Read More >>"> The Red Eyes (Act 013) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Red Eyes
MENU
About Us  

Kehadiran mobil lain di jalan—mobil Jeep—menarik perhatian warga yang masih menonton dari dalam jendela rumah masing-masing. Di antara mereka yang paling terperangah menemukan empat orang yang turun dari Jeep tersebut adalah keluarga Jones dan keluarga Wang.

"Itu Ferus dan si anak adopsi itu, 'kan?" Ayah Cel yang berdiri di belakang anak perempuannya menjengitkan kepala, sedangkan anaknya sendiri tak mampu menjawab karena terbawa suasana tegang bahwa kedua tetangganya berdiri di tengah kerusuhan.

Sementara Abuelo, sesudah terkejut dia tidak tinggal diam. Menyaksikan cucu dan anak adopsinya di tengah bahaya memancing nyalinya. Karena itu Abuela yang berada di sampingnya segera mengulurkan tangan dan menahan perutnya. "Tidak, Jorge. Jangan ke sana."

Alis Abuelo yang lebat saling bertautan menunjukkan penolakan. Dia kemudian menggunakan bahasa isyarat dengan cepat.

Abuela mengerti apa maksudnya, tetapi dia tetap menggeleng cepat. "Kehadiranmu di sana malah akan memperburuk keadaan. Lagi pula ada Nick di sana."

Keduanya pun memerhatikan Nick serta seorang gadis bermata kuning terang itu. Mereka merangsek terhadap anak laki-laki lain yang tidak berkutik selain tertawa bangga.

Serangan dari depan secara langsung bukanlah gaya Nick. Begitu jarak mereka tinggal beberapa langkah lagi, dia memanggil angin untuk mendorong dirinya ke sisi, mengecoh perhatian Sam sehingga Jessie mendapatkan kesempatan mengakas tubuhnya. Tentu saja itu tidak akan terjadi karena Sam tidak sebodoh itu. Dia menangkis lengan Jessie untuk memutarnya pada Nick yang sudah bersiap mengayunkan pedang pada punggungnya.

Nick tidak kalah cekatan darinya, dia sudah memperhitungkan segala hal. Dia berpindah haluan, membelakangi Jessie yang masih terseret ketika posisi mereka sudah bersebelahan, lalu dia menebaskan kedua pedangnya secara bergantian terhadap Sam. Serbuan tersebut nyaris meninggalkan luka goresan cukup dalam andai Sam tidak keburu melepas Jessie dan berjongkok. Sam pun melanjutkan serangan dengan menyeret kakinya terhadap kaki Nick, anak itu pun kehilangan kesempatan untuk menghindar dan terbanting ke aspal.

Tidak secepat itu Nick dan Jessie menyerah, apalagi mendapati rupanya Nick sukses menghasilkan goresan di tubuh Sam. Cowok itu tertatih-tatih mundur sambil menekan lukanya yang melimpahkan darah dan memandang Nick dengan sengit. Di saat itu, Jessie di belakangnya sudah siap merusak punggungnya dengan kuku tajamnya, tetapi Sam keburu menukik dan mengangkat kepalannya terhadap dagu Jessie. Perempuan itu berhasil berkelit dan mendepak tepat pada lukanya. Sam mengerang ketika terjengkang, tetapi secepat mungkin berguling sebelum Nick menancapkan kedua pedang pada bahunya.

Entah apa yang direncanakan Sam, dia kelihatan tidak punya niat untuk menyerang balik, bahkan mengubah wujudnya saja tidak. Apakah dia menunggu Nick dan Jessie kelelahan baru mulai bertindak? Nick harus menghentikannya sebelum terjadi. Akhirnya Nick mengendalikan angin cukup besar untuk melempar Sam sejauh mungkin hingga membentur kap mobil polisi di belakangnya. Aksinya pun tidak hanya sampai situ, Nick memerintah angin untuk mendorong tubuhnya seperti roket agar bisa menikam pedang pada tangan Sam sebelum dia menghindar.

