Tanah Lahirku
Aku hanya mengenang semua yang aku lalui selama di Korea sepanjang perjalanan menuju tanah air tercinta. Negeri yang di sanjung kebanyakan negara lain lantaran tanahnya yang hijau dan indah. Negeri dengan berbagai kebudayaan yang anggun dan mempesona. Dan aku akan kembali menuju kota yang disana akan ku temui banyak orang berjajar di sepanjang jalan untuk menjajakan nasi dalam wadah bernama boran. Nasi boran,salah satu makanan khas yang hanya akan bisa di jumpai di Lamongan bukan kota lain. Aku lahir di salah satu kota kecil di Indonesia. Akan sangat sulit bagi orang luar untuk menemukan keberadaanku. Entah itu Joon Seong,atau Won. Tidak akan ada lagi pemandangan seperti setahun silam. Mata Won dan Joon Seong yang saling menikam. Won yang terlihat sangat hawatir dan akan mudah marah saat aku terlambat pulang atau pergi bersama Joon Seong. Semua itu tidak akan ada lagi,aku akan kembali hidup normal seperti sebelum aku pergi ke Negara Gingseng. Hanya menjalani hari di kampung halaman,atau mencari pekerjaan usai pesta wisuda tanda berakirnya masa pendidikanku. Aku juga harus membangkitkan semangat Laili untuk segera mengakiri masa pendidikannya. Satu hal yang membuatku sangat penasaran terhadap bocah itu adalah ucapannya di akir perbincangan minggu lalu. Dia bilang ingin memperkenalkan aku pada seseorang. Sudah pasti itu adalah pacarnya yang selama ini dia sembunyikan dariku. Seperti yang aku katakan di awal kisah,kami memang dekat tapi untuk urusan percintaan kami tidak pernah terbuka satu sama lain. Namun kali ini kalau Laili berani mengenalkan seseorang itu kepadaku,berarti dia sudah sangat serius dengan hubungannya. Terbesit sepintas di pikiranku,mungkinkah orangitu adalah Ardan? Selama Laili sakit,hanya Ardan yang selalu ada di dekatnya. Alibi untuk selalu memantau kesehatan Laili agar bisa memberi kabar kepadaku,atau mungkin mereka memang ada hubungan khusus? Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika benar mereka ada hubungan khusus. Sesungguhnya setelah wisuda nanti,aku akan mengatakan kepada Ayah bahwa aku tertarik pada Ardan. Mungkin Ayah memiliki jalan lain untuk perasaanku ini. Tidak ada satu orangpun yang tahu akan kedatanganku hari ini. Aku bahkan belum memberi kabar kepada Ayah atau Ibu. Aku hanya ingin memberi sedikit kejutan. Seseorang yang bisa diajak kerjasama kali ini hanya Safaraz,sepupuku yang mulai beranjak dewasa.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam,hei bocah kamu dimana?"
"Aku ada di Lamongan sekarang. Ada sedikit urusan,ada apa menelphone?"
"Sampai jam berapa urusanmu selesai? Aku sekarang sedang berada di depan stasiun kereta api Lamongan"
"APA? kamu di Lamongan?"
"ya,aku baru sampai. Aku sudah menginjakkan kakiku di Indonesia sejak kemarin siang dan sekarang ada di Lamongan" tidak ada satu katapun yang terlontar dari ujung telephone. Safaraz hanya diam tanpa sepatah katapun. Ku rasa kejutanku berhasil,entah dia percaya atau tidak. Kalau seandainya dia tidak percaya,aku harus menempuh perjalanan ke kampung halaman menggunakan transportasi umum.
"Safaraz... Safaraz..." Bagaimana bisa dia menutup telephone tanpa pamit atau sekedar salam. Anak ini benar-benar kurang ajar. Lagi pula ada urusan apa dia malam-malam begini. Apa ini malam minggu? Dulu kalau malam minggu,aku akan menyiapkan makanan untuk Won dan menikmati taburan bintang di halaman rumah. Sekarang,apa yang sedang dia kerjakan? Apa dia sudah makan?
???????. ????????????ul gyeolko gyeolko seulpeun. naneun dangsin-i ul gyeong-u ol geos-ida jangan pernah bersedih dan jangan pernah menangis. Aku akan datang jika kamu menangis.
kata-kata itu terngiang selalu di telinga. Apa dia benar-benar akan datang? Ups,kenapa aku memikirkan hal yang mustahil. Tidak akan mungkin dia datang menemuiku. Bahkan menemukanku di Indonesia yang besar seperti ini. Seandainya dia berada di Jawa Timur,itu saja belum tentu dia bisa menemukanku. Kecuali atas ijin Allah. Dulu Won setiap hari memintaku untuk mengajarinya ilmu agama. Aku juga sangat bersemangat untuk mengenalkan agama Islam padanya. Dia satu dari kebanyakan orang disana,belum memiliki agama dan tidak percaya akan adanya Tuhan. Hanya melakukan apa yang diinginkan asal sesuai dengan norma dan aturan yang ada,itu saja yang dia tahu. Seandainya dia muslim,InsyaAllah dia akan menjadi orang yang taat. Dilihat dari kegigihannya untuk belajar agama,dia juga orang yang berkomitmen kuat. Dia memang terlihat dingin dan angkuh diluar,tapi dia adalah orangyang penuh perhatian. Tapi kenapa aku harus memikirkan Won? Dia pasti sangat sibuk dengan urusannya. Pekerjaannya bukan pekerjaan yang mudah.
