#5 Jalan....
Daun hijau itu terlihat temaram karena malam yang tengah menyelimutinya, angin semilir membuat tangkai-tangkai menari manja dan menggugurkan beberapa daun yang mulai menguning. Cahaya lampu-lampu taman yang mulai meredup dan beberapa hiasan taman terlihat berkilauan, ditambah air mancur dengan lampu pemancar warna-warni yang beraksi tiap lima menit sekali. Beberapa orang berlalu lalang di sekitaran taman dan beberapa lagi duduk di kursi, bercengkrama, saling bertukar cerita dan berbagi senyum juga tawa bersama. Langkah demi langkah perlahan, dua sejoli saling memberi senyuman. “Jadi.. maaf buat yang kemaren ya Bintang...”
“ehhh... kenapa..?” Bintang terkekeh “gak apa-apa kok.. aku baru tau kalo Embun itu adik tiri kamu.. maaf ya, aku salah paham..”
“tau dari siapa...?” kaget Senja.
“itu... Bulan...” jawabnya jujur “kenal Bulan kan..? dia bilang kenal sama Senja..”
“iyaa kenal hehe.. temennya Embun, tapi ga tau deh, akhir-akhir ini jarang liat mereka bareng... mungkin punya kesibukan masing-masing..” ungkap Senja.
Ingin rasanya Bintang mengakui bahwa Bulan kini lebih sering bersamanya, namun ia urungkan, mungkin itu bukan hal yang penting untuk dibahas di saat seperti ini. Bintang berusaha untuk mencari topik lain supaya obrolannya tidak secanggung dan membingungkan seperti saat ini. Ayoo Bintang...! pikirkan! Apa yang harus kita obrolkan..??
“eumm.. gimana kabar karya tulisnya nih...?” tanya Bintang, mencoba peruntungannya mengalihkan topik dan berharap ia beruntung.
“bentar lagi selesai, oya nanti aku mau bikin karya tulis lintas jurusan, aku mau ajak kamu... kamu mau kan..?” tawarnya. Bintang mengangguk dan mencoba mengalirkan dirinya ke dalam arah pembicaraan dan topik yang tengah Senja kembangkan “ini ada hadiahnya, beasiswa ke Jepang buat S2..” katanya.
“wahh bagus.. karya tulis tentang apa sampe hadiahnya beasiswa S2 ke Jepang...?” penasarannya, sepertinya dia berhasil mengalihkan topik pembicaraan.
“tapi berat sih, karya tulisnya harus ngadain penelitian yang melibatkan cukup banyak orang.. penilitian yang gede.. waktunya juga bentar lagi, dan aku pumya banyak tugas dari dosen.. jadi susah buat ngerjainnya... ehh menurut kamu apa akau lanjut aja apa gimana?”
“tak ada salahnya mencoba.. mencoba takkan membuatmu mati kan...? hehe..”
Senja hanya tersenyum mendengar komentar Bintang, ia menemukan hal-hal yang tak ia temukan pada diri orang-orang yang ada di sekitarnya. Bintang seperti memberinya sebuah spirit yang berbeda akhir-akhir ini, ia mulai merasa nyaman dan resah bila tak ada gadis itu, ia mulai mencoba untuk membuka hatinya, meski bayangan Ranti masih menyelubungi hati kecilnya, dan ketakutan dikecewakan itu masih kentara ia rasakan.
Waktu bergulir detik demi detik, berganti menit, hingga jam tak terasa. Percakapan yang menyenangkan, saling bertukar informasi dan menjalin tali yang lebih kuat lagi dari sebelumnya. Senja dan Bintang, mereka berdua menikmatinya. Apalagi kebiasaan Bintang membawa makanan ringan menjadikan suasana semakin hangat.
“Oh, jadi selama ini kamu tuh masih suka lupa hari..? ahaha.. wah gimana atuh kalo kuliah..?” Senja tak habis pikir tentang keseharian Bintang yang diluar dugaannya.
“yaa.. untungnya kan aku punya Megan Fox.. dia udah kayak alarm berjalan.. hehe” jawabnya, Senja mengerutkan dahinya “ituu... Mega... aku suka manggil dia Megan Fox.. hehe, dia kan cantik, yaa walaupun nyebelin, tapi da aku teh sayang sama dia..”
“hmm.. sahabat ya...?” Senja tersenyum, ia mengelus kepala Bintang, spontan. Lalu dengan cepat ia melepaskannya, merasakan canggung kenapa sih selalu kejadian kayak gini? Aduh.. kebiasaan yang gak bisa di ubah.. sesalnya dalam hati.
“mm.. gak apa-apa kok...” Bintang memberanikan diri berbicara dan memecah keheningan diantara mereka, “aku gak keberatan kamu ngelus kepala aku.. jangan jadiin ini sesuatu yang membuat kita menjadi canggung lagi dan lagi dan terus.. aku bakal biasain diri buat nerima itu..” ungkapnya.
Senja hanya menatap Bintang tak percaya, lalu tersenyum, mengelus kepala Bintang dengan lebih santai. “kamu tau gak...? dulu aku pernah punya seseorang yang bener-bener deket sama aku, dan aku sayang sama dia..”
“hmm...? siapa..? sekarang masih deket ga..?” tanya Bintang, ia merasa telah berada selangkah lebih maju masuk ke dalam kehidupan Senja, ia tersenyum, merasa bahwa Senja mulai nyaman dan mau bercerita.
“boleh cerita gak...?” tanyanya terlebih dulu, Bintang hanya mengangguk. “dia kakak kelas aku di SMA.. cantik, dan mirip kamu..”
“aku cantik...? hehe.. terhura..” Bintang terkekeh, ia membuka makanan yang entah keberapa, karena malam mulai larut dan taman sudah sangat sepi.
Senja menceritakan pengalamannya bersama Ranti, muncul rasa cemburu di hati Bintang, namun apa daya ia hanya bisa menerima dan mencoba mendengarkan curahan hati seseorang yang mulai ia sukai beberapa minggu lalu itu. “jadi sekarang teh Ranti dimana..?” tanya Bintang penasaran, ia merasa kasihan dan ikut merasakan kemarahan yang Senja rasakan saat itu. “gak tau, kita udah gak ada kontak sama sekali.. aku juga sih yang ninggalin dia, maksud aku pengen dia bahagia sama orang yang dia suka waktu itu, aku sadar aku Cuma jadi pelarian dia selama itu..” ungkapnya dengan suara yang mulai bergetar. Bintang menepuk-nepuk pundak Senja, mencoba menenangkannya.
