Mobil itu akhirnya tiba di depan sebuah rumah bergaya modern kontemporer dengan pagar besi yang tinggi menjulang, dan seorang laki-laki beruban pun segera membukakan pintu gerbang. Memasuki halaman luas yang ditumbuhi berbagai macam tanaman, Tera pun berdecak kagum dengan apa yang dilihatnya, bahkan ketika mobil berhenti di depan garasi setengah terbuka, kekagumannya terhadap halaman tersebut tak jua hilang.
“Mbak Yum!” panggil Tante Lili pada asisten rumah tangganya ketika mereka sudah berdiri di ruang tamu yang didominasi warna putih tersebut. “Duduk dulu, Ra. Tante mau panggil dia dulu.”
Tera mengangguk, lalu menghempaskan dirinya di atas sofa coklat empuk berbentuk L. Tak lama ia melihat kedatangan wanita setengah baya dari dalam.
“Mbak, buatin minum buat Tera, ya. Kuenya juga jangan lupa.” Titah Tante Lili, dan dijawab iya oleh orang yang dipanggilnya Mbak Yum itu. “Si Abang ada, kan, Mbak?”
“Ada, Bu. Baru aja pulang.”
“Yaudah, Mbak buatin minum aja, biar saya yang panggil Abang.” Mbak Yum mengangguk, lalu melipir ke belakang. Kini Tante Lili menoleh pada Tera, “Ra, Tante tinggal, ya. Kamu santai dulu aja.”
“Oke, Tan.”
Setelah hanya tinggal sendirian, pandangan Tera mulai menjelajah sekeliling, lalu meringis saat tak menemukan sebuah foto pun dari penghuni rumah ini, hanya lukisan pedesaan di dinding sisi connecting door lah yang membuat ruangan tampak lebih manusiawi. Setelah puas mengamati lukisan tersebut, Tera memilih untuk meraih majalah Cosmopolitan edisi entah kapan dari atas meja, dan mulai asik membaca untuk beberapa saat sampai ia merasakan kehadiran orang lain di ruangan ini. Mengangkat kepala, dan mata beningnya langsung terbelalak dengan apa yang ia lihat, bahkan ia harus mengerjap beberapa kali demi memastikan kalau yang tersaji di depannya bukanlah hanya sebuah delusi belaka.
“Halo Tera.”
Dan… tubuh Tera langsung menggigil.
(***)
Bagi Tera, menjadi private tutor untuk Al adalah mimpi terburuk sepanjang masa karena ketika ia ingin sekali menghapus semua jejak-jejak cowok itu dari kehidupannya, Tuhan malah dengan senang hati mempertemukan mereka dalam keadaan yang serba tidak tepat. Menjadi tutor Al yang tak lain adalah anak sematawayang Tante Lili pastinya akan membuat mereka bertemu setiap hari, dan semua itu sangat sulit bagi Tera karena hanya dengan melihat wajah cowok itu saja bayangan di malam ketika Al memperlakukannya seperti cewek murahan kembali teringat.
Bisa saja ia membatalkan semua kesepakatan bersama Tante Lili dengan membeberkan segala alasannya, namun Tera tak ingin dicap tidak profesional yang malah akan membuat semuanya semakin sulit jika mengingat keadaan keuangannya saat ini. Ia membutuhkan pekerjaan tersebut, dan yakin akan bisa menghadapi Al, menahan emosinya agar tidak menyerang cowok itu kapan saja seperti yang sedang ingin dilakukannya saat ini.
Tera bukannya tak menyadari tatapan Al kepadanya, jadi setelah menghela napas, dan menurunkan buku panduan menulis Hiragan yang tengah ia baca, ia langsung menghujamkan tatapan setajam belati pada cowok yang duduk di hadapannya itu. Ini sudah kali ke tujuh ia mengajar Al, dan selama itu pula ia dibuat kewalahan oleh Al yang secara terang-terangan mengganggunya.