Menunggu Safaraz bukan pilihan yang tepat. Bocah satu itu pasti berpikir aku sedang bergurau hingga dia tidak akan mengambil tindakan apapun. Aku tidak ingin berada disini hingga larut malam. Setidaknya aku harus mengisi perutku walau hanya dengan sepotong roti. Disini aku harus membayar makanan yang masuk ke dalam perut ini dengan uang sendiri. Dengan uang yang aku miliki yang belum berkurang sepeserpun untuk membayar makanan selama aku berada di Korea. Aku hanya mengeluarkan selembar uang ratusan ribu untuk di berikan kepada Joon Seong. Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Apa dia membeli ubi jalar? Dan apa sebenarnya yang sedang aku pikirkan?
"Safaraz" Aku tercengang melihat tubuh jangkung ini dihadapanku. Dia menghela nafas berujung senyum dan bersambut menarik tubuhku didekapnya. Anak ini tidak pernah bisa menghargaiku,ini sudah ketiga kalinya dia memelukku. Meski sudah kuperingatkan untuk tidak menyentuhku,walau akirnya aku akan menampar pipinya hingga merah dia hanya santai menjawab. Aku adalah saudaramu,masih ada hubungan darah jadi tidak salah jika kita saling bersentuhan. Tapi kali ini anggap saja dia sedang melepas rindu.
"sarap ! Kenapa tidak memberitahu kalau kamu pulang ke Indonesia?" lihatlah,beginikah cara anak kecil ini menyapa orang yang sudah lama tidak pulang? Belajar dari mana dia kata-kata semacam itu?
"Aku..."
"Sekarang ayo kita pulang. Apa saja yang kamu bawa,kenapa seberat ini?" Aku bahkan belum bicara apapun,belum menjawab pertanyaannya. Dia bertingkah lebih dari Ayah. Biasanya ayah akan mendengar cerita kecilku dulu sebelum kami menempuh perjalanan ke kampung halaman. Tapi Safaraz tidak mengijinkanku untuk mengucap apapun. Dia bilang "jangan bicara,nanti kamu lelah" Dia berlebihan sekali. Sesekali aku lihat dia mengusap wajahnya,entah ada apa dengan wajah kebanggaan itu. dia hanya terus berjalan dan melajukan kendaraan kami menuju kampung halaman. Tapi sebentar biar aku pikirkan,apa tidak akan menimbulkan kehebohan jika tiba-tiba aku berada dirumah? Ayah dan Ibu pasti sangat terkejut,aku berharap mereka tidak terkena serangan jantung. Sudah tidak sabar rasanya untuk bisa bertemu muka dengan mereka. Sudah sangat lama rasanya hingga tidak tahu harus berbuat apa nanti jika sudah bertemu.
"Assalamualaikum" suaraku tersuar dari balik pintu rumah sederhana yang sudah menjadi tempat tinggalku sejak kecil. Sekarang tidak ada lagi pintu rumah dengan kode kunci seperti sebelumnya. Karena aku sedang berada di rumahku sendiri,bukan rumah Won lagi.
"Wa'alaikumsalam" suara itu,suara ayahku. Suara dari sosok tinggi yang kurus dengan kulit mulai keriput. Derap langkah kakinya terdengar mendekat dan semakin dekat.
"Ayah..." Suaraku lembut haru menyapanya setelah pintu terbuka dan kami bertatap nyata.
"Laila... Laila anakku sudah pulang " Seperti yang pernah terjadi dalam cerita drama atau kehidupan nyata siapapun. Ayah,orang yang telah susah payah mencari nafkah untukku ini pasti segera memelukku. Beliau meneteskan airmatanya,begitupun denganku. Tidak lama setelah itu,Ibu keluar dan menyapaku sembari mendekap erat tubuhku serta menghujamku dengan kecupan kasih sayangnya. Kami haru biru dalam suasana ini,aku sedikit penasaran dengan wajah Safaraz sekarang. Ku arahkan mataku pada orang yang selalu menganggap dirinya lebih dewasa dariku. Dia sama saja rupanya. Menangis meski tidak terisak-isak. Kami menghabiskan malam di rumah sederhana ini dengan penuh kehangatan. Paman dan Bibi bahkan menginap untuk menyambut kedatanganku.
Walau rasa lelah dan penat masih menyelimutiku,semua itu hilang dan musnah seketika terlarut dalam kubangan kasih sayang yang luar biasa. Rasa rindu kami menghapus segala kelelahan hari ini.
?????, ?????. ???, ???????. ????????????, ?????????????????????????? geongang-eul yuji , jal salgoissda. an apeun , ul gyeolko gyeolko seulpeun . naneun dangsin-i ul gyeong-u ol geos-ida , geulaeseo dangsin-i na-ege gidae haji anhneun gyeong-u geugeos-eulhaji anhseubnida Jaga kesehatan,hiduplah dengan baik. Jangan pernah sakit,jangan pernah bersedih dan jangan pernah menangis. Aku akan datang jika kamu menangis,jadi jangan lakukan itu jika kamu tidak mengharapkan kedatanganku
Suara itu seolah menggema terbawa angin malam yang menyapu wajahku di balik jendela kamar. Aku akan hidup dengan baik disini,banyak sekali yang akan menjagaku. Bagaimana dengan kamu? Bisakah kamu hidup lebih baik dari sebelumnya? Aku berharap dia juga bisa hidup baik sebaik hidupku disini. Dia sudah memberiku kenangan yang tidak pernah bisa terlupakan,setidaknya dia memberiku kehidupan yang layak semasa aku berada di Negaranya. Dan sekarang aku harus menyapu semua kegelisahan ringan itu dengan mimpi yang akan terajut di pulau kapuk.
