Read More >>"> Melawan Tuhan (Melawan Jati Diri) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Melawan Tuhan
MENU
About Us  

Panas terik Mentari kala siang itu seakan menjadi nyata, panasnya menusuk menembus tulang rusuk. Tiba-tiba berubah jadi gelap bersama hembusan angin malam yang kian menyerang tubuhku, serta menghempaskannya di sekitar jalan beraspal. Manusia dan alam seakan bersatu untuk membuangku dan tak lagi menginginkan hadirku berpijak di bumi fana. Sengaja kutantang diri untuk melawan semuanya, kutantang sekali lagi hanya untuk melawan jati diri.

Bulan Maret tahun 2006 merupakan sebuah kegagalan bagiku, aku pun tak mau lagi merasakan perih siksanya. Sudah cukup bertahun sejak kelahiran jiwa ragaku dilumuri banyak darah putih berpenyakit bersarangnya parasit. Sudah cukup bertahun kulewati keras batu perjalanan. Sudah cukup aku menjadi lunglai. Sudah cukup aku menjadi lemah gemulai. Sudah cukup aku menang dalam kalah. Sudah cukup aku merana bernanah.

Sudah cukup . . .

Sudah cukup . . .

Kini saatnya aku tegap menantang sebuah ilusi jati diri, menyingkirkan segala bentuk duri. Aku berjalan dari pusat Jakarta menuju tempat asalku berada. Namun belum ingin kembali lagi merasakan panas sebuah realita dalam ruang keramaian sekolah dan sunyi bilik rumah. Aku ingin memuntahkan segala sesak yang semakin tebal lendir beriak dan berkeraknya. Aku muntahkan segalanya dalam wujud banting tulang sepuluh kali lipat tenaga kudorongkan. Langkahku menuntunku kepada maut...

"Selamat pagi Bang Rahmat. ."

Aku menyapa sosok pelindungku di jalanan hidup, Bang Rahmat adalah orang yang mempercayaiku untuk mengerjakan kerja kerja berat dalam sebuah proyek pembangunan pembangunan yang ia pegang. Ia juga merupakan orang yang disegani oleh siapa pun di jalanan, bahkan preman atau lainnya yang membuat rusuh. Saat pertama dulu diriku bertemu dengan bang Rahmat dalam keadaan tubuhku sedang menjadi bahan pukul para pengamen jalanan. Ya.. jalanan itu keras, dulu aku harus berkelahi dahulu jika ingin mencari receh dengan cara mengamen. Dan saat bang Rahmat datang, aku sedang dikeroyok oleh 10 orang pengamen sekaligus dengan alasan benci karena sering menang dalam perkelahian jalanan satu lawan satu. Dan itulah awal aku bertemu dengan bang Rahmat, beliau pun juga memberiku pekerjaan sampingan di tempat ia bekerja, yakni kerja dalam sebuah proyek bangunan.

"Pagi Raja . . Wahh . . Hari ini loe nggak sekolah tong ??"

"Nggak bang. . Gue lebih butuh duit dari pada ilmu pelajaran yang nggak menghasilkan duit, sekolah bisanya cuman ngeluarin duit mulu. Hehe"

"Hahahahahaha . . Sekolah itu penting tong, jangan sampai nasibmu sama seperti abang yang hanya seorang pekerja kasaran. Itu pun karena gue mantan preman yang ditakuti, jadi bisa cukup terhormat sekarang. Hehehe"

"Haha , , bisa saja abang merendah diri. . Apakah hari ini ada kerjaan buat gue bang ??"

"Ada banyak Raja . . Ini perlengkapan kerjanya pakailah agar aman"

"Baik bang . . Tapi kali ini gue mau pekerjaan yang lebih besar resikonya. Gue mau gabung dengan orang orang yang ada di puncak bangunan"

"Apa ?? Rupanya hari ini loe sungguh butuh duit ya Raja ? Hehehe, , janganlah . . Loe belum siap. Memang sih pekerjaan di atas itu duitnya lebih gedeh, namun pekerjaan tersebut nggak ada jaminan rawat rumah sakitnya jika ada kecelakaan. Bekerjalah seperti biasa, gue akan bayar loe dua kali lipat jika loe mampu menyelesaikan sesuai waktu yang gue kasih. Oke tong ??"

