Rion menghela napas lega, awalnya ia benar-benar merasa bersalah, kalau diurutkan sudah berapa banyak salahnya pada Gify, untung saja ia tepat memilih pacar. Gify benar-benar paham dirinya, itu pula yang membuatnya semakin sayang pada gadis mungil itu. Pagi ini tiba-tiba saja manajernya datang ke rumah dan memberikan serentetan jadwal promo yang akan dilakukan di beberapa kota, parahnya jadwal promo di majukan dan dimulai hari ini juga. Jadilah Rion yang niatnya ingin liburan jadi harus pontang-panting menyiapkan segala hal.
“Lesu banget keliatannya?” Rion melirik Naira yang duduk di sebelahnya, Rion hanya tersenyum tiis, sejujurnya ia benar-benar lelah saat ini, ia baru menyelesaikan rekamannya, lalu dilanjutkan syuting film dan sekarang langsung promo, tenaganya terkuras habis-habisan hampir setahun ini, pokoknya ia akan mengambil liburan panjang akhir tahun ini.
Rion terkesiap saat tiba-tiba merasakan sentuhan lembut di pipinya. Harum khas strawberry menyapa indra penciumannya, saat Rion menghadapkan wajahnya ke arah Naira, wajah gadis itu hanya berjarak sejengkal darinya.
“Agak panas sih mau demam nih, nanti minum vitamin gue aja biar ngecegah demamnya,” Rion meneguk ludah kasar tangan gadis itu sudah berpindah mengusap dahinya. Ia sudah sering beradegan mesra dengan beberapa lawan mainnya, bahkan di luar sorotan kamera pun terkadang mereka tak canggung untuk kontak fisik demi membangun chemisty sih alasannya, tapi biasanya Rion akan merasa biasa saja, karena ia tak pernah membawa semua itu dengan perasaan. Tapi kali ini saat mendengar nada tulus Naira, tidak tahu kenapa jantungnya berdegup lebih cepat seperti kalau sedang bersama,---- Gify.
Rion mengerjap seketika saat nama Gify terputar di otaknya, ia segera memundurkan tubuhnya mencoba lepas dan menjauh dari Naira. Apa yang sudah dilakukannya, hampir saja ia terbawa perasaan. Hampir sja ia mencurangi Gify, karena menurutnya saat pikiran dan hati saja sudah mulai memikirkan gadis lain itu sama saja sudah berkhianat, karena itu adalah cikal bakal dari mendua.
“Nih vitaminnya, abis itu mending lo istirahat bentar, masih ada waktu kok sbelum ke tempat selanjutnya.”
“Thanks ya,” Rion hanya tersenyum kaku lalu segera meninggalkan Naira, ia akan istirahat di mobilnya saja. Pemuda itu tak ingin pertahannya selama ini dalam menjaga hati goyah sedikitpun, dulu, sekarang dan selamanya hanya akan ada Gify di hatinya.
***
Jalanan menuju Puncak memang terkenal padat dan sudah biasa macet terjadi. Kalau sudah begini Gify hanya akan memandang pemandangan pinggir jalan sambil memutar playlist favoritnya yang hampir seluruhnya berisi lagu-lagu Rion. Dan setelah hari sidang skripsinya itu ia sempat bertukar pesan dengan Rion yang katanya akan pergi kelar kota dan kembali sehari sebelum acara wisudanya nanti, katanya pemuda itu akan mengambil libur sehari untuk menghadiri acara wisudanya, tak apalah walau hanya sehari yang terpenting Rion datang di hari pentingnya itu.
“Rion tahu kamu ke tempat Oma Fy?” Gify menoleh ke depan tepatnya pada mamanya menatap jalanan di kursi depan.
“Tahu kok Ma,” jawab Gify singkat, ia sebenarnya malas untuk ikut mengunjungi omanya, bukannya kurang ajar tapi-, ah Gify malas mengingat dan memikirkannya.
“Kamu udah mau wisuda jadi hubungan kamu sama Rionmau dibawa ke mana?” Suara Papa Gify di kursi kemudi membuat Gify terdiam ia juga bingung mau jawab apa, sjujurnya ia jarang sekali memikirkan kelanjutan hubungannya menurutnya ia dan Rion masih sangat muda sebenarnya untuk hubungan yang lebih serius.
“Kamu udah harus minta kepastian dari Rion lho, kalian sudah pacaran lama kan? Dia mau ngajak kamu serius atau masih mau main-main?”
“Pa, Gify sama Rion kan masih muda, biar ajalah mereka saling mengenal dulu sambil ngejar karir,” aku tersenyum kecil mama memang paling best.