“udah malem yah..? hmm.. gimana kalo pulang aja..?” tanya Senja, ia merasa sudah cukup mengeluarkan unek-unek yang terpendam dalam hatinya selama ini, dan ini adalah kali pertama ia bercerita hingga detail seperti ini pada seseorang. Bintang mengangguk menyetujuinya dan bangkit berdiri sembari meregangkan tubuhnya. “makasih ya Bintang...”
“iya.. sama-sama Senja.. maaf ya aku banyak nanya tadi pas dengerin cerita kamu.. aku mah emang suka gitu.. maaf yaa..” Bintang tersenyum. “makasih juga karena udah percaya sama aku..”
Dari kejauhan seorang berjaket hitam dan memakai kupluk berlari ke arah dua sejoli itu, ia menodongkan pisau dan mencoba mengambil tas milik Bintang, Senja yang kaget mencoba menghadang orang itu, namun tangannya menjadi korban, sayatan kecil. Karena kesal Bintang mencoba menyerang balik orang itu dan mendapati lengan atasnya tersayat. Ia berteriak, merasakan perihnya luka yang mengalirkan darah. Senja berteriak meminta tolong dan beberapa orang yang lewat menghampiri mereka, orang itu lari menghindari orang-orang tanpa mengambil apapun. Bintang mulai merasakan pusing, pandangannya mulai berkunang-kunang, darahnya mengalir lagi dan lagi meski Bintang berusaha menutup aliran darahnya semampunya, bajunya mulai berlumuran darah segar, ia ambruk dan terkulai lemas, aku harus bertahan, aku harus kuat, aku harus bisa menghentikan pendarahan ini.. Senja membantu mengehentikan pendarahannya dengan membalut kain pada lengannya.
“kamu yang kuat Bintang..” bisik Senja di dekat telinganya.
“wah a, coba bawa aja ke klinik atau rumah sakit, ini darahnya keluar banyak..” sahut seorang ibu yang ikut mengurusi lengan Bintang. “hayu, ibu antar ke klinik deket sini..”
“Bintang, kamu kuat jalan..?” tanyanya. Bintang menggeleng, kini pandangannya mulai memudar dan tubuhnya terasa dingin. Mau tidak mau Senja meggendong Bintang menuju klinik.
“ma..af mere...potkanmu.... Senja..” bisiknya setengah sadar “aku... ingin... pu..lang..”
“ke klinik dulu yaa.. obatin dulu itu lukanya..” jawab Senja.
“emhhmmm jangan Senjaaa..., aku ingin pulang...” rajuknya.
“engga neng, bentar lagi sampe klinik kok...” bantah ibu itu, pada akhirnya Bintang mendapatkan perawatan dari para perawat disana.
“gimana suster keadaan temen saya..?” tanya Senja panik.
“sebentar lagi selesai... mohon tenang ya kang...” jawab perawat laki-laki itu ramah.
Bintang keluar dengan perban di lengannya, wajahnya yang pucat pasi membuatnya terlihat seperti mayat, namun ia berusaha untuk tersenyum dan membuat semuanya terlihat baik-baik saja. Dilihatnya sosok Senja yang tengah menatapnya lega, ia tersenyum. “kenapa...?” tanya Bintang, lelaki itu menggeleng “ayo pulang...” ajaknya.
Malam ini langit terlihat gelap di mata Bintang, semuanya terasa hambar dan hampir tanpa warna, jantungnya berdebar pelan hingga ia bisa merasakan debarannya sendiri, sesak dan berat ia rasakan nafasnya, tak ada yang ia pikirkan selain rasa tubuhnnya saat ini, dingin. Perlahan tangan itu melingkar di tubuh Senja, mencari kehangatan. Rasa yang tadinya ngilu kini terasa kebas, tak peduli apa yang akan Senja pikirkan saat ini, yang penting ia tidak terlalu merasakan kedinginan. Sweater yang tadinya Senja pakai, berganti tempat di tubuh Bintang, setidaknya hanya itu yang mampu menambah rasa hangat setelah Bintang mengadukan dingin tubuhnya pada Senja beberapa saat lalu.
Lelaki itu menelan ludahnya, ia menjalankan motornya pelan berharap angin tak terlalu keras menyapa tubuh Bintang yang kini memeluknya sembari menggigil. Sebuah rasa bersalah muncul di benaknya Andai saja aku tak membawa Bintang ke taman, andai saja aku tak menahannya untuk tetap di taman mendengar keluh kesahku, andai saja aku bisa melindungi dia, mungkin ia takkan terluka seperti saat ini. Apa yang kulakukan selalu membuat orang-orang di sekitarku terkena bahaya, dan aku hanya jadi manusia tak berguna seperti saat ini, bodoh! Senja mengumpat dan memaki dirinya sendiri dalam diam, Bintang yang kini memeluknya pun tak bersuara, hanya nyanyian sunyi diiringi angin yang perlahan menerbangkan anak rambut klimisnya dibalik helm. Maafkan aku Bintang.. aku berjanji akan selalu menjagamu, mulai saat ini.
*
Bintang membaringkan tubuhnya perlahan setelah Senja menyingkirkan barang-barang yang ada diatas kasur, dan Senja membuatkan teh manis hangat untuk Bintang. “Maaf ya Bintang, jika bukan karena aku yang mengajakmu ke taman, semua takkan terjadi seperti ini..” sesalnya. Ia merasa sangat bersalah.
“makasih Senja, maaf jika membuatmu khawatir..” Bintang mencoba tersenyum.
“kamu pucat Bintang...” Senja mulai merasa khawatir kembali, ia menyentuh kening Bintang yang dibanjiri keringat. “ya Tuhan, dingin Bintang...” resahnya, segera saja ia menyelimuti Bintang, berharap selimut itu mampu memberi kehangatan pada gadis yang ada di hadapannya. “mm.. mau kubuatkan makan..? atau ingin beli sesuatu..?” tawarnya. Bintang hanya menggeleng lemas. “Mega...” bisiknya, Senja segea saja mencoba menghubungi Mega lewat handphone Bintang “password nya apa Bintang...?” tanyanya, “Bintangekaaulia12...” jawabnya lemas, segera saja Senja mencari kontak Mega dan menghubunginya, beberapa nada sambung mengantarkan Senja pada Mega.
