Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesempatan
MENU
About Us  

EMILIA bangun lebih awal hari ini. Begitu meninggalkan tempat tidur, ia bergegas ke dapur dan mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak. Emilia tidak sepandai ibunya dalam urusan dapur, tapi ketelatenannya membantu ibu setiap kali berkutat dengan berbagai menu, membuat Emilia sedikit-banyak belajar dari beliau. Hari ini, ia berinisiatif memasak sarapan untuk keluarganya, dan Alvaro.

Setelah pulang dari persiapan mading kemarin, Emilia mengirim WA pada Alvaro, mengabarinya bahwa ia sudah tiba di rumah. Sayangnya, tidak ada balasan dari cowok itu. Emilia menduga Alvaro kelelahan karena terlalu banyak belajar. Situasi itu memunculkan sebuah gagasan. Kenapa Emilia tidak meringankan sedikit beban Alvaro dengan memasakkannya makanan?

Selama ini, Emilia sudah tergugah untuk mencoba melakukannya, tapi tidak pernah benar-benar terealisasi karena kurang percaya diri dengan hasilnya nanti. Begitu banyak hal yang ia khawatirkan dipikirkan Alvaro jika Emilia nekat membuatkan makanan untuknya. Bagaimana jika rasanya tidak enak tapi Alvaro memaksakan diri untuk tetap memakannya? Bagaimana jika rasanya tidak cocok dengan lidah Alvaro? Bagaimana jika Alvaro malu diberi bekal? Bagaimana jika Alvaro lebih memilih bakmi Pak Oji daripada menu buatan Emilia? Pertanyaan-pertanyaan itu berseliweran menyesakkan benak, hingga keputusan pun dibuat. Emilia lebih baik tidak melakukannya.

Hari ini, ia telah mencacah habis keputusan itu. Ia yakin Alvaro menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Kondisi itu bagaimanapun bisa membuat seseorang tertekan, terutama saat nilai Alvaro justru di luar harapan. Emilia khawatir Alvaro tak bernapsu makan karena suasana hatinya yang turun. Di sekolah, Emilia setidaknya bisa mengecek Alvaro menyantap sesuatu. Masalahnya, menu yang Alvaro incar nyaris selalu bakmi. Meski Emilia menawarkan pilihan lain, Alvaro biasanya tidak begitu peduli. Jika Emilia membuatkannya makanan, barangkali, Alvaro akan menerimanya dan tetap memakannya, karena masakan itu dari pacar. Apa ini egois jika Emilia seolah mendesak Alvaro mengikuti keinginannya sendiri? Tapi, jika untuk kebaikan, tidak ada salahnya mencoba, bukan?

“Emi, aku duluan ke kantin, ya. Tadi nggak sarapan karena telat bangun,” ujar Puspa sambil mengelus perutnya. “Mau nungguin Alvaro di sini atau nyamperin langsung?”

“Langsung, Pa. Paling nanti ketemu di koridor kalau dia keburu turun.”

Puspa mengangguk-angguk. Setelah bangkit, ia terkekeh. “Senang, ya, bisa masakin buat pacar. Aku sih nggak ada yang bisa dimasakin. Dan nggak bisa masak juga.” Puspa tertawa oleh ucapannya sendiri. Perhatiannya beralih pada temannya. “Eh, ke kantin bareng, dong.”

Puspa melambai dan meninggalkan Emilia yang merona karena ucapan sahabatnya tadi. Ia meraih paper bag yang disimpannya di dalam kolong meja, lalu mulai mengukir langkah menuju kelas Alvaro. Tangannya menjinjing paper bag dengan erat, sementara debur gugup menyertainya sedari tadi. Semoga Al suka. Semoga Al suka.

Emilia memasakkan steak tuna untuk Alvaro. Cowok itu bisa memakan makanan jenis apa pun, yang memudahkan Emilia memilih menu. Masakannya digenapi brokoli, wortel dan buncis. Alvaro sangat menyukai brokoli, jadi Emilia masukkan lebih banyak dengan harapan meningkatkan selera makan Alvaro.

“Emi?”

Emilia baru menaiki empat anak tangga saat panggilan itu terdengar. Ia melihat Raka di hadapannya. Cowok itu tidak sendiri. Ia bersama dua temannya, tapi tidak ada Alvaro.

