KAY P.O.V
Malamnya Pan mengabariku kalau makan malamnya sudah selesai direncanakan. Kita akan makan malam pada hari sabtu jam 7 malam di restoran XXX. Itu 2 hari lagi. Aku langsung bangun dan mencari paman dan tante. Mereka sedang menonton TV di ruang tamu. Aku langsung duduk di sofa sebelah paman.
"Paman tante," panggilku dan mereka bertanya ada apa, "Umm... Keluarga temanku mengajak kita makan malam."
"Siapa itu sayang?" Tanya tante.
"Um..." Aku memutuskan untuk tidak memberi tahu kalau keluarga Herrington yang mengajak makan malam. Karena aku tidak mau mereka menolaknya. Jadi aku memutuskan untuk sedikit berbohong. "Keluarga Peter. Sudah lama mereka tidak bertemu keluarga Reshton jadi mereka ingin bertemu."
Tidak tahu kenapa tante melihatku. Mengamatiku dengan mata tajam.
"Kay," panggilnya nadanya sedikit menyeramkan, "Beritahu tante jujur. Siapa yang mengajak kita makan malam?"
"Huh?" Tanyaku bingung.
"Aku tahu kau sedang berbohong," kata tante, "Beritahu saja. Kami pasti akan datang. Keluarga Herringtonkan yang mengundang kita?"
"A... a... apa?" Aku terkejut, aku tidak akan bohong. "Bagaimana tante bisa tahu?"
"Aku tantemu Kay," jawabnya, "Aku juga ikut membesarkanmu. Aku tahu saat kau berbohong. Kapan makan malamnya?"
"Tunggu..." kataku masih tidak percaya, "Kau masih akan datang meskipun keluarga Herrington yang mengundang kita?"
Mereka mengangguk. Lalu paman bilang, "Kami juga ingin berbicara pada mereka. Jadi ini waktu yang tepat."
"Tentang?"
"Nantik kau juga tahu," kata paman, "Kapan makan malamnya?"
"Sabtu ini," jawabku, "7 malam di restoran XXX."
Mereka mengangguk, "Bilang pada mereka kita akan datang."
Aku mengangguk dan langsung naik ke kamarku. Aku tidak percaya ini. Mereka akan pergi? Begitu saja? Bagaimana ini bisa terjadi?
~~~
"Jadi bagaimana?"
Aku sedang berbicara dengan Gary, saat Pan datang dan langsung berbicara seperti itu.
"Selamat pagi juga," kataku dengan sarkastik.
"Ah iya maaf," katanya, "Selamat pagi. Jadi apa kata tante dan pamanmu?"
"Kau benar- benar ingin makan malam itu terjadi ya?" Ejekku.
"Ashhh," dia merengek dan aku terkekeh.
"Kenapa kau sangat ingin Pan?" Ejek Gary juga.
"Jawab sajaaaa," rengek dia lagi.
"Mereka bilang iya," jawabku dan dia langsung tersenyum. Dia langsung jadi seperti anak kecil saat orangtuanya bilang iya ketika dia ingin pergi ke kebun binatang. Dia meneriaki yes yes yes.
"Dia bukan temanku." Bisik Gary dan aku tertawa.
~~~
Saat istirahat Peter bilang ingin mengantarku pulang. Jadi aku mengirim pesan ke tante dan tuan Drew untuk tidak menjemputku.
"Kau lapar?" Tanya Peter saat memberi helmnya kepadaku.
"Memang kenapa?" Tanyaku.
"Kalau kau lapar. Ayo makan dulu,"
"Bagaimana kalau makan di rumahku saja?" Tanyaku.
Peter mengangguk, "Boleh juga. Kalau begitu ayo cepat. Aku lapar."
Saat naik motor, Pan, Tim, Gary, dan John menghampiri kita. Pan, dan Tim di mobil mereka masing- masing. Sementara Gary dan John di motor mereka.
"Kalian mau ke mana?" Tanya Pan.
"Mengantarnya pulang," jawab Peter.
Mereka mengangguk, "Antar dia sampai rumah dengan selamat ya Peter! Jangan sampai lecet sedikit pun!" Ancam Pan dan Peter tertawa. Sementara aku memutar bola mataku.
"Baiklah," kata Peter, "Aku duluan ya. Daah."
