#6 Pilihan...
Butiran bening nan kecil itu satu persatu menyapa tanah yang gersah dan aspal yang hitam, daun-daun dan pohon-pohon yang mulai menguning hampir kering menyambut kesejukannya, beberapa mendekati kaca jendela yang perlahan-lahan menyerbu dengan derasnya, hujan. Aroma kopi dan roti menyeruak dari ruangan chef yang menyiapkan pesanan-pesanan para pelanggan setianya yang rindu pada karyanya ciptanya, seorang waitress mengantarakan dua gelas minuman dengan wangi yang nikmat, ia menyajikannya dengan sebuah senyuman. “silahkan teh, satu expresso special dan greentea chocolate cream, ada yang bisa dibantu lagi..?” tawarnya pada dua gadis yang kini tengah tersenyum padanya sembari menggeleng.
“makasih ya teh...” gadis bermata sendu itu menjawabnya, waitress itu kemudian meninggalkan mereka. “kamu tau ga, a Senja tuh suka banget expresso special ini, kita sering jalan berdua kesini...” senyuman itu masih saja menempel di bibir gadis cantik itu.
“aku gak tau tuh, hehee..” gadis itu menyesap greentea yang telah dia pesan dan mencoba menikmatinya.
“jadi... kamu ada hubungan apa sama a Senja..?” selidiknya to the point “aku denger kalian jadian..?” mata indah itu tetiba menatapnya tajam, dingin. Yang ditanya hanya tersenyum calm, membuat gadis itu mulai kesal, tatapannya semakin tajam dan kebencian mulai terlihat dari air wajahnya. “aku kasih kesempatan kamu buat ninggalin a Senja mulai dari sekarang..! jangan deketin a Senja..!” nadanya mulai menunjukkan sebuah penekanan.
“gak akan..” jawabnya tak kalah dingin, tatapannya mulai acuh dan senyumannya mulai pudar, ia takkan mungkin mengalah semudah itu, apalagi dia memang tidak berniat mengalah begitu saja pada gadis yang mengakukan diri sebagai adik Senja namun perilakunya di luar batas, ia takkan meninggalkan Senja, lelaki yang mulai ia sukai. Sebenarnya jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, pasalnya ini baru kali pertama ia bertemu dengan Embun dalam kehidupan nyata setelah bertemu ketika di Ciwidey beberapa bulan ke belakang, ternyata aura ‘negativ’ yang dimiliki Embun terasa sangat kuat dan terasa sampai Bintang, untuk beberapa saat bulu kuduknya merinding, namun ia coba untuk menenangkan diri. Karena memang beberapa minggu ini dia mendapat teror dari gadis cantik yang kini ada di hadapannya itu, dia meminta bertemu dengan Bintang semalam, dan Bintangpun memang memiliki hal yang ingin disampaikan, hingga ia menyetujui untuk bertemu dengannya.
“lamun maneh teu ninggalkeun a Senja, maneh bakal meunang bala..!” (kalo kamu gak ninggalin a Senja, kamu bakal kena celaka!) ancamnya. Bintang hanya tersenyum, dan itu mulai membangkitkan amarah Embun.
“lamun urang teu ninggalkeun Senja, maneh rek naon..?” (kalo aku gak ninggalin Senja, memangnya kamu mau apa..?) Bintang tersenyum dan menyeruput lagi minumannya mencoba tetap tenang.
“naon hesena maneh ngalepaskeun a Senja...?” kesalnya, (apa susahnya kalo kamu ngelepasin a Senja..?) cangkir yang sedari tadi ia pegang mulai bergetar di genggamannya, ia mencoba menahan amarahnya, ia sadar kini ia ada di keramaian manusia yang bisa saja melihatnya dan berpikir yang tidak-tidak.
“teu bisa kitu atuh, yeuh, Senja boga kahirupanna sorangan, boga hak, boga privasi, teu bisa maneh ilubiung urusanna.. maneh saha..? ade tere oge meni kandel kulit beungeut, heuras..!” (gak bisa gitu dong, hey, Senja punya kehidupannya sendiri, punya hak, dan punya privasi, kamu gak bisa ikut campur urusannya, kamu siapa? Kamu cuma adik tiri dia, gitu aja keras kepala kamu..!) Bintang menatapnya dingin. Kemarahan yang terpendam dalam hati Bintang selama beberapa hari ini ketika sering medapatkan teror dari Embun membuncah sudah. Embun hanya menatapnya dengan gigi yang bergemeretak, ia berdiri dan membenturkan cangkir yang ia pegang pada meja.