“Hei, Ka. Ke kantin?”

Raka mengangguk. Ia meminta temannya pergi lebih dulu, sementara ia memberi jalan pada siswa lain dan bergeser ke sudut. Emilia melakukan hal serupa.

“Kok tumben ke—mau nyamperin Al?” tanya Raka mulai paham.

“Iya. Dia masih di kelas, kan?”

“Masih...”

Ada keanehan di cara bicara Raka, seolah ia ragu berkata demikian. Raut wajahnya pun tidak serileks biasanya. Kening cowok itu dihiasi kerutan, seolah ia tengah memikirkan sesuatu. Tatapan Raka lantas jatuh ke paper bag di tangan Emilia.

“Bawain hadiah buat Al?”

“Makanan, Ka. Bekal.” Emilia terkekeh malu. “Ya udah. Aku duluan ya, Kak.”

“Oh? Oke.”

Berbalut antisipasi menanti reaksi Alvaro, Emilia pun melanjutkan perjalanannya. Begitu tiba di lantai dua, ia segera menghampiri kelas pertama yang dilihatnya, berdiri di dekat pintu, menengok ke dalam. Senyum Emilia praktis merekah saat melihat Alvaro di sudut kelas belakang, duduk di bangku dengan posisi bersandar pada dinding. Emilia membuka mulut untuk memanggil, tapi niatnya terhenti saat baru menyadari Alvaro tengah menelepon. Bibir cowok itu tersungging lebar. Denyut jantung Emilia mendadak kesat. Ia teringat dengan pemandangan serupa saat menemukan Alvaro di area lab biologi.

Emilia mengerjap saat Alvaro menyadari kehadirannya. Ia berkata sesuatu pada orang di ujung telepon, mengakhiri panggilan dan berderap menghampiri Emilia.

“Yang, dari tadi?”

“Baru, kok.”

“Mau ngajak ke kantin? Aku nggak bakal makan bakmi hari ini. Temanku bilang nggak bagus makan bakmi sering-sering.”

Emilia terpaku. Denyut dadanya tak menentu. Ada apa ini? Alvaro sulit Emilia nasihati terkait bakmi. Namun, cowok itu tiba-tiba mengaku tidak akan menyantap bakmi karena ucapan temannya? Emilia menelan ludah, tanpa sadar mencengkeram tali paper bag.

“Ya udah, yuk!”

Alvaro pun melenggang melewati Emilia. Emilia masih tertegun di tempatnya, menatap punggung Alvaro yang perlahan menjauh. Waktu bagai berhenti. Celotehan para siswa di dekatnya seolah tak lagi terdengar. Ruang hampa menyisakan Emilia seorang diri, bersama sebuah kesadaran yang menyentaknya. Alvaro selalu ceria. Cowok itu nyaris selalu terlihat tersenyum dan tertawa. Namun, hari ini Emilia merasa wajah cerah Alvaro terasa berbeda. Cowok itu bahkan tidak menyadari Emilia menenteng sesuatu, padahal selama ini, Alvaro selalu jadi orang yang paling memperhatikan Emilia. Kali ini, Emilia merasa Alvaro seolah-olah melihatnya, tapi tidak memedulikannya.

“Yang, kok masih di sini?”

Teguran itu memecah kericuhan di benak Emilia, membuatnya mengerjap.

“A-aku...” Emilia berdeham, mengangkat tangannya perlahan. “Aku...bikinin bekal, Yang.”

“Eh?” Alvaro menurunkan pandangan ke arah paper bag. “Oh? Aku baru sadar. Tumben kamu bawain bekal buatku, Yang.”

Emilia membiarkan Alvaro mengambil alih paper bag dan mengintip isinya, lantas mengeluarkan kotak makan dan membukanya. Alvaro mendesah kagum.

“Kayaknya mantap, nih!” seru Alvaro antusias. “Mau makan di mana, Yang? Oh, di kelasku aja. Lagi nggak banyak orang, biar nggak ada yang minta.”

Sekali lagi, Alvaro berjalan lebih dulu melewati Emilia masuk ke kelasnya, duduk di bangkunya. Alvaro dihampiri salah seorang teman sekelasnya. Alvaro tertawa, mengusir temannya dan melarangnya meminta bagian. Emilia memandangi adegan itu dengan sekelumit rasa yang membuatnya gelisah. Ia menelan ludah.

