HORSES FOR COURSES
Chapter 13 : Multiple
Written by :
Adinda Amalia
Characters :
1. Yamaguchiya Arisa
2. Yamaguchiya Rafu
3. Lixeu
4. Gavin
5. Mosses
5. Daniel
6. Eric
7. Rocky
8. Manager
9. Hwannie
10. CEO Phyon Entertainmnent
11. Arisa's Staff
12. LAUDE's President
Nama tokoh akan diungkap satu per satu seiring dengan berjalannya cerita.
.
.
Selamat membaca~
Sebuah helikopter perlahan mulai menapakkan kakinya di sebuah rerumputan hijau. Baling-baling helikopter pun berhenti berputar sesaat setelah kedua kaki helikopter menyentuh tanah dengan sempurna. Tak berselang lama, seorang gadis kecil keluar dari dalam helikopter itu. Diikuti oleh tiga orang lelaki yang juga turun dari helikopter tersebut. Dilihatnya pemandangan hijau yang sangat menyejukkan mata. Sesekali angin semilir berhembus, memanjakan setiap bagian-bagian kecil yang diterpanya.
Arisa melangkah kakinya beberapa kali, berjalan menuju tempat lain yang ia rasa lebih indah itu. Tak mau ketinggalan, tiga sosok lelaki yang turun dari helikopter bersama Arisa itu juga mengikuti langkah sang gadis. “Ar, kenapa sih kok lu bawa kita kesini?”, ujar Rocky seraya duduk di sebelah gadis itu. “Buat manas-manasin Bang Rafu”, ujar gadis itu dengan singkat, dan nampak tak terlalu peduli.
Mosses yang juga merasa heran itu pun ikut berpendapat, “Iya, lu udah bilang kayak gitu tadi. Tapi gue tuh masih nggak ngerti”. “Jadi intinya gini”, gadis itu beranjak dari duduknya. Arisa berdiri dan melangkahkan kakinya beberapa kali, lalu ia berbalik bada untuk menatap tiga sosok lelaki itu. “Gue mau kalian pura-pura jadi pacar gue”, lanjutnya.
“Kalian? Maksud lu kami bertiga?”, ujar Gavin seraya menunjuk pada dirinya dan dua teman di sebelahnya itu satu per satu. Arisa hanya mengangguk dan menatap bocah-bocah di depannya itu dengan begitu santai. Gavin dan Rocky dengan kompaknya mengalihkan pandangannya dari Arisa. Sedangkan Mosses, ia agak menunduk dan menyibakkan rambut poninya itu dengan perlahan.
Arisa yang mulai menyadari keanehan sikap mereka itu pun mencoba mencari tau, “Kenapa? Kalian nggak mau?”. Gavin dengan sigapnya kembali menatap dan Arisa dan menjawab pertanyaan gadis itu dengan segera, “Bukannya kita…”, namun ia justru menggantungkan kalimatnya dan menatap kedua teman di sebelahnya itu dengan sebuah senyuman yang dipaksakan.
“Kenapa sih?”, Arisa kini mulai nampak kesal, ia agak mengerutkan alisnya. Sayangnya ketiga lelaki itu justru tersenyum dengan beratnya. Merasa tak puas dengan reaksi mereka, Arisa masih belum menyerah juga. “Kenapa, Mos? Mau kan lu?”, ucapnya seraya menatap Mosses dengan cukup sinis. Mosses justru tertawa kecil, masih dengan berat hati pula. Lelaki itu menggaruki rambutnya dengan pelan dan mulai mengutarakan argumennya dengan perlahan, “Gue mungkin berharap jadi pacar lu, tapi kalo tiba-tiba disuruh pura-pura jadi pacar lu kayak gini…”, Mosses menggantungkan kalimatnya. Tanpa tanpa perlu melanjutkan kalimatnya itu pun, semua orang sudah bisa menebak jawaban Mosses.
Arisa mendecak kesal, dan sukses membuat ketiga lelaki itu mendadak merasa gelisah. “Kenapa sih kok pada nggak mau?”, ujarnya yang nampak semakin kesal itu. Mereka tak kunjung menjawab, namun Rocky dengan segala keberaniannya itu mencoba untuk bersuara. “Gue pribadi ngerasa takut aja sih”, ujarnya pelan.