“awas maneh!” ia menunjuk pada wajah Bintang yang juga menatapnya dingin, dia berlalu dari kaffe itu dengan cepat tak peduli hujan deras di luar.
Bintang meraba dadanya, merasakan degup jantung yang memburu dan sesak nafasnya. Seseorang menepuk pundaknya, menyadarkan dari rasa takut dan muak yang ia rasakan beberapa waktu lalu. “Bii...?” seorang gadis duduk di sampingnya “are you ok..?” tanyanya khawatir, pasalnya ia melihat dan samar-samar mendengar perbincangan Embun dan Bintang dari kejauhan. Bintang menatap gadis itu.
“Meg, apa aku salah..?” tanyanya dengan wajah yang masih menegang, beberapa orang masih ada yang melihatnya, menatap dengan sebuah tanda tanya. Yang ditanya hanya menggeleng dan memeluknya, mencoba tersenyum menenangkan.
“gak apa-apa... memang harus selalu ada yang di korbankan dalam sebuah hubungan kan..?” hiburnya, “anggap aja ini pengorbanan kamu Bii..”
“aku pengen nangis Meg..” katanya dalam pelukannya, manik kehitaman itu mulai berkaca-kaca, namun segera ia urungkan, karena orang-orang menatap mereka berdua “umm.. Meg, pergi yuk.. banyak orang yang liatin kita lhoo..” bisiknya risih.
“engga ahh.. masih hujan, nanti aja..” Mega melepaskan pelukannya, ia tersenyum “aku mau pesen makanan ahh.. lapar, kamu mau pesen ga...?” tanyanya. Bintang mengangguk dan tersenyum, ia seka airmatanya yang telanjur menetes menuruni pipinya, setelah perang dingin barusan, ia sadar bahwa perutnyanya hanya diisi greentea saja. “hmm.. udah ahh gak apa-apa.. you have to be strong girl Bintang.. mau pesen apa nih..?” tanyanya sembari memberikan menu.
*
Expresso latte masih mengepul ketika lelaki berkacamata itu tersenyum pada Senja, ia terlihat bingung bercampur senang “tolong bantu dan bimbing saya a.. ” ucapnya mantap, Senja mengangguk dan memberikan senyumannya pula.
“aa minta maaf sebelumnya karena aa malah nyerahin Embun ke kamu, aa gak bisa terus ngebiarin Embun kayak gini.. aa bakal bantu kamu buat bisa merehab Embun, dia sebenernya baik banget Rain, cuma moodnya sering kacau dari pas awal kita jadi keluarga juga, aa ngerasa salah karena aa terlalu manjain dia pas awal ketemu, dia jadi kadang suka ngelunjak. Aa harap kamu bisa bawa adik aa itu ke arah yang lebih baik lagi..” Senja menyesap kopi kesukaannya itu perlahan, dan Rain mengangguk menyanggupinya.
*
Petir menggelegar di luar sana, Embun menatap Senja nanar, tangannya bergetar dan airmatanya meleleh meluncur dari manik cokelatnya, ia terisak dalam kesunyian. Hatinya terasa remuk, ia baru saja pulang ke rumah dengan rasa amarah dan murka yang menggunduk dalam benaknya pada Bintang yang sayangnya tak bisa ia keluarkan begitu saja, kemurkaannya membuncah ketika Senja menegurnya karena tahu apa yang telah ia lakukan pada Bintang, seseorang yang disukai Senja, kakak yang ia cintai.
“aa GAK NGERTIII...!!!!” Embun berteriak bersama hujan yang semakin deras dan petir yang tak hentinya menyambar.
“kamu yang gak ngerti de, aa mau suka sama siapapun itu hak aa, dan kamu ga berhak buat ngelakuin hal yang buruk ke orang yang aa suka.. selama ini ketika aa deket sama perempuan kamu selalu batasi, bahkan aa gak boleh bawa temen perempuan ke rumah.. gimana bisa aa punya seseorang yang aa suka kalo kamu nya kayak gini terus de..” Senja mencoba menjelaskan apa yang ingin ia ungkapkan selama beberapa tahun ini bersama kepada Embun. Dan puncaknya adalah ketika kini ia bersama Bintang, hal yang sama yang dilakukan Embun ketika ada gadis yang mendekati Senja telah Embun lakukan pada Bintang, meneror, mengancam, dan mencaci maki.
