Read More >>"> Kesempatan (Hubungan yang Dimulai) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesempatan
MENU
About Us  

ALVARO memenuhi janji. Setelah pamit pada Emilia dengan alasan menjemput Mariana sebelum les, Alvaro melajukan motornya menuju SMA Kencana Mulia. Lahirnya kebohongan itu menimbulkan rasa bersalah dalam diri Alvaro, karena Emilia percaya padanya sepenuhnya. Namun, Alvaro tak bisa membatalkan janjinya pada Casi. Ia tidak ingin. Lagipula, hatinya sudah mendamba bertemu Casi. Apa lagi yang mesti ia perbuat selain memenuhi kata hati?

Tidak seperti siswa SMA Bina Pekerti yang pulang pukul tiga sore, jadwal sekolah SMA Kencana Mulia selesai satu jam lebih cepat. Begitu Alvaro tiba di depan bangunan dengan gerbang membuka lebar itu, ia segera menghubungi Casi. Sosok itu muncul beberapa menit kemudian.

Perjumpaan mereka tidak segera berakhir di tempat les. Alvaro mengajak Casi ke sebuah kafe tak jauh dari sekolah cewek itu. Mereka menghabiskan lebih dari satu jam di sana, menikmati kudapan dan minuman sambil berbincang. Kerlingan mata dan tawa sesekali mengawani kebersamaan mereka. Alvaro kian terbiasa dengan kedekatannya bersama Casi.

“Aku kepikiran, nih.” Casi menelan minuman di mulutnya sebelum bicara. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, meletakkan kedua tangan di meja. “Apa jangan-jangan otakku ini nggak bisa di upgrade lagi, ya? Apa mungkin kecerdasannya udah mentok segini?”

Alvaro tergelak. Ah, sepertinya ia lebih sering tertawa jika sedang bersama Casi. Cewek itu memang moodboosternya.

“Kok begitu amat mikirnya, Cas?” sahut Alvaro geli, ikut mencondongkan tubuh, menahan sebelah sisi wajah dengan tangan yang bertumpu pada meja.

“Al, sebelum les di tempat yang sekarang, aku udah pernah ikut bimbel di tempat lain tahun lalu. Tapi kok bisa nggak ada perbaikan? Nggak mungkin kan otakku udah karatan?”

“Casimira Fortuna, kamu ini bikin gemas, ya!”

Tangan Alvaro terulur mengacak pangkal kepala Casi pelan, tawanya ikut mengiringi. Casi memberengut, yang membuat Alvaro mengerahkan kedua tangan untuk merapikan rambut cewek itu. Ia sadar, selama berpacaran dengan Emilia, hanya cewek itu yang ia perlakukan seperti ini. Matanya bisa saja melirik perempuan lain, tapi tangannya masih tahu diri. Pada Casi, ia seolah tak punya kendali.

“Mau belajar bareng?” cetus Alvaro begitu saja. Ia mengernyit saat teringat gagasan itu dilontarkan Emilia padanya sebelumnya.

“Belajar bareng? Kita?”

Alvaro mengangguk. Tangannya sudah mengamankan diri di meja. “Yah, siapa tahu bisa saling bantu, kan? Biasanya kalau punya teman belajar jadi lebih mudah paham. Gimana?”

Alvaro menunggu jawaban Casi dengan gelisah. Tanpa sadar ia menahan napas. Jika Casi menolak, Alvaro barangkali tidak rugi apa-apa. Tapi, bukankah itu kesempatan mereka untuk memiliki waktu bersama lebih banyak?

“Boleh,” tanggap Casi akhirnya.

Senyum Alvaro mengembang. “Mau mulai kapan?”

“Besok? Besok kan kita nggak ada jadwal les.”

“Setuju.” Alvaro meraih minumannya, meneguknya penuh semangat. “Terus, mau di mana?”

“Rumahku aja, biar agak santai. Kalau di sekolah nggak enak.”

“Oke. Rumahmu.”