Pagi ini aku tidak harus berangkat ke Malang untuk menyelesaikan semua urusan yang belum berakir. Aku masih punya waktu untuk menata semua barang-barangku yang tercampakkan sejak tadi malam. Semua baju ini tidak sama seperti baju yang ku bawa sebelumnya. Won menambah koleksi pakaianku dengan barang-barang yang dia beli untuk menghapus kegelisahaanu kala itu. Aku memang kesal karena dia tiba-tiba datang saat aku mengurai rambutku. Tapi dia menghapus semua kesedihanku dengan membelanjakan banyak uang untuk barang apapun yang dirasa pantas untukku. Tapi tunggu,dia adalah pemilik dept. Store terbesar. Mungkin saja semua barang yang diberikan padaku adalah barang dagangannya da dia tidak perlu membayar untuk ini. Pantas saja dia memberiku banyak,tapi apa dia tidak rugi?
Tiba-tiba ada yang berdering. Aku mencarinya disetiap sudut,tapi tidak ku temukan tanda-tanda benda yang bisa berbunyi. Jika bukan bunyi telephone cellulerku,lalu bunyi apa ini? Mataku tertuju pada sebuah layar bercahaya dibalik saku koperku. Ini handphone yang ku gunakan di Korea,aku meninggalkannya di meja kamar karena ini pemberian Won. Aku ingin mengembalikannya saja,setidaknya ini adalah benda yang tidak bisa kubawa. Tanpa pikir panjang,segera ku sapa Gumiho diseberang sana.
" Won?"
"It's your room, you have arrived home safely. why not contact me? Do you call Joon Seong first? Itu kamarmu,Kamu sudah tiba di rumah dengan selamat kenapa tiak menghubungiku? Apa kamu menghubungi Joon Seong lebih awal?" Video call,lagi-lagi ini yang aku lakukan. Wajahnya terlihat berbeda dengan wajah asli. Kenapa terlihat sedikit lebih manis dan ramah?
"I want send an e-mail to you now. hey .. why this in my suitcase? aku baru saja akan mengirim e-mail untukmu. hei.. kenapa benda ini ada di koperku?"
"that's yours, you must take it. You even leave i itu milikmu,jadi harus kau bawa. Kau bahkan meninggalkan benda ini" Dia menunjukkan boneka kebanggaanku dari Joon Seong. Malam itu dia sempat marah karena hampir saja aku menolak pemberiannya dan lebih memilih boneka dari Joon Seong. Lalu bagaimana aku bisa membawa boneka berukuran tiga manusia itu ke Indonesia? Berapa kursi yang akan di gunakan hanya untuk mendudukkan boneka itu?
"And this, have I wear it? Dan ini,boleh aku pakai?"Jilbab pashmina itu,jilbab hijau milikku tertinggal disana? Dia menyampirkan dan mengalungkan jilbab itu di leher,apa dia pikir itu syal?
"that's not a scarf itu bukan syal"
"Have you a breakfast? What are you cooking? Kamu sudah sarapan? Apa yang kamu masak?"
"I not cook. Mom's cooking Aku belum masak. Ibu yang memasak"
"You must help your mom, lets finish your job and help mom in the kitchen Kau harus membantu ibumu,lekas selesaikan pekerjaanmu dan bantu ibu di dapur"
"Have you a breakfast, what are you eating? Kamu sudah sarapan,apa yang kamu makan?"
"Human food. I got something to do, after my spare I'll call you.Makanan manusia. Aku ada sedikit urusan,setelah senggang nanti aku akan menghubungimu.???? juuihaeya Jaga dirimu"
"?? geulaeBaiklah" seperti inilah perbincangan pertama kami di layar berakir. Seharusnya dia lebih memikirkan keadaan dirinya sendiri. Dia pasti sangat kesepian disana,sementara aku disini banyak yang menjaga. Biasanya dia makan masakanku setiap hari,entah apa yang bisa dia makan mulai kemarin. Tapi aku yakin dia bisa makan dengan baik,dia punya banyak uang. Aku segera melanjutkan aktifitasku untuk berbenah. Hari ini semua harus berjalan dengan lancar,karena aku juga harus segera ke Malang untuk menemui Laili dan juga menyelesaikan sedikit urusanku di kampus. Won sudah bilang,aku mendapat ijin untuk mengikuti kegiatan wisuda di kampus tanpa ada yudisium. Segalanya memang terasa aneh,tapi begitulah saat aku berada dalam lingkaran Won. Tidak ada yang tidak mungkin terjadi,semua akan dengan mudah terjadi.