“Hallo...? iya Bii.. ada apa...?” tanya gadis dari seberang.
“ini Senja Meg, Bintang mau bicara..” jawabnya sembari menyerahkan benda itu pada Bintang, gadis itu mencoba bicara sekuat tenaga, namun tubuhnya sudah kepalang lemah, ia menutup matanya perlahan, merasakan semuanya mulai hampa dan gelap. “ya Tuhan, Bintang...!!” Senja mulai panik, ia mengambil handphone dan berbicara dengan Mega.”Meg... bisa dateng ke kosan Bintang ga..? dia pingsan.. sekalian panggil dokter..” pintanya, ia merasa sangat bingung dan mencoba untuk menyadarkan Bintang, namun nihil. Ketika ia mencoba untuk menyadarkan Bintang dengan menggoyang-goyangkan bahunya, ia tersadar, perban yang membalut luka Bintang yang tadinya putih, kini sudah penuh noda darah. Senja mengusap-usap tangan Bintang yang dingin, mencoba memberi stimulus supaya Bintang lekas sadar. “bangun Bintang.. jangan buat aku khawatir.. kumohon Bintang.. bangun.. sebentar lagi Mega kesini, tetaplah bertahan Bintang..”
Seseorang mengetuk pintu kamar dan memanggil-manggil namanya “Senja, Bii.. kalian masih di dalam...?” tanya gadis itu “ini aku bawa dokter..” sahutnya.
Senja segera membuka pintu dan mempersilahkan masuk Mega dan seorang dokter perempuan yang cantik, beberapa penghuni kostan keluar kamar hanya untuk memastikan apa yang terjadi karena terdengar keributan. Segera saja dokter cantik itu memeriksa Bintang, ia terlihat kaget dan segera memberikan obat pada Bintang melalui suntikan di tangannya.
“jadi Bintang kenapa, dokter...?” tanya Mega segera.
“kehabisan banyak darah.. dia lemas..” jawabnya “tekanan darahnyapun sangat rendah.. dia terluka, tangannya terluka..”
“iya dokter, tadi tangannya tersayat pisau dan mengeluarkan banyak darah..” aku Senja. “Bintang kenapa... dokter?” pertanyaan yang sama muncul kembali untuk kedua kalinya.
“hmm...” gumamnya seolah dia tengah menganalis “dia sepertinya gejala hemofilia..” jawabnya.
Bingo!
Mega menelan ludahnya dalam, dokter itu memang benar, ia tak bisa lagi menutup-nutupi apa yang telah ia ketahui sebagai rahasia.
“hemofilia, dokter...?” Senja baru mendengar istilah yang satu itu dalam kehidupannya “apa itu..?” tanyanya penasaran.
“darah sukar membeku, hemofilia itu.. yaa.. keadaan kelainan darah yang jarang terjadi..” ungkapnya. “kalian harus berhati-hati dan menjaga neng Bintang..” katanya “ini ada obat yang harus ditebus oleh kalian, semoga gejala ini segera berakhir..” dokter itu memberikan secarik kertas berisi resep obat yang harus dibeli untuk Bintang, Mega segera menerimanya dan berterima kasih sembari mengantar dokter untuk pulang.
Senja segera saja membuka ponselnya, tangannya lincah mengetik kata kunci yang yang ingin ia cari dan klik! Semua data yang ingin ia tahu muncul dengan cepat. Perlahan ia membaca ulasan itu dengan seksama, jantungnya berdebar kencang, merasakan sebuah pilu yang dalam. Aku harus benar-benar menjaga Bintang, aku tak pernah menyangka bahwa ia mengalami hal yang tak terduga seperti hemofilia ini. Senja membuang nafasnya lemas, sebuah sesal kembali muncul di benaknya.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang menyebabkan gangguan perdarahan karena kekurangan faktor pembekuan darah. Akibatnya, perdarahan berlangsung lebih lama saat tubuh mengalami luka.
Dalam keadaan normal, protein yang menjadi faktor pembeku darah membentuk jaring penahan di sekitar platelet (sel darah) sehingga dapat membekukan darah dan pada akhirnya menghentikan perdarahan. Pada penderita hemofilia, kekurangan protein yang menjadi faktor pembeku darah tersebut mengakibatkan perdarahan terjadi secara berkepanjangan.
Tingkat keparahan yang dialami penderita hemofilia tergantung dari jumlah faktor pembekuan dalam darah. Semakin sedikit jumlah faktor pembekuan darah, semakin parah hemofilia yang diderita. Meski tidak ada obat yang dapat menyembuhkan hemofilia, penderitanya dapat hidup dengan normal selama penanganan gejala dilakukan dan menghindarkan diri dari semua kondisi yang memicu perdarahan.
Gejala Hemofilia
Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang sulit berhenti atau berlangsung lebih lama, termasuk perdarahan pada hidung (mimisan), otot, gusi, atau sendi. Tingkat keparahan perdarahan tergantung dari jumlah faktor pembeku dalam darah.
Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 5-50%. Gejala berupa perdarahan berkepanjangan baru muncul saat penderita mengalami luka atau pasca prosedur medis, seperti operasi.
Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 1-5%. Gejala yang dapat muncul meliputi Kulit mudah memar, Perdarahan di area sekitar sendi, Kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku dan pergelangan kaki.
Jenis hemofilia yang terakhir adalah hemofilia berat dengan jumlah faktor pembekuan kurang dari 1%. Penderita biasanya sering mengalami perdarahan secara spontan, seperti gusi berdarah, mimisan, atau perdarahan sendi dan otot tanpa sebab yang jelas. Gejala perdarahan yang perlu diwaspadai adalah perdarahan di dalam tengkorak kepala (perdarahan intrakranial). Gejala tersebut ditandai dengan sakit kepala berat, muntah, leher kaku, kelumpuhan di sebagian atau seluruh otot wajah, dan penglihatan ganda. Penderita hemofilia yang mengalami perdarahan intrakranial butuh penanganan darurat.
Penyebab Hemofilia
Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur dalam darah, seperti platelet dan protein plasma darah.
Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh kekurangan faktor pembekuan tertentu dalam darah. Penyebab hemofilia A adalah mutasi gen yang terjadi pada faktor pembekuan VIISedangkan hemofilia B disebabkan oleh mutasi yang terjadi pada faktor pembekuan IX (9) dalam darah.
Mutasi gen pada hemofilia A dan B terjadi pada kromoson X dan bisa diturunkan dari ayah, ibu, atau kedua orang tua. Sebagian besar wanita dapat menjadi pembawa gen abnormal ini dan menurunkannya pada anaknya, tanpa dirinya sendiri mengalami gejala hemofilia. Sedangkan pria dengan gen abnormal ini cenderung akan menderita penyakit hemofilia. Di sisi lain, mutasi gen ini juga dapat terjadi secara spontan pada penderita hemofilia yang tidak memiliki riwayat keluarga penderita hemofilia.
Sumber: https://www.alodokter.com/hemofilia
Gadis itu masuk ke dalam kamar dan menemukan Senja hanya terdiam menatap layar handphonenya, sepasang mata yang berbalut kacamata itu mengalihkan pandang padanya. “Meg...” lirihnya, Mega menghampiri Senja dan mengangguk, ia menatap Bintang yang tengah terbaring, hatinya terenyuh.
“karena kamu udah tau, mulai saat ini aku mohon, tolong jaga Bintang...” pinta Mega, ia duduk di samping Bintang yang terpejam.
“Meg.. kamu juga udah tau...?” tanya Senja, Mega hanya mengangguk. “aku minta maaf.. kalo aja aku gak ngajak dia ke taman, mungkin ini semua gakkan terjadi... ini semua salah aku..” sesalnya, ia duduk di samping Mega, menunggui Bintang.
“ini takdir Senja... udah malem, kamu pulang aja..” pinta Mega, ia melihat jam yang melingkar di tangannya, jarum jamnya sudah menunjuk angka sebelas.
“Tapi Bintang...?” ia menatap Mega, “kabari apapun yang terjadi pada Bintang ya...” pintanya, Mega mengangguk mantap.
Senja pamit dan pulang ke rumah dengan hati yang masih terenyuh, acak-acakan tak menentu, ia masih tak habis pikir akan apa yang terjadi malam ini. Mulai dari malam yang menyenangkan karena Senja mungkin saja kini telah menemukan seseorang pengganti Ranti –masalalunya-, ketakutan ketika seorang yang berniat jahat pada mereka menyerang mereka dengan tiba-tiba juga karena darah yang mengalir terus pada lengan Bintang, rasa bersalahpun menghantui dirinya hingga kepanikan yang melandanya ketika Bintang jatuh pingsan tak sadarkan diri di hadapannya, dan yang paling membuatnya tak karuan adalah ketika dokter mengatakan bahwa Bintang mengalami gejala Hemofilia, dan itu sangat menakutkan untuknya.
*
Cahaya hangat itu perlahan menelusup pada celah-celah gorden kamar berukuran 3x3 meter yang bertembok cat warna abu-abu, cahaya itu mampir pada kelopak mata seorang gadis yang masih terpejam hingga membangunkannya untuk menyambut pagi. Alis mini Mega berkedut-kedut dan perlahan mata itu terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah senyum gadis yang kini tengah berbaring di hadapannya, dengan bibir yang masih pucat dan mata yang sayu.
“Pagi sayang...” sapanya dengan suara yang hampir tak terdengar, tangannya mencoba mengelus kepala Mega perlahan.
“Bii.. gimana sekarang? Udah baikan...? mau makan gak? Eh mau teh manis gak..? atau mau pipis..?” tanya Mega dengan semangat, yang ditanya hanya menggeleng lemas “mau sarapan..? mau susu anget...?” tanya Mega lagi.
“engga Megaa...” jawabnya terkekeh, terlihat sangat bohong jika ia tak butuh apapun saat ini, perutnya berbunyi dan Mega hanya terkekeh.
“okee.. aku beliin bubur yaa...? bubur kesukaan kamu itu yang di depan kampus..”
“jangan yang jauh-jauh ahhh Meg...” pintanya, dengan suara yang serak “yang di depan gang juga enak kok..”
“okee.. aku beli dulu atuh yaa.. tunggu aja, oya ini teh manis udah rada dingin, kamu minum yaa... itu tadi subuh aku bikinnya..” Mega tersenyum kuda, dan Bintang membalasnya dengan senyuman semampunya. Bintang mencoba bangkit dari tidurnya, namun ia sangat lemas “eh.. Bii.. jangan dulu bangun kalo gak kuat mah.. jangan maksain atuh..” Mega mendengus “udah bobo aja dulu... nanti ada Senja yang bawain obat buat kamu.. tungguin..”
“Senja...?” Bintang menatap sahabatnya itu lemas, ia baru ingat yang semalam bersama dan mengantarnya pulang adalah Senja, “aduh Meg... dia udah tau...?” bingungnya, pasalnya ia tak ingin lebih banyak orang tahu apa yang ia alami saat ini, ia tak ingin orang-orang mengasihaninya, ia malu. Gadis itu hanya mengangguk, namun kemudian tersenyum dan mengelus kepala Bintang lembut.
Udara pagi yang sejuk menelusup masuk ke kamar kecil itu, jendela memang sengaja Mega buka untuk membiarkan hal-hal positif dari alam masuk, beberapa saat lalu Mega meninggalkan Bintang yang kini hanya mampu menatap langit-langit dengan tubuh yang masih sangat lemas. Seseorang mengetuk pintu kamar dari luar dan memanggil namanya lembut, seorang perempuan.
“Masuk Lan...” jawab Bintang sekuat tenaganya, gadis itu masuk dan memberikan senyuman dan sebungkus buah jeruk yang terlihat menggoda.
“katanya kamu pingsan semalem Bii...? kenapa..? kamu ada luka...? mana Mega..?” Bulan memberondongnya dengan pertanyaan khawatirnya, dilihatnya perban yang menempel di lengan Bintang yang dipenuhi darah “ya Tuhan Bii.. ini kenapa..?” kagetnya “kenapa bisa kayak gini...?”
“semalem ada accident Lan.. aku gak apa-apa kok...” jawabnya, setengah berbohong. Ia tak ingin membuat temannya yang satu itu khawatir.