“Gue tanya kenapa?!”, Arisa kini mulai menaikkan nada bicaranya. “Karena derajat lu terlalu tinggi buat kami”, kali ini giliran Mosses yang menjawab, sosok Rocky itu justru terdiam. Namun Arisa nampaknya masih merasa tak puas juga. “Emang kenapa kalo gue terlalu tinggi buat kalian? Emangnya salah? Emang nggak boleh ya suka sama orang yang derajatnya lebih tinggi?”, ujar Arisa dengan nada bicara yang seakan-akan meledek.
“Bukan gitu…”, Gavin menjeda ucapannya. Ia mengumpulkan beberapa keberaniannya sesaat sebelum kembali bicara, “Lu kan anggota LAUDE, gimana kalo cowok LAUDE lain ada yang ngincer kami bertiga setelah kita pura-pura pacaran? Anak LAUDE kan bukan tandingan kami”, ujarnya dengan nada pelan. “Nggak usah khawatir”, ujarnya. Gadis itu mendadak menarik tangan Rocky dan Mosses, membawa mereka menuju tempat lain. Tak lupa Mosses menggandeng tangan Gavin pula, agar lelaki itu ikut bersama mereka.
Arisa membawa mereka menuju ke tempat yang jauh-jauh lebih indah. Tempat duduk yang indah dan rangkaian bunga hias yang serasi itu menyajikan sebuah kombinasi yang luar biasa. Sungguh sebuah pemandangan indah yang sukses mendamaikan hati ini. “Ayo sini, kita foto-foto dulu”, ujarnya. Arisa bahkan dengan kasarnya memaksa lelaki-lelaki itu untuk berfoto bersamanya.
Tak berhenti sampai di situ, gadis itu juga mengatur detail-detail kecil seperti pose tubuh, ekspresi wajah, dan angle kamera yang pas. Dan tentunya, Arisa memberikan arahan itu dengan begitu kerasnya. “Jangan gitu! Jelek tau! Posenya yang sosweet kek!”, ujarnya dengan nada bicara tinggi dan terkesan menjelek-jelekkan itu.
Ketiga lelaki itu nyaris tak bisa melawan Arisa sama sekali. Mereka tau gadis itu sedang dalam mode yang sangat-sangat tak bisa diganggu. Ia memang konglomerat sejak kecil, wajar saja jika ia punya kepribadian yang songong dan semena-mena. Apalagi kedua orang tuanya yang meninggal sejak ia kecil, membuat edukasi psikologisnya menjadi kurang baik.
“Sekarang Mosses lu di kanan, Rocky di kiri, Gavin di berdiri di belakang, terus gue duduk di tengah”, ujarnya. Mereka pun menurut dan segera membentuk formasi seperti yang diinginkan oleh gadis itu. Sesaat setelah Arisa duduk di posisinya, ia segera memanggil sang pilotnya, “Eh, fotoin dong, bisa kan?”, ujarnya seraya memberikan kamera DSLR-nya pada pilot helikopternya itu. Sang pilot menunjukkan tanda ‘OK’ menggunakan jari-jarinya, membuat Arisa merasa yakin dengannya. “Angel-nya yang bagus ya?”, memang bukan Arisa namanya jika ia tak memberikan arahan pada setiap hal-hal kecil.
Sesi foto masih terus berlangsung hingga beberapa jam berlalu. Ketiga lelaki itu mungkin sempat merasa nyaman dengan berbagai macam pose, angle kamera yang beragam, serta tombol shutter yang berulang kali ditekan itu. Namun secara perlahan, mereka mulai merasa khawatir. Dan dengan segenap keberanian dan harga dirinya sebagai seorang leader dari LURIOUS, Gavin mencoba berbicara dengan Arisa. “Ar, masih lama?”, ujarnya seraya mendekati Arisa yang sibuk melihat-lihat hasil foto di DSLR-nya itu. “Masih dong! Dari sekian banyak foto yang udah kita ambil, baru empat yang gue upload! Lainnya mah hasilnya jelek!”, ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya itu sama sekali.