Selepas janji itu dibuat, Alvaro bangkit demi membayar pesanan mereka karena jadwal les kian dekat. Selama menunggu penjaga kasir menyiapkan uang kembalian, Alvaro menoleh ke arah Casi, memandanginya sambil tersenyum. Ia mendapat kesempatan lain untuk menghabiskan waktu bersama Casi, dan Alvaro mendapati dirinya sudah menanti-nanti. Cewek itu memang selalu berhasil melambungkan hati Alvaro seperti ini. Ide belajar bersama tentu sama sekali tidak buruk, dan Alvaro bersedia melakukannya bersama Casi. Kenapa tidak ia setujui ide Emilia? Entahlah. Barangkali karena Alvaro sudah merasa lebih buruk terkait nilai dengan cewek itu, dan jika harus banyak diajari Emilia, rasanya Alvaro jadi tidak rela. Bersama Casi, ia masih merasa lebih unggul. Egokah ini? Alvaro tak ingin memusingkannya.

 

 

Sesuai kesepakatan yang telah Alvaro dan Casi buat, keesokan harinya Alvaro bergegas menjemput Casi di sekolahnya begitu pelajaran usai, lantas berangkat menuju rumah cewek itu. Kediaman berlantai tiga yang berada di sebuah perumahan mewah itu terasa lengang. Barangkali karena hanya dihuni ART. Menurut Casi, ayahnya sedang ke luar negeri mengurus pekerjaan, pun ibunya yang tengah berjalan-jalan dengan rekan arisan. Casi anak satu-satunya.

“Mau di mana, Al? Di ruang tengah atau gazebo?” tanya Casi begitu mereka masuk ke rumah.

“Gazebo aja, Cas. Sepoi anginnya enak.”

“Nanti malah ngantuk?”

“Kalau ngantuk, tidur aja. Nanti kubangunin.”

Casi tergelak. “Kan niatnya mau belajar,” ujarnya. “Ya udah, yuk.”

Pelajaran pertama yang mereka bahas adalah kimia, materi yang lebih dikuasai Alvaro dibanding Casi. Proses itu berjalan santai dan menyenangkan, ditemani berbagai kudapan yang dibawakan ART, juga taman hijau terawat di hadapan mereka, bersama sapuan halus angin pada permukaan air di kolam renang tepat di sisi gazebo. Kenyamanan ini membuat tenang, dan Casi benar, Alvaro jadi agak mengantuk.

“Tuh, kan, ngantuk!” seloroh Casi dengan nada kesal yang dibuat-buat.

Alvaro menoleh ke arah cewek yang duduk di sebelahnya itu sambil terkekeh ringan.

“Enak banget anginnya, Cas. Istirahat bentar, ya?” bujuk Alvaro sambil menyengir lebar.

Casi memicing, bibirnya mengerucut. Alvaro menarik napas melihat raut itu. Sial. Cantik banget. Rajukan sandiwara Casi berakhir saat ponselnya berdering. Ia menerima panggilan setelah pamit ke dalam. Alvaro memandangi punggung cewek itu dalam diam, lalu wajah Emilia terbayang. Alvaro pun serta-merta meraih ponselnya di meja.

Pada Emilia, Alvaro beralasan harus segera pulang jika tidak ada jadwal les, agar bisa belajar di rumah. Emilia masih di sekolah karena kegiatan ekskulnya. Mereka harus mengganti konten mading minggu depan, sehingga diskusi redaksi mading membahas persiapan mulai gencar dilakukan.

Pukul lima sore. Alvaro membuka WhatsApp.

 

Alvaro Wistara

Yang, masih di sekolah?

 

Setelah mengirim WA, Alvaro menatap ke arah kolam. Suasana di halaman belakang rumah Casi begitu tenang hingga kantuknya mulai kembali menyerang. Alvaro menguap sekali. Balasan WA dari Emilia muncul.

 

Emilia S

Masih, Yang.

Lagi belajar?

Alvaro Wistara

Masih. Tapi lagi istirahat. Capek.

Emilia S

Sendiri atau ditemani Kevan sama Ana?

Ngobrol-ngobrol sama mereka bisa jadi pelepas penat, lho.