“oyaa.. ini ada buah jeruk buat kamu... lumayan buat asupan vitamin c.. hehe..” ia menyimpan bungkusan itu di atas meja Bintang.
“makasih Bulan...”
Mega datang dengan membawa beberapa bungkus bubur, mereka makan bersama pagi itu. Senja juga datang dengan membawa obat yang diresepkan oelh dokte canti semalam dan makanan ringan yang cukup banyak, ia membawa Langit dan Orion yang memang ingin menjenguk Bintang sekaligus menemui Mega dan Bulan.
*
Matahari bersinar terang, teriknya menyentuh kulit yang tak berbalut. Bola basket menggelinding ke luar lapangan menghampiri seorang lelaki yang tengah sibuk dengan laptopnya di bawah pohon rindang, seseorang berteriak dari jauh meminta bolanya dilemparkan pada mereka. Lelaki yang tadinya berkonsentrasi pada laptopnya itu mengambil bola besar itu dan melemparnya pada para pemain basket itu. Bola telah kembali pada para pemain basket, lalu ia duduk mengistirahatkan tubuh dan matanya yang terlihat lelah, ia mengelap kacamata itu perlahan, lalu kembali dengan kegiatan rutinannya, menulis.
“Hey... nulis apa sih Ja...?” tanya lelaki dengan rambut hitam lebat yang berkeringat itu, napasnya masih memburu dan keringat masih berjatuhan di dahi dan tubuhnya, wajahnya bersemu merah dan aroma deodorant bercampur keringat mengiringinya. “karya tulis lagi...?” kembali ia bertanya. Yang ditanya mengangguk.
Dari dalam tas ransel, lelaki itu mengambil handuk kecil dan sebotol air mineral lalu menenggaknya dengan semangat, tenggorokannya terpuaskan dengan aliran menyegarkan itu. “gimana kabar Bintang...?” tanyanya lagi “dia udah masuk kuliah lagi kan...? Mega yang bilang..” ia mencerocos. Senja hanya mengangguk dan tersenyum.
Ini sudah hari ke 10 semenjak kejadian di taman itu, Senja merawat Bintang semampunya selama ini. Obat dan vitamin sudah habis dimakan dan kini Bintang sudah masuk kuliah, tepatnya hari kemarin.
Ditengah perbincangan Senja dan Langit, seorang gadis menyapa mereka “Aa.. mau anter ade ke toko buku gak siang ini...?” pintanya.
“ehh... Embun, gimana kabarnya nih..?” tanya Langit ramah.
“ehh a Langit.. kabar baik, aa gimana kabarnya...?” tanya balik Embun, begitulah perbincangan antara Langit dan Embun, mereka berbincang cukup lama mengenai acara yang akan diadakan BEM minggu depan yang bertemakan seni kultural. Senja hanya sibuk pada laptopnya ketika adiknya itu asik berbincang. Sebuah getaran berasal dari tas Senja, dengan cepat Embun mengeluarkannya dan melihat layarnya “dari Bintang a..” katanya, lalu menerima panggilan itu tanpa izin pemiliknya “hallo... iya Bintang, ini sama Embun...” katanya, Senja tak percaya adiknya itu berani menerima panggilan untuknya. “aa nya mau nganter aku ke toko buku nanti siang mah, jadi maaf ya gak bisa ketemu buat hari ini, maaf yaa a Senja nya lagi sibuk, dia gak mau diganggu sama siapapun...” panggilan itu Embun putus begitu saja, Senja yang kaget hanya menatap Embun tak percaya.
“apaan sih kamu Bun...?” sembari mengambil handphonenya kesal.
“kata Bintang, ngobrolin tentang riset aa nya nanti lagi soalnya kan aa mau nganter ade jalan-jalan..” Embun merengut “tapi tenang aja, Bintang kayaknya ngerti apa maksud ade.. dia bilang gak akan ganggu aa lagi..” katanya, sebuah senyuman hadir di bibirnya.
“kamu gak bisa kayak gitu dong de... itu hape aa.. dan semua yang ada dalam hape itu privasi aa.. jangan ikut campur..” kesal Senja, Embun merengut lalu pergi. Senja yang tadinya akan mengejar Embun terhenti oleh getaran tanda pesan masuk.
Bintang Aulia34
Maaf ya Senja, L
“aduh!” dia menepuk jidatnya sendiri merasa sedikit frustasi akan apa yang dilakukan oleh Embun barusan.
“kenapa Bung...?” tanya lelaki yang sedari tadi memperhatikan mereka, ia memberikan senyuman penghiburannya sembari menepuk pundak Senja.
“aku bingung Lang, kadang tuh Embun suka ikut campur urusan pribadi aku..” keluhnya, ia menutup laptopnnya “aku harus gimana biar dia gak seenaknya kayak gitu lagi..? satu sisi aku gak mau dia ikut campur, tapi di sisi lain aku takut dia down gara-gara aku.. soalnya cuma aku yang sering bikin dia down.. ”
“bukannya Embun lagi deket sama Rain ya..?” tanya balik Langit.
“Rain...?”
“iya Ja.. beberapa minggu ini Rain lagi deketin Embun, dan Rain bilang responsnya positiv..” ungkapnya “itu Jaa... Rain yang anak jurnalistik itu.. “ Langit mengotak atik handphone-nya dan memperlihatkan sebuah foto seorang laki-laki berkulit putih dan sipit seperti Chinese. “ini yang namanya Rain Jaa..”
“Chinese ya..?” untuk beberapa saat Senja memperhatikan wajahnya.
“bukan ahh.. dia orang Bandung asli... mungkin keturunan dari buyut-buyutnya hehee..” jawabnya “kalo menurut aku mah yah, kamu bisa minta tolong ke Rain.. soalnya Rain juga bilang ke aku kalo dia suka sama Embun...”
“beneran yeuh...?” Senja seakan menemukan seberkas cahaya ketika Langit mengangguk mantap dengan senyumannya.
*
Beberapa buah buku berserakan di atas salah satu meja taman, beberapa makanan ringan hanya tinggal bungkusnya, dan jari-jari tangan seorang gadis dengan lincahnya menari diatas keyboard netbook berwarna cokelat itu. Seorang membacakan apa yang harus ia ketik dan beberapa lagi bermain gadget masing-masing. “masih banyak ga sih...?” tanyanya pada gadis yang tengah mendiktekan bacaannya “dikit lagi lah..” jawabnya.
