PAN P.O.V
"Jadi..." kata Tim, "Kau mau beritahu kami?"
John mengangkat tangannya tiba- tiba, "Aku sudah tahu masalahnya."
"Ash..." jawabku pelan, "Keluarganya mengira kalau keluargaku adalah dalang dibalik kebakaran yang membunuh orangtua dan adik Ash."
"Apa?!" Jerit Tim dan Gary.
"Ternyata keluargaku dan keluarga Ash itu teman baik," jelasku seperti yang mama sudah beritahu aku. Aku bisa mempercayai mereka tentang hal ini. Mereka itu sahabatku semenjak SD jadi aku bisa percaya rahasiaku pada mereka. "Papa kami berdua sahabat sejak SMP. Bahkan mereka sudah seperti saudara. Kata mama sampai sekarang papaku menganggap papa Ash itu saudaranya. Bahkan setelah yang mereka lakukan pada keluargaku."
"Apa yang mereka lakukan?" Tanya Tim.
"Saat aku kecil aku ingat kalau aku harus tinggall dengan tanteku untuk 2 minggu," jelasku, "Karena mama papaku harus ke luar negeri untuk mengurusi investor kami. Investor kami menarik semua saham mereka di perusahaan ayahku karena banyak rumor yang beredar kalau ayahku menggelapkan uang, mengambil paksa perusahaan orang, mengambil keuntungan besar. Dan dari sumber yang kami dapatkan, semua rumor itu datang dari perusahaan keluarga Asheyln."
"Apa hubungan perusahaanmu dengan keluarga Ashelyn?" Tanya John, "Perusahaanmu itu di bidang teknologi sementara Ashelyn pabrik makanan. Benar- benar tidak masuk akal."
Aku mengangkat bahu, "Aku pun tidak tahu. Tapi yang aku tahu perusahaanku dan pabrik Kay selalu bekerja sama. Lalu saat itu dengan tiba- tiba papa Ash dan papaku bertengkar dan mereka sama- sama menarik semua investasi dari bisnis masing- masing. Mereka juga tidak pernah berbicara lagi sejak saat itu. Dan mulailah rumor- rumor tidak benar dari perusahaan keluargaku keluar."
"Dan itu semua dari keluarga Ash?" Tanya Tim lagi.
"Itu yang keluargaku dengar katanya."
"Dan kau langsung percaya?" Tanya Gary.
Aku mengangkat bahu, "Aku bahkan baru tahu tentang ini tadi. Saat aku tanya mama. Tanya John." John mengangguk. "Tapi mama akan membicarakannya pada papa. Mungkin keluargaku juga tidak percaya kalau sahabatnya bisa melakukan hal seperti ini. Papa masih menganggapnya saudara."
Kita semua jadi hening. Lalu tiba- tiba John berbicara. Sepertinya dia ingin mencairkan suasana tegang ini.
"Dan apa kalian ingin tahu?" kata John, "Pan dan Ashelyn sebenarnya sudah dijodohkan sejak kecil."
"Apa?!" Tim dan Gary berteriak tidak percaya lagi.
"Jadi mungkin Pan dan Ashelyn sudah berjodoh sejak dulu. Huh?"
"Sungguh... tidak... bisa... dipercaya..." kata Gary.
Sementara Tim menggeleng. Aku hanya mengangkat bahuku dan tersenyum. Aku bisa apa lagi kalau memang dia selalu ditakdirkan untukku. Tapi apa dia akan menerimaku sekarang?
~~~
Aku sedang makan malam bersama keluargaku, lalu papa membuka topik.
"Pan," panggil papa, "Mamamu sudah bilang padaku kalau kau sekelas dengan Kay." Aku mengangguk. "Mamamu juga bilang kalau Kay mengira kita yang membunuh keluarganya. Aku akan memberi tahumu kalau itu semua bohongan. Kita tidak ada hubungannya dengan kebakaran itu. Kita bahkan menjadi donatur paling besar untuk perusahaannya di saat perusahaan mereka jatuh, karena kepergian mereka."