Terdesak oleh kondisi membuat Sam mengambil keputusan spontan, ia lekas menarik bola dimensi dalam sakunya lalu melontarkannya. Bola itu berhasil menghantam tepat pada wajah Nick yang sedang meluncur, dalam sekejap menghentikannya.

Anak itu tersentak—"Ugh!"—lalu terguling di udara dan terbanting ke aspal.

Di sisi lain Ferus dan Yuka terkesiap nyeri. Ferus pun meringis sembari menutup hidungnya. "Ouch, itu pasti menyakitkan."

Jessie di tempat lain pun melongo menyaksikannya.

"Wow." Sam mengerjap beberapa kali. "Sepertinya aku berbakat menjadi atlet olahraga tolak peluru."

"Agh ...." Nick menutup hidungnya yang mengeluarkan bau besi serta cairan hangat, dia masih berupaya bangkit padahal dunia serasa berguncang dalam kepalanya, hidungnya terasa dihujani paku. "Kurang ajar."

"Aku tidak bermaksud, tapi itu cukup menghibur, Kawan," Sam (pura-pura) menyesal.

Namun tiba-tiba kelelawar hadir di sampingnya, membuatnya refleks menepis dan mengeluh. "Apaan, sih?—eh?"

Sedetik kemudian ia baru menyadari apa yang harusnya dia lakukan.

Injakan maut ia dapatkan pada wajahnya karena kelelawar itu mendadak bertransformasi menjadi cewek pengguna sepatu wedges setebal buku sejarah Arkadia sekolah. Nick mencatat bahwa dia harus berhati-hati pada kekuatan vampir karena Jessie bisa mementalkan Sam sejauh lima meter, membuatnya terseret di aspal, lalu terinjak dengan hina oleh polisi yang berjalan mundur menghalau pentungan ogre. Polisi itu terjungkal di atas Sam, begitu pun ogre yang terlambat menghentikan desakannya.

"Tuan Sam?" Si ogre terkejut alih-alih menyingkir. "Kenapa kau malah tidur-tiduran di situ?"

Baiklah, ini sudah cukup. Kejadian ini sudah cukup mengundang amarah dan membuatnya mengaku bahwa dia terlalu meremehkan kedua musuhnya. Dia pun sontak meraung, mengerahkan sebagian tenaganya untuk mengusir kedua makhluk sialan yang menimpanya, lalu berdiri. "Oke! Siapa di antara kalian yang merindukan wajah babiku?" Matanya dengan ganas melirik satu per satu antara Nick, Jessie, Ferus, dan Yuka.

Darah yang tercetak di tangan Nick ia seka pada kemeja putihnya yang sudah tidak keruan kotornya, sekeras mungkin mengabaikan fakta detak menyakitkan di seputar wajahnya. Dia sudah sangat siap melancarkan serangan baru. "Tidak ada yang rindu dengan wujud jelekmu itu. Itukah alasan kenapa kau tidak segera unjuk jati diri?" Nick menyeringai sinis. "Iblis babi buruk rupa."

Seperti apa yang telah Nick akui sendiri, dia sangat ahli dalam memompa darah seseorang. Mirisnya Sam terpaksa sepakat. Dia tidak suka menunjukkan wujud aslinya sering-sering karena dia buruk rupa. Mereka yang dapat memandangnya tanpa berkedip atau berpaling selama satu detik adalah kawanan monsternya.

Seketika ingatan itu membanjiri kepalanya, ingatan di mana kebahagiaannya pecah berkeping-keping, bertumpuk menjadi gundukan mayat yang dihabisi secara brutal dan tak beradab. Di sekitarnya adalah kolam darah yang dipancarkan oleh lubang yang merobek perut para monster, atau dari kepala yang bolong, atau malah tidak tersisa kepala kecuali pecahan-pecahannya yang memanjang ke belakang beserta isinya yang berhamburan.

Situasi tersebut sudah seharusnya memilin perut Sam, tetapi segala rasa jijiknya tergantikan oleh amukan berikut luka lara yang meledak-ledak di dalam darahnya. Di hadapannya, seorang wanita menodongkan shotgun ke arah mata Sam. Tatapannya sedingin es dan ucapannya sungguh menyesakkan dada. "Makhluk seperti kalian jika dibiarkan berkeliaran hanya akan merusak ekosistem saja."

