Sebastian Lingga berumur 20 tahun, adalah murid Fakultas Teknik Mesin tingkat tiga angkatan 2015. Seorang kapten liga basket di UKM Universitas Mutiara Nusantara, salah satu universitas favorite di Jakarta Pusat.
Dengan tinggi 185 cm, tubuh yang proporsional, wajah yang tegas dan rahang dihiasi dengan janggut tipis--meskipun IPKnya berada di standar bawah, sebagaimana layaknya seorang kapten basket--Sebastian digandrungi banyak perempuan. Gonta-ganti pacar bukanlah hobinya, namun apa dayanya jika perempuan-perempuan itu menawarkan diri kepadanya. Bahkan mereka tidak keberatan jika Sebastian men-dua atau men-tigakan mereka. Bagi perempuan disana, status sebagai pacar Sebastian itu penting.
Bagi Sebastian, cinta adalah sebuah kebohongan hati; dongeng sebelum tidur. Ayah Sebastian, seorang tycoon bisnis automotive di Indonesia berselingkuh dengan wanita lain, sementara Ibunya sama gilanya dengan meniru perbuatan suaminya. Pasangan suami istri itu tidak pernah merasa malu dan bersalah kepada anak mereka. Tidak tau kapan pastinya hal itu terjadi, Sebastian dan kakak perempuannya--Lynche, yang terpaut dua tahun--sejak SD hanya ditinggal berdua, di rumahnya yang besar bak istana di kawasan perumahan mewah di Jakarta Selatan.
Walau begitu, ibunya sering menghubungi mereka dengan mengirimkan pesan via messenger dan telepon secara berkala. "Yang penting komunikasi kan sayang, percuma kalau mom ada di rumah namun kita tidak saling bicara kan, seperti waktu mom and dad ada di rumah?" Cuih! Seakan-akan mereka peduli, pikir Bas getir.
Tahun ini Lyn lulus kuliah dengan nilai cum-laude dari Fakultas Psikologi universitas yang sama dengannya. Ayah dan ibunya segera datang entah darimana untuk acara wisuda Lyn. "Jangan kabari kami jika kalian tidak mendapat cum-laude, kami tidak akan datang. Kecuali jika kalian mendapat nilai cum-laude. Itu lain cerita." Ibunya sudah berpesan jauh hari.
Lyn memang cerdas sekali. Dingin, seperti ratu es, tapi Sebastian tau Lyn sangat menyayanginya. Ketidak-beradaan orang tuanya bukan masalah bagi Lyn. Ia malah menyenangi suasana rumah yang sudah seperti rumah hantu. Sementara Sebastian sangat merindukan perhatian, kasih sayang, sentuhan fisik, pujian--apapun itu yang sewajarnya diterima seorang anak dari orang tuanya.
Uang bukanlah segalanya. Sebastian mulai iri dengan teman-temannya yang memiliki orang tua lengkap ketika ia masuk SMP, sementara yang ia miliki hanya lima pelayan, satu supir dan satu tukang kebun. Terbalik darinya, teman-temannya selalu iri dengan Bas yang memiliki kebebasan absolut dalam finansial dan waktu.
Sebastian mulai mencari pelarian di masa SMA dengan bersenang-senang ke diskotik, mulai belajar minum dan merokok. Namun satu hal yang tidak akan pernah disentuhnya adalah narkoba, jenis apapun. Salah satu sahabatnya di SMA meninggal over dosis karena ketagihan.
Ketika ia melihat sahabatnya mulai pucat, lingkaran matanya biru, tidak dapat berkonsentrasi pada pelajaran, mood swing dan temperamental. Bas menanyainya dan memintanya melaporkan siapapun biang keroknya ke polisi, namun sahabatnya menolak dan mengatakan pada Bas dia baik-baik saja. Karena perubahan sifat dan sikap sahabatnya, hubungan mereka merenggang. Bas tidak bisa berteman dengan orang yang temperamental dan mood swing yang tinggi. Ia bisa kalap.
Tidak lama kemudian, polisi datang ke SMA-nya dan melaporkan bahwa sahabatnya meninggal di gang sebelah sekolahnya. Seluruh sekolah di geledah, anak-anak di wawancarai dan beberapa anak yang dicurigai diambil sample urinnya untuk dilakukan tes laboratorium mengenai penggunaan narkoba. Ternyata SMA-nya bersih, narkoba itu didapatkan sahabatnya dari pihak luar.
Sejak saat itu Bas bersumpah tidak akan menyentuh Narkoba. Ia dengan selektif memilih temannya, sampai sekarang Bas masih bergaul dengan dua orang sahabatnya--Liam Aristanto dan Andrew Bagaskara. Selain mereka sahabatnya, mereka juga anggota tim basket three on three.
"Pass, Liam!" Teriak Bas di posisi kosong.
Sore itu di halaman belakang Fakultas Teknik yang gedungnya tersambung dengan Fakultas Seni Rupa dan Desain yang terdiri dari delapan lantai dan membentuk huruf U, Bas dan teman-teman se-UKM basket sedang sparing untuk persiapan pertandingan antar universitas se-Jakarta.
"Shoot, Bas! Cepat!" Bola sudah di pass Liam, teman-teman dari tim yang berseberangan berlari secepat-cepatnya mengejar Bas yang berlari sambil men-drible bola. Pada posisi diluar three point area, Bas melakukan shoot. Para wanita berteriak-teriak histeris ketika Bas sedang melayang di udara. Bola itu menceplos dengan mulus ke dalam ring dan seorang perempuan terjatuh ketika bola basket menimpa tepat di ubun-ubunnya.
Para pemain basket buru-buru berlari ke arah si perempuan yang berkacamata hitam dengan baju kemeja kotak-kotak flanel longgar yang tidak jaman dan jeans gombrong, Bas yang berjongkok paling dekat dengan perempuan itu mengerutkan keningnya dan menyeringai lucu. Darimana perempuan ini muncul?
"Anne? Anne, bangun!" Liam baru melihat Anne-Marie anak fakultasnya terlentang membeku dibawah ring basket dengan mata terbuka. Anne mengejap-ngejapkan matanya dan sedetik kemudian dia bangun dan segera pergi meninggalkan orang-orang yang masih kebingungan darimana datangnya Anne.
Ketika Anne pergi, kerumunan membubarkan diri dan mulai kembali ke tempatnya masing-masing. Skor diumumkan bahwa tim Sebastian Lingga menang 21-15, mereka bersalam-salaman saling menyemangati.
"Siapa dia Liam?" Bas melihat ke arah dimana Anne menghilang.
"Junior-ku, Bas. Anne-Marie, anak beasiswa. Memang orangnya aneh sih, eksentrik. Tapi jenius."
"Koq bisa ya dia tiba-tiba dibawah ring? Gak habis pikir dhe." Gumam Bas disambut kekehan Andrew dan Liam.
@deborahana hugs... terima kasih Deb
Comment on chapter 21. Semester Baru Bersama Anne