PAN P.O.V
Reshton... Reshton... Reshton...
Aku terus mengulang nama itu di benakku. Nama itu terdengar familiar. Aku lupa di mana aku mendengarnya. Bagian benakku paling dalam terus menerus bilang kalau nama itu penting dan aku harus ingat. Tapi kepalaku menjadi sakit karena berpikir. Jadi aku memilih untuk membiarkannya. Aku tahu jawabannya akan dengan datang sendiri.
~~~
Ini waktunya makan siang, jadi aku merapikan bukuku dan berjalan ke sahabat- sahabatku. Lalu, aku melihat Ashelyn hanya duduk di bangkunya masih melihat burung. Perempuan itu cantik tapi aneh. Bukan aneh dalam hal yang sangat buruk. Hanya saja sedikit membingungkan dan juga matanya. Aku bisa melihat kalau matanya menyimpan banyak kesedihan. Tiba- tiba aku merasa ada yang memukul punggungku dan aku langsung kembali ke realita. Aku menggerutu dan aku merasa ditarik keluar kelas.
"Ayo cepat," rengek Tom, "Aku lapar."
Aku tertawa, "Kapan kau tidak?" Aku melepaskan diri darinya dan melihat Ashelyn lagi, "Um... Kalian duluan saja. Nanti aku nyusul."
Mereka mengejekku setelah tahu apa yang aku perhatikkan dari tadi, "Go get her lover boy. Buktikan ke semua orang kalau kau itu tidak Gay."
Aku memutar bola mata, "Yeah... Yeah... Sampai jumpa. Nanti aku nyusul." Kataku sambil melambaikan tangan pada mereka.
"Mau kutunjukkan kantinnya di mana?" Aku tanya padanya dan aku tidak terkejut karena dia tidak merespon. Sial, dia bahkan tidak menggerakkan kepalanya. Astagah perempuan ini benar- benar. Perempuan lain tidak pernah mengacuhkanku seperti ini. Dia yang pertama. Kenapa aku mulai merasa seperti di drama?
"Mau memberi tahuku alasan kenapa kau menganggap aku tidak ada?"
Dia tiba- tiba mengambil buku dari tasnya dan memasang headset di kupingnya lalu berjalan keluar. Dan di sini aku merasa seperti orang yang sangat amat sungguh bodoh. Tidak pernah terpikir olehku kalau kejadian seperti ini akan terjadi. Aku yang mengejar perempuan. Bukan sebaliknya. Tapi itulah yang membuat semuanya menyenangkan bukan?
KAY P.O.V
Aku berjalan keluar kelas untuk menjauh dari si brengsek itu. Dia terus saja mengangguku dan aku tidak menyukainya. Aku tahu dia sedang mendekatiku, tapi aku menganggap itu sebagai menggangu dan aku benar- benar tidak suka itu. Apa dia tidak tahu kalau aku tidak mau? Seharusnya dia sudah tahu itu. Harusnya dia menyerah saja.
Aku tidak tahu sebenarnya aku ke mana tapi sepertinya otakku dan kakiku bekerja sama dan aku menemukan diriku berdiri di bawah pohon yang aku perhatikan selama pelajaran. Tempat ini menenangkan. Sepertinya tidak banyak murid ke sini. Untungnya juga ada bangku di bawah pohon. Sempurna. Tempat menenangkan untuk aku membaca buku dan mendengarkan musik.
Aku menghabiskan waktu istirahatku duduk di bangku ini, membaca buku dan mendengarkan musik. Dengan tak ada satu orangpun yang mengangguku. Tapi pastinya seperti semua hal yang menyenangkan pasti akan ada akhir. Alarm yang aku pasang di hpku sudah berbunyi yang menandakan kalau istirahat sudah selesai. Aku mengehela nafas dan berdiri dari bangku dan berjalan ke kelas. Di samping si brengsek yang bernama Pan.
~~~
Aku sudah menyelesaikan sekolahku hari ini dan aku dengan bahagia bisa mengatakan kalau aku selamat dan masih hidup. Tidak terlalu buruk untuk hari pertamaku. Ada 2 orang perempuan yang mencoba mengobrol denganku tapi tetap aku acuhkan karena aku tidak menyukai tampang mereka dan cara mereka bicara. Saat aku tidak merespon mereka pergi sambil berkata dengan pelan, "Jablay sombong." Dan yang satu lagi bilang, "Sok jual mahal banget."