 

Berdua sama Casi, jawab Alvaro dalam hati. Tapi, Emilia jangan tahu.

 

Alvaro Wistara

Mereka ada jadwal les, Yang.

Masih banyak kerjaan di sana?

Emilia S

Lumayan, sih.

Alvaro Wistara

Sampai malam lagi nggak? Kujemput, ya.

Emilia S

Nggak usah, Yang. Bentar lagi beres, kok.

Alvaro Wistara

Ya udah. Kabarin kalau udah pulang, ya.

 

Percakapan berakhir dengan masing-masing mengirim tanda hati. Alvaro memandangi kolom chatnya dengan Emilia beberapa saat. Ia menghela napas panjang dan meletakkan ponselnya di meja, lantas berbaring dengan mata terpejam.

Alvaro mempertahankan posisi itu hingga ia mendengar langkah kaki mendekat. Bisa Alvaro rasakan ada yang menghampirinya, berhenti tepat di samping.

“Alvaro?” panggil Casi pelan.

Alvaro mendengarnya, tapi ia bergeming.

“Al?” panggil Casi sekali lagi.

Alvaro masih bertahan. Didengarnya Casi mendengus. Hening. Lalu, sesuatu mendekat. Hawa hangat terasa, berasal dari suhu tubuh seseorang. Sebelum Alvaro sempat membuka mata, sesuatu mendarat di pipinya. Alvaro praktis tersentak, terbelalak. Pandangannya seketika bertemu dengan sepasang bola mata cokelat indah Casi yang tengah menatapnya dengan binar rasa yang teramat Alvaro kenali.

“Pura-pura tidur, ya?” tuding Casi sambil mengulum senyum.

Alvaro menarik tubuhnya bangkit, duduk di hadapan Casi. Ia menatap cewek itu tanpa berkedip. Apa yang dilakukan Casi sudah berhasil membuat dadanya meletup-letup. Casi baru saja mengecup pipinya.

“Cas, aku udah punya cewek,” aku Alvaro memastikan.

“Aku juga udah punya cowok.”

Gue tahu, Alvaro membatin. Casi pernah beberapa kali dijemput kekasihnya. Itulah sebabnya Alvaro sengaja tidak meminta nomor Casi karena sedang tidak ingin mencari gara-gara dengan pacar orang. Namun, belakangan sosok itu tidak terlihat. Semula Alvaro mengira Casi sudah putus dengan pacarnya. Tapi, jika Casi berkata seperti barusan, artinya mereka masih berhubungan. Panggilan yang Casi terima tadi, Alvaro duga dari cowok itu.

Dan Alvaro pun yakin Casi tahu ia sudah ada yang punya. Emilia tidak pernah datang ke tempat lesnya, tapi Alvaro pernah membicarakan Emilia pada Toni, dan Casi pun ada di sana. Jadi, mustahil jika Casi tidak tahu. Mereka hanya tidak pernah membahasnya. Lantas, apa yang cewek itu lakukan pada Alvaro barusan? Apa yang hendak mereka rencanakan selama ini? Karena Alvaro sadar, mereka sama-sama tahu, tindakan diam-diam yang mereka lakukan di belakang pacar masing-masing, bukanlah sekadar membuang waktu.

“Jadi, tadi itu apa?” pancing Alvaro tenang.

Casi terlihat gugup, tapi ia pandai menguasai diri. Bibirnya tetap tersenyum. 

“Menurutmu?” timpal Casi.

Alis Alvaro terangkat tinggi. Sedari awal, ia bisa melihat perbedaan antara Emilia dan Casi. Tidak hanya dari fisik mereka, tapi juga kepribadian keduanya. Emilia cenderung menutup diri, tapi Casi sebaliknya. Dan Alvaro mendapati karakter Casi sanggup mencuri rasa penasarannya, membangkitkan ketertarikan dalam dirinya.

Alvaro berdeham, diam sejenak. Bibirnya terangkat membentuk senyuman. “Menurutku, status kita harus berubah.”

Casi membasahi bibirnya. “Menurutku juga begitu.”