“Kemarin oma nelpon papa, dan menurut papa oma kamu benar juga, kamu dan Rion sudah cukup untuk hubungan serius sebenarnya, Gify sudah mau wisuda, soal kerja papa banyak rekomendasi kantor teman papa, si Rion juga udah punya kerja dan mapan, lalu apa lagi? Sepupu kamu si Alrinita udah mau tunangan padahal dia sama dengan kau baru mau wisuda dan pacaran dengan pacarnya juga baru setahun, beda sama kamu yang udah bertahun kan? Bahkan sudah kenal dari kecil,” Gify hanya mendengus kecil mendengar penjelasan papa, pantas papa tiba-tiba ngawur sempat dipengaruhi oma rupanya, Gify jadi semakin malas rasanya ke rumah oma, pasti perihal ini bakal tetap berlanjut .
***
Mobil keluarga Gify akhirnya sampai di villa besar dari kayu yang terlihat tua namun tetap terawat dengan baik, perjalanan mereka mungkin sekitar dua jam tadi. Para pegawai di rumah itu dengan sigap menyambut mereka dan membawa barang bawaan mereka ke dalam rumah.
“Mang Asep mama dimana?” tanya papa kepada salah satu pegawai Oma yang lama sudah mengabdi di rumah ini.
“Di ruang tengah sama yang lain juga ada Tuan,” jawab Mang Asep dengan nada ramah.
“Yaudah saya ke sana ya, loh Gify kenapa kamu malah ikutin Mang Asep, ayo sapa Oma dulu,” ajakan papa membuat Gify menghela napas, ah bagaimanapun juga itu adalah omanya, ia harus menghargai dan menghormati keluarganya kan? Apalagi orang yang sudah melahirkan papanya.
Gify mengikuti langkah mama dan papanya menuju ruang tengah yang sudah terdengar keriuhan sepertinya para keluarga yang lain sudah datang untuk merayakan ulang tahun oma.
“Bagus akhirnya kamu datang,” oma menyambut papa dengan hangat tampak wajar, tapi lihat saja sebentar lagi pasti kalian kaan tahu kenapa aku sangat malas datang ke tempat ini.
“Apa kabar Ma?” aku melirik mama dan hanya berdoa semoga-
“Gia, kamu itu bagaimana sih, lihat itu menantu mama yang lain udah dari kemarin datang tapi kamu datang H-1, kamu ga betah ya tinggal di trumah mertua kamu, atau takut mama suruh-suruh nyiapin ulang tahun mama, kamu tenang aja, gini-gini walau cuman seorang ibu rumah tangga mama punya penghasilan untuk bayar biaya EO,” Oma menatap Gia, Mama Gify dengan sinis.
Kan apa gue bilang, mulai deh.
“Bukan salah Gia kok Ma, aku memang masih ada kerjaan jadi memang bbaru sekarang bisa ke sini, maaf ya Ma,” Gify hanya menatap kasihan mamanya yang anya tertunduk karena dipermalukan di depan seluruh keluarga, walau dibela papanya sekalipun tetap saja penilain keluarga yang lain pasti tetap buruk ke mama Gify.
***
Gify menatap heran pada sepupu-sepupunya yang tiba-tiba berkumpul di taman samping yang berisi tanaman koleksi oma, biasanya mereka leboh suka berkumpul di halaman belakang yang ada kolam dan saung-saungnya sehingga sangat nyaman untuk beristirahat dan jadi sasaran objek foto.
Sedangkan taman samping hanya berupa hutan mini dengan pondok-pondok tua dan tanaman koleksi oma, taman itu lebih sering Gify yang menghuni karena Gify suka suasana teduh dan asri taman itu apalagi di sana banyak ekali tanaman yang belum Gify temui sebelumnya.
“Bang Ardi, kenapa sih itu yang lain pada heboh nongkrong di taman samping?” Ardi adalah sepupu yang paling akrab dengan Gify, anaknya Tante Retno, kakak dari Papa Gify, mungkin hanya keluarga Tante Retno yang sangat ramah dan menerima Mama Gify dan Gify tentunya.
“Biasa, berharap bisa ketemu anak tetangga sebelah,” jawab Ardi sambil terkekeh, taman samping memang bisa terhubung langsung dengan kebun tetangga sebelah, hanya dibatasi parit kecil.
“Loh kayanya selama ini aku ga perbah liat ada anaknya.”
“Ada kemarin lusa baru datang, kamunya aja yang ga tahu, tapi wajar juga sih kamu ga tahu dia selama ini sibuk, jarang pulang, kenapa ga ada tempat mojok lagi ya diambil mereka,” Ardi tertawa renyah melihat Gify yang bermuka bingung, gadis dihadapannya pasti bosan dan butuh taman samping itu untuk merilekskan diri seperti biasanya.
“Tenang aja bentar lagi juga bosan mereka nongkrong di situ, nungguin anak orang sebelah dari kemarin tapi ga muncul-muncul, apalgi mereka kan ga tahan sama serangga-serangga di sana.”
@aryalfaro terima kasih sudah mampir
Comment on chapter Bingkai 1 : Anak itu