Oke, Tera mengakui kalau Al bukan cowok tampan berotak kosong, cowok itu cukup cerdas hanya untuk sekedar mengingat bagaimana caranya menulis Hiragana yang sudah ia ajarkan, sehingga Tera yakin hanya butuh dua hari saja untuk Al menguasainya sebelum berlanjut pada huruf Katakana dan Kanji yang lebih sulit. Namun, semua keyakinan itu luruh begitu saja karena jangankan untuk untuk menulis, dan mengingat hurufnya, saat diminta untuk menunjukkan huruf a-i-u-e-o saja Al tidak tahu. Tentu itu membuat Tera jengkel karena program yang sudah ia susun untuk Al mau tak mau harus berubah, dengan enggan memperpanjang waktu les Al yang semula hanya dua dua bulan menjadi tiga bulan, bahkan ketika mengkonfirmasikan hal tersebut, Tante Lili setuju saja. Namun, tahu tidak? Diam-diam Tera curiga kalau Al melakukannya dengan sengaja entah untuk alasan apa.
“Kenapa sih lo ngeliatin gue sampai kayak gitu?” Tera bertanya tak suka.
Saat ini mereka tengah duduk di gazebo halaman belakang, dan tempat tersebut dipilih Tera dengan berbagai macam alasan. Pertama, ini tempat terbuka, jadi jika Al macam-macam padanya, ia akan memanjat pagar untuk berteriak meminta tolong pada tetangga sebelah. Ke dua, tempat ini jauh lebih baik daripada harus terjebak di dalam kamar bersama Al seperti yang sempat direncanakan Al ketika cowok itu meminta belajar di kamar saja.
“Elo makin cantik ya, Ra,” jawab Al langsung, tatapannya mengunci Tera yang langsung melotot, membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Melihat kekurangajaran Al membuat Tera berpikir untuk melakukan sesuatu agar cowok itu bisa lebih menghargainya sebagai seorang sensei meski dua jam saja. Menaruh buku yang ia pegang di atas meja dengan kasar sebelum melipat tangan di depan dada, dan menyadari kemarahan Tera, tawa Al langsung lenyap tertelan gelap malam.
“Gue punya peraturan yang harus lo ikuti selama elo belajar sama gue.” Tegas Tera sambil menegakan tubuh, hanya ingin memberitahu Al siapa yang berkuasa di sini.
Al melengkungkan sebelah alisnya, dan balik menantang Tera. “Di sini nggak ada peraturan, yang ada cuma kesepakatan antara gue sama elo!”
“Oke, kesepakatan.”
“Oke, apa yang mau elo omongin?!”
“Panggil gue sensei!”
Al mendelik, lalu tersenyum merendahkan. “Nggak, gue nggak mau!” Enak saja! Bagaimanapun Tera lebih pantas dipanggil Tera-chan.
“Gue harap elo nggak mendadak amnesia ya, Al, sampai lupa kalau gue ini guru lo.”
“Tetap nggak. Umur gue kan lebih tua dari lo!”
“Bahkan kita cuma beda lima bulan aja,” Tera menggerutu. “Gue nggak mau tahu, panggil gue Lentera Sensesi!” Tegasnya tak bisa dibantah.
Al menghela napas, kesal juga lama-lama menghadapi gadis keras kepala ini, ia pun memilih mengalah. “Cuma dua jam aja.”
Sambil tersenyum penuh kemenangan, Tera berkata. “Jaga juga sikap lo selagi belajar sama gue. Gue sensei lo!” Sekali lagi Al melotot padanya, hendak mengatakan sesuatu ketika Tera mendahului. “End of discussion ya, Al. Mendingan elonya pelajari lagi ini huruf Hiragana, daripada gue minta lo untuk nyari tutor yang lain kalau elonya belum bisa juga sampai besok.” Tera kembali mengambil buku yang tadi di lemparkanyaa tanpa menyadari perubahan raut wajah Al.
Mencari guru lain? Tidak bisa!
>>>NEXT