Sebenarnya aku ingin bercerita kepadanya. Mengatakan bahwa ayahku ternyata menanam pohon nanas di depan rumah. Subur dan berbuah besar,sudah siap makan. Mengatakan bahwa ibu memasak sayur asam dan membuat lauk goreng. Juga mengatakan bahwa Safaraz menanam pohon mawar dan sudah mekar terlihat indah. Lalu apakah dia juga menanam pohon mawar dihalaman rumah? Dia bilang ingin menanam lebih dari seribu pohon mawar.
Lupakan segala tentang Won,aku tidak ingin semakin terpatri dalam perasaan yang tidak menentu. Entah mengapa,sejak aku tiba di Indonesia. Rasa takutku muncul kembali. Aku ingin kembali ke Korea dan menghabiskan waktu disana. Perasaan takut itu datang darimana dan kenapa? Bagaimanapun,aku harus mencari jawabannya dengan menjalani hari-hariku disini. Setelah malam berganti pagi,aku segera menuju kota dingin. Malang i’am coming.
Safaraz berencana untuk berlibur bersama segerombolan temannya ke Malang. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk lebih berhemat,tanpa mengeluarkan uang sepeserpun aku bisa sampai di rumah kontrakan. Dan memberi kejutan pada Laili dengan kehadiranku. Aku sudah berada di depan pintu rumah sekarang,menunggu Laili keluar karena pintu tidak tertutup menganga begitu saja.
"LAIII" ekspresinya sedikit berlebihan sahabat,dia melotot dan memelukku dengan erat. Astagfirullah,aku hampir tidak bisa bernafas dibuatnya. Aku berusaha keras melepas pelukannya. Gadis gila,sejak kapan dia menjadi alay begini?
"Jahat sekali,kenapa kamu datang dengan Safaraz? Apa kamu pulang kampung dulu? Sejak kapan kamu tiba?" Dengarlah berapa banyak pertanyaan yang harus dia ucapkan tanpa menunggu jawaban. Kenapa tidak dia tulis saja semua pertanyaan itu di kertas setelah itu dibuang.
"Masuklah,cepat masuk Safaraz" Suara riang Laili ini memang tidak ada duanya.
Mataku terperangah menatap seseorang yang keluar dari balik pintu tengah. Sama halnya denganku dia juga terkejut.
"Laila,kamu sudah di Indonesia?" dia menyapa ringan tanpa rasa gugup sedikitpun. Sedangkan aku harus malu-malu untuk melihatnya.
"iya,lihatlah dia jahat sekali. Dia pulang tanpa menghubungiku lebih awal" riang sekali suara Laili,dia bahagia karena aku atau karena pria ini. Siapa sebenarnya dia?
"Kenalkan,ini Ardan. Pria yang menjalin hubungan asmara denganku selama tiga tahun terakir. Sebenarnya,kami akan menikah setelah aku wisuda. Tapi karena aku harus menunda wisudaku karena itulah kami akan tunangan dulu saja dan menikah setelah aku wisuda nanti. Aku sangat tidak sabar untuk menceritakan hal ini padamu"
Mata dan hatiku sejalur,serentak tersambar petir mendengarnya. Aku yang memiliki rencana untuk memberinya kejutan,kenapa sekarang justru aku yang terkejut setengah mati. Jadi karena ini dia menjaga Laili sepanjang hari. Karena mereka memiliki hubungan khusus. Aku harus bagaimana sekarang,wajah seperti apa yang sedang aku tunjukkan saat ini. Tanpa pamit,mataku meleleh. Demi menutupi perasaanku,aku segera mendekap Laili penuh kasih. Ku lirik keberadaan Safaraz di ujung sana dengan mataku yang berlinangan. Kali ini,ingin sekali rasanya aku memeluknya dan menumpahkan semua. Ternyata Ardan sudah memilih seorang wanita untuk hidupnya. Laili,tidak salah dia memilih Laili. Sahabatku yang selalu setia dan penuh kasih sayang. Dia orang terbaik yang pernah aku kenal. Laili orang yang sangat tulus dalam kasih sayang. Aku tidak tahu harus merasa bahagia atau justru berduka. Orang yang Ardan cinta adalah sahabat karibku yang paling setia. Laili,Lailiku yang setia dan penuh kasih.
Aku tidak tahu harus bagaimana menguasai hati ini. Aku memang tidak pernah mengungkapkan,tapi aku tertarik pada Ardan sudah sejak lama sekali. Rasanya tidak mungkin aku melanjutkan perasaan ini. Aku,rasanya tidak akan benar jika aku merebut atau mencoba meminta tempat sedikit di hati Ardan. Bagaimana harus mendiskripsikan perasaan ini. Safaraz bertindak lebih cepat dari perkiraan. Dia membatalkan rencana berlibur. Melihat Ardan masih cukup betah untuk tinggal di rumah kontrak kami,Safaraz juga demikian. Saat ini satu-satunya yang mengerti perasaanku hanyalah Safaraz. Karena hanya dia yang tahu betapa aku tertarik kepada Ardan. Hanya dia yang tahu bagaimana aku menahan rasa saat ini. Bahkan aku tidak tahu harus bersedih atau bahagia. Aku tidak pernah mengerti,darimana Safaraz belajar untuk bersikap dewasa. Dia jauh berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya Safaraz,Laili juga penuh dengan perubahan. Kali ini dia lebih berani untuk menunjukkan perasaannya. Bagaimana aku bisa bertahan disini selama setahun kedepan? Aku harus tetap menemaninya sampai dia berhasil mengakiri masa pendidikannya. Tidak mungkin aku meninggalkan dia seperti saat dia koma setahun terakir kemarin.