“Yang, sini!”

Alvaro melambai. Emilia mengangguk kaku, segera menyusulnya. Saat Emilia duduk di samping Alvaro, cowok itu sudah mengambil satu suapan. Ia menggumam panjang sambil tersenyum.

“Yang, ini enak banget! Bikin sendiri?”

“I-iya. Suka?”

“Banget!” Alvaro mengambil suapan lain. “Eh, tapi kok tumben bikinin aku bekal, Yang?”

“Hm?” Emilia melenturkan otot-otot wajahnya yang tegang. “Lagi coba-coba, sih.”

“Bukan karena biar aku nggak makan bakmi terus-terusan?” tebak Alvaro. Saat Emilia memasang cengiran, Alvaro mencubit pipi Emilia gemas. “Dasar! Makasih ya, Yang.”

Alvaro membantu Emilia membuka penutup kotak makan bagiannya, lantas berceloteh ringan bahwa ia tidak menyangka Emilia bisa memasak seenak ini. Emilia menanggapinya dengan anggukan, ucapan terima kasih dan tawa pelan yang hambar.

Sesaat tadi, Alvaro terasa asing baginya. Kini, Alvaro kembali menjadi dirinya. Emilia menghela napas panjang diam-diam, membersihkan isi pikirannya. Tidak ada yang salah. Tidak ada yang aneh. Alvaro masih tetap Alvaro.

Tapi, tadi dia nelepon siapa? Temannya di tempat les lagi?

Emilia hanya sanggup menelan bulat-bulat pertanyaan itu, tidak berani melontarkannya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ojek Payung
500      364     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
Evolvera Life
10641      3374     28     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
Arion
1082      616     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
Nothing Like Us
34095      4181     51     
Romance
Siapa yang akan mengira jika ada seorang gadis polos dengan lantangnya menyatakan perasaan cinta kepada sang Guru? Hal yang wajar, mungkin. Namun, bagi lelaki yang berstatus sebagai pengajar itu, semuanya sangat tidak wajar. Alih-alih mempertahankan perasaan terhadap guru tersebut, ada seseorang yang berniat merebut hatinya. Sampai pada akhirnya, terdapat dua orang sedang merencanakan s...
Furimukeba: Saat Kulihat Kembali
437      301     2     
Short Story
Ketika kenangan pahit membelenggu jiwa dan kebahagianmu. Apa yang akan kamu lakukan? Pergi jauh dan lupakan atau hadapi dan sembuhkan? Lalu, apakah kisah itu akan berakhir dengan cara yang berbeda jika kita mengulangnya?
Tiba Tiba Cinta Datang
445      309     0     
Short Story
Cerita tersebut menceritakan tentang seorang lelaki yang jatuh cinta pada seorang gadis manis yang suka pada bunga mawar. Lelaki itu banyak belajar tentang cinta dan segala hal dari gadis dan bunga mawar
Hidden Words Between Us
1336      580     8     
Romance
Bagi Elsa, Mike dan Jo adalah dua sahabat yang paling disayanginya nomor 2 setelah orang tuanya. Bagi Mike, Elsa seperti tuan putri cantik yang harus dilindunginya. Senyum dan tawa gadis itu adalah salah satu kebahagiaan Mike. Mike selalu ingin menunjukkan sisi terbaik dari dirinya dan rela melakukan apapun demi Elsa. Bagi Jo, Elsa lebih dari sekadar sahabat. Elsa adalah gadis pertama yang ...
Just Another Hunch
460      315     3     
Romance
When a man had a car accident, it\'s not only his life shattered, but also the life of the ones surrounding him.
Snow White Reborn
598      344     6     
Short Story
Cover By : Suputri21 *** Konyol tapi nyata. Hanya karena tertimpa sebuah apel, Faylen Fanitama Dirga mengalami amnesia. Anehnya, hanya memori tentang Rafaza Putra Adam—lelaki yang mengaku sebagai tunangannya yang Faylen lupakan. Tak hanya itu, keanehan lainnya juga Faylen alami. Sosok wanita misterius dengan wajah mengerikan selalu menghantuinya terutama ketika dia melihat pantulannya di ce...
Mendadak Halal
7246      2030     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...