Gavin pun terdiam, masih dalam posisinya itu, ia mengambil ponselnya dari sakunya. Ia mulai membuka akun SNS Arisa, dan mengecek unggahan terbaru gadis itu. Dan benar saja, telah ada empat foto baru di sana. Foto-foto iu terdiri dari foto Arisa dengan Gavin, Mosses, Rocky dan foto Arisa dengan tiga lelaki itu secara bersamaan. Tak lupa, foto-foto itu juga dihiasi oleh pose-pose yang bisa dibilang sangat sosweet. Namun Gavin justru merasa khawatir ketika ia melihat beberapa komentar yang menjelek-jelekkan bahkan hingga mengancam Gavin dan kedua temannya itu. Entah itu komentar dari fans Arisa atau pun dari teman-temannya sederajat Arisa, ia tak tau. Namun tetap saja komentar-komentar itu terasa cukup mengerikan.
“Ayo kita foto lagi!”, ujar Arisa dengan tegasnya, membuyarkan lamunan Gavin akan unggahan-unggahan Arisa di akun SNS-nya itu. “Bentar bentar, Ar!”, ujar Gavin dengan sedikit berteriak. Arisa yang sudah berjalan beberapa meter dari Gavin itu pun terpaksa berhenti dan berbalik badan untuk menatap sosok yang memanggilnya tersebut. Gavin terdiam sesaat dan melangkahkan kakinya beberapa kali guna mendekati Arisa.
“Gimana kalo sesi fotonya sampe sini aja dulu? Soalnya LURIOUS ada jadwal bentar lagi”, ujarnya seraya mengangkat kedua alisnya, berusaha membuat Arisa agar memakluminya. “Nggak bisa!”, ujarnya tegas, bahkan tanpa berpikir-pikir lagi. Gavin tentu cukup kaget dengan jawaban Arisa itu, hingga ia hanya terdiam seraya menatap gadis itu ekspresi wajah cemas yang bercampur dengan bingung. Mosses dan Rocky rupanya mendengar percakapan Gavin dengan Arisa, mereka pun segera menghampiri dua sosok itu.
“Apa?! Kenapa nggak boleh?”, ujar Mosses yang nampak kaget dengan kalimat Arisa barusan. “Nggak usah banyak ngomong! Nurut sama gue!”, Arisa rupanya kini berada dalam mood yang agak buruk, ia dengan mudahnya merasa kesal. “Loh kenapa? Kita ada jadwal penting lho”, ujar Rocky yang merasa tak terima itu. Arisa kini menatap Rocky dengan cukup tajam, bahkan kalimat yang keluar dari mulutnya itu terasa begitu dingin, “Sepenting apapun itu buat lu, tetep nggak penting bagi gue”. Sesaat setelah Arisa mengatakan itu, ia segera berbalik badan kembali dan melanjutkan langkahnya yang tadi sempat terhenti.
Kalimat Arisa itu sukses menusuk hingga ke tulang rusuk mereka. Ketiga lelaki itu terdiam di tempatnya, merasa benar-benar tak percaya dengan ucapan Arisa barusan. Secara perlahan, Gavin mengepalkan tangannya dengan erat dan semakin erat. Sepertinya hawa kemarahan mulai masuk ke dalam dirinya, namun lelaki itu berusaha menahan diri sebaik mungkin. “Bentar, Ar”, ujarnya dengan nada suara yang sebisa mungkin tidak ia naikkan.
Arisa pun membalikkan badannya kembali, menatap sosok yang baru saja menahan langkahnya itu. Seraya mengerutkan kedua alisnya, Gavin berusaha menatap Arisa dengan serius, “Kenapa lu jadi ngatur-ngatur kami?”, ujarnya. Arisa yang berdiri beberapa meter di hadapannya itu tentu dapat mendengar kalimat Gavin barusan dengan sangat jelas, namun gadis itu rupanya tak ingin memberi respon terlebih dahulu.
Melihat Arisa yang tak kunjung berbicara, Gavin pun kembali melanjutkan kalimatnya. “Sekali pun lu punya derajat tinggi, tapi lu nggak punya hak buat ngatur kami”, ujarnya masih dengan nada serius. Beberapa saat berlalu, dan Arisa masih belum juga terlihat ingin menjawab kalimat lelaki itu. Hingga Mosses pun ikut berbicara, ia menatap gadis itu dengan ekspresi miris tergambar cukup jelas di wajahnya. “Lu kan udah ngembaliin kendali LURIOUS ke manager kami, kok lu masih kayak gini?”, kalimat Mosses itu ia ucapnya dengan cukup dalam.