“ade gak bisa berhenti suka ke aa atuh... ade GAK BISA LIAT AA DEKET SAMA PEREMPUAN LAIN!!” tangisnya mulai mengeras, ia tersedu dan berteriak mengeluarkan semua amarah yang bergejolak dalam dirinya.
“de, tolong lepasin aa.. aa minta maaf kalo ade selama ini kayak gini gara-gara aa, aa gak pernah berniat buat bikin kamu kayak gini.. cinta kamu ke aa itu bukan cinta yang sebenarnya de, masih banyak laki-laki yang lebih baik dari aa, kisah kamu masih panjang, dan kisah kamu bukan sama aa, tolong biarin aa bebas..” pintanya, ia mengelus pundak adiknya yang gemetar menahan angkara murkanya.
Sebuah tamparan melayang dari tangan mungil Embun yang sedari tadi bergetar menahan diri untuk tidak berontak, namun pada akhirnya ia kalah oleh marah yang ada dalam dirinya, ia menunduk kecewa mendengar semua kata-kata kakak yang begitu ia cintai “...AA JAHAT! AA JAHAT!”
Darah itu serasa mengalir deras ke kepalanya, pipinya terasa panas bekas tamparan Embun. Tamparan yang menyadarkannya bahwa ia juga salah pernah memperlakukan Embun terlalu baik dan memanjakannya hingga kini adiknya mencintainya, cinta buta, cinta yang tak seharusnya. “maafin aa Bun, maaf..” cairan bening itupun ikut turun dengan ucapan penyesalannya.
Tubuh mungil itu oleng, Embun tak mampu lagi menahan semua rasa yang ada dalam dirinya dan tubuhnya yang lemah membuat semuanya semakin parah. Matanya sembab, dan pandangannya mulai berkunang-kunang dan ia tak mampu menopang tubuhnya yang lemas, ia tergeletak tak sadarkan diri.
“ya Tuhan, Embun...” Senja segera merengkuh tubuh adiknya itu, ia berusaha menyadarkannya, namun ia tahu Embun takkan sadar dalam waktu dekat, ia pasti sangat down.
*
Udara yang masih segar itu masuk dan mengisi paru-paru orang-orang tengah berolahraga di sekitar lapangan alun-alun dan taman, mentari hangat menyapa kulit para perindu vitamin K dan pohon-pohon rindang menggugurkan beberapa daunnya yang terbawa angin semilir. Tanahpun basah karena semalam terkena hujan dan becek, dan beberapa bangku taman masih berembun, masih sangat segar belum tersentuh.
“makasih a, mau ngajak ade lari pagi.. hehe.. tumben..” Embun menyamakan lari kecil Senja, ia merasa senang karena kakaknya itu mengajaknya bermain setelah beberapa bulan ini Senja sibuk dan terkesan mengacuhkannya, dengan berbagai alasan. Ia mencoba untuk mengatur perasaannya mulai hari itu, hari pertama ia sadar dari tidur panjangnya setelah kejadian malam itu, mungkin kakaknya benar, ia tak bisa seperti ini terus, karena ini sudah mulai menggerogoti sebagian dirinya hingga ia memiliki altar ego yang tak bisa ia kendalikan lagi.
“Bun...?” seseorang memanggil gadis berkucir itu dari kejauhan, Embun berhenti berlari dan menoleh ke arah suara yang ia dengar, ternyata Rain.
“hai Rain..” gadis itu meyapa hangat lelaki berkacamata itu “lari juga..?” tanyanya, yang ditanya mengangguk, ia bersalaman dengan Senja sopan.
“kamu cantik pagi ini Bun...” Rain tersenyum,
“ahahaha... naon sih?” (apaan sih?) Embun tersipu, ia terkekeh. “gak nyangka kamu juga suka lari, tau gitu bareng ya tadi tuh...”
“hehee.. iya nih, gimana kalo minggu depan kita lari lagi...?” tawar Rain.