"Gue udah bosan ama pekerjaan yang ada di bawah, hanya angkat sana sini, pukul sana sini dengan marmer. Gue mau hal baru bang, tolonglah beri gue kesempatan. Gue pasti hati hati sekali kok."

"Hahahaha, kepala loe itu emang sekeras batu beton. Baiklah jika itu yang loe mau. Tapi jangan sampai loe lupa pakai perlengkapan keamanannya, loe harus pakai selalu ya !!"

"Baik bang Rahmat.."

Dengan cepat aku menyelesaikan semua pekerjaan proyek milik bang Rahmat, aku mulai pekerjaan dengan menaiki scaffolding setinggi 50 meter. Aku menaiki satu per satu pijakannya hingga sampai diriku pada puncakknya. Tanpa sedikitpun rasa takut, semua terasa hambar tanpa rasa. Aku bekerja tanpa sedikitpun memejamkan mata untuk sekedar merebahkan tubuh yang lelah, aku terus menggeluti perkakas dan peralatan peralatan berat lainnya untuk membangun sebuah gedung tinggi. Tiga hari lamanya kupaksa tubuh kecilku bekerja tanpa beristirahat, dan tiba tiba saat aku hendak membawa besi utuh selonjoran panjang berjalan di lantai atas. Aku terjatuh tergeletak di atas tanah, aku pun kalah karena lelah..

"Raja . . Raja . ."

Suara suara yang meneriakan namaku kemudian lenyap, pandanganku juga ikut memudar berganti warna hitam pekat..

"Raja . . Raja . . Sadarlah . . Tolong jangan membuatku gelisah"

Seperti suara wanita yg kukenal, aku terhentak dan memanggil namanya . .

"Pelangiii . ."

Mataku melihat di sekililing, ternyata aku hanya berkhayal. Aku masih di tempat Bang Rahmat..

"Ada apa sih sebenarnya tong loe ini, ceritalah pada abang loe ini. Tiga hari, siang malam loe kerja nggak tidur sedikitpun. Loe tuh ingin bunuh diri atau apa hah?? Loe tadi hampir jatuh dari ketinggian 50 meter tahu, apakah loe udah nggak sadar ?? Jangan loe siksa diri. . . Cobalah berbagi masalah!!"

"Gue baik baik aja kok bang, maafin atas kelalaian gue ya bang, gue mungkin butuh istirahat.."

"Baiklah jika loe nggak mau bercerita, pulanglah dan beristirahat. Ini upah buat loe, kembalilah jika loe butuh bantuan. Apa pun masalahmu, abang siap bantu loe, dan jika memang loe membutuhkan banyak duit untuk kepentingan mendesak. Telpon abang aja, ini kartu namaku, simpanlah.."

Setelah peristiwa yang hampir saja menghabisi nyawaku, aku keluar dari zona keras tersebut. Area para pekerja keras penuh resiko. Aku pergi pulang kerumah dengan membawa upah pemberian bang Rahmat yang akan sangat berguna bagi ibu bapakku yang sudah menanti kepulanganku.

"Nak . . Kamu sudah pulang. Lama sekali kamu pergi, ayo makan dulu sebelum istirahat"

Seperti biasa, ibu tercintaku selalu menyambutku penuh senyum semangat seakan hidup dalam keluarga kami sangat berlimpah dalam keberuntungan seperti para anggota keluarga lainnya.

"Baik bu . . Bagaimana keadaan Ayah, apakah sudah membaik ??"

"Tenanglah, Ayahmu akan segera sembuh dan kembali tertawa bersama sama. ."

