Di sini nggak ada peraturan,
yang ada cuma kesepakatan antara gue sama elo!—Al
Pada dasarnya Tera senang akan sesuatu yang baru, makadari itu ketika SMA, dan kecanduan anime, ia memustuskan untuk mempelajari bahasa dari Negeri Sakura. Berawal secara otodidak dengan membeli panduan menulis huruf Hiragana, Katakana, Kanji, dan Romaji, membeli kamus serta panduan percakapan sehari-hari, sampai mempelajari pronouncation-nya dari semua anime yang ia tonton sebelum akhirnya Alm. Papa menawari Tera untuk kursus Bahasa Jepang selama lebih dari sepuluh bulan sampai ia menguasai ke-empat jenis huruf, mampu membedakan kata sifat, kata kerja, serta mampun menggunakan tata bahasa (Bunpo) untuk diterapkan dalam sebuah tulisan, maupun percakapan (Kaiwa).
Namun, ketika lulus SMA, dan mendaftar kuliah, Tera lebih memilih untuk mengambil Sastra Inggris sebagai studinya dengan berbagai alasan salah satunya adalah beasiswa yang ditawarkan oleh kampus. Makadari itu, agar ilmu yang sudah ia dapatkan dari tempat kursus tak hilang begitu saja, Tera menerima tawaran untuk menjadi freelance translator Bahasa Jepang dari kenalannya yang bekerja di sebuah agency penerjemahan, dan siap menjadi private tutor Bahasa Jepang dengan bayaran yang tidak akan membuatnya minta uang jajan lagi pada Mama. Jadi… di sinilah ia, duduk di ruang tamu ketika langit sudah tak biru lagi karena matahari sedang berjalan santai menuju tempat peristirahatan, menunggu teman kuliah Mama yang tadi pagi menelepon.
Tera yang pagi tadi terbangun dengan suasana hati buruk, mata bengkak, dan suara serak paska menangis semalaman pun meladeni teman Mama itu dengan tak bersemangat, namun ketika beliau memintanya menjadi tutor Bahasa Jepang selama dua bulan saja hanya demi memperkenalkan Bahasa Jepang pada sang anak dengan bayaran yang cukup besar untuk lima kali pertemuan dalam satu minggu, semangat Tera pun langsung terdongkrak, bahkan ia rela telat tiba di kampus demi membicarakan kesepakatan antara mereka berdua. Makadari itu, sore ini Tera sudah rapi, siap dijemput sang client untuk dibawa ke rumahnya demi bertemu dengan sang calon murid.
Menunggu sembari membaca cerita dari perpustakaan akun Wattpad-nya sampai kemudian terdengar deru suara mobil yang berhenti di depan rumah. Buru-buru memasukkan ponsel di tangan ke dalam tas, ia pun melangkah ke depan untuk membuka pintu. “Hi, Tante Lili,” sapa Tera pada seorang wanita cantik seusia Mamanya yang baru saja keluar dari mobil hitam mengkilat, dan wanita yang disebut Tante Lili itu tersenyum padanya.
“Hi, Ra.” Cipika-cipiki sebentar, dan aroma segar langsung tercium dari tubuh serta rambut hitam sebahu client-nya tersebut. “Tuh kan benar, kamu lebih cantik aslinya, lho.” Pujian tersebut membuat pipi Tera yang sore ini memilih kemeja kotak-kotak serta jean sebagai OOTD-nya memerah, dan menyadari hal tersebut Tante Lili tertawa nyaring. “Eh, Mama belum pulang, ya?”
“Belum, Tan. Pulang malam lagi kayaknya.” jawab Tera muram.
Tante Lili tersenyum prihatin, walaupun tidak pernah merasakan menjadi single parent, dia tahu bagaimana rasanya menjadi tulang punggung keluarga tanpa kehadiran suami di sisi. “Langsung aja yuk kalau gitu?” Tera pun mengangguk mengiyakan, lalu saat keduanya sudah berada dalam perjalanan, Tante Lili yang tadi lupa mendeskripsikan seperti apa calon murdi Tera mengatakan kalau anaknya itu seumuran dengan Tera, dan mendengar hal tersebut Tera langsung mengalihkan pandangannya dari jalanan pada Tante Lili yang duduk di belakang kemudi. “Lho, akunya kira masih SMA atau SMP gitu, Tan.”
“Nggak, dia seumuran kamu. Tante paksa dia untuk belajar Bahasa Jepang solanya kita ada kerja sama dengan salah satu perusahaan property di sana untuk beberapa tahun ke depan. Nah, rencananya setelah dia lulus kuliah, Om akan kirim dia untuk bantu-bantu di sana sekaligus belajar kerja. Daripada kasih tanggung jawab ke orang lain, kan, lebih baik ke anak sendiri, betul nggak?” wanita itu meminta dukungan atas ucapannya. Tera mengangguk saja.