Kala itu Sam nyaris tidak ingat bagaimana bisa dia menghindari seluruh proyektil yang dilontarkan dari senjata tersebut. Tiba-tiba dia sudah berhasil mencengkeram kerah sang pembunuh yang sekarang melotot dalam gentar dengan mata merahnya. Di bawah remang-remang lampu gantung yang berayun, keringatnya tampak mengilap dan besar-besar. Giginya bergemeletuk tak dapat membendung ketakutannya.

Namun tangan kanan kekar Sam yang berbulu gelap, tajam, dan kasar, tak dapat mengampuninya. Sedangkan tangan satunya terangkat bersama deru napasnya yang tak beraturan.

"Katakan itu sekali lagi di hadapan teman-temanku di Alam Bayangan!" geramnya.

Dengan gesit, Sam mencekal kepala wanita itu, meremasnya dan menghancurkannya bagaikan meremukkan jeruk. Tak peduli darah yang membanjirinya, organ tubuh yang ia pecahkan di dalam genggaman, ia sudah tenggelam dalam dendam tak berujung. Jika saja wanita itu tidak tiba-tiba bergabung dengannya, dan menghabisi semua temannya yang mati mengenaskan di belakang sana.

Mata merah itu ... Sam memicingkan mata pada mata Nick yang berkilat. Sang Mata Merah itu menerjang. Tidak pakai basa-basi lagi Sam mencurahkan energinya sehingga tubuhnya membesar bersama pakaiannya, sempurna seperti binaragawan ditumbuhi bulu babi yang kasar. Kepalanya pun bukan setengah babi saja. Ia memiliki mata besar dan bagian putihnya merah seperti milik genderuwa. Tangannya besar lengkap dengan kuku tebal dan runcing. Ia berderap menuju Nick, melayangkan sebuah cakaran maut yang tentu dapat dijauhkan dengan mudah.

Inilah yang Nick tunggu, di mana ketika seseorang terpancing amarah, ia akan melupakan proteksinya meskipun ini sedikit berisiko. Paling tidak dia berhasil meninggalkan goresan pada pinggang Sam, menyebabkan iblis babi itu roboh dengan lutut lebih dulu, tetapi segera bangkit untuk menangkap Nick yang terlampau lincah dengan bantuan anginnya.

Lagi-lagi Sam lengah, ia tidak sadar Jessie sudah berada di belakangnya, sukses menerobos bekas sabetan yang diberikan Nick dengan kuku-kuku lancipnya. Bukan rasa sakit saja yang Sam rasakan ketika darahnya menciprat, dia dengan kemurkaan besar lekas berbalik setelah Jessie menarik kembali tangannya. Namun cengkeraman Sam berikutnya pada kepala Jessie tak sempat ia elak. Jessie nyaris bernasib sama seperti pembunuh yang masih membayangi pikiran Sam andai Nick tidak menghunjamkan kedua pedang pada punggungnya.

Ia pun berteriak sengsara kepada langit yang mulai berubah warna, melempar Jessie dengan tenaganya yang masih tersisa banyak sehingga perempuan itu terguling di aspal. Keningnya sempat terbentur cukup keras, sanggup meretakkan tengkoraknya dan menderakkan lehernya. Setelah itu rasa sakit luar biasa mengakar di pusatnya. Jessie tak dapat berkutik sedikit pun.

Sedangkan Nick tidak berhenti memperdalam tikaman hingga menembus perut Sam, menempelkan pangkal pedang terhadap punggungnya. Ia mengabaikan seluruh darah iblis yang berlompatan membasahi tangan, wajah, serta pakaiannya. Lalu sekuat tenaga ia tarik pedangnya kembali, menumpahkan darah lebih banyak. Perbuatannya menyebabkan Sam tak dapat menekan denyut yang menyiksa seluruh tubuhnya, ia ambruk dengan tubuh depannya lebih dahulu.