"Ibu . . Aku membawakan sejumlah uang yang mungkin cukup untuk bayar sewa rumah, kebutuhan makan kita serta mungkin juga cukup untuk membeli perlengkapan obat untuk Ayah.."

"Uangnya banyak sekali nak. . Kau dapat darimana uang sebanyak ini ??"

"Itu aku dapatkan dari hasil perlombaan puisi buk. . Aku menjadi juara mendapatkan piagam, piala, serta sejumlah uang. Dan inilah hasil kerja kerasku dalam lomba buk.."

"Wahh,, ibuk bangga nak. . Ayahmu juga pasti bangga... hehehe.. Ayo segera mandi ganti pakaianmu dan makan bersama"

Sungguh berdosa diriku yang menggunakan kosa kata pembohong hanya untuk membuat tenang batin Ibuku. Tak banyak lagi aku mampu berbuat, hanya bergumam dalam hati..

"Maafkan aku Ibu . ."

------------------


Petang itu kami sekeluarga menikmati siksaan langit bersuara gelegar, siksaan alam yang meniupkan hembusan nafas dinginnya, kemudian disambung dengan koyakan badai yang mengobrak-abrik sekitar rumah kumuh tempat aku, ibu bapakku berlindung. Kami hanya mampu bersembunyi dalam selimut kusut yang hampir rusak, serta doa yang mengelilingi jasad kami agar tetap awet bertahan dari malapetaka yang mungkin bisa saja terjadi tiba-tiba.

Satu malam penuh kami lewati, hingga fajar terbit dari timur, aku pun terbangun. Dan entah mengapa tiba tiba saja aku ingin melihat keadaan Ayahku. Aku berjalan menuju kamarnya, lalu kusaksikan tiada sosok Ayah yang terbaring di ruang kamarnya. Kemudian aku menyusuri rumah mencari ibu juga hingga aku menemukan sepucuk surt di ruang tengah rumah. Surat tersebut mengatakan bahwa Ibuku sedang membawa Ayah pergi ke rumah sakit untuk mengobati penyakit Ayahku. Tanpa aku meneruskan membaca isi surat panjang dari Ibu, aku pun bergegas berganti pakaian dan pergi keluar bertanya tanya ke tetangga ke rumah sakit mana perginya Ibu Bapakku.

"Mohon maaf Pak. . Apakah bapak tahu kemana perginya Ibu dan Ayahku ??"

"Iya aku tahu, mereka tadi pergi kerumah sakit kota. Aku juga ikut mengantarnya tadi bersama beberapa tetangga lainnya"

"Baiklah Pak. . Terimakasih"

Segera aku pergi menyusul Ibu Bapakku ke rumah sakit kota, dengan cepat aku berlari dan menuju pangkalan ojek terdekat untuk mengantarku sampai di rumah sakit tepat waktu.

"Suster, aku mau bertanya. Apakah disini ada pasien yang masuk atas nama Bapak Rizal ??"

"Sebentar ya, saya cek dahulu. Iya. . Ada, beliau ada di ruang teratai nomor 7"

"Terimakasih suster"

Setelah tahu lokasi tempat Ayahku dirawat, dengan kecepatan penuh aku melaju kencang beserta detak jantungku pun yang kian menendang kacau. Hingga diriku sampai, lalu nampak dari kejauhan sosok Dokter yang sedang berdiskusi dengan Ibuku. Aku tak langsung menghampiri, aku dengarkan percakapan mereka berdua dari kejauhan secara sembunyi sembunyi.

"Ibuk . . Bapak harus segera dioperasi, penyakit tumor di kepalanya kian menggerogot. Saya sangat khawatir, Bapak tidak bisa tertolong"

"Iya dokter . . Saya tahu itu, tapi saya tidak memiliki uang untuk membayar biaya operasinya"

"Begini saja, saya akan memberi waktu 3 hari untuk Ibu bisa menyelesaikan atau setidaknya melunasi biaya administrasi terlebih dahulu. Sementara saya akan menyiapkan peralatan operasinya dan memberi perawatan khusus agar Bapak bisa tetap bertahan"

Mendengar percakapan yang sangat memacu detak jantungku, sungguh tak sanggup lagi aku menahan dan bersembunyi. Aku pun berlari menuju suara dialog yang kudengarkan.

