Aku berangkat ke sekolah sangat pagi sekali.Aku menghampiri teman sekelasku yang sedang duduk di meja barisan depan.
"Pagi!" sapaku hangat
"Fa,gue gugup banget.Hari ini 'kan pelajaran PKN" curhat Arka
"Ya terus?" tanyaku heran
"Gue banyak dosa sama Bu Fitri,takut gak bisa isi soalnya"jawab Arka
"Oh" balasku cuek kemudian menduduki kursiku
Aku menatap kursi Beta di sebelahku,kemana dia hari ini?Biasanya dia datang lebih pagi dariku.
Akupun mengeluarkan buku PKN milikku untuk membaca sebentar sebelum ujian nanti.Aku tidak fokus membaca karena teringat kompetisi menyanyi di SMA Kharisma Bangsa.Entah kenapa,gara-gara kompetisi itu aku jadi lebih merindukan Anggia.Bagaimana tidak,lagu yang akan kubawakan nanti adalah lagu ciptaan Anggia.Tentu saja itu sangat menyiksaku.Aku sudah hampir mencapai garis finish dalam proses move on dari Anggia.Dan karena kompetisi ini,aku kembali ke garis start.
Tak lama,Beta kemudian memasuki kelas dan langsung menduduki kursinya.
Aku menyodorkan kotak tisu yang ada di kolong mejaku pada Beta.Dia sangat berkeringat sekali,mungkin dia berlari menuju ke kelas ini.Beta membawa selembar tisu dan menyeka keringatnya.Napasnya mulai teratur,diapun meneguk air mineral yang mungkin baru saja ia beli.
"Kenapa?Kok kaya cape banget" tanyaku penasaran.Padahal bel masuk belum berbunyi,kenapa dia sangat terburu-buru ke kelas?
"Cape-lah.Gue habis dikejar Viola" jawabnya sambil mengeluarkan buku catatannya
"Siapa lagi Viola?" tanyaku
"Dia pacarnya Panji yang sekarang" jawab Beta membuatku seketika ingat kejadian saat aku mencubit pinggang Panji beberapa waktu lalu
"Terus,apa hubungannya sama lo?Mau bikin komunitas mantan Panji?Dia 'kan calon mantan Panji" ujarku membuat Beta menyeringai
"Males banget bikin komunitas mantan Panji.Justru,Viola mau nanya banyak tentang Panji sama gue.Males bangetlah gue,ya udah kabur aja" balas Beta
"Good luck!"ucapku seketika membuat Beta menatapku lekat
Aku mengangkat kedua alisku pertanda menanyakan maksud dari tatapan Beta.Kalian tidak mungkin lupa aku tidak bisa mengangkat alisku sebelah,makanya aku angkat saja keduanya.
"Terima kasih,tuan Alfa"tutur Beta sambil tersenyum sangat manis,apalagi masih pagi gini.
Akupun membalas senyuman Beta.Aku sangat senang mendengar Beta memanggilku tuan.Kalian tau siapa yang pertama kali memanggilku tuan?Oke,akan kujawab.Dia adalah ... Pak Agung,guru BK di sekolah ini.Sudah ingat 'kan?
Perlahan,guru yang lain pun memanggilku tuan juga,termasuk Bu Fitri.
Kesal?pasti.
Tapi,terima sajalah.
***
Ujian pun dimulai.Suasana di kelas sangat hening,apalagi pengawasnya Bu Hilda,guru biologiku.Dia sedang fokus memainkan ponselnya.Mungkin ini adalah kesempatan terbaik untuk mencontek,tapi nyatanya tidak seperti itu.Bu Hilda memiliki tatapan tajam dan siapapun tidak akan menyadari bahwa dia sedang ditatap Bu Hilda,karena Bu Hilda menatap dalam waktu yang sangat singkat.
Beberapa menit kemudian,Beta telah menyelesaikan pekerjaannya.Dia mengumpulkan soal beserta jawabannya kemudian pergi keluar kelas.Selang beberapa menit,akupun menyusul Beta.
Saat aku mengumpulkan soal ke depan.Bu Hilda menatapku lekat.Aku menguatkan diri agar tidak baper,karena Bu Hilda termasuk kategori guru yang masih muda dan cantik di sekolah ini.
"Kamu lakukan persiapan yang matang ketika liburan nanti.Olimpiade biologinya bulan februari" ucap Bu Hilda
Aku hanya menganggukan kepalaku dan tersenyum singkat.Akupun bergegas meninggalkan kelas,hendak menemui Beta.
Saat keluar kelas,ku lihat Beta sedang berbincang dengan seorang pria.Ku dekati,ternyata dia adalah Yuda.
"Gilaaaa,sodara gue udah selesai" ucapku sambil berjalan menghampiri mereka
"Yoi,fa.Soalnya gampang banget sih,jadi 'kan gue mau acting jadi orang oon gak sempet" balas Yuda,tentu saja dia bercanda
"Eh,fa.Gue sama Yuda ke kantin duluan ya" pamit Beta kemudian berjalan beriringan dengan Yuda meninggalkan aku yang berdiri di depan kelas Yuda
Aku hanya menatap mereka berjalan dari belakang.Sepertinya Beta bahagia bersama Yuda,tidak ada satu detikpun senyum yang hilang ketika mereka bersama.Entah kenapa aku merasa kehilangan,kehilangan sahabat sebaik Beta.
