Awal bulan Oktober yang cerah, paving blok di halaman kampus masih lembab dari hujan yang turun kemarin malam. Hari ini bukan hanya langit yang tampak lebih biru, namun tanaman tampak lebih hijau, warna bunga yang kontras menyemarakkan suasana kampus.
Kelas menggambar perspektif merupakan pelajaran pertama hari itu dan untuk dua jam kedepan mereka akan belajar menggambar perspektif tumbuhan. Dosennya--drs. Eka dan Liam--sebagai asisten dosen, masuk ke ruangan dan mengumumkan bahwa karena cuaca yang cerah, anak-anak semester tiga desain interior diminta turun ke halaman untuk menggambar sketsa perspektif tanaman yang ada di lingkungan sekolah berdasaarkan sudut pandang masing-masing.
Sesampainya di bawah, Liam mengulang kembali instruksi dari dosennya dan mengingatkan bahwa mahasiswanya boleh menggambar dimana saja di lingkungan sekolah dan harus kembali ke kelas dan mengumpulkan gambar sketsanya dalam waktu satu jam kedepan. Maka berlarianlah mahasiswa itu ke segala arah di kampus. Ada yang ke taman belakang dekat lapangan basket. Ada yang berkelompok di dekat lobby utama dekat air mancur. Ada yang di taman samping dekat kantin biru karena disana memiliki tempat duduk dan meja.
Anne memilih posisi dekat lobby utama. Ia duduk di lantai marmer putih berurat abu-abu bersama sekelompok teman sekelasnya, menghadap ke taman didepan mereka dimana terdapat air mancur yang dikelilingi tumbuhan yang bunganya kecil berwarna-warni, entah apa nama bunga itu. Berjarak dua meter dari air mancur itu, dikiri kanan terdapat pohon palem tinggi. Ia mulai menggambar.
Dari sudut matanya, Anne menangkap kedatangan sekelompok orang--seorang lelaki dan tiga perempuan dari fakultas lain dan duduk berseberangan dengan mereka. Menilik dari usianya, mereka harusnya adalah senior. Salah satu dari mereka membawa gitar. Mahasiswa macam apa yang membawa gitar ke kampus? Jurusan apa dia? Anne gusar, bagaimana ia bisa berkonsentrasi dengan gambarnya jika mereka berisik seperti itu.
Ditengah kebisingan yang ditimbulkan anak-anak senior itu dan derap lalu lalang orang keluar masuk lobby utama, Anne akhirnya bisa berkonsentrasi penuh dan ia masih berkonsentrasi dengan gambarnya tanpa menyadari satu persatu teman kelas Anne pergi dan meninggalkan Anne sendirian.
"Kau tidak pergi?" Anne terlonjak mendengar suara seorang lelaki di kupingnya. Suaranya lembut dan merdu, nafas lelaki itu membelai daun telinganya yang tidak tertutup rambut yang berkuncir kuda. Anne menengok dengan jengkel. Susah payah ia berkonsentrasi sekarang lelaki ini malah membuyarkan konsentrasinya. Tiga orang perempuan di sudut seberang Anne melihat Anne sambil cekikikan dan menghembuskan rokoknya.
Anne mempelajari wajah lelaki yang sedang mengambil posisi duduk disebelahnya. Ah~ Anne ingat dia si wajah tampan yang mentertawakannya kemarin! Anne semakin jengkel, "siapa suruh kau duduk disini? Pergi sana, aku harus menggambar." Anne membetulkan letak kacamatanya dan mulai menggambar lagi.
Lelaki itu tidak pergi, alih-alih ia mengatur nada dan mulai memainkan gitarnya. Dengan suara merdunya, ia bernyanyi lagu '2002'. Anne menggeram. Musik berhenti. "Kau tidak suka? Kau mau lagu apa?"
"Aku perlu sendiri. Jangan ganggu aku dan jangan berisik." Anne melirik kesal ke lelaki itu, kemudian ke perempuan diseberangnya. Tawa cekikikan itu meledak lagi. Aneh, padahal tidak ada yang lucu, pikir Anne. "Bagaimana jika kau bermain untuk mereka, perempuan-perempuan itu sepertinya perlu dihibur."
Ketiga perempuan di sudut itu mulai merasa jengkel dengan kata-kata Anne dan bangun berdiri mendekatinya, "apa katamu? Wanita penghibur?" Salah seorang dari mereka dengan rambut pirang panjang dan tindik di cuping hidungnya berjongkok di depan Anne. "Rasakan ini."