Beberapa langkah mundur Nick ambil, tersengal-sengal dia mengamati apakah Sam benar-benar sudah tidak bisa memenangkan pertarungan. Mendapati darah kentalnya terus melebar dan dia tidak sama sekali menunjukkan tanda-tanda dapat bergerak, Nick lekas menjauhinya untuk menolong Jessie yang tidak kalah buruk keadaannya.

Dan kesempatan itu Sam gunakan untuk meraih sesuatu di dalam sakunya.

"Jessie!" Nick berlari gusar ke arahnya lalu berlutut, mengangkat tubuhnya dengan hati-hati. "Kepalamu berdarah!"

"Tidak apa-apa. Vampir memiliki daya memulihkan diri dengan cepat." Namun tiba-tiba mata Jessie melebar begitu mengetahui sesuatu di belakang Nick. Tangannya sekuat mungkin mendorong Nick hingga anak itu terpisah darinya. "Sam! Sam masih bangkit!"

Ketika Nick melihat ke belakang, Sam sudah tidak ada, tetapi dia mendengar langkah larinya yang terseok-seok dari samping. Darah masih mengalir deras dari lubang menganga di punggung dan perutnya, tetapi secara perlahan dapat terlihat jaringan-jaringan ototnya berjalin satu sama lain seperti benang. Sementara itu dia hendak melewati pertarungan perkumpulannya dengan para polisi menuju satu tujuan pasti:

Rumah Nick dan Ferus.

Dia langsung tahu apa yang akan dilakukan iblis keparat itu.

Di ujung lain, Ferus sudah tidak tahan. Dia tak sengaja menggenggam kuat lengan Yuka, memaksanya lari bersamanya dan memerintah, "Tolong bantu aku selamatkan keluargaku dan membawa mereka pergi!"

Tidak semudah itu Yuka mematuhinya, dia justru mengelak sekuat tenaga. "Hei!"

"Aku membutuhkan apimu!" dia meminta dengan putus asa. Tidak mungkin dia biarkan iblis itu mencelakai keluarganya.

Kedua pedang yang tergeletak di jalan lekas Nick ambil. Dia gunakan tenaga anginnya untuk mencapai Sam. Kali ini dia menjejakkan kaki pada pundak Sam, iblis babi itu sontak terperosok hanya saja tidak berlama-lama untuk bangkit lagi. Nick mendapati lidah Sam yang panjang dan runcing menjulur menjijikkan bersama air liurnya yang menetes-netes sampai rasanya ia ingin memotongnya. Dari perangainya, Sam terlihat seperti orang sehabis mengonsumsi obat keras. Apa dia memang baru memakainya?

Iblis itu pun berbalik lagi hendak menaiki undakan rumah Nick, tetapi sekali lagi dapat dihadang dengan angin yang Nick kendalikan, bahkan menerbangkan Sam ke arah batang pohon di dekat rumah, menerbangkan beberapa ranting serta daun-daunnya.

Sialnya dia lupa telah menguras tenaganya yang terbatas secara berlebihan beberapa jam ke belakang, belum lagi selama dua hari ini diserap terus-terusan. Tiba-tiba saja jantungnya mendetakkan denyut menyakitkan yang mampu melemaskan tubuhnya. Nick pun ambruk tetapi sempat bertumpu pada kedua pedangnya.

Belum saatnya, benaknya terus menyemangatinya. Apalagi dalam kondisi segenting ini. Belum saatnya.

Kini keduanya serempak berusaha bangkit. Sam berjalan kelimpungan mendekati Nick, menggenggam kerahnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi di saat anak itu tak sanggup memberikan perlawanan.

"Tunggu giliranmu, Nick. Ingat, kan? Mencincangmu hidup-hidup. Pertama dari kaki, tangan, lalu perut, baru memisahkan antara jantung atau otakmu. Tapi sebelum itu, akan kutunjukkan seperti apa rasanya kehilangan keluarga, makhluk biadab!" hardiknya dengan suara mendalam, Nick di dalam cengkeramannya hanya bisa mengusap pergelangan tangan Sam yang seharusnya adalah sebuah pemberontakan.

Sudah jelas Nick membutuhkan pertolongan. Abuelo yang masih menyaksikan akan lebih merasa berdosa jika tidak menyelamatkan Nick, walau mungkin setelahnya akan merepotkan anak itu. Tak sanggup lagi, dia bergegas dari jendela, tak menghiraukan istrinya yang terus memanggil di belakang.

