Anne-Marie adalah seorang gadis asal Makassar berusia 18 tahun, seorang perantau di Jakarta setelah ia diterima di Fakultas Seni Rupa dan Desain di Universitas Mutiara Nusantara, Jakarta dengan penjurusan Desain Interior (FSRD-DI).
Tubuhnya yang ramping dan berkulit putih dengan tinggi 157 cm, Anne merasa ia seperti mahasiswi paling kerdil di fakultasnya. Ia tidak punya sepatu tinggi dan belum mampu membeli sepatu sport bermerek, satu-satunya yang menemaninya ke kampus adalah sepatu sport usang yang dibawa dari rumahnya ke Jakarta. Pakaiannya dibeli dari grosir pasar malam, uang yang pas-pasan di kantongnya dimanfaatkan membeli pakaian lelaki karena pakaian perempuan yang dijual berupa kaos ketat dan itu membuatnya risih.
"Aku ingin kuliah, Mah," Anne ingat tahun lalu waktu dia merengek ke orang tuanya yang mengatakan mereka sedang kesulitan keuangan karena dua orang kakak lelakinya masih kuliah dan memerlukan biaya. Menambah satu orang anak lagi kuliah, orang tua Anne--yang hanya karyawan negeri sipil--tidak akan bisa menghidupi semuanya.
"Anne, kau ini perempuan. Tidak kuliah juga tidak apa-apa toh. Setelah selesai kau juga akan menjadi istri orang." Papanya berusaha menghiburnya, namun malah terdengar seperti mengecilkan perannya sebagai anak perempuan paling bungsu.
"Aku akan cari cara Pah, aku harus kuliah." Keras kepala Anne mirip dengan ibunya, namun ia bertekad memenuhi keinginannya untuk kuliah. Kalau pun dia akan menjadi istri orang pada akhirnya, dia tidak akan menjadi istri yang sembarangan. Anne ingin menjadi orang terdidik, Anne ingin Papa Mama bangga dengannya.
Anne mulai memasukkan ijasahnya kemana-mana, ikut test masuk via internet dan berdoa. Sebulan kemudian ia mendapat kabar ada tiga universitas menginginkan dirinya bergabung dengan menawarkan beasiswa tahun pertama--Bali, Jogja dan Jakarta. Anne memilih Jakarta, siapa yang menaklukkan ibu kota, akan menaklukkan Nusantara.
Setelah upacara kelulusan dan pesta perpisahan, sebagai satu-satunya anak perempuan di keluarga, Anne sangat disayang. Ayah Anne memaksa ikut Anne ke Jakarta untuk mengecek sendiri universitas yang dipilih Anne. Ayahnya juga ikut membantu Anne mendaftar ke asrama kampus yang lebih murah ketimbang menyewa kamar kos. Setelah itu ayahnya kembali ke Makassar sendirian. Anne merindukan keluarganya, namun sekarang ia harus berjuang demi masa depannya.
Ia sangat bersyukur dapat diterima di universitas ini melalui jalur beasiswa. Ujian masuknya mendapat nilai tertinggi dan ia dibebaskan dari semua biaya apapun selama tahun pertama. Menurut peraturan, tahun kedua dan seterusnya ia akan diharuskan membayar, kecuali dia bekerja untuk fasilitas kampus maka akan ada keringanan dalam pembayaran biaya tersebut.
Anne sudah menjalani Ujian Akhir Semester (UAS) tingkat pertamanya di FSRD dengan nilai memuaskan, IPK 3.7 dan dari awal ia sudah mendaftar sebagai pustakawati untuk mendapat keringanan pembayaran seandainya ia tidak mendapatkan beasiswa tahun kedua. Tetapi jika nilainya juga memuaskan dan diatas rata-rata, maka mahasiswa berhak mengajukan beasiswa kembali, yang artinya kuliah gratis bagi Anne.
Siang itu ia sedang keasikan menyelesaikan tugas di studio desain interior dan lupa bahwa hari itu gilirannya bertugas di perpustakaan. Leyla menelponnya, "gila kau Anne! Aku sudah menunggumu satu jam, sampai kapan aku harus menunggumu datang? Kira-kira dong, aku juga punya kelas lagi nich."
Setelah telepon terputus, Anne langsung membungkus pekerjaannya dan menyampirkan drafting tube--tabung gambarnya--di bahu. Buru-buru ia mengambil jalan pintas yaitu melalui lapangan basket. Namun sore itu ternyata lapangan ramai sekali, dan Anne sudah kepalang sampai di tengah keramaian--tidak ada jalan kembali. Anne memberanikan diri melintas lapangan basket karena ia yakin Leyla akan meninggalkan posnya segera karena shiftnya sudah selesai dan jika pengurus perpustakaan tau maka kartu absennya akan ditandai dan itu berarti cacat di rekam jejak kemahasiswaannya.
DUGH! Bola basket entah darimana memukul kepalanya dan Anne terjengkang, drafting tube menggelinding di sampingnya. Suara orang bersorak sorai tiba-tiba hening dan mimik khawatir dari orang-orang yang tidak dikenalnya mulai muncul diatasnya.
Sesosok wajah tampan yang tidak dikenalnya muncul. Wajah itu menyeringai, menertawakan kekonyolannya. Lalu seseorang memanggil namanya dan mengalihkan perhatiannya dari lelaki tadi.
"Anne? Anne bangun!" Kak Liam? Ia mengenali Liam, seniornya yang paling baik selama masa orientasi. Liam juga asisten dosen FSRD-DI mata pelajaran Gambar Perspektif. Gambarnya keren sekali!!!
Anne merasa malu sekali terlentang di lapangan basket seperti itu, seperti maskot konyol di tengah pertandingan. Ia buru-buru bangun dan pergi. Ia tau akan ada banyak pertanyaan, namun apa pedulinya. Ia kemari untuk belajar dan sukses, itu saja.
@deborahana hugs... terima kasih Deb
Comment on chapter 21. Semester Baru Bersama Anne