Aku diam. Tidak tahu bagaimana merespon perkataan papa. Tentu aku percaya dengan keluargaku karena mereka keluargaku. Tapi bagaimana membuktikannya kepada Ash?
"Pan... dengarkan papa. Papa sudah menyuruh orang untuk mencari tahu lebih dalam rumor- rumor yang disebarkan perusahaan Reshton. Semoga saja kita keliru, karena papa tahu kalau Cody tidak akan pernah melakukan hal seperti itu. Masalah kebakaran itu bisa kita selesaikan. Ayo kita buat makan malam. Sudah waktunya keluarga Reshton dan Herrington bersatu lagi. Kita sudah terlalu lama bertengkar. Bagaimana menurutmu Maidelline?"
Mama mengangguk dan tersenyum, "Aku setuju denganmu. Seratus persen. Biar aku yang rencanakan makan malamnya. Akan aku rencanakan secepatnya."
"Bagus," kata papa mengangguk, "Pan tugasmu. Ajak Kay untuk ikut makan malamnya. Lakukan semua yang kau bisa agar keluarganya bisa hadir. Kau mengerti?"
Aku mengangguk. Aku juga ikut bersemangat dengan keputusan mereka.
"Jared," kata mama memanggil papa, "Kau ingat perjodohan Pan dengan Kay?" Papa mengangguk. "Mungkin perjodohan itu masih bisa dilanjutkan?"
Aku sedang minum langsung tersedak. Papa dan mama melihatku langsung tersenyum.
"Itu terserah Pan saja dan tentu keluarga Reshton, juga Kay." jawab papa, "Jika mereka masih setuju. Pasti bisa dilanjutkan. Bagaimana menurutmu Pan?"
"Aku tidak tahu," jawabku panik.
"Kau masih punya perasaan padanya?" Tanya mama mengejek.
"Masih?" Tanyaku, "Apa aku pernah suka padanya?"
"Astagah Pan," kata mama, "Kami orangtuamu. Pastilah kami tahu saat anak kami sedang jatuh cinta."
"Aku terserah Ash saja," jawabku. Aku menyerah saja, tidak mau pecakapannya makin panjang. Meskipun dalam hati aku berharap perjodohannya dilanjutkan.
"Baiklah," jawab mereka berdua.
Malamnya kami mendapat kabar kalau Peter akan kembali bersekolah besok. Akhirnya... sudah hampir sebulan dia tidak masuk sekolah. Untung saja dia anak pintar jadi masih bisa naik kelas.
Peter sebenarnya bukan sahabatku dari lama. Aku bahkan baru mengenalnya dari kelas 10 tapi kami langsung dekat. Aku dan teman- temanku sudah menganggap Peter seperti bagian dari persahabatan kami dari SD.
Aku tiba- tiba teringat kalau dia pernah bilang kalau dia pernah mencintai Ash. Aku tidak tahu itu akan berdampak apa dengan persahabatan kami. Apa kami akan benar- benar merusak persahabatan kami demi seorang perempuan?
~~~
Besoknya saat sudah di sekolah, aku langsung duduk di tempatku. Ash juga sepertinya tidak mempedulikanku. Tapi dia mengobrol dengan teman- temanku. Aku lega kalau mereka bisa dekat dengannya.
"HALOOO SEMUANYAAAAA," tiba- tiba ada yang teriak dan kami semua tahu suara siapa itu. "AKUUU KEMBALIIIII. SIAPA YANG RINDU DENGANKU?"
Arghh Peter. Dia memang selalu seperti kalau dia izin lama. Banyak yang membencinya tapi mereka terbiasa. Lagipula tidak ada yang bisa membenci Peter, dia itu terlalu menyenangkan untuk dibenci.
"Tidak ada!" Teriak semuanya.
"Kau masih sekolah Peter?" Teriak Rony salah satu murid kelas.
"Untuk apa kau kembali?" Ejek Mery, salah satu murid di kelas juga.
"Kalian ini," jawab Peter, "Kalian pasti merindukankukan saat aku tidak ada? Mengaku saja!"
Satu kelas menyorakinya, termasuk aku dan sahabat- sahabatku.