"Jorge! Hei, Jorge!" Dia pun berdecak.

Melihat Abuelo yang keluar dari rumah mengejutkan Cel yang masih menonton dari balik jendela. Dia refleks menutup mulutnya dan mundur ketakutan. "M-Mr. Jones?!"

Orang tua Cel pun tidak kalah panik, terutama sang ayah. Pria berkacamata itu menarik jendelanya terbuka, melongokkan kepala dan berteriak, "Hei, Mr. Jones! Apa yang kaulakukan?!"

Abuelo tidak akan mendengarkan. Ia tetap menuruni tangga secepat mungkin, berjalan cepat ke arah mereka. Di saat yang sama Ferus dan Yuka tiba di sampingnya. Anak laki-laki itu dengan kuat merenggut lengan Abuelo sebelum pria tua itu pergi lebih jauh. "Kita harus menjauh dari sini! Mana Abuela?!"

Wanita yang dimaksud sudah berada di depan pintu. "Ferus, Jorge, masuk ke dalam!"

"Kenapa malah masuk?! Kita harus kabur dari sini!" Ferus pun berlari menaiki tangga untuk menarik lengan neneknya.

Tindakan tersebut mendadak membuat Abuela panik setengah mati. Dia memukulkan tangannya yang kecil dan kurus terhadap lengan Ferus berkali-kali. "Tidak! Jangan menarikku!" serunya tak kalah kencang.

Astaga, mengapa harus di saat-saat seperti ini neneknya ini masih keras kepala? "Abuela! Ini bukan saatnya tetap menjaga rumah!"

Sayang sekali dalam jarak yang masih jauh, posisi mereka sudah ditemukan oleh Sam melalui ekor matanya. Dia membuang Nick seperti membuang sampah ke dalam tong, dengan beringas mengambil langkah untuk menghabisi seluruh orang yang disayangi Nick. Langkahnya yang begitu bertenaga dan konstan membuat sekeluarga Jones membeku di tempat, terutama Abuelo karena dia adalah sasaran terdekat.

Sedikit pun tubuh Nick tidak mau mengikuti perintahnya. Dengan pandangan mengabur, dia berharap keberuntungan masih berbaik hati memberikannya kesempatan. Di sisi lain pun Ferus hendak menghampiri kakeknya, tetapi ketakutan mahabesar menguasainya dengan utuh. Abuela tampak sangat ingin bertindak tetapi dia sendiri tidak tahu bisa melakukan apa.

Tak sanggup menyaksikannya, Nick menutup mata.

Tepat ketika Jessie sudah berada di samping Abuelo, mendorongnya, dan menerima cakar maut di sepanjang punggungnya.

Jeritan Jessie yang mengudara membuat Nick menyentak kembali matanya. Di depannya, Jessie tumbang di atas Abuelo, lantas pakaiannya berubah gelap meresap darah yang bercucuran dari lukanya. Abuelo di bawahnya megap-megap tanpa suara, seluruh panas tubuhnya meningkat beriringan dengan debar jantung yang dapat membahayakan usia tuanya. Dalam benaknya yang manusiawi, tak peduli perempuan ini telah melindunginya, hanya ada perintah menjauh darinya yang bersimbah darah. Usahanya dibantu oleh Sam dengan mengangkat kepala Jessie hingga ujung kakinya saja yang menyentuh aspal.

Sam berbalik, tersenyum semringah beribu arti pada Nick. Dari ribuan makna itu Nick tahu apa yang akan dia lakukan dan itu benar-benar membuatnya menderita. Dia berbisik, "Tidak ...." Dan bisikannya semakin kencang, semakin keras ketika kepalan tangan Sam yang besar bergetar.

Jessie tak tertolong. Kepalanya hancur dengan pecahannya yang tersebar ke segala arah.

Terasa jantungnya ikut pecah bersama kepala Jessie. Begitu pun otaknya. Begitu pun paru-parunya. Tubuh Jessie yang kini tidak memiliki kepala meluncur ke bawah, memantul di atas aspal bersama darah dari lehernya yang menyemburkan darah tak henti-henti.

