Dua Minggu Kemudian ...
Aku menghela nafas lagi. Sudah dua pekan tidak ada komunikasi antara aku dan Andrean. Selama itu pula dia selalu menghindariku dan kami tidak saling menatap. Kata-katanya selalu membayang, aku tidak pernah yakin dia akan berubah. Aku masih memikirkan senyumnya. Mungkin senyum perpisahan kami berdua.
Tiba-tiba saja hatiku remuk, mendengar prasangka sendiri yang tiba-tiba berubah jadi sekumpulan pemikiran buruk yang menghantui saja. Untuk kali ini, sepertinya aku dan Andrean akan benar-benar berpisah. Hari ini adalah hari terkhir aku bekerja dan hari ini menjadi hari yang berat karena aku tidak bisa lagi menatapnya walau hanya sekedar dalam diam.
Aku teringat setiap kejadian bersama Andrean. Aku duduk lesu dan tidak ingin meninggalkannya, tetapi aku pun lelah disakitinya. Aku harus tegas sebagai perempuan, aku harus memberikan pelajaran penting untuk Andrean. Setidaknya perempuan itu butuh dimengerti.
Aku sebetulnya merasakan kebingungan dan entah harus mengatakan apa, aku merasakan raibnya diri dan kehilangan selera untuk mencintai orang lain. Ini terdengar sangat gila daripada sosok Andrean? Tetapi dia berhasil masuk dalam sel-sel terkecilku, menyatu dalam satuan darahku. Ini lah mungkin yang disebut gila karena cinta.
Langkahku kecil-kecil, begitu ragu memasuki ruangan Andrean. Ah rasanya, aku ingin menghabiskan waktu berdua dan tertawa seperti saat itu. Aku meraih jari-jemari kawan-kawan Andrean dan menempelkan pipi ku sebagai tanda perpisahan. Semua mata memandang padaku dan Andrean, aku harus sebiasa mungkin dan tidak menimbulkan gelagat mencurigakan. Aku hanya tidak ingin kabar perdebatan kami sampai ke telinga orang-orang di kantor.
Jantungku sepertinya mendadak berhenti. Pipi Andrean tak kalah pucat pasi. Aku mengulurkan tanganku agak kaku namun mesra, menggenggam erat jari-jemarinya yang besar-besar dan bertulang, merasakan keringat di tangannya yang basah hingga agak gemetar. Tatapannya berat, kali ini aku berhasil mengubah ekspresinya. Kali ini, Andrean tidak dapat menyembunyikan perasaannya. Ku sentuhkan pipiku ke pipinya dan tangannya kembali gemetar. Aku merasakan tulang pipinya yang menempel ke pipiku yang chubby.
Aku lantas berjalan ke luar ruangan dan tersenyum menutupi. Di luar, aku mengingatnya kembali berkata dengan suaranya yang berat dan sedikit kecewa mengatakan itu. Angin berhembus menerpa perasaanku, inilah perpisahaan yang jalannya akan sulit terlupakan. Nyatanya, lelaki dingin seperti Andrean adalah lelaki yang tidak banyak tingkah, tipikal seperti ini sebenarnya yang banyak di gemari perempuan. Andrean hanya tidak bisa memperlakukan perempuan. Dia harus banyak belajar.
Kemudian malam sudah kelam, aku memilih pergi bersama Miko untuk menghabiskan penghujung waktu yang hari ini begitu memberatkan pemikiran. Tatkala Miko begitu bahagia dan mungkin bersyukur dengan perpisahan aku bersama Andrean, aku memilih senyap dengan keadaan dan tidur sepanjang perjalanan melaju bersama mobil Miko.
Miko mengutarakan keinginannya untuk berpacaran denganku, sudah kuduga. Sedetik pun sepanjang perjalanan, aku tidak bisa melupakan kata-kata Andrean dan sorotan matanya yang lembut. Kata-katanya seolah berbisik jelas dalam gendang telingaku dan aku merasa sangat merindukannya tetapi aku harus mengambil keputusan untuk break agar kelak dia belajar dari hal ini.
Sudah tidak ada komunikasi semenjak dua minggu dan hari ini adalah menjadi hari yang paling indah sekaligus menyedihkan. Aku mungkin menjadi perempuan satu-satunya yang hadir dalam hidup Andrean dan telah berhasil memecahkan sedikit misteri ekspresi wajahnya. Siang itu, Andrean menunjukkan gelagatnya bahwa dia sebetulnya tidak ingin melepasku.
Tetapi Andrean selalu menepati janjinya, terbukti setelah kami memutuskan break, dia benar-benar ingin tenang dan berpikir jernih. Dia menghilang dariku. Dengan begitu aku bisa menenangkan diri pula. Mungkin inilah saatnya aku berontak, walau aku takut kelak tidak akan benar-benar bisa memilikinya lagi. Aku risau, disebabkan aku tak ingin Andrean dimiliki perempuan yang lain. Akan tetapi mungkin dengan aku tegas dan memutuskan pergi, dia akan mengerti arti sosokku yang selama ini menemani dan mengerti dirinya, bukan game-nya.
“Dit kamu mau jadi pacar aku gak?” Miko langsung berbicara mantap sudah bagai panglima kelas kakap yang percaya diri akan aku terima.
“Aku cuman break sama Andrean.” Berbicara dengan tidak bersemangat
“Nih dengerin Dit, gak ada kamus break untuk para cowok. You know what? kami lelaki akan dengan mudah mencari perempuan lagi dan membuktikan di dunia ini bukan hanya ada satu cewek doang. Aku yakin besok atau paling seminggu kemudian, Andrean akan melupakan semua itu dan kayak biasa lagi.” Miko mengompori hatiku dan bicara seenak dengkul
“Iya itu teori kamu yang playboy, Andrean gak kaya gitu.” Aku melakukan pembelaan
Aku menyeringai tajam padanya. Kubaca, sepertinya Miko sangat dendam dan tidak menyukai Andrean.
“Ok, aku minta maaf aku gak maksud jelek-jelekin Andrean. Eh, By the way kita mau makan dimana nih ?” Miko mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Aku pulang aja.” jawabku singkat
“Kok? Kamu marah gara-gara tadi? Katanya mau makan dulu?”
“Aku cape, anterin aja aku ke rumah.”
Kenapa aku jadi sangat merindukan Andrean? Dia yang kerap mengesalkan tetapi aku kehilangannya. Bagaimana bisa ini semua terjadi, Tuhan? Aku tidak pernah ingin kehilangannya. Tetapi bukan jalan yang baik jika aku kembali chat dan memaafkannya, dia tidak akan pernah belajar nantinya.
Aku tidak pernah menyukai Miko sekalipun, aku tidak pernah betah dengan sikapnya yang macam lelaki paling tampan di dunia ini. Lelaki seperti Andrean yang aneh, ternyata aku baru sadar bahwa dia adalah lelaki yang tidak pernah berlagak, aku hanya menyukai dirinya yang apa adanya. Cinta tidak pernah muluk-muluk.
Andita. Nama ini mengingatkan saya pada seorang guru menulis saya. Kak Raindita. Bahkan karakternya sama. Jutek juga.
Comment on chapter Bagian 1 : Cinta Bersemi dibalik Pertaruhan