Akhirnya Arisa nampak bereaksi, sepertinya ia tertarik oleh kalimat Mosses barusan. Dengan wajah yang perlahan semakin terlihat mengerikan, gadis itu menatap ketiga lelaki itu dengan tajam seraya berkata, “Ngelawan?”. Merasa keadaan justru semakin kacau, Rocky berusaha untuk membuat suasana membaik. Lelaki itu mencoba menjawab kalimat Arisa dengan pelan, “Bukannya kami ngelawan, tapi kami emang ada jadwal yang penting banget”.
Masih dengan raut wajah dan nada bicara yang sama, Arisa kembali bersuara, “Emangnya apa?”. Gavin selaku leader LURIOUS itu mewakili teman-temannya itu bericara, “Tampil di CAMA, Cnet Asian Music Award”, ujarnya dengan begitu serius. Arisa yang lagi-lagi tak mau bereaksi itu membuat Gavin terpaksa melanjutkan kalimatnya lagi, “Itu panggung yang luar biasa lho”.
Rupanya Arisa tak memiliki pemikiran yang sama dengan lelaki di hadapannya itu. “Sehebat itu kah?”, ujarnya dengan nada bicara yang agak terkesan meremehkan. “Ya iya lah”, Mosses kali ini berusaha meyakinkan gadis itu. Akan tetapi, Arisa masih belum juga menjadi sepemikiran dengan mereka. “Emang kalian dapet apa dengan tampil di sana? Piala penghargaan?”, nada bicara Arisa yang sejak tadi terdengar agak meremehkan itu kini justru semakin jelas.
Rocky mengangguk dengan begitu pelan dan penuh perasaan. “Kita dapat Daesang”, ujarnya lembut dan penuh percaya diri. Ket. : Daesang adalah sebuah untuk penghargaan bagi artis yang mendapatkan juara satu dalam nominasi Top Artist Of The Year.
Kalimat Rocky berusan sepertinya justru terdengar lucu di benak gadis itu. Bahkan dengan beraninya, Arisa tertawa begitu meremehkan di hadapan ketiga lelaki itu. Tawa Arisa yang terdengar begitu sombong itu tentu menyulut api kemarahan di benak mereka. Apalagi Gavin yang memang sejak tadi sudah mulai merasa emosi itu kini nyaris tak bisa menahan kemarahannya itu. Mungkin jika Mosses tak berbicara mendahuluinya, Gavin sudah berteriak dengan begitu keras. “Itu bukan sesuatu yang remeh, Ar”, ujar Mosses dengan pelan, namun begitu serius.
Arisa masih saja tertawa, gadis itu tak memiliki niat untuk merespon kalimat Mosses barusan. Gavin yang mengamati tingkah Arisa yang mengganggunya itu membuatnya kini benar-benar kehilangan kesabaran. Dengan tatapan yang begitu tajam, Gavin dengan beraninya mengucapkan sebuah kalimat pada Arisa dengan begitu dingin, “Kenapa lu ketawa? Lu kira dapetin Daesang gampang apa?”.
Tak hanya Gavin, Arisa sendiri juga tersulut api kemarahan oleh kalimat dan nada bicara Gavin itu. “Berani ngomong kasar lu?!”, ujar Arisa yang mulai terlihat semakin kesal itu. Namun Gavin tak juga kunjung meredakan amarahnya, ia justru nampak semakin emosi. “Berani! Karena lu nyepelein kita!”, ujarnya dengan wajah yang penuh emosi itu.
Brakk.
Dalam hitungan, kini Gavin sudah jatuh tersungkur di tanah. Sebuah pukulan dari Arisa telah mendarat di wajah Gavin dengan begitu kerasnya. Nafas gadis itu terdengar begitu berat, bahkan ekspresi wajahnya sangat-sangat terlihat mengerikan. Arisa benar-benar dalam puncak kemarahannya, tatapan matanya kini jauh terlihat lebih tajam dibandingkan saat ia marah dulu.