Kuku tajam itu menjangkau ke kertas gambar Anne untuk merobeknya, namun sebuah tangan yang kekar menangkapnya duluan. "Tya, kalau kau begitu terus sebaiknya kita putus." Kata lelaki di sebelah Anne.
Anne terkejut, lelaki disebelahnya melindungi karyanya dari cakar iblis pacarnya. Perempuan itu mendengus keras dan mengacungkan jari tengahnya ke Anne. Anne membalas tatapannya dengan berani.
Lelaki itu tersenyum manis seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Lesung pipitnya terbentuk dibawah bayangan janggutnya. Anne memperhatikan tidak ada tindik, tidak ada tato; lelaki ini bersih sekali, tidak seperti pacarnya. "Nah, sampai mana kita tadi?"
"Sampai jumpa lagi." Anne bangun dari duduknya dan berjalan pergi. Lelaki itu mengikutinya dibelakang dengan gitar disampirkan ke punggungnya.
"Anne, kemana saja kau? Sudah selesai?" Liam berlari kecil menghampirinya dari jauh. Anne melirik ke jam tangannya yang usang dengan kulit jam yang mulai retak-retak. Ah~ ia terlambat 15 menit gara-gara meladeni perempuan tadi, dan lelaki ini. "Bas! Kau menggodanya ya? Sampai dia terlambat mengumpulkan tugas. Keterlaluan kau. Kalau mau menggoda, sebaiknya kau ke Fakultas Ekonomi atau yang lainnya lah, jangan ganggu anak-anakku."
Suara terkekeh dari belakang membuat Anne menengok dan terheran mereka mengenal satu dan lainnya. "Justru aku melindungi dia Liam, kalau tidak... tidak akan ada apa-apa untuk dikumpulkan. Tapi mahasiswimu ini galak ya, berbeda dengan yang lain." Lelaki itu terkekeh lagi bersama Liam. Anne tidak suka melihat mereka dekat, Liam dan lelaki itu seperti dewa dan iblis. Iblis yang sama tampannya dengan dewa. Hentikan itu!
"Anne-Marie, kukenalkan sahabatku Sebastian Lingga. Bas, ini Anne, mahasiswi beasiswaku yang berbakat." Sebastian tersenyum lagi memamerkan lesung pipitnya sambil menjulurkan tangannya, Anne dengan ragu-ragu menyambutnya. Tangan lelaki itu besar dan hangat, gurat-gurat tangannya terasa menggelitik di telapak tangan Anne.
"Sekarang kau jangan ganggu dia ya. Kau boleh ganggu yang lain, tapi Anne adalah anak emasku." Liam memperingatkan.
"Anne, jangan terlalu serius ya. Kau sangat menggemaskan jika serius begitu." Sebastian tertawa, lalu tatapannya beralih ke Liam, "sungguh, aku tidak tahan tidak mengganggunya Liam. Sesekali ajak dia ke permainan kita Liam, biar dia bisa santai sedikit."
Cuih! Dasar playboy! Anne melihat ketiga perempuan tadi gusar karena Bas belum kembali ke mereka. "Aku sibuk." Jawab Anne ketus. "Kak, aku balik kelas dulu ya." Anne meninggalkan kedua lelaki itu berbicara dan berlari ke kelas.
"Anakmu itu hampir di cakar pacarku tadi." Sebastian menyeringai dan menggelengkan kepalanya. "Kau benar, Anne itu unik. Rata-rata perempuan akan grogi jika didekatku, tapi dia tidak. Dia tidak takut apapun."
"Kau itu Bas, kau bisa mendapatkan pacar, siapapun. Tapi kau malah pacaran dengan kucing. Cari pacar yang benar lah. Jangan sia-siakan waktumu dengan perempuan itu." Liam menengok ke kumpulan perempuan yang mulai menghampiri mereka. "Aku pergi dulu. Aku tidak mau jadi korban selanjutnya." Liam meninju kepalan tangan Bas yang sudah siap menyambutnya. Dan mereka berpisah.
Sore itu Sebastian memutuskan hubungannya dengan Tya. Selama ini semua orang selalu menurut padanya, hidup menjadi tidak menarik. Sekarang, ada yang menarik untuk di taklukkan, batinnya. Sebastian masuk ke Mustang merah miliknya yang mengkilat dan melesat meninggalkan kampus menuju sangkar emasnya.
@deborahana hugs... terima kasih Deb
Comment on chapter 21. Semester Baru Bersama Anne