Alvaro tertawa. Begitu saja. Keberanian Casi adalah kualitas yang tidak Alvaro dapatkan dari Emilia. Ia bersandar ke penyangga gazebo, tak memutus pandangan pada Casi. Cewek itu mampu membuatnya kehabisan kata-kata seperti ini, membangkitkan gelora rasa dan debar yang sudah lama tak ia cicipi.

You are some girl.” Alvaro terbius.

Alvaro mengulurkan tangan demi menyentuh pipi Casi, membelainya lembut. Tanpa meminta izin atau keraguan yang sewajarnya hadir, Alvaro mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Casi. Jantungnya seperti akan meledak saat bibirnya menyentuh permukaan kulit cewek itu.

Ia sudah tidak bisa mundur lagi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Monoton
503      338     0     
Short Story
Percayakah kalian bila kukatakan ada seseorang yang menjalani kehidupannya serara monoton? Ya, Setiap hari yang ia lakukan adalah hal yang sama, dan tak pernah berubah. Mungkin kalian tak paham, tapi sungguh, itulah yang dilakukan gadis itu, Alisha Nazaha Mahveen.
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
7836      2511     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Premium
RARANDREW
15672      2929     50     
Romance
Ayolah Rara ... berjalan kaki tidak akan membunuh dirimu melainkan membunuh kemalasan dan keangkuhanmu di atas mobil. Tapi rupanya suasana berandalan yang membuatku malas seribu alasan dengan canda dan godaannya yang menjengkelkan hati. Satu belokan lagi setelah melewati Stasiun Kereta Api. Diriku memperhatikan orang-orang yang berjalan berdua dengan pasangannya. Sedikit membuatku iri sekali. Me...
Peran Pengganti; Lintang Bumi
1002      458     10     
Romance
Sudah banyak cerita perjodohan di dunia ini. Ada sebagian yang akhirnya saling jatuh cinta, sebagian lagi berpisah dengan alasan tidak adanya cinta yang tumbuh di antara mereka. Begitu juga dengan Achala Annandhita, dijodohkan dengan Jibran Lintang Darmawan, seorang pria yang hanya menganggap pernikahannya sebagai peran pengganti. Dikhianati secara terang-terangan, dipaksa menandatangani su...
Love Warning
1146      513     3     
Romance
Pacar1/pa·car/ n teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Meskipun tercantum dalam KBBI, nyatanya kata itu tidak pernah tertulis di Kamus Besar Bahasa Tasha. Dia tidak tahu kenapa hal itu seperti wajib dimiliki oleh para remaja. But, the more she looks at him, the more she's annoyed every time. Untungnya, dia bukan tipe cewek yang mudah baper alias...
Breakeven
16935      2076     4     
Romance
Poin 6 Pihak kedua dilarang memiliki perasaan lebih pada pihak pertama, atau dalam bahasa jelasnya menyukai bahkan mencintai pihak pertama. Apabila hal ini terjadi, maka perjanjian ini selesai dan semua perjanjian tidak lagi berlaku. "Cih! Lo kira gue mau jatuh cinta sama cowok kayak lo?" "Who knows?" jawab Galaksi, mengedikkan bahunya. "Gimana kalo malah lo duluan ...
I'il Find You, LOVE
5327      1405     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
NI-NA-NO
1301      589     1     
Romance
Semua orang pasti punya cinta pertama yang susah dilupakan. Pun Gunawan Wibisono alias Nano, yang merasakan kerumitan hati pada Nina yang susah dia lupakan di akhir masa sekolah dasar. Akankah cinta pertama itu ikut tumbuh dewasa? Bisakah Nano menghentikan perasaan yang rumit itu?
CAFE POJOK
3109      1055     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Fighting!
476      321     0     
Short Story
Kelas X IPA 3 merupakan swbuah kelas yang daftar siswanya paling banyak tidak mencapai kkm dalam mata pelajaran biologi. Oleh karena itu, guru bidang biologi mereka memberikan tantangan pada mereka supaya bisa memenuhi kkm. Mereka semua saling bekerja-sama satu sama lain agar bisa mengenapi kkm.