Sejenak tak ada yang berani berbicara, ketiga lelaki itu terdiam membeku di posisi mereka. Gavin hanya bisa duduk di tanah dengan rasa takut yang kini menguasai seluruh tubuhnya. Pukulan mendadak dari Arisa yang penuh amarah itu membuat Gavin shock seketika. Sedangkan Mosses dan Rocky, mereka juga cukup kaget dengan tindakan Arisa yang sangat-sangat tak biasa itu.
Arisa yang semula memajukan kaki kirinya satu langkah itu secara perlahan mulai memundurkan kakinya kembali. Tangannya yang dalam posisi menggenggam dan lurus ke depan itu juga perlahan ia kembalikan. Namun, wajah Arisa yang begitu penuh emosi itu masih bertahan hingga saat ini.
Mosses yang paling cepat memahami situasi itu berusaha kembali untuk merayu Arisa. “Nggak cuma dapet piala Daesang, kami juga udah nyiapin penampilan khusus buat nanti”, ujarnya begitu pelan, ia sangat mengantisipasi kemarahan Arisa yang bisa membahayakan dirinya tersebut. Akan tetapi, Arisa nampaknya tak terbujuk sama sekali. Dan nada bicara yang kini terdengar begitu jauh lebih menyeramkan dari sebelumnya itu, ia berkata, “Terus?”.
Mosses yang setengah-setengah takut itu masih juga tak menyerah, “Seenggaknya biarin kita tampil, bentar aja”, ujarnya masih dengan nada yang begitu pelan. “Kenapa juga gue harus buang-buang waktu nungguin kalian tampil? Nggak ada gunanya”, Arisa masih saja menatap Mosses dengan tatapan tajam yang tak kunjung mereda, dan nada suara yang masih terdengar begitu menyeramkan itu.
Arisa mungkin mengatakan kalimatnya itu guna merespon ucapan Mosses, namun justru Rocky lah yang tersulut api kemarahan dengan semakin membara. Dengan wajahnya yang begitu terlihat marah, Rocky menatap Arisa tanpa ada rasa takut sedikitpun. “Nggak ada gunanya kata lu?!”, ujarnya. Arisa seketika mengalihkan pandangannya dari Mosses menuju Rocky.
Dan sesuai dugaan, Arisa kali ini nampak semakin dan semakin marah. Namun kemarahan di hati Rocky juga tak mereda. Bahkan kali ini, Rocky dengan beraninya berteriak kepada Arisa, “Kami udah latihan mati-matian buat itu! Dan lu bilang itu nggak guna?! Dasar lu--”. Kalimat Rocky itu mendadak berhenti bersamaan dengan ia yang mendadak menunjukkan sikap siap menahan serangan.
Apa yang terjadi? Arisa dengan emosinya yang menggebu-gebu itu memukul Rocky dengan secepat kilat. Namun pukulannya itu ia hentikan tepat satu centi meter di depan wajah Rocky. Sesaat Rocky dapat melihat dengan pasti bagaimana seramnya wajah Arisa saat ini, ia yang semula merasa berani untuk berteriak pada gadis itu kini mendadak kikuk.
Arisa perlahan kembali ke posisinya semula. Gadis itu terdiam, tiga sosok lelaki di depannya itu terdiam pula. Tak ada lagi diantara mereka yang berbicara. Arisa sudah terlalu muak dengan keadaan, sedangkan tiga sejoli itu sudah terlanjur takut bukan main. Suasana benar-benar menjadi canggung. Sepi, suram, dan tak ada suara sekecil apapun.
Hingga suara gemuruh mulai terdengar, perlahan mereka semua menyadarinya. Ketiga lelaki itu nampak agak bingung dan gelisah, namun Arisa masih bisa menahan dirinya dengan baik. Semakin lama suara gemuruh itu terdengar semakin keras, mereka bertiga tentu nampak begitu gelisah. Namun lagi-lagi Arisa justru terlihat tenang, bahkan kini ia sudah bisa menebak dari mana suara itu berasal. Dan dalam seketika, Arisa mulai menunjukkan smirk-nya yang begitu meremehkan seperti biasa.
To Be Continue-
.
.
Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan maupun kata-kata yang kasar dan menyinggung perasaan pembaca. Kesamaan nama, tempat kejadian, atau cerita itu hanya kebetulan belaka.
Salam, penulis.
Semangat... Konflik kekuasaan... Keren
Comment on chapter PROLOG