan gua sampai menjadi anak rumahan yang kerjanya hanya di rumah setiap akhir Minggu datang menjamu. Semuanya gua berikan demi masuk ke UDI. Bagai menanam tanaman dengan giat, maka kelak gua akan melihat buahnya. Hal itulah yang sedang terjadi di akhir tahun ajaran gua. Gua lulus dengan nilai tertinggi di sekolah gua sehingga dipastikan gua dapat langsung masuk ke UDI fakultas kedokteran mengingat ada kerjasama antara sekolah gua dengan mereka.
Betullah informasi yang gua dapat tersebut, gua akhirnya bertemu kembali dengan Kak Shania di UDI. Setelah gua berpisahan dengan Saika di akhir acara mos, gua yang hendak berniat pulang tersebut melihat seseorang yang gua kenal sedang berjalan di luar kampus. Tak menunggu lama, gua langsung berlari tuk mengejar orang tersebut.
“Kak Shania !” Panggil gua ketika sudah dekat dengannya.
“Ton ?” Balasnya ketika melihat gua yang sedang menuju ke arahnya. Ia terlihat kaget dan mukanya menunjukkan ekspresi sedih yang gua bisa tebak karena apa.
Gua lalu menanyakan kabarnya dan basa-basi terlebih dahulu mengingat sudah setahun kami tidak bertemu. Ia tampak masih cantik seperti saat masih SMA, itulah pikiran gua ketika melihatnya lagi. Perasaan gua saat itu masih belum berubah sedikitpun. Gua masih suka dengannya dan berniat untuk menembaknya lagi.
“Kak Shania ! Aku...Su...” Belum sempat gua meneruskan kalimat gua, ia sudah memotong terlebih dahulu.
“Ton ! Kita tidak bisa bersama. Gua dari dulu hanya menganggap lu sebagai adik kelas gua, sahabat gua, dan orang yang bisa gua percaya. Itu saja dan tidak lebih.” Ucapnya cepat yang seperti pisau terbang yang ia luncurkan ke arah gua.
Gua lalu mengeluarkan novel yang masih berada dalam tas gua. Ya, novel yang gua buat untuknya. Gua berkata,”Novel ini...Gua membuatnya khusus untuklu ! Tapi, ceritanya masih belum bisa gua selesaikan. The hero needs someone to make him a hero dan gua tau kalo lu adalah orang yang tepat ! Jadi...”.
“You don’t need someone to make you a hero. You’ll be a hero when you’re needed by someone. And, that someone is not me.” Ucapnya lagi. Ia kemudian memutar badannya dan meneruskan langkah kakinya meninggalkan gua di tempat itu. Gua hanya bisa merenung dan meratapi dirinya yang kian menjauh. Menjauh dari pandangan gua. Menjauh dari jangkauan gua.
J
Mendengar pertanyaan dari Shania itu membuat Antoni berpikir jauh tentang apa-apa saja yang telah ia lewati. Saat ia masih di SMA dan mulai suka dengan Shania, hingga saatnya ditolak dan merelakan Shania dari hidupnya, bahkan sampai ia bertemu dengan Saika dan menemukan harapan baru. Kenangan-kenangan tersebut seperti sebuah film yang diputar dengan cepat dalam otak Antoni.
Setelah diam untuk berpikir cukup lama, Antoni lalu sudah memiliki jawaban yang tepat. Ia lalu membuka suaranya,”Soal someone yang Kak Shania katakan dulu, sepertinya gua sudah menemukannya.”.
Mendengar jawaban Antoni, Shania langsung tersenyum lebar. Ia akhirnya tau kalo Antoni sudah bisa merelakannya. Itu adalah kata-kata yang sangat ia nantikan dari setahun lalu. Saat ia tahu bahwa Antoni masih menegajrnya setelah lulus SMA, yang ada dalam pikirannya hanyalah rasa bersalah sehingga ia membutuhkan kata-kata itu keluar dari mulut Antoni langsung. Kata-kata yang merupakan sebuah kelegaan tersendiri baginya. Kata-kata yang merupakan akhir dari rasa bersalahnya itu.
J
“Sai, lu mau ikut kita pergi gak ?” Tanya Anna pada dirinya seusai kelas.
“Hus ! Saika tuh sibuk dan biasanya kan ia selalu penuh janjian dengan Antoni.” Ucap Mila menambahkan.
Akibat perkataan mereka, perhatian Saika pun berhasil didapatkan. Ia juga merenungkan kejadian belakangan ini dimana Antoni terasa menjauh darinya yang berhasil membuatnya sedikit sedih dan tak bersemnagat. Ia lalu berkata,”Boleh ! Akhir-akhir ini Antoni udah jarang mengajak gua cari materi bareng lagi ! Jadi, gua banyak kosong, kok !”.
“Oooh...Tenang, Sai ! Lu masih ada kita-kita, kok ! Yang selalu bersedia demi dirilu ! Kalau mau cari materi mending ama kita-kita aja, kan !” Ucap Anna berusaha menghibur Saika.
Spontan Saika berkata,“Tumben ya lu bisa jadi bijak sedikit.Sudah menangkap pembelajaran, ya ? yang sukses membuat mereka tertawa.
J
“Hei, gimana persiapan lombanya ?” Ucap Saika pada Antoni setelah kelas dokter Dimar selesai.
“Oke ! Kalo persiapan dramanya gimana ?” Tanya Antoni balik.
“Oke juga !” Spontan Saika menjawab.
Setelah itu, suasana hening dan canggung tercipta. Gak biasanya hal ini terjadi di antara mereka. Biasanya, mereka selalu bertengkar akhir-akhir ini jika bertemu sehingga hal dan situasi ini berhasil membuat Saika bingung.
Tumben Antoni gak sewot kayak biasanya. Pikir Saika sambil masih terheran dengan kelakuan Antoni tersebut.
Antoni lalu tampak berdiri dan berkata,”Gua mau ke toilet ! Jangan ikutin gua !”.
“Siapa juga yang mau ngikutin !”
Antoni kemudian langsung berjalan keluar kelas menuju toilet. Di perjalanan menuju toilet, ia berhenti sejenak di suatu lorong. Tadi muka gua memerah gak, ya ? Aneh gak, ya ? Kenapa gua jadi canggung gini kalo ketemu dia ? Masa hanya karena sadar gua suka ama dia efeknya bisa jadi begini ? Ini benar-benar gawat ! Pikir Antoni.
Tetsuya? Jadi inget tatsuya fujiwara. Nice story, pmilihan katanya jga menarik. Kunjungi jga storyku ya..
Comment on chapter Bab 1 Penulis dan Model Terkenal