"Berapa biaya operasi Ayahku yang harus dibayar Dokter ??"

Mendengar pertanyaan yang tiba tiba keluar dari mulutku, ibu terkejut..

"Raja . . Kenapa kamu bisa kemari nak ??"

Aku tak menjawab pertanyaan Ibuku, aku hanya mengulangi tanyaku lagi kepada Sang Dokter yang belum terjawab

"Berapa biaya operasi Ayahku yang harus kulunasi, jawablah pertanyaanku Dokter ??"

"Total biaya bedah operasinya 30 juta nak, tapi boleh membayar biaya administrasinya terlebih dahulu. Agar operasi dapat berjalan dengan lancar"

"Baiklah . . Dua hari lagi aku akan melunasinya, mohon segera persiapkan operasi untuk Ayahku Dok."

Ibu yang mendengar ucapanku yang mustahil mencoba menghentikan langkahku untuk pergi mencari uang sebesar tiga puluh juta untuk biaya operasi.

"Raja . . Tunggu"

"Ada apa buk ??"

"Maafkan ibumu ini nak, kali ini Ibumu ini benar benar merepotkanmu, kemarilah"

Aku menghampiri Ibuku, lalu ia memelukku amat sangat erat seakan kita berdua tidak akan berpisah dan tak berjumpa lagi..

"Maafkan ibu nak. . Ayah dan Ibu sangat bangga memiliki anak sepertimu. Berjanjilah untuk terus menjadi manusia yang baik dan bermanfaat. Ibu menyayangimu"

"Iya buk.. aku akan segera kembali dan kita bertiga bisa pulang kerumah dan menikmati hidup bersama lagi"

Air mata menyelimuti dialog singkat antara aku dan ibuku, jeda beberapa detik kemudian aku pun pergi dan melepas pelukan ibuku, lalu keluar dari rumah sakit.

Aku tak tahu harus kemana mencari uang sebesar dan sebanyak yang dikatakan oleh Dokter. Darimana aku mendapatkannya, jika pun aku bisa mencari uang 30 juta dengan cara bekerja di tempat Bang Rahmat. Itu mustahil rasanya, 30 juta dalam waktu dua hari saja, sungguh sangat mustahil. Tapi kecuali jika aku meminjam uang ke bang Rahmat, mungkin bisa.

Yaa . . Aku harus segera pergi menghubungi bang Rahmat terlebih dahulu melalui nomor telepon yang pernah diberikan dahulu padaku..

"Halo . . Benar dengan bang Rahmat ??"

"Iya saya Rahmat. . Apakah ini loe Raja ?"

"Iya bang, , gue butuh pinjaman duit nih. Ayahku masuk rumah sakit dan harus segera dioperasi bang"

"Berapa duit loe butuhin untuk biaya rumah sakit Ayahmu Raja ??"

"Tiga puluh juta bang, tolong bantu selamatkan Ayahku. Gue mohon, gue akan bekerja keras di tempat abang tanpa dibayar hingga hutangku lunas. Tolong bang !!"

"Uang 30 juta sangat besar Raja, gue nggak punya saat ini. Maafin gue tong. ."

"Lalu bagaimana dengan Ayahku bang ?? Apa gue harus berpasrah diri?? Nggak . . Gue akan nglakuin apapun buat Ayahku, maka tolonglah bang. Apapun .."

"Kecuali jika loe mau pekerjaan lain, mungkin loe bisa mendapatkan duit sebanyak itu dalam waktu singkat. Gue juga saat ini sedang membutuhkan tim baru"

"Gue ambil pekerjaan itu bang"

"Tapi ini sangat berbahaya dan penuh resiko, dan urusannya nanti dengan hukum negara. Apakah loe mau melawan negara?"