Pagi ini aku menemani Laili memilah sayur mayur yang ingin dia masak. Sepertinya dia ingin membuat menu yang berbeda dari biasanya. Dia terlihat mahir dan sangat mengagumkan saat bergelut di dapur. Mencampurkan ini dan itu,mencicipi agar rasa yang di hasilkan sempurna seperti yang dia mau. Dia juga membuat beberapa cup cake. Entah ada apa dengan hari ini,apa saat terlelap dari koma dia mulai sadar bahwa makanan yang di buat setiap hari itu kurang menggairahkan lidah?
"ini,tumben sekali kamu memasak ini" aku menunjuk daging di piring lepek berwarna putih yang terduduk anggun di meja saji. Sepertinya ini beef.
"jangan makan itu ya. Hari ini aku memasak untuk Ardan,siang ini kami akan pulang ke Lamongan bertemu dengan kedua orang tuanya. Ardan bilang,sebaiknya pertunangan kami dipercepat karena orang tuanya ingin kami segera menikah agar tidak menimbulkan fitnah. Kami pacaran sudah lama Lai" Aku membuat kesalahan besar dengan mengutarakan pertanyaan. Seharusnya aku tidak bertanya agar tidak mengetahui lebih banyak. Atau Laili yang salah mengutarakan jawaban,kenapa dia tidak menjawab dengan jawaban singkat saja.
"Setelah kami menikah,aku akan tinggal dengan Ardan. Kamu tidak perlu menemaniku tinggal disini,aku tidak enak jika harus menyusahkanmu Lai. Dua hari lagi kamu wisuda,kamu harus cari kerja. Aku tidak ingin gara-gara merasa tidak enak meninggalkanku,kamu memaksakan diri tetap disini. Sama seperti saat kamu mendapat beasiswa kemarin,kamu hampir saja tidak menerima karena tidak enak denganku. Pikirkan masa depanmu sayang,sekarang kamu juga harus mulai mencari tambatan hati untuk menemani hidupmu"
Bagaimana bisa dia berkata demikian. Ini angin segar untukku atau sebaliknya,kenapa Laili sudah berpikir jauh kesana. Apa dia benar-benar sangat serius? Bukankah seharusnya aku bahagia dengan kejelasan hubungan Laili,tapi hatiku terasa hangus berdebu. Benar berat menangung dan menyembunyikan semua luka ini. Aku sendiri yang membuat luka sebesar ini,tapi aku tidak bisa menemukan obat untuk menutup luka ini.
"Oh iya,kamu tidak apa kan kalau aku pulang hari ini? Persiapan wisudamu bagaimana?" suara itu,kenapa terdengar sangat renyah seperti kerupuk yang di gigit. Hampir sama dengan keadaan hatiku,terasa digigit dengan kata-kata yang terucap itu.
"Hari ini Safaraz akan menemaniku memelih kebaya untuk wisuda. Kamu tenang saja,aku baik-baik saja kok"
"Alhamdulillah kalau begitu. Itu pasti Ardan" dia meloncat gesit menuju pintu begitu terdengar suara pintu diketuk bersahut salam. Mataku menatap hampa,harus ku mulai dari mana untuk melupakan Ardan. Bukan hal yang mudah untuk menghapus perasaan dalam dada. Istigfar itu yang selalu aku lantunkan untuk menguasai hati,aku tidak cukup kuat untuk melihat kedekatan mereka lebih lama lagi. Aku hawatir rasa cemburu mengubahku menjadi orang yang dholim. Dholim dalam berpikir,singkat dalam bertindak dan menyebabkan kekacauan yang akan menyakiti Laili.
"Assalamualaikum Laila" Ardan menyapaku dengan suaranya yang sudah mencuri hatiku sejak awal. Aku hanya menjawab begitu saja. Udara Malang serasa Lamongan sekarang,aku tidak bisa menahan konak di dada.
"Lai,cepat siap-siap. Aku tidak ingin kesiangan hari ini" Safaraz,dia muncul disaat yang tepat. Sejenak ku sempatkan untuk menghela nafas lega dan menanggapinya. Aku segera berlalu dari bilik yang membara ini. Ku basuh tubuhku dengan dinginnya air Malang. Mungkin ini adalah hal menakutkan yang menyebabkan aku ragu untuk kembali ke Indonesia. Won bilang dia akan datang saat aku menangis,aku belum menangis sekarang. Kemarin,hanya kemarin saat aku memeluk Laili. Tapi dia tidak datang,itu berarti dia hanya mengumbar janji palsu. Lagipula dia memang tidak akan datang,karena dia tidak tahu seperti apa aku dan Indonesia. Hentikan berpikir tentang Won,aku menyudahi aktifitasku dan segera beranjak dari rumah ber-atmosfer panas menyengat ini.
Safaraz benar-benar menemaniku mencari kebaya,dia tidak pernah lengah dalam menjaga perasaanku. Ku pikir orang yang akan menjadi pacarnya nanti harusnya merasa sangat beruntung,Safaraz penuh kasih sayang dan perhatian.
