Setelah Sebulan Kemudian ...
Mencari pembenaran tidak akan pernah ada habisnya, walau pada kenyataannya tidak pernah menyenangkan bagi kita. Perpisahaan memang bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Satu hal yang aku sepakati bersama Andrean, kelak jika Tuhan mengizinkan dan jika dia bisa berubah maka aku akan memilih bersamanya lagi.
“Kemana sih Andrean, belom dateng-dateng udah ngaret 30 menit.” Tary menggerutu
Untuk pertama kali, Andrean tidak kunjung datang. Setelah 1 bulan aku pindah bekerja, kawan-kawan memutuskan untuk mengadakan perkumpulan di Paris Van Java, kota Bandung. Kali ini memilih Restoran Mujigae sebagai tempat tujuan. Makanan ala-ala korea yang kini menjadi aliran Desti dan Widi. Entah sejak kapan.
“Ndre, lu dimana lama banget ?” Febrian menelfon dan menekan tombol loudspeaker
“Masih di rumah, kayaknya gak akan datang.”
“Lha, kenapa emang?”
“Ga apa-apa, just lazy.”
“Lu kalau gak dateng gue coret nama lu dari daftar persahabatan.” Febrian mengancam
“Gak ngaruh, tetep males.” Sambil mengangkat kakinya ke dinding kamar
“Kalau lu gak dateng, gue bakal nyuruh Andita buat mutusin lu dan gue doain hubungan kalian berdua gak akan pernah langgeng until the end.” Febrian yang gak tau sebenarnya.
“Ngomong apaan sih bawa-bawa Andita segala, eh biasanya doa yang buruk itu bakal nyamber ke diri sendiri.”
“Lu ga tau Andita kangen? Wajahnya risau gitu nungguin lu. Masih tega?” Febrian mengelabui
“Ih apaan sih, gue mulu yang kena.” Aku menarik rambut Febrian, Widi hanya tertawa.
“Ok, wait 30-40 menit nyampe.” Andrean lantas beranjak dari tidurnya dan menutup telfonnya.
Semuanya hanya tertawa dan bersorak, kecuali Miko yang menunjukkan wajah kecut dan gelagat tidak sukanya karena Andrean akan datang. Aku hanya sesekali tersenyum melihat mereka, Miko tidak dapat menyangkal ekspresinya sehingga Alfian kembali menggoda dan bertingkah.
“Miko, cemberut mulu udah kek nenek-nenek yang dagang tutut (sejenis keong sawah) yang suka ngeliling dirumah gue” Alfian ketawa
“Lha, percuma masa katanya yang paling ganteng diantara kita tapi kalau cemberut, ilang tuh Mik.” Febrian menimpali
“Miko lagi putus cinta kali.” Desti menanggapi
Wajah Miko sangat merah dan hanya tersenyum menahan amarah, kali ini dia tidak suka diperlakukan seperti ini nampaknya.
Tidak lama Andrean datang, dari jauh nampak lelaki tinggi yang berjalan lebar, semua kawan-kawan sudah mengenalinya.
“Tuh si jangkung udah dateng.” Teriak Widi
Andrean tersenyum manis, gingsulnya diperlihatkannya sempurna. Senyumnya sangat manis, aku merasakan jantungku berdegup kencang.
“Bro, lu mandi gak?” Alfian menggenggam tangan Andrean
Mungkin hanya sekitar 1 menit dari kedatangannya, Miko langsung beranjak dari duduknya dan tidak berkata sedikit pun. Menatap kami semua satu-persatu dan membuang tatapan benci kepada Andrean. Miko mungkin lebih memilih menyimpan amarahnya yang membakar dan pergi meninggalkan kami sambil melayangkan pandangan. Andrean tetap tersenyum manis seolah dialah yang menang kali ini.
Kami saling menatap dan terdiam.
“Udah... udah nih minum dulu, biarin si ganteng yang jelek sikapnya itu.” Timpal Alfian
Kami ketawa lagi.
Tidak ada yang memperdulikan Miko, sebetulnya kami tau Miko selalu merasa paling sempurna diantara kami, sama halnya dengan Desti. Dua orang itu yang lebih banyak dibicarakan anak-anak dan malah kami lebih sering berkumpul tanpa Desti dan Miko. Kenyamanan memang tidak dapat dibohongi.
Andrean sering menatapku, menumpahkan kerinduan selama sebulan tidak bertemu, aku duduk disebelahnya dalam meja bundar kayu yang mengelilingi kami. Ah rasanya canggung sekali, aku masih merasakan ada jarak diantara kami setelah lama tidak saling komunikasi. Tetapi sejujurnya perasaan ini masih sama padanya. Tuhan, aku tidak bisa meninggalkannya!
Andrean merengkuh tanganku, tangannya tepat mendarat ditangan kananku yang sedang ku simpan di bawah meja. Dia mengelus lembut dan menggenggam tanganku erat, bongkahan salju yang dahsyat yang telah menghalangi hatiku menjadi pecah menjadi salju lembut yang mendinginkan hati. Damai sekali sampai aku merasa hanya berdua dengannya di siang itu. Andrean seolah bertanya padaku, tetapi hatiku masih ragu. Aku hanya tidak ingin selalu merasa dipermainkan, apa benar dia paham?
Mungkin ini tidak terlepas dari kata takdir, sehingga aku selalu merasa terikat dengannya.
Realitanya, perbedaan tidak pernah menghalangi cinta. Itu teori cintaku yang baru!- Andita
***
Andita. Nama ini mengingatkan saya pada seorang guru menulis saya. Kak Raindita. Bahkan karakternya sama. Jutek juga.
Comment on chapter Bagian 1 : Cinta Bersemi dibalik Pertaruhan