Kontrak misi Nick adalah membujuknya kembali pada ayahnya, tapi dia mengacaukan segalanya.

Bukan seperti reaksi pada umumnya yaitu langsung terbakar amarah ingin membalaskan dendam, justru hatinya sibuk membenahi kedukaan yang membludak. Jika dia memang begitu, dari dulu dia sudah mencari monster keparat yang membunuh orang tuanya di kebakaran hutan. Namun dia terus lari, lari, dan lari dari rasa tidak aman yang berasal dari dirinya sendiri. Secara logis dia tidak punya apa-apa untuk melawan. Terus menjadi budak kekejian hidup di bawah naungan perantara manusia biasa dan Mata Merah.

Hingga hari ini, lagi-lagi dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika orang lain berjuang keras melindunginya. Bukan cuma rasa takut, bukan cuma rasa bersalah, bukan cuma trauma, bukan cuma terpukul, bukan cuma kemurkaan. Semuanya bercampur, mengaduk-aduk organ tubuhnya, merusak fungsi dan kinerjanya. Dia tidak berdaya.

Sam sekarang menatapnya, sesaat melupakan Abuelo karena Nick sudah menunjukkan reaksi yang dia inginkan. Kesempatan itu Abuelo gunakan untuk berlari terbirit-birit mengamankan anggota keluarganya, hanya tersisa Yuka yang berdiri kaku di hadapan Sam, tetapi anak laki-laki itu mengabaikan kehadirannya, tetap melangkah menuju tangga rumah Jones.

Sudah bukan waktunya lagi tinggal diam. Sebisa mungkin ia mengusir rasa takutnya dengan mengalihkan mata dari mayat Jessie. Mungkin ini akan menjadi tenaga terakhirnya. Tangannya yang bergetar hebat tidak akan sanggup mengambil pedangnya, lagi pula waktu yang tersisa sangat sempit. Begitu dia sudah setengah berdiri, dia mengerahkan angin di belakangnya, mendorongnya hingga berada tepat di antara tangga rumah dan Sam, lalu menghabiskan seluruh tenaganya untuk mengempas Sam sejauh belasan meter.

Setelahnya, dia membiarkan tubuhnya terbanting pada aspal.

"Niiick!" Ferus dan Abuela berteriak bersamaan, namun hanya Ferus yang dengan gusar berlari ke arah temannya, mengangkat tubuhnya yang lemas, berkilat oleh keringat. Matanya tidak terbuka, dan yang paling mengerikan adalah dadanya yang bergerak halus naik-turun hampir tidak bernapas.

"Nick!" Ferus memukul pelan wajahnya. "Nick!"

Yuka mulai kebingungan melihat seluruh kejadian yang lewat di depan matanya, tetapi dia tidak tersentuh sama sekali seolah dia tidak berada di sana. Ia memandang pada Nick dan Ferus, lalu keluarga Jones, pertarungan perkumpulan dengan para polisi yang mulai memperlihatkan kemenangan pihak alat negara, dan tentu saja pada Sam yang tidak sama sekali terluka hanya dengan dorongan tidak membahayakan. Dia sudah mendekat ke arah mereka semua.

"Nick, bangun!" Ferus masih berusaha menyadarkannya.

Sepertinya Yuka memang tidak punya pilihan lain.

Peri Pelindung, aku meminta bantuan lagi, isi benaknya berbicara.

Kali ini Sam tidak akan menghadapi Nick, atau Jessie, atau menghabisi keluarga Jones. Kali ini Yuka yang menggantikan semuanya. Rambut pendeknya melompat-lompat selagi dia melangkah. Persis seperti ketika dia dengan gagah berani menghadap genderuwo.

Jadi ada satu lagi orang yang mau mengorbankan dirinya? Itu sangat membakar antusiasme Sam. "Cewek api? Percuma, api tidak akan membakar iblis."

Yuka tidak peduli, dia tetap mendekat. "Tapi kurasa apiku pengecualian."