"itu tidak cocok untukmu,pakai yang ini saja" coba lihatlah,dia bahkan memilih kebaya untukku. Memangnya siapa yang akan di wisuda,dia atau aku?. Rasanya seperti kembali pada masa silam. Seseorang memilih sepatu untukku saat itu.
" It doesn't suit you. How with high heels, do you like it? Ini tidak cocok untukmu. Bagaimana dengan high heels,kau suka?"
Aku mulai berpikir,apakah selera berpakaianku sangat aneh? Aku cenderung tidak bisa memilih pakaian yang tepat untuk diriku sendiri. Dan kenapa akir-akir ini aku selalu mengingatnya? Mengingat seseorang yang berjanji akan datang saat aku menangis. Sebenarnya ada apa dengan keadaanku. Aku hanya merasa terpuruk karena perasaanku harus terbuang ke dasar jurang yang tidak bertepi. Dulu,dia selalu menghiburku disaat seperti ini. Ketika perasaanku tercabik-cabik lantaran rindu terharap kedua orang tuaku. Dia selalu ada dengan segala caranya yang tidak terduga untuk menghiburku. Terakir sebelum berpisah,dia berubah menjadi orang yang hangat dan menyenangkan. Walau sifat aslinya tidak terhapus,tapi dia sudah menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Aku memang tidak tahu seperti apa dia sebenarnya,tapi setahuku saat pertama kali bertemu. Dia adalah orang yang sangat menyebalkan dan membuatku geram. Tapi dia mengenalku,seolah mengenalku sejak awal. Dia tahu apapun yang aku suka dan tidak. Dia tahu apa yang boleh aku makan dan tidak. Sungguh jauh berbeda dari Joon Seong. Won seperti orang yang sudah pernah hidup denganku. Dia bahkan tahu bagaimana cara menghiburku dengan baik. Bagaimanapun,semoga dia selalu sehat dan baik-baik saja. Dia seperti orangyang sibuk dan jarang memiliki waktu luang sekarang. Mungkin dia sudah menjadi seorang pekerja keras. Dia bilang akan menghubungiku jika dia memiliki waktu luang,tapi sampai saat ini dia tidak sekalipun menghubungiku. Sebelumnya tidak ada orang asing yang bisa seperti dia.
Malam semakin larut,namun aku masih belum mampu terlelap dalam mimpi. Setiap gulir detiknya sudah aku manfaatkan dengan melantunkan sholawat dari bibir hati. Namun hati masih belum bisa menerima kenyataannya. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana dan berbuat apa. Laili sahabatku dia mencintai orang yang juga mencuri hatiku. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang benar dalam hal ini. Tapi satu hal yang mulai aku terima. Mungkin Allah sudah menetapkan seseorang yang lain yang lebih tepat untukku. Entah itu lebih baik dari Ardan,atau kurang dari Ardan. Seseorang itu pasti yang paling tepat untukku. Tapi setabah apapun aku,saat ini aku belum sanggup menyaksikan kemesraan Laili dan Ardan yang selalu jadi pemandangan mata. Perhatian Ardan yang tidak pernah disembunyikan. Juga kasih sayang Laili yang selalu tercurahkan. Semakin hari aku semakin tidak bisa menahan sakit perasaanku.
-----o0o-----
Lai, congratulations for your graduation today. Lai,selamat untuk wisuda mu hari ini.
~Joon Seong
Sepagi ini Joon Seong sudah menulis E-mail untukku. Dari mana dia tahu hari ini aku wisuda? Sudah ku bilang sejak awal,Joon Seong dan Won adalah duo orang aneh. Bagaimanapun Joon Seong adalah orang yang ramah dan juga sangat baik terhadapku. Lalu bagaimana dengan Won,dia tidak mengucapkan selamat juga untukku? Sebenarnya kemana dia? Sudah beberapa hari ini dia tidak memberiku kabar sama sekali. Bahkan sekedar mengirim pesan saja tidak. Kebiasaannya untuk selalu menghilang tiba-tiba tidak pernah berubah. Dia seperti jin botol yang bisa kapan saja muncul dan menghilang. Atau lebih tepatnya dia seperti jaelangkung yang selalu datang dan pergi tanpa undangan. Tapi setidaknya dia harus memberiku ucapan selamat,dia yang mengurus segala hal agar aku bisa mengikuti wisuda di sini. Dia ingin aku merasakan hal yang sama seperti mahasiswa lain. Tapi,bukankah memang seharusnya aku bisa mengikuti wisuda disini? Entahlah,aku tidak ingin menambah beban kepalaku. Setidaknya aku harus menyiapkan diri untuk hari ini. Bukan Wisuda yang membuatku grogi. Tapi kehadiran Laili yang sudah pasti di temani oleh kekasih tercintanya,Ardan.
"Lai,, cantiknya.... Safaraz pintar memilih kebaya untukmu. Tapi sebentar ada yang kurang" Sebenarnya beberapa detik yang lalu aku berharap Laili tidak menemuiku di ruang rias. Aku belum siap melihatnya. Disini aku harus pandai memainkan peran,sebagai seorang sahabat sudah seharusnya aku bahagia dengan kehadirannya. Juga bahagia melihat dia seumringah. Siapa yang akan menyangka dia bisa meloncat kegirangan begini,sedang hampir setahun dia menjelma sebagai putri tidur.