“Dia setuju aja untuk pergi, Tan?” tidak tahu mengapa Tera begitu yakin kalau anak Tante Lili yang entah siapa tersebut memiliki rencana sendiri untuk hidupnya, dan pertanyaan barusan seharusnya tak keluar begitu saja dari mulutnya. Tidak sopan. Pikir Tera, makadari itu ia langsung menggigit bibirnya saat melihat seringaian Tante Lili. Lain kali jaga mulut lo, Lentera Kamasean.
“Dia sih setuju aja dengan rencana Papanya untuk pergi selepas kuliah nanti, tapi dia agak malas sampai harus belajar Bahasa Jepang. Ribet katanya,” wanita itu tersenyum geli saat mengatakannya, dan mau tidak mau Tera ikut tersenyum.
“Kalau anak Tante pergi, Tante cuma tinggal berdua dong sama Om?” kata Tera. Sepengetahuannya, Tante Lili hanya memiliki seorang anak.
“Semua keputusan itu kan ada resikonya, Sayang.”
Tera tak menyahut, diam-diam membenarkan ucapannya tersebut. Dan, terbesit keinginan dalam dirinya untuk memiliki banyak anak kelak jika dia sudah menikah agar ia tidak kesepian. Memiliki anak dengan siapa? Bram? Ah pikiran tersebut membuat pipinya diam-diam memanas.
Mobil itu akhirnya tiba di depan sebuah rumah bergaya modern kontemporer dengan pagar besi yang tinggi menjulang, dan seorang laki-laki beruban pun segera membukakan pintu gerbang. Memasuki halaman luas yang ditumbuhi berbagai macam tanaman, Tera pun berdecak kagum dengan apa yang dilihatnya, bahkan ketika mobil berhenti di depan garasi setengah terbuka, kekagumannya terhadap halaman tersebut tak jua hilang.
“Mbak Yum!” panggil Tante Lili pada asisten rumah tangganya ketika mereka sudah berdiri di ruang tamu yang didominasi warna putih tersebut. “Duduk dulu, Ra. Tante mau panggil dia dulu.”
Tera mengangguk, lalu menghempaskan dirinya di atas sofa coklat empuk berbentuk L. Tak lama ia melihat kedatangan wanita setengah baya dari dalam.
“Mbak, buatin minum buat Tera, ya. Kuenya juga jangan lupa.” Titah Tante Lili, dan dijawab iya oleh orang yang dipanggilnya Mbak Yum itu. “Si Abang ada, kan, Mbak?”
“Ada, Bu. Baru aja pulang.”
“Yaudah, Mbak buatin minum aja, biar saya yang panggil Abang.” Mbak Yum mengangguk, lalu melipir ke belakang. Kini Tante Lili menoleh pada Tera, “Ra, Tante tinggal, ya. Kamu santai dulu aja.”
“Oke, Tan.”
Setelah hanya tinggal sendirian, pandangan Tera mulai menjelajah sekeliling, lalu meringis saat tak menemukan sebuah foto pun dari penghuni rumah ini, hanya lukisan pedesaan di dinding sisi connecting door lah yang membuat ruangan tampak lebih manusiawi. Setelah puas mengamati lukisan tersebut, Tera memilih untuk meraih majalah Cosmopolitan edisi entah kapan dari atas meja, dan mulai asik membaca untuk beberapa saat sampai ia merasakan kehadiran orang lain di ruangan ini. Mengangkat kepala, dan mata beningnya langsung terbelalak dengan apa yang ia lihat, bahkan ia harus mengerjap beberapa kali demi memastikan kalau yang tersaji di depannya bukanlah hanya sebuah delusi belaka.
“Halo Tera.”
Dan… tubuh Tera langsung menggigil.
>>>BERSAMBUNG<<
(Part ini aku posting sebagian dulu, ya, sengaja sih :D. jadi, bagian ini pendek banget).
___________________________________________________________________________________________________________
FOOTNOTE
Hiragana (Kana: ????; Kanji: ???) adalah suatu cara penulisan bahasa Jepang dan mewakili sebutan sukukata. https://id.wikipedia.org/wiki/Hiragana
Katakana biasanya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diserap ke dalam bahasa Jepang (???/gairaigo) selain itu juga digunakan untuk menuliskan onomatope dan kata-kata asli bahasa Jepang. https://id.wikipedia.org/wiki/Katakana
Kanji secara harfiah berarti "aksara dari Han", adalah aksara Tionghoa yang digunakan dalam bahasa Jepang https://id.wikipedia.org/wiki/Kanji
Romaji (???? r?maji) adalah cara menulis bahasa Jepang dengan menggunakan abjad Latin https://id.wikipedia.org/wiki/Romaji