"Siapapun akan gue lawan demi keluargaku, bahkan Tuhan sekali pun gue nggak peduli lagi.."

"Baiklah, apakah hari ini loe bisa ke tempatku ?? Gue akan tunjukkan apa pekerjaan yang harus loe lakuin"

"Baik bang, gue segera ke tempat abang sekarang. Tunggulah.."

Setelah aku menutup telponnya, aku melangkah menuju tempat bang Rahmat hingga sampai tubuhku berada disana. Bang Rahmat mengatakan bahwa pekerjaan ini sangat lain dari pekerjaan orang normal pada umumnya. Pekerjaan ini jbaratkan melawan deras arus aliran sungai.

"Bang . . Bagaimana, apa yang harus gue kerjain untuk dapat duit sebesar 30 juta dengan cepat?"

"Begini Raja . . Sebenarnya gue udah lama nggak ngejalanin bisnis ini, karena resikonya yang begitu besar dan sulit dikendalikan. Namun sepertinya gue harus kembali mengambil bisnis tersebut untuk membantumu. Apakah loe benar benar siap ?"

"Gue siap akan segala resikonya bang"

"Baiklah . . Tunggulah disini sejenak, gue akan coba ngelobi mantan supplier dan beberapa pelanggan yang pernah kerja sama ama gue"

Aku tak mengiyakan seruan dari bang Rahmat, hanya sekedar menganggukan kepala sebagai kode aku setuju. Jantungku masih terus terpompa kuat sedikitpun tiada belum melambat normal. Tubuhku kaku tegang, otakku terus mengkhayalkan keadaan Ayahku yang sedang sekarat. Aku masih menunggu bang Rahmat keluar dan memberiku sebuah pekerjaan atau apa pun yang membuat jiwaku tenang. Seratus delapan puluh menit lamanya aku menunggu bang Rahmat yang sedang mencari kabar dan menggali lagi bisnis yang katanya sudah lama tidak ia jalani. Sungguh tak tenang rasanya, dalam batin aku berbisik..

"Pekerjaan macam apa sebenarnya, yang akan kulakukan?"

Hingga lengkap arah jarum jam berhenti tepat di menit tiga ratus enam puluh, bang Rahmat datang menghampiriku dengan membawa kotak terbungkus rapi dan rapat, lalu memberikan arahan padaku..

"Maaf udah buat loe nunggu lama Raja, sungguh butuh waktu untuk mendapatkan bisnis ini kembali.."

"Lalu apa yang harus gue lakuin bang ??"

"Loe harus mengirimkan paket yang gue pegang ini, nggak perlu pakai jasa pihak lain. Loe sendirian yang harus mengantar dan memastikan paket ini sampai dengan aman ke pemiliknya"

"Baiklah bang. . Tapi sebelum gue kirimkan paket tersebut, gue harus tahu apa isinya"

"Sudah gue bilang sebelumnya, bahwa pekerjaan ini tuh pekerjaan penuh resiko. Isi dari kotak ini adalah satu paket heroin. Paket ini harus diantar hari ini, lalu uang yang loe butuhkan akan segera cair setelah loe antar paket ini. Loe siap ??"

Sejenak aku terdiam berpikir, serta teringat ucap pesan Ibuku, bahwa aku harus menjadi manusia yang. Jika aku melakukan pekerjaan dari bang Rahmat, sudah pasti aku termasuk manusia yang buruk. Namunnnn . . Aahhhhhh . . Aku tidak peduli aturan aturan apapun, yang paling penting saat ini adalah mencari uang 30 juta.

"Baik bang, kemana dan bagaimana caranya gue antar paket ini sampai di tujuan ?"