“Bin.. kenapa sih..? kok wajahnya kayak bete gitu...?” tanya Olin, teman sekelompok Bintang yang bermain gadget sedari tadi.
“ah..? hahaa.. gak apa-apa Lin.. yuk ahh biar cepet selesai..” jawabnya sambil tersenyum kuda dan terus mengetik “apa lagi Meg...?” Bintang memastikan, sahabatnya satu itu hanya mengikuti apa yang ingin dilakukan Bintang, mengerjakan tugas dan menyelesaikannya secepat mungkin.
*
Segelas susu murni dingin berada di hadapan gadis itu, “buat aku Meg...?” tanyanya, perlahan mood nya kembali. Mega mengangguk mantap. “makasih...”
“Bii.. kenapa sih dari kemaren kamu keliatannya tuh muram..?” tanyanya.
“lagi kesel Meg...” jawabnya, ia menghabiskan susunya dengan cepat “kamu tau Embun ga..?”
“Embun...? oh adik tirinya Senja?”
Bintang mengangguk “kemaren pas aku telpon Senja, yang ngangkat Embun, terus dia bilang ‘maaf ya, a Senjanya lagi sibuk, mau nganter aku ke toko buku’ kan aku jadi kesel, kesannya kan aku ganggu.. padahal kan aku cuma mau nanyain project sama karya ilmiahnya yang dia tawarin aku buat gabung..”
“terus..?” Mega menyimak.
“ya aku bilang ‘maaf atuh kalo ganggu mah..’ terus aku tutup saking keselnya..” Bintang cemberut.
“mm.. you are jealouse..?” tebaknya, tanpa basa basi Bintang mengangguk.
“ehh.. tapi da aku teh bukan siapa-siapa nya Senja ya...” gumamnya, kini giliran Mega yang mengangguk. “tapi aku mulai suka sama Senja..” gumamnya lagi, Mega mengangguk dan kini tersenyum, Bintang menatapnya heran “kenapa Meg..?”
“kamu barusan ngaku Bii... kamu suka sama Senja..”
“ahhh.. bukannya udah keliatan dari beberapa minggu ini Meg..?” tanya Bintang polos, sungguh tak pernah diduga bahwa Bintang akan sejujur itu mengungkapkan perasaannya.
“ya Tuhan Bintang...” Mega mengapit pipi Bintang dan memonyong-monyongkan bibirnya “greget aku sama kamu..”
“aahhh... Mega.. udah dong...” Bintang berusaha melepaskan tangan Mega.
“jadi tunggu apa lagi...?” tanya Mega, Bintang mengerutkan keningnya “Senja juga keliatannya suka sama kamu, keliatan dari perlakuan dia selama ngerawat kamu..” ungkapnya “eh iya, gimana kabar lengan kamu...? udah pulih..?” tanyanya.
“iya gitu..? aku mah kadang suka malu kalo harus ngerepotin Senja tuh...”
“yaaah.. kita liat aja nanti lah yaa..” Mega tersenyum misterius.
“ehh Meg, Meg... ada yang ngeSMS aku.. ngancem..” kaget Bintang, ia segera memperlihatkan SMS itu pada Mega “ini dari siapa ya..?”
Mega melihat pesan itu, ia mengerutkan keningnya, “wah parah nih.. gila..” komentarnya. Pasalnya isi pesan itu aneh dan membuat mereka berdua begidik, isinya berupa kata kasar yang meminta Bintang untuk berhati-hati karena dia sedang diincar. “umm.. orang iseng kali Bii..” jawab Mega mencoba menenangkan Bintang.
“iya gitu..?” Bintang mencoba mempercayai sahabatnya itu “eh, eh ada lagi Meg...” kaget Bintang, pesan itu berisi cacian dan makian, lagi dan lagi, terus pesan itu memenuhi kotak masuknya, hingga puluhan pesan.
“eh, kenapa sih ni orang..?” kaget Mega, di sms terakhir tertulis bahwa Senja adalah miliknya. “euh.. kayaknya aku tau nih siapa yang ngirim sms gila ini..” Mega menatap Bintang, ia juga mengangguk menandakan bahwa mereka satu pemikiran.
“Embun..” keduanya menyebutkan nama yang sama di waktu yang sama.
“bales Bii... bales..” pinta Mega.
“harus bales apa atuh...? masa harus bales kasar juga..?” tanya Bintang bingung.
“sini Bii.. aku yang bales aja..” Mega meminta handphone nya, dia mulai mengetik dan membalas pesan itu, Bintang hanya menatap Mega yang sepertinya gemas membalas pesan itu. “wah gila ya ini orang, cantik-cantik punya banyak bahasa binatang..” Mega terkekeh gregetan, di kembali mengetik pesan lagi dan lagi.
“bilang apa gitu Meg...?” penasaran Bintang, ia meminta benda itu untuk memastikan apa yang ingin ia tahu.
“dia bukan cuma menggertak tapi sampe ngancem pake bahasa gak pantes Bii..” katanya sembari menyerahkan benda itu pada Bintang.
“wah gila atuh ih ini mah, sabaong-baongna* aku, gakkan berani ngomong gini da...” (senakal-nakalnya) Bintang menggelengkan kepalanya prihatin. “udah ah Meg, biarin aja lah...” tanggap Bintang malas.
“yaudah atuh, jangan dihapus Bii.. siapa tau buat bukti nanti kamu butuh..”
“ahahaaa.. iya aku SS aja yah Meg..” Bintang tertawa, ia berusaha ceria meski sebenarnya ia kesal pada pesan yang tidak manusiawi itu.
*
Aroma klasik pohon pinus memenuhi ruang udara, lampu temaram memberikan cahayanya pada sebagian tempat, boneka yang menari-nari, jam digital yang menggantung di kaca spion depan, dan beberapa makanan ringan sudah tersimpan di dashboard mobil Senja. Malam ini adalah adalah malam minggu dan Senja mengajak Bintang untuk merefresh otak dan pikiran yang penat dan suntuk selama beberapa minggu ini dalam perkuliahan dan kegiatan organisasi masing-masing.
“umm.. gimana kabar tangannya Bintang...?” tanya Senja mecoba memecahkan keheningan, ia menyalakan radio dan mencari channel favoritnya.