Aku sih tidak mempedulikannya, untukku burung- burung lebih menarik daripada mereka. Lagipula lebih baik menjadi jablay sombong daripada jablay murahan.
Aku sedang mengemasi bukuku, aku merasa ada yang mengamatiku. Aku tidak peduli karena aku sudah mendapat banyak tatapan hari ini. Bisikan dan tatapan. Saat aku sudah memasukkan buku terakhirku ke dalam tas, aku melihat banyak badan di sekitarku.
Aku tidak menghiraukan untuk melihat siapa saja itu. Tebakanku itu geng Pan. Aku menggendong tasku dan ingin berjalan pergi tapi seseorang menahan pundakku. Orang itu memaksaku untuk duduk lagi dan aku terpaksa untuk melihat ke atas. Tebakanku benar itu kelompok Pan. Aku masih melihat mereka dengan tampang datar. Aku tidak ada niatan untuk bicara pada mereka tapi bukan berarti aku tidak ingin menganggu mereka. Aku menaruh kepalaku di tanganku, dan melihat mereka dengan ekspresi bosan tapi tetap mengangkat tinggi kepalaku.
"Kau tidak mau menanyakan kenapa kita menghalangimu untuk pergi?" Salah satu dari mereka bertanya.
Aku hanya mendiamkannya dan tetap menatap mereka.
"Kau benar- benar tidak akan bicara?" Yang lain berkata. Dia mendekatkan wajahnya denganku, "Kau tidak berbicara sama sekali hari ini."
"Lebih baik kita memperkenalkan diri masing- masing terlebih dahulu bukan?" yang terakhir bilang. "Halo, namaku Timmothy Raquez. Panggil aku Tim. Senang bertemu denganmu."
’Hm... gentleman huh?’ pikirku.
"Namaku Gary, nona. Gary Sondity." kata laki- laki yang tadi mendekatkan kepalanya padaku. Yang ini bad boy, playboy. Sudah ketahuan sekali. Dia berusaha meraih tanganku tapi aku cepat- cepat menariknya. Apa dia pikir dia ada di jaman kebangsaan?
"Aku John, John Drecson," yang terakhir bilang. Tampangnya baik, "Aku tahu. Aku tahu aku tampan dan aku tahu kau menyukaiku." Aku tarik lagi kata- kataku. Aku menengok ke laki- laki bernama Tim dan dia melototi John. Sepertinya John tidak mengetahuinya, "Tapi..." lanjutnya, "Sayangnya, aku sudah punya pacar. Dan aku tidak akan meninggalkannya bahkan untukmu."
Kemudian Tim tertawa kecil. Aku tidak mengerti kenapa. Sekarang malah hening. Mungkin mereka menungguku untuk bicara. Percuma, karena tidak akan.
Lalu HPku mulai berdering dari tante Lydia. Setelah aku mengirim dia pesan kalau aku akan bertemu dia di gerbang, aku langsung bangun dan ada yang menahanku lagi. Aku menyentakkan tangannya pergi dan langsung berjalan keluar dengan cepat. Saat sudah sampai ke gerbang aku melihat mobil tanteku. Aku langsung naik dan kita berangkat.
"Jadi bagaimana hari pertamamu?" dia bertanya dan aku hanya mengankat bahu. Tidak minat menjawab. "Apa yang kau maksudkan dengan itu? Apa bagus? Atau buruk?" Aku hanya diam dan dia mengehal nafas, "Yah... Kau tidak dapat hukuman dan aku tidak dapat telpon kalau ada murid yang meninggal ataupun cedera. Jadi sepertinya semuanya baik- baik saja." Aku tertawa kecil mendengar itu dan sepertinya tanteku mendengarnya. Dia langsung menepikan mobil dan menengok ke arahku, "Apa kau baru saja tersenyum?" Aku melihatnya. Bingung dengan kata- katanya. Lalu dia melanjutkan, "Kenapa? Ide sekolah benar- benar berguna ya?"
"Bukan," jawabku singkat, "Aku hanya berpikir sangat lucu dan bodohkan kau bisa berpikir kalau ponakanmu akan membunuh seseorang. Terima kasih untuk kepercayaanmu."
"Ayolah aku hanya bercanda. Kau tidak seru sekali sekarang." katanya dan mengendarai mobilnya pergi lagi.