"Dia selalu seperti itu?" Tanya Ash yang juga menggelengkan kepala.
"Iya," jawab Gary, "Kalau dia izin lama. Dia selalu seperti itu saat masuk sekolah."
"Hai sobatt!" Sapa Peter pada kami. Dia memeluk kami, tapi gaya anak lelaki berpelukan jika kalian mengerti. Gaya yang hanya tos dan menepuk pundak seperti itu.
Lalu aku melihat dia tersenyum saat melihat Ash. Ash hanya melihatnya dengan jengkel.
"Hai," sapa Peter padanya dengan senyuman.
Ash masih melihatnya dengan wajah datar, "Untuk apa kau kembali Peter Mitchell. Hampir sebulan. Sebulan." Dia menekan kata- kata 'sebulan'.
"Aku juga merindukanmu," kata Peter dan Ash memutar bola matanya. "Kalian sepertinya sudah dekat." Kata Peter dan menunjuk kami dengan Kay. Kami semua mengangkat bahu. "Baguslah."
~~~
Saat istirahat tiba, Peter menarik Ash untuk makan bersama kami. Ash mengikutinya tapi aku menahannya. Aku bilang padanya ada yang harus aku bicarakan. Dia mengangguk dan mengikutiku. Peter ingin ikut tapi aku bilang ini masalahku dengannya. Yang lain juga membantuku, mereka menarik Peter dan bilang padanya mereka harus memberitahunya sesuatu.
Saat aku dan Ash duduk di bangku, kami canggung untuk sebentar. Memang aku yang mengajaknya untuk bicara tapi sekarang aku bingung bagaimana memulainya.
"Um... jadi..." kataku sambil berpikir apa yang harus kukatakan selanjutnya, "Tentang keluargamu... Astagah apa yang sedang aku katakan." Aku mengacak rambutku. Lalu aku memutuskan untuk langsung bilang saja dengan frontal, "Papa mengundang keluarga Reshton untuk makan malam bersama. Papaku bilang kalau keluarga kita sudah terlalu lama bertengkar dan juga papa ingin menjelaskan semuanya pada keluargamu. Bagaimana menurutmu?"
Dia menghela nafas, "Aku tidak tahu. Aku sih mau saja tapi..."
"Tapi?"
"Tante dan paman," jawabnya, "Aku takut mereka akan menolak."
"Tunggu kenapa kau mau? Kau percaya kalau keluargaku tidak bersalah?" Tanyaku karena penasaran.
"Aku membuka koper yang papa berikan padaku saat kebakaran," jawabnya, "Di dalamnya ada beberapa foto album dan foto berceceran. Ada foto papamu dan papaku bersama. Melihat mereka berdua aku jadi berpikir. Ini bukan pertemanan biasa, aku tidak percaya kalau mereka bisa menjelekkan satu sama lain. Apalagi bisa membunuh satu sama lain. Bahkan aku menemukan sepucuk surat untuk papamu."
Dia membuka buku yang dia bawa. Di dalamnya ada selipan foto dan surat. Dia memberiku fotonya, foto papa dan tuan Cody yang sedang bergaya di atas gunung.
"Itu foto mereka," katanya, "Lihat senyuman mereka. Apa iya kau percaya kalau mereka bisa menjelekkan satu sama lain? Dan ini surat untuk papamu, sepertinya papaku tidak pernah bisa mengirimnya."
Dia juga memberiku sepucuk surat dengan nama papaku di luarnya.
"Aku yakin papaku ingin sekali mengirimnya. Masalah makan malam akan kuusahakan. Kapan?"
"Mamaku sedang merencanakannya," jawabku, "Nanti akan kukabarkan padamu waktunya. Pastikan saja kalau tante dan pamanmu akan ikut."
Aku mengangguk, "Percayalah mereka pasti akan ikut."
Aku memberi fotonya kembali padanya tapi dia menyuruhku untuk memberinya pada papa. Jadi aku menyimpannya. Setelah bicara kami ke kantin, sepertinya ada waktu sebentar untuk kami makan.