Dia membakar udara bersama Sam. Panas yang dihasilkan menerpa kulit orang-orang yang berada di sekitarnya, termasuk Nick yang masih berjuang mempertahankan kesadarannya.

Cahaya jingga yang menjurus tinggi ke langit membuatnya gila. Perasaan itu, terjebak di tengah kebakaran, rasa panas memuakkan, bau asap yang menyesakkan, jeritan menderita—yang kali ini datang dari Sam. Iblis itu kepanasan, seluruh tubuhnya terbakar yang persis mengingatkan Nick bagaimana ayahnya mundur lalu tersandung tumitnya sendiri dan berguling-guling di tanah.

Nick mulai menggelengkan kepala, menggumamkan kata, "Tidak .... Tidak ...."

"Semuanya akan baik-baik saja, Nick. Api itu tidak menyerangmu," Ferus berucap di atasnya.

Nick berusaha meresapi kata-katanya. Dia benar. Api itu tidak menyerangnya. Dia pun memejamkan matanya lagi sambil mengatur napasnya yang pendek-pendek.

"Semuanya akan baik-baik saja," kata Ferus lagi.

Semuanya akan baik-baik saja ....

Semuanya akan baik-baik saja ....

Tidak. Suara Ferus bertukar dengan suara ibunya. Sementara raungan menyakitkan Sam yang melatari bergantian dengan raungan ayahnya. Tidak, tidak, tidak. Jangan mereka. Ini bukan di hutan. Situasi sama sekali berbeda, dan api ini melindunginya, bukan membunuhnya.

Tidak akan ada yang melukainya lagi. Dia meyakinkan kalimat itu, berusaha percaya bahwa dia aman bersama mereka. Aku aman. Aku aman ....

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • SusanSwansh

    Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.

    Comment on chapter Act 000
  • authornote_

    @SusanSwansh wah makasih ya. Makasih juga sudah mampir!

    Comment on chapter Act 000
  • SusanSwansh

    W.O.W. Kereeennnnnnnn.... Like banget ceritanya.

    Comment on chapter Act 000
Similar Tags
Should I Go(?)
9397      2183     12     
Fan Fiction
Kim Hyuna dan Bang Chan. Saling mencintai namun sulit untuk saling memiliki. Setiap ada kesempatan pasti ada pengganggu. Sampai akhirnya Chan terjebak di masa lalunya yang datang lagi ke kehidupannya dan membuat hubungan Chan dan Hyuna renggang. Apakah Hyuna harus merelakan Chan dengan masa lalunya? Apakah Kim Hyuna harus meninggalkan Chan? Atau justru Chan yang akan meninggalkan Hyuna dan k...
Semu, Nawasena
6144      2519     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
Nafas Mimpi yang Nyata
227      188     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Hidden Words Between Us
1244      517     8     
Romance
Bagi Elsa, Mike dan Jo adalah dua sahabat yang paling disayanginya nomor 2 setelah orang tuanya. Bagi Mike, Elsa seperti tuan putri cantik yang harus dilindunginya. Senyum dan tawa gadis itu adalah salah satu kebahagiaan Mike. Mike selalu ingin menunjukkan sisi terbaik dari dirinya dan rela melakukan apapun demi Elsa. Bagi Jo, Elsa lebih dari sekadar sahabat. Elsa adalah gadis pertama yang ...
Selepas patah
123      104     0     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Our Son
479      252     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Save Me
904      539     7     
Short Story
Terjebak janji masa lalu. Wendy terus menerus dihantui seorang pria yang meminta bantuan padanya lewat mimpi. Anehnya, Wendy merasa ia mengenal pria itu mesipun ia tak tahu siapa sebenarnya pria yang selalu mucul dalam mimpinya belakangan itu. Siapakah pria itu sebenarnya?dan sanggupkah Wendy menyelamatkannya meski tak tahu apa yang sedang terjadi?
Patah Hati Sesungguhnya adalah Kamu
1772      668     2     
Romance
berangkat dari sebuah komitmen dalam persahabatan hingga berujung pada kondisi harus memilih antara mempertahankan suatu hubungan atau menunda perpisahan?
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
70      58     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Awal Akhir
664      414     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.