Aku melambaikan tanganku pada mereka dan mereka melakukan yang sama.
Saat sudah sampai rumah. Aku langsung menyuruh Peter masuk. Saat dia masuk Pan langsung menyerbunya. Pan masih ingat dengannya ternyata.
"He hei," sapa Peter, "Kau masih ingat aku?" Lalu Peter terkejut melihat banyak anak anjing. "Kau sudah punya anak sobat? Wow. Selamat."
"Ayo kita makan," kataku, "Aku sudah lapar."
Saat makan Pan bertanya padaku, "Hei aku sudah dengar tentang keluarga Pan dan keluargamu. Apa itu benar?"
Aku mengangkat bahu, "Kami masih mencari bukti yang kuat. Narasumbernya masih bisa dipercaya."
Peter mengangguk, "Kau sudah bertemu dengan Sasha, Peach, dan Kos?"
Aku mencemooh, "Iya terima kasih padamu."
"Hei!" Bentaknya, "Yang tulus."
Aku tertawa, "Iya... terima kasih Peter."
Dia mengangguk, "Sama- sama. Kau tahu. Kau dan Pan um..."
"Kenapa?"
"Kalian teman lama? Apa kau punya perasaan pada Pan?"
Dia tiba- tiba bertanya seperti itu dan membuatku tersedak. Dia langsung memberiku minum.
"Peter!" Bentakku, "Untuk apa kau menanyakan hal itu?"
Dia mengangkat bahu, "Aku hanya ingin tahu."
"Meskipun ada itu sudah lama sekali," jawabku, "Aku melupakannya kau ingat? Perasaan itu sudah hilang."
"Jadi itu berarti," katanya sambil tersenyum, "Aku punya kesempatan?"
Aku tertawa, "Lucu Peter. Lucu."
"Kay," katanya, "Aku tidak bercanda. Aku suka denganmu Kay dari dulu. Tapi aku tidak punya keberanian untuk memberi tahumu. Kau hilang selama 2 tahun membuatku sangat menyesal tidak memberi tahu perasaanku padamu. Tapi sekarang aku sudah menemukanmu dan aku tidak akan melepaskanmu Kay."
Aku langsung melihatnya. Di matanya penuh dengan harapan. Kenapa kau memberiku tatapan seperti itu? Aku sangat membencinya. Aku benci harus merusak harapannya.
"Peter," kataku sepelan mungkin. "Maaf. Tapi... aku tidak merasakan hal yang sama denganmu. Maaf."
Dia sepertinya terkejut. Harapan di matanya sudah hilang, sekarang dipenuhi dengan kekecewaan.
"Jadi... jawabanmu itu tidak?"
"Maaf, tapi tolong," kataku, "Jangan berubah. Kau tidak akan meninggalkanku kan? Peter kau sudah seperti saudaraku sendiri. Aku mengenalmu hampir seumur hidupku. Hubungan kita tidak akan berubahkan?"
Dia diam untuk sebentar, lalu dia tersenyum melihatku. Tapi tentu masih terlihat kesedihan dibalik senyuman itu. Dia mengangguk, "Iya... Pasti... Aku masih akan terus menjagamu Kay. Kau juga masih akan bercerita denganku kan?"
Aku mengangguk, "Pasti seratus persen. Meskipun nanti aku punya pacar. Posisimu tidak akan pernah tergantikan."
"Senang mendengarnya," katanya, "Dan beritahu pacarmu nanti. Jika dia menyakitimu, dia harus berurusan denganku. Baiklah aku sudah selesai makan. Sekarang aku pamit pulang y. Titip salam ya untuk tante dan pamanmu ya."
Aku mengangguk. Aku mengerti kenapa dia ingin pulang. Pasti dia benar- benar kecewa. Sangat kelihatan di matanya.
"Peter," kataku sebelum dia pergi, "Aku benar- benar minta maaf."
Dia mengacak rambutku, "Sudah tidak apa. Aku pulang ya."
Aku mengangguk. Setelah dia pergi aku langsung masuk ke rumah. Aku mengganti bajuku dan membanting diri ke kasur. Aku baru saja mematahkan hati sahabatku. Kalau hanya teman biasaku, aku tidak akan merasa bersalah seperti ini. Tapi ini sahabatku. Arghh... aku mengacak rambutku. Hebat sekali Kay... hebat.