"Sepatu Heels? Laili aku tidak bisa menggunakan sepatu itu,akan sangat memalukan jika nanti aku terjatuh"
"Jangan bawel,pakai saja " gadis ini benar-benar tipe pemaksa yang tidak dapat di tolak. Dia tahu aku tidak pernah menggunakan heels tapi tetap saja dia memaksaku. Bagaimana nasipku jika aku harus terjatuh nanti,Astagfirullah.
"Aku tidak bisa mengikuti wisudamu hingga akir,jadi pakai saja sepatu ini. Ini adalah sepatu yang rencananya akan aku gunakan untuk wisuda,anggap saja ini adalah aku yang selalu menemanimu sepanjang acara" Aku terdiam sesaat,mata kami beradu. Seolah menghujamkan segala pertanyaan.
"Hari ini aku akan bertunangan dengan Ardan,kedua orang tua kami meminta agar pernikahan kami dipercepat. Karena itu aku minta maaf Lai,aku benar-benar tidak berniat untuk tidak menghadiri wisudamu ini. Aku mohon maafkan aku" Anak ini,dia membuatku terdiam tanpa kata. Kenapa harus hari ini? Ini kabar bahagia yang membuatku terluka. Tapi aku bisa apa,Ardan sudah memilihnya begitupun dengan Laili. Dia akan bahagia dengan semua ini. Anggap saja ini ganjaran karena dia tidak bisa pergi ke korea bersamaku. Dia tidak bisa berlibur ke Busan seperti yang aku lakukan dan juga dia tidak bisa bertemu dengan Lee Jong Suk seperti yang dia mau. Semua hanya aku sendiri yang merasakan suka duka hidup di Korea. Jika saat ini bertunangan dan menikah dengan Ardan adalah kebahagiaannya,aku harus bisa lapang dada menerima semua ini.
"Semoga kau bahagia dan hanya akan bahagia" Hanya itu yang bisa terucap dari bibirku. Tidak ada kata lain sebagai kata pengakir kalimat. Aku juga tidak tahu harus bicara apa.
"Maafkan aku" Selain memelukku,apa yang bisa dia lakukan? Dia hanya memiliki waktu singkat disini. Dia sengaja datang hanya untuk memastikan aku tidak merasa kehilangan dia. Karena itu sesaat sebelum acara dimulai kami sengaja mengambil gambar sebagai kenang-kenagan. Orang tuaku juga belum terlihat kehadirannya. Setelah beberapa menit dia menemaniku,Laili segera bertolak ke Lamongan,Ardan sudah menjemputnya dengan senyum merekah bersambut ucapan selamat untuk wisudaku. Rasanya hati ini bagai batu yang di guyur air ribuan tahun. Melepuh dan menjadi debu,hingga bersetubuh dengan tanah.
"Semoga acaranya lancar ya,selamat untuk kalian berdua" Tidak akan ada yang tahu aku mengucap kata itu dengan hati terluka. Aku menyuguhkan senyum dan tawa terindah,setidaknya aku harus memberi bekal untuk Laili. Rela atau tidak aku harus ikhlas. Ini adalah cara untuk membahagiakan Laili,dia sudah memilih dan menjalani hidupnya dengan orang yang tepat. Laili tidak akan menyesal bahkan dia akan merasa sangat beruntung. Seharusnya aku segera memperbaiki diri,sembari menunggu seseorang yang akan datang mengisi hidupku. Karena seseorangyang baik akan bertemu dan bersatu dengan orang yang baik pula. Maka jika aku ingin mendapatkan seseorang yang baik sebagai pelengkap hidupku,aku harus memperbaiki diri. Prinsip ini seolah menjadi penghibur dan semangat baru untuk diriku sendiri. Aku harus menatap kedua orang tuaku dan juga keluargaku. Terfokus untuk membahagiakan mereka. Sepanjang perjalanan acara wisuda yang digelar ini,aku hanya menikmati dengan khusyu' dan tumakninah. Aku hanya mencoba bahagia dengan apapun yang telah terjadi. Terlebih senyum di wajah kedua orangtuaku membuatku memiliki kekuatan lebih. Usai acara kami juga beramai-ramai mengambil gambar seperti orang pada umumnya. Disela-sela kesibukan kami,sebongkah layar hitamku berdering. Aku segera beranjak mencari tempat untuk menjawab panggilan ini.
"where is lai?Dimana Lai?"
"??? igeon naeAku Lai"
"emmmm..." Dia terlihat berpikir sejenak. Apa dia pikir aku cantik sekarang? Ada make up di wajahku,dia belum melihat itu sebelumnya.__hehehe__
"You look strange. why you wearing a strange costume and your face, why there should be a thick makeup. Ugly, looks more frightening than sadako Kamu terlihat aneh,kenapa kamu memakai kostum aneh dan di wajahmu itu kenapa harus ada make up tebal. Jelek sekali,kamu lebih seram dari sadako" dia pasti sedang balas dendam sekarang,aku pernah mengatainya seperti itu dulu. Kalian masih ingat kan saat mata Won dan Joong Seong beradu di meja makan?. Benar,saat itulah aku mengatakan kata seperti yang dia katakan sekarang. Benar-benar orang pendendam.
"shut down now Aku matikan sekarang" Aku harus bergegas mematikan panggilan ini,dia tidak pernah berniat untuk mengucapkan sesuatu yang menghibur. Aku sedang kacau hari ini,setidaknya dia harus mengucapkan sesuatu yang menghibur.