“udah mendingan, lukanya udah mulai ketutup dan kering.. hehe.. kalo proyek kamu gimana tuh...?” tanyanya.
“kayaknya aku mau fokus ke satu KTI aja deh.. bentar lagi juga selesai..” jawabnya sembari memilih makanan ringan yang ingin ia buka terlebih dahulu, sebuah kebiasaan baru yang selalu dilakukannya setelah ia mengenal Bintang adalah ia terbiasa menyiapkan makanan ringan untuk sekedar menjadi teman ngobrol jika bersama Bintang, terkadang hubungan memang membawa perubahan pada sikap, perilaku dan kebiasaan seseorang. “eh mau yang mana dulu nih Bintang..?” tanya Senja, Bintang tersenyum, ia tak menyangka kebiasaanya membawa makanan ringan menular pada Senja, ia mengeluarkan beberapa makanan ringan yang juga ia bawa.
“ini deh, cobain... rasanya pedas manis, terbuat dari singkong..” Bintang membuka makanan ringan yang dia bawa, lalu mencicipinya “enak lhoo..”
“mau yaaa...” Senja tersenyum sambil mencomot beberapa buah singkong yang diiris tipis itu dan mencobanya “wahh enak.. hehe.. oya, ini minumannya..” sembari memberikan dua botol minuman susu berperisa buah “umm.. pilih deh... eh, kamu suka yang kayak gini gak..? aku gak tau harus beli apa, terakhir aku liat kamu minum yang kayak gini..” ia menyimpan minuman itu di dashboard dan memperlihatkan belanjaan makanan ringannya. “ini sama ini pernah kita makan bareng, dan yang ini snack yang biasa aku makan kalo lagi gadang tugas, nah kalo yang ini baru aku beli sih, tapi aku sering liat di iklan teve kayak yang enak, makanya aku beli..” dengan senangnya Senja menceritakan tentang makanan ringan yang ia beli itu.
“belanjanya sama siapa..?” tanya Bintang, ia tersenyum melihat tingkah Senja yang seperti anak kecil, ia baru tahu bahwa Senja bisa seperti ini. Yaa itulah sebuah hubungan, kita bisa lebih mengetahui sifat seseorang yang asli ketika kita telah bersamanya, dan bukan hal yang aneh jika satu saat banyak hal yang sama namun juga berbeda antara satu dengan yang lainnya.
“sama mamah sih tadi, sekalian anter mamah belanja bulanan..” katanya sembari membuka sebuah makanan ringan rasa cokelat.
“uuuhhhh... anak baik, nganterin mamahnya belanja..” goda Bintang.
“apaan sih..? udah biasa aku mah nganter mamah, dari umur SMA juga udah nganter jemput mamah kalo belanja..” Senja terkekeh.
“hmmm... ya ya..” Bintang mencomot snack Senja dan mencobanya “kamu suka yang manis-manis yaa..?”
Senja mengangguk, ia kembali menikmati makanan ringannya “temen nugas, hehe.. sebenernya ini yang suka beli mamah, soalnya suka ada di kulkas hahaa.. lama-lama jadi suka dan kebiasaan deh minta mamah buat beliin snack ini..”
Perbincangan itu berlangsung dengan penuh canda dan tawa, Senja merasa ia kini bena-benar menemukan orang yang cocok dengannya, dan pertanyaan itupun muncul begitu saja “Bintang, kamu lagi sama seseorang ga..?”
Suasana tiba-tiba hening, Bintang yang tadinya tertawa hanya menatap Senja yang kini menatapnya dengan serius. “eh..? umm.. aku kan lagi sama kamu..” jawabnya seadanya, jujur saja Bintang tahu maksud Senja, namun ia bingung harus menjawab seperti apa, padahal ia tahu benar jawabannya.
“engga, maksudnya... kamu lagi deket sama laki-laki atau lagi suka sama laki-laki ga sekarang..? yaa.. mungkin HTS atau PDKT gitu...?” tegas Senja.
“ummm.. gimana ya..? hehe.. mau jujur-jujuran gak..?” tanya Bintang.
“hmm.. boleh,..” terima Senja, mengingat memang ada beberapa hal yang ingin ia ungkapkan namun sulit mencari timing yang tepat. Mungkin ini saatnya.
“sebenernya aku belum pernah cerita ini ke yang lain kecuali ke Mega,” Bintang mencoba memulainya dengan tenang “dulu aku pernah deket sama seseorang, pas SMA. Kita sempet deket banget, melebihi deket aku sama kamu sekarang, tapi ujung-ujungnya aku ditinggal nikah sama dia.. ahahaa.. dari situ aku gak mau terlalu deket sama makhluk yang namanya laki-laki, aku pernah mencintai tapi aku disakiti dan aku pernah setia yang pada akhirnya malah terluka, im feeling so stupid with my paithful tapi ya udah lah, ini jalan dan skenarioNya..” Bintang mencoba menjelaskan kisah masalalunya, sebenarnya iapun menunggu waktu yang tepat untuk bercerita karena Senja juga pernah bercerita padanya. Bukankah seseorang akan mulai bercerita ketika ia nyaman?
“mm.. maaf Bintang..” Senja mengelus kepala gadis yang ada di sampingnya.
“gak apa-apa kok, kalem aja..” Bintang tersenyum, ia mengambil cemilan lain milik Senja “boleh buka yang ini gak..?” tanyanya, Senja mengangguk masih dengan mengelus-elus kepala Bintang.
“jadi...?” tanya Senja memastikan.
“ya gak ada, paling deket sama beberapa adik tingkat di UKM terus sama kamu..” jawabnya.
“aku..? aku sama adik tingkat UKM kamu sama apa beda..?” tanyanya lagi.
“sama, sama-sama laki-laki..” jawabnya lagi.
“kalo perasaannya sama ga..?”
“mm... gimana ya..? maunya disamain apa dibedain..? hehe” tawa Bintang renyah.
“dibedain..” jawab Senja mantap.
“iya, beda...” Bintang menatap Senja dengan sebuah senyuman.
“beda gimana..?” Senja mengerutkan keningnya.
“yaa beda, kan mereka mah adik tingkat, kalo kamu mah kakak tingkat..”