"Alfatih!" panggil seseorang dari belakangku.
Suara itu?Sudah lama aku tidak mendengarnya.
Aku menoleh ke belakang.Benar dugaanku,dia adalah Resti.
"Ada yang mau aku tanyakan,boleh?" tanya Resti setelah berjalan mendekat
"Tanya aja" balasku dengan nada bicara yang datar
"Memangnya benar Arya sama pacarnya putus?" tanya Resti membuat kedua bola mataku membulat sempurna
"Bentar deh,maksud lo Arya putus dari Indri" kataku memastikan
"Iya"
"Lo tau darimana?"
"Arya bilang sendiri"
Tanpa mendengar penjelasan yang lebih lanjut,aku segera berlari dan menuruni tangga menuju kelas Indri.Entah kenapa aku jadi mengkhawatirkan keadaannya,mungkin karena aku menyadari dia adalah sepupuku.
Begitu sampai di depan kelas Indri,ku lihat Indri sedang duduk di kursinya sambil membaca buku.
"Indri!" panggilku nyaris berteriak karena suasana di kelas IPS tak setenang di kelas IPA
Indri pun segera keluar menghampiriku,dia mengajakku duduk di kursi yang ada di depan kelas.
"Ada apa kamu ke sini?" tanya Indri
"Lo sama Arya putus?" tanyaku to the point
"Iya," balas Indri singkat
"Kok gak bilang?"
"Ngapain juga aku bilang sama kamu?Nggak penting juga buat kamu 'kan"
"Indri,gue adalah penyebab kalian putus" kataku menyalahkan diriku sendiri
"Alfa,aku sama Arya itu emang udah gak cocok.Hati Arya bukan buat aku lagi,dia udah gak ada perasaan apa-apa lagi sama aku" tutur Indri,aku tau dia sangat sedih untuk membahas ini.Nada bicaranya melemah dan dia tersenyum sekuat tenaga agar tidak menangis.
"Lo nangis?" tanyaku seketika teringat kebiasaan orang yang diputusin
"Itu gak perlu dibahas,aku pasti nangis,Alfa.Tapi mau bagaimana lagi,cinta gak bisa dipaksakan.Kalo seandainya aku mempertahankan hubunganku dengan Arya,akan ada banyak pihak tersakiti.Aku dan Arya akan sama-sama tersakiti,dan perempuan yang Arya suka juga akan merasakannya." jelas Indri
"Emang siapa yang mutusin?" tanyaku kemudian
"Aku,karena Arya gak akan setega itu buat mutusin aku" jawab Indri masih dengan senyuman
Ingin rasanya aku memeluknya dan memberinya sedikit kekuatan agar lebih tegar.Aku akan membiarkan Indri menangis sekeras-kerasnya dalam pelukanku asalkan hatinya bisa merasa lega.Aku ingin membuat Indri tidak merasa kesepian,tapi Indri tidak seperti Maurel. Jika dia Maurel,dia akan memelukku dan menangis tanpa peduli dengan keadaan di sekitarnya.Aku dengan Indri memang belum terlalu akrab,tapi aku akan mencoba membuatnya merasa aku adalah temannya,sahabatnya,kakaknya,atau apapun itu asalkan dia tidak canggung lagi padaku.Aku sangat merasa ini adalah tanggung jawabku,karena Arya tidak akan bersikap dingin yang tidak membuat Indri nyaman sampai Indri merasa bahwa dirinya sudah tidak cocok dengan Arya,jika seandainya aku tidak berbicara dengan Indri di kantin saat itu.Namun,aku juga ingin marah pada Arya karena telah berani membuat seorang wanita menangis.
"Lo yang sabar ya,dan jangan habiskan waktu malam dengan tangisan tak berguna itu.Gue gak suka dengan sikap lo yang sok kuat ini.Lo yang mutusin Arya,itu berarti lo harus siap dengan apapun yang terjadi setelahnya.Jangan nangis karena itu buang-buang waktu.Kalo mau nangis,sekali aja,tapi yang puas sekalipun sampai teriak-teriak kaya orang gila" kataku mengelus bahunya pelan sambil tersenyum
"Terima kasih" ucap Indri lirih
"Gue balik kelas ya,bentar lagi bel masuk.Good luck buat ujiannya"
Akupun berdiri dan pergi meninggalkan Indri yang sudah tersenyum,mukanya tidak semuram tadi.
Sebelum ke kelas,aku mampir ke kantin untuk membeli air mineral.Saat kembali dari kantin,kulihat ada Yuda dan Beta berjalan di depanku sambil berbincang yang sepertinya membicarakan sesuatu yang menarik,terdengar dari suara tawa Beta yang begitu menggema di sekitar koridor.
Yuda memang benar-benar menyukai Beta,tapi kenapa dia belum mengungkapkannya juga.Apa dia tidak tau kalo Beta sangat tidak suka digantung seperti