"Loe harus antar paket ini ke kota Surabaya, disana ada pelanggan yang sudah menunggu di area Taman Bungkul. Bang Rahmat akan mengantarmu menuju bandara penerbangan menuju Surabaya, disana loe akan aman karena ada kenalan abang yang melindungi disana. Tapi setelah loe mendarat di bandara Surabaya, loe harus sangat berhati hati karena abang nggak bisa bantu hingga jauh. Saat sampai di tempat pemeriksaan barang, lindungi paket ini seperti loe ngelindungin nyawa loe sendiri. Sampai di Taman Bungkul, loe cari orang berjubah hitam, kemudian katakan -bintang-, jika ia membalas ucapmu dengan kata kata -bintang terang merangsang-  , maka dialah orang yang menerima paketnya. Segera letakkan kopernya dan pergi seperti angin. Apa loe udah paham Raja ?"

"Baik bang. . Ayo kita berangkat hari ini juga"

Kami berdua pergi menuju bandara, bang Rahmat mangantarku hingga sampai tempat penerbangan saja. Dan seperti yang diucap bang Rahmat. Pada bandara pertama tempatku akan lepas landas, semua aman terkendali tiada satu pun perugas yang mencurigai akan kehadiran dan barang barang yang sedang kubawa di dalam koper besarku.

Perjalan satu semalam berakhir dengan rasa aman, pesawat yang kunaiki mendarat dengan selamat. Selamat di pesawat belum tentu menjadi selamat juga sampai di pendaratan. Saat diriku hendak mulai memasuki tempat pengecekkan barang bawaan, jantungku mulai kembang kempis tak karuan menegang sensasinya. Lalu . .

#tittttt #titttttt (suara alarm peringatan berbunyi)

Seperti berhenti perasaan detak jantungku mendengar suara alarm berbunyi mendengung keras di telinga. Petugas pun memanggilku dan bertanya apa isi koper bawaanku.

"Hei . . Berhenti kamu, apa isi kopermu ini ??"

"Hanya beberapa helai baju dan perlengkapan mandi pak, apa ada yang salah ??"

"Jangan pergi, kami akan mengeceknya. Ada barang mencurigakan di dalamnya"

Perasaanku sungguh menjadi kacau balau jadinya. Aku terjebak dalam sebuah situasi yang mengancam. Dua satpam berada tepat di belakangku, dua satpam lagi hendak mengobrak abrik isi koperku. Kuhirup nafas panjang, lalu kesentakkan kedepan kaki kananku ke tubuh satpam didepanku. Ia pun terdorong menuju satpam satunya yang sedang memegang koperku, hingga mereka berdua terjatuh, sedangkan koperku terlempar. Aku pun tidak menyiakan kesempatan mujur itu, kuambil koperku. Kemudian setelah berhasil mengambil koper, kulempar lagi koper beratku ke arah wajah satu satpam yang tadi berada di belakang dan ingin menangkapku, kulempar dengan keras hingga ia terjatuh. Satu satpam lagi disampingnya berhasil kurobohkan dengan tendangan kaki kananku lagi. Empat satpam berhasil aku lumpuhkan dengan mudah.

Setelah berhasil membuat empat satpam terkapar, aku ambil koperku yang terjatuh cukup jauh. Lalu aku pun berlari melaju kencang. Karena sepertinya para satpam dan penjaga lainnya mulai berdatangan dan mengejarku. Aku berlari terus berlari tak tahu aku pun harus kemana, yang terpenting adalah diriku dan paket bawaanku selamat dari kejaran para satpam dan penjaga keamanan bandara.

Berkat keneranianku aku berhasil mengantar paket hingga sampai di tangan  pemiliknya, segera aku pun kembali menuju kotaku untuk mengambil uang yang dijanjikan bang Rahmat kepadaku

"Loe sungguh hebat Raja, loe bisa menyelesaikan tugasnya meskipun loe sempat dicurigai saat ditempat pemeriksaan barang. Loe sungguh hebat"

"Ahh . . Bukan hebatlah bang. . Ini memang harus gue lakukan, bagaimana dengan uangnya bang, apa bisa gue ambil saat ini juga ?"