“tau kakak tingkat kenapa gak panggil aa..?” gemas Senja, ia sebenarnya ingin cepat-cepat mengetahui perasaan Bintang padanya, namun sepertinya ia harus lebih bersabar.
“emang mau dipanggil aa..? nanti disangka tua lhoo.. hhehe” Bintang terkekeh sembari menikmati makanan ringannya.
“boleh aja sih, gak masalah dipanggil apapun juga kalo sama kamu mah.. asal jangan om atau bapak aja ahahahaa..” Senja semakin hanyut dalam pikirannya tentang Bintang. “boleh gak sekarang aku yang jujur..?” tanya Senja gemas, Bintag mengangguk “sok atuh kamu yang tanya..”
“oh.. ahahaa kirain teh mau jujur sendiri tanpa ditanya...” ujar Bintang sambil tertawa kecil. “ya udah, kamu masih sayang ga sama Ranti...?” tanyanya.
Senja hanya menggeleng, dihatinya kini terisi sosok lain.
“terus yang sekarang ada di hati kamu siapa..?”
Radio yang sedari tadi memutar lagu-lagu hits namun tersamarkan oleh canda tawa dua sejoli itu kini terdengar jelas, lagu yang mengalun adalah lagu lawas para penyuka band indie Bandung, Endah n Resha – When you love someone
“kamu..” gumamnya, mata sendu dan bulu mata tebalnya yang ada dibalik kacamata menatap lurus ke arah Bintang, suasana hening hanya musik yang menghangatkan.
Mata yang saling menatap itu seakan tenggelam dalam pikiran masing-masing, Bintang dengan bahagianya karena ternyata benar Senja menyukainya, dan Senja yang mulai menikmati Bintang dengan senyumannya, merasakan keberuntungan telah dihadirkan sosok seperti Bintang. Bukankah nikmatnya sebuah ikatan adalah ketika semua pihak merasakan beruntung ada seseorang yang itu dalam hidupnya?
(^_^)9
I love you but it’s not so easy to make you here with me
(Aku mencintai kamu tetapi itu tidaklah mudah untuk membuatmu di sini bersamaku)
I wanna touch and hold you forever
(Aku ingin menyentuh dan menahanmu selamanya)
But you’re still in my dream
(Tetapi kamu masih tetap berada dalam mimpiku)
And I can’t stand to wait ‘till nite is coming to my life
(Dan aku tidak dapat berdiri untuk menunggu hingga malam datang ke kehidupanku)
But I still have a time to break a silence
(Tetapi aku masih mempunyai waktu untuk memecah kesunyian ini)
When you love someone
(Ketika kamu mencintai seseorang)
Just be brave to say that you want him to be with you
(Beranikan untuk mengatakan bahwa kamu menginginkannya untuk bersamamu)
When you hold your love
(Ketika kamu telah menggenggam cintamu)
Don’t ever let it go
(Jangan pernah membiarkannya pergi/lepas)
or you will loose your chance
(Atau kamu akan kehilangan kesempatanmu)
To make your dreams come true…
(Untuk membuat mimpimu menjadi kenyataan)
I used to hide and watch you from a distance and i knew you realized
(Aku terbiasa untuk bersembunyi dan melihat kamu dari kejauhan dan aku tahu kau nyata)
I was looking for a time to get closer at least to say… “hello”
(-sebenarnya- Aku sedang mencari waktu agar lebih dekat kepadamu sekedar mengatakan “hello”)
And I can’t stand to wait your love is coming to my life
(Aku tidak dapat berdiri untuk menunggu cintamu datang ke kehidupanku)
When you love someone
(Ketika kamu mencintai seseorang)
Just be brave to say that you want him to be with you
(Beranikan untuk mengatakan bahwa kamu menginginkannya untuk bersamamu)
When you hold your love
(Ketika kamu menahan cintamu)
Don’t ever let it go
(Jangan pernah membiarkannya pergi)
Or you will loose your chance
(Atau kamu akan kehilangan kesempatanmu)
To make your dreams come true…
(Untuk membuat mimpimu menjadi kenyataan)
And I never thought that I’m so strong
(Dan aku tidak pernah berpikir bahwa kamu begitu kuat)
I stuck on you and wait so long
(Aku terpaku kepadamu dan menunggu begitu lama)
but when love comes it can’t be wrong
(Tetapi ketika cinta datang itu tidak dapat dipersalahkan)
Don’t ever give up just try and try to get what you want
(Jangan pernah menyerah untuk mencoba dan mencoba untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan)
Cause love will find the way…
(Sebab cinta akan menemukan jalannya..)
When you love someone
(Ketika kamu mencintai seseorang)
Just be brave to say that you want him to be with you
(Beranikan untuk mengatakan bahwa kamu menginginkannya untuk bersamamu)
When you hold your love
(Ketika kamu menahan cintamu)
Don’t ever let it go
(Jangan pernah membiarkannya pergi)
Or you will loose your chance
(Atau kamu akan kehilangan kesempatanmu)
To make your dreams come true…
(Untuk membuat mimpimu menjadi kenyataan)
~ ~ ~
“kamu tau, aku suka lagu ini... ini adalah lagu lawas yang pernah membuatku termotivasi” Bintang tersenyum namun masih dengan tatapannya yang seolah bercermin di kacamata Senja.
“sepertinya aku juga mulai suka lagu ini..” Senja kembali tersenyum “when you love someone just be brave to say, that you want him to be with you.. ketika kamu mencintai seseorang maka kamu harus berani berkata bahwa kamu ingin dia bersamamu.. gitu kan artinya..?” Senja mengelus kepala Bintang, gadis itu mengangguk “jadi...?”
“jadi.... umm.... lagu ini enak didenger dan easy listening..” jawab Bintang.
“Bin..tang..” panggil Senja gemas dengan sedikit erangan.
“iya aa...”
“hah...aa? hmm heehee..” Senja terkekeh, namun ia kembali serius. “aku...”
“aku....? eh, kamu...?”
“aku suka kamu..” ungkapnya, entah kini wajahnya seperti apa, yang pasti ia merasa sangat malu, desiran darahnya sangat liar hingga ia tak mampu menahan dirinya untuk mengatakan perasaannya.
“aku juga suka kamu...” balas Bintang.
“Hubungan itu bukan hanya sekedar kata, namun juga komitmen..”
~Author~