“ahahaa.. boleh, sama a Senja juga ya a..?” Embun menatap Senja yang ternyata tengah menelpon seseorang, rasa kesal muncul di gejolak hatinya.
“eh, Bun.. pernah ke air mancur belum...?”
“air mancur...? belum..” gadis itu menggeleng.
“kesana yuk..” ajak Rain, ia menggenggam tangan Embun “a boleh pinjem Embunnya ga..?” tanyanya sebelum benar-benar pergi membawa gadis yang mulai salah tingkah, Senja hanya mengangguk dan melambai “hati-hati aja ya Rain..” pesannya. Rain yang merasa sudah mengantongi izin Senja segera membawa Embun ke tempat yang ingin ia perlihatkan, dan Embun hanya mengikuti Rain.
Senja membuang nafasnya lega, “semoga ini awal yang baik buat kamu de..” gumamnya. Dari kejauhan seorang gadis melambai, ia bersama beberapa orang yang Senja kenal, dia melambai dan tersenyum.
“hai Senja..” sapanya ceria sembari menepuk pundak tegapnya.
“pagi Meg...” sapanya balik, ia tersenyum pada gadis yang ada di belakangnya “pagi Bii..” sapanya, yang disapa menunduk malu, ia mengangguk. “lho, kenapa Bintang..?” herannya.
“ini, dia baru nyobain lipstick nih, tapi malu katanya.. kalo kata aku mah cantik sih.. bener ga Lan..?” Mega menarik Bintang untuk lebih ke depan menghadap Senja “Gimana nih..?”
Senja mengerutkan keningnya, ia menyentuh pundak Bintang “Bintang...?” penasarannya, gadis itu menengadah dan berusaha tersenyum pada Senja dan membalas sapaannya.
“Hai.. pagi Senja.. hehee.. ini kelakuan Megan Fox sama Bulan.. aku korban disini..” katanya, Senja tertawa melihat gadisnya memakai make up tidak seperti biasanya, tapi tak dapat dipungkiri bahwa Bintang memang lebih manis jika dibanding make up seadanya yang terkesan polos.
“bagus.. makasih ya Meg..” Senja mengelus kepala Bintang.
“aww.. cieee... adeuuyy uhuuyyy...” Langit tertawa melihat pasangan yang masih hangat-hangatnya itu. Semua ikut tertawa, sedang Bintang dan Senja menjadi salah tingkah.
“udah laah.. hayu terusin larinya atuh hey...” ajak Orion, dia menarik tangan Bulan dan mulai berlari berdua.
“ehh.. hey...!” Mega ikut berlari dan diikuti oleh Langit.
Senja menatap Bintang yang tersenyum padanya, “hayu lari lagi..” ajak Bintang, dia menggenggam tangan Senja dan berlari kecil sembari berbagi senyuman, menunjukkan bahwa saat ini ia bahagia, bahwa saat ini ia telah menemukan orang yang mampu mengisi hatinya.
Senja berlari kecil membuntuti Bintang, dia melihat kekasihnya itu dari belakang, sebuah lengkungan manis itu menghiasi wajahnya. Kali ini aku akan menjagamu, menggenggam tanganmu untuk memberimu rasa aman dan takkan melepaskanmu, memeluk tubuhmu untuk memberimu rasa hangat dan nyaman, memberikan pundak untuk menjadi tempatmu bersandar, dan aku takkan meninggalkanmu.
“Aku merasa beruntung bertemu denganmu, dan aku berharap kamupun. Kita saling mencari dan pada akhirnya saling menemukan, kita saling menyimpan lalu pada akhirnya saling mengungkapkan, kita sempat melemah namun pada akhirnya mampu saling menguatkan, kita pernah tersakiti namun kita saling mengobati, iya... itulah kita, aku dan kamu, BINTANG dan SENJA”
~Bintang~
“Awali segalanya dengan niat yang baik, karena semua yang menanam benih yang baik akan menuai buah yang baik. Semua cinta selalu dihadapkan dengan pengorbanan, tak ada cinta yang sempurna, namun juga tak ada cinta yang hina. Kejujuran bukan hanya kunci satu-satunya dalam hubungan, namun ia adalah kunci utamanya... sisanya? Kamu bisa belajar dan menemukan itu dalam proses.. The great happiness is when you stay with someone you love, so Happy with you, Bintang..”
~Senja~