"????chugha haeyoSelamat"Aku tersentak dengan ucapan itu,sejenak menarik perhatian dan menghentikan jari untuk menekan tombol "End"
"??,???????nungeum,dangsin-i haengbog hae?Untuk Wisudamu,apa kau bahagia sekarang?"
"??, ?????geulae, na haengbog haeyo iya aku bahagia"
"???. ?????,???????. ???al-ayo. jalhaeyahanda,dangsin-i apeun gyeong-u. na waseo baiklah. Kau harus tetap baik-baik saja,aku akan datang kalau kau terluka"
"???geojismal Bohong"
"??, ?????ani, jinjja na waseo Tidak,aku beneran datang"
"have you lunch? Kamu sudah makan?"Aku tidak ingin mendengar janji palsu,satu-satunya jurus yang patut di gunakan saat ini adalah mengalihkan pembicaraan. Lagi pula dari sudut mana dia akan datang,tidak ada alasan baginya untuk datang dan mencariku.
"no. why,Are you come here and cook for me? Belum,kenapa? Apa kamu akan datang kemari dan memasak untukku?"
"no,Tidak" Dia hanya tersenyum kecil,terlihat sedikit kecewa tapi itu tidak ada artinya untukku. Dia bukan siapa-siapa,hanya sebatas teman luar negeri yang sangat kecil kemungkinan untuk bisa bertemu lagi.
"Take care. i have something to do now Jaga diri baik-baik. Ada yang harus aku lakukan sekarang"
"yes,i know Aku mengerti"
"???yeppeugo Kamu cantik" mataku membelok sekarang,apa yang dia bilang tadi?
"?????aju yeppeugo, Bye...Kamu sangat cantik,sampai jumpa" Allah,apa yang dia bilang? Apa dia sadar mengatakan hal itu? Tadi dia bilang aku lebih seram dari sadako. Pasti itu bohong,kebenaran adalah yang terakir karena dia mengakiri kata dengan senyuman hehehe. Won,dia menghiburku sekarang,tapi aku tidak tertiu atau bahkan tersipu. Hadapi semua dengan biasa saja. Tapi kenapa aku jadi senang sekarang? Pria satu itu,selalu menarik ulur suasana.
Senyum akan aku suguhkan untuk melupakan semua ini. Setidaknya aku harus mengucapkan terimakasih kepada Won,dia sudah membuatku sedikit lega. Entah kenapa aku selalu tenang setiap memulai perbincangan dengannya. Sepertinya dia mengerti bagaimana memikat perhatian seseorang. Orang korea selalu pandai memikat hati.
Setelah pesta wisuda selesai,aku segera kembali ke kampung halaman. Sebelumnya aku harus mencari pekerjaan yang tepat. Tidak mungkin aku akan tinggal di rumah,dekat dengan orang tua memang membuatku nyaman. Tapi untuk dekat dengan rumah Ardan dan selalu melihat kemesraan mereka setelah halal,rasanya aku belum siap. Aku akan kembali ke kampung dan memutuskan tinggal bersama kedua orang tua jika aku sudah siap melihat mereka dan memastikan tidak ada sedikitpun rasa sakit dihati saat melihat pemandangan itu. Berhari-hari aku mencari tempat yang bersedia menerimaku sebagai tenaga kerja. Belum satupun tempat bersedia menerimaku,sementara Safaraz selalu setia menemani dan mengantarku kesana kemari. Dia tidak lagi tertarik untuk kuliah jauh dari Lamongan,dia justru menempuh pendidikannya hanya di kota kecil ini saja. Terlihat sekali dia orang yang setia. Satu-satunya alasan tidak mencari universitas di luar kota hanya karena ingin selalu dekat denganku dan memastikan aku tidak lagi terluka karena Ardan harus menikah dengan Laili. Sebaiknya lupakan saja alibi itu,dia memilih bahasa nggris. Tentu saja agar aku bisa selalu membantu tugas-tugasnya. Benar-benar bukan alasanyang tepat jika dia memikirkan perasaanku. Anak kecil selalu punya banyak alasan untuk bertingkah. Sebelum semu surat lamaranku mendapat tindakan balik dari tempatnya,aku hanya konsentrasi dengan keadaan rumah. Menghabiskan waktu bersama ayah dan ibu. Memasak bersama ibu juga menanam beberapa bunga penghias halaman rumah. Selain itu aku juga aktif mengikuti acara keagamaan di kampung.
"Assalamualaikum Laila"
"Wa'alaikum salam kak Ardan"
"Hai Lai"Gadis ini,kenapa dia bisa muncul disini? Sejak kapan dia disini?
"Kamu disini?"
"Iya,aku ingin melihat dan mendengar kekasihku yang tampan ini mengalunkan suara merdunya" Hanya senyum yang ku suguhkan menanggapi ucapan itu. Aku selalu riang melakukan segala aktifitas,namun baru kali ini aku merasa ingin kembali dan sedikit menyesal hadir di tengah-tengah lautan orang yang ada disini. Laili mengembangkan senyum merekah nan indah,sudah pasti dia sangat bangga melihat kekasihnya itu mengalunkan sholawat dengan nada merdu. Akupun demikian,sempat bangga dan mengharapkan dia sebagai imam.
-----o0o-----