"Baiklah Raja . . Sesuai dengan janjiku padamu sebelumnya, ini uangnya. Jika loe sangat membutuhkan uang lagi nanti, masih ada kesempatan untukmu lagi. Ok ??"

"Terimaksih bang Rahmat, gue nggak akan sungkan untuk meminta bantuan bang dan datang kembali lagi. Sekali lagi terimakasih banyak bang Rahmat.."

"Tak apalah Raja, abang akan selalu menunggumu. Gue doain semoga Ayah loe lekas sembuh ya tong. . ."

Percakapan antara aku dan bang Rahmat berakhir serta perjanjian pun berakhir pula, aku membawa tas ransel berisi uang biaya operasi Ayahku. Padahal aku sudah berjanji kepada Sang Dokter untuk bisa menyelesaikan dan melunasi biaya operasi dua hari sebelum pasca operasi dilakukan, dan aku melebihi batas waktu janjiku. Aku pun kembali menuju rumah sakit untuk bersegera mungkin menyelamatkan Ayah. Aku mencari Ayah dikamar, namun tiada beliau di ruang tersebut begitu pun dengan ibuku. Dengan hati gundah gelisah serta resah, aku mencari dokter yang kemaren. Namun ia juga tidak ada di tempat, tak lagi banyak waktu, aku bertanya kepada beberapa suster hingga mendapat sebuah jawaban yang membuat diriku terheran dah bimbang..

"Suster , . Tunggu . . Apakah suster tahu dimana pasien di ruang teratai nomor tujuh berada ?? Karena ruangannya sepi tak berpenghuni"

"Ohh . . Pasien tersebut sudah pulang kerumah"

"Apa?? Kenapa sudah pulang . . Apakah Ayahku sudah sembuh ???"

"Kalau hal tersebut saya tidak tahu kepastiannya, informasi yang saya tahu hanya itu saja"

"Baiklah. . Terimakasih informasinya suster.."

Lagi lagi beban pikirku semakin bertambah, detak jantungku jiga ikut bernada resah. Tak lama aku berpikir panjang, segera pun aku pulang menuju rumah gubukku. Setiba diriku disana, kedua mataku dipaksa menyaksikan berita menggelegar yang harus kuterima. Nampak sungguh diri ini tak percaya, tapi semua sungguh nyata. Kedua orang tuaku pergi berpulang untuk selamanya. Ayahku tak tertolong, sedangkan Ibuku mendadak terkena serangan jantung hingga pun ia terkapar mengikuti kepergian roh Ayahku. Aku hanya bisa memeluk erat jasad kaku yang saat itu membeku berselimut kain putih. Air mata tak sanggup lagi kutahan dalam pelupuk mata, keluar bercucuran tak karuan derasnya. Kemana lagi aku lanjutkan perjalanan hidupku, apa lagi yang menjadi tujuan hidupku jikalau tanpa kehadiran mereka. . Apa lagi . . Apa lagi . . ,

Dengan masih meneteskan air mata dalam keadaan lemah berselimut kesedihan mendalam, kulangkahkan kakiku entah kemana tujuannya. Hingga kakiku sampai pada penghujung malam rembulan penuh, dan mata dihadapkan pada sebuah masjid megah mewah dan besar. Sejenak aku terpaku melihat masjid tersebut, lalu aku langkahkan kakiku untuk masuk menuju masjid tersebut. Kumasuki ruang besar itu, beranjak aku menuju tempat wudhu untuk membasuh sekujur tubuh. Lalu kulaksanakan tugasku sebagai seorang hamba, kulanjutkan dengan sebuah curahan monolog dan deretan deretan pertanyaan yang tiada ada jawabnya..

"Ya Allah . . Hari ini aku tertunduk lemah dihadapmu. Aku tak pernah tahu siapa sejatinya diriku."

"Apakah aku terlahir melarat melata di bumi ini?"

"Apakah aku terlahir sebagai Sang Pujangga puisi berseni ??"

"Apakah aku terlahir sebagai manusia yang ditolak bumi kini ?"

"Sesungguhnya siapa dan dimana jati diri ???"

"Ya Allah . . Ya Tuhanku . . . Dengan lapang dada kuterima setiap siksaMu yang terus memburuku"

"Apa yang Engkau mau dari sosok hamba yang hina seperti diriku ??"

"Telah kuterima kutukan dalam keluarga yang nikmatnya tak seperti keadaan manusia normal lainnya, telah kuterima keadaanku terlahir dari sebuah keluarga dibawah rata rata"

"Aku menerima, dan tetap memperjuangkan hidup dalam nyata."

"Aku galih segala potensi dalam diriku hingga kutemukan bahwa aku mampu menjadi sosok manusia sukses kelak."

"Seakan Engkau mendukungku tanpa pajak, Engkau lancarkan segala rencanaku tanpa aku harus merangkak, serta Engkau tambah dengan kehadiran sosok anak Hawa penghias jalan hidupku yang nampak memuncak."

"Seakan pula Engkau mengajakku untuk menyambut semua hal indah tersebut, lalu saat hamba ingin menyambut. Engkau pun menjatuhkan tubuh hamba di atas tanah hingga kualami muntah darah yang membuat sesak membengkak."

"Tak sampai disana setiap siksaan berhenti, berlanjut Engkau lempar tubuhku menjauh tanpa nanti. Kemudian dengan paksa Engkau menjemput kedua orang tuaku untuk menghadapmu dalam mati."

"Kini diriku hidup seorang diri menjadi sebatang kara tak berkeluarga dan menjadi mayat hidup yang hatinya beku."

"Apa lagi yang akan Engkau ambil dariku ??"

"Cukup. . "

"Cukup . . "

"Tak lagi aku membiarkan semua berkahir tanpa perlawanan."

"Engkau yang menantangku dalam sebuah pertempuran, maka akan kuberi sebuah Peperangan."

"Yaaaa . . Perang , . Perang untukMu , , Tuhann..."

"Kau mendengarku ??"

"Aku akan memberiMu PERANGGGGGGG....."

"Aaaarrrrrrrrggggghhhhhhhh...."

Monolog yang selalu terucap dalam batin meluap berubah menjadi amarah pemberontak yang menyentak. Aku keluar dari masjid, perjalananku yang penuh dengan rasa sesak dada dan genggaman jemari membentuk kepalan amat sangat siap untuk menghantamkan genderang perang besar lalu mengobrak abrik singgasanaNya. Hujan di malam itu juga ikut menyertai amarahku, langit seakan pula marah menyentakkan jeritan jeritannya yang menggelegar menakuti, serta badai pun turut menyerangku.

Sungguh diriku tak peduli lagi kini, aku hanya ingin berperang dan melawanNya hari ini . .

Tanpa peduli lagi siapa jati diriku, dan kuteriakkan lantang menantang bahwa aku sedang . .

MELAWAN JATI DIRI

Jati diriku sebagai manusia biasa dalam wujud hamba..

----------------

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Sunset
6222      1340     3     
Romance
You are my sunset.
TAKSA
354      271     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.
Secret Elegi
3769      1086     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
ADITYA DAN RA
15633      2598     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
Azzash
263      213     1     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
Ballistical World
8757      1690     5     
Action
Elias Ardiansyah. Dia adalah seorang murid SMA negeri di Jakarta. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Suatu hari di bulan Juni, Elias menemukan dirinya berpindah ke dunia yang berbeda setelah bangun tidur. Dia juga bertemu dengan tiga orang mengalami hal seperti dirinya. Mereka pun menjalani kehidupan yang menuntun perubahan pada diri mereka masing-masing.
Finding Home
1939      913     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
I'll Be There For You
1062      498     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
A - Z
2490      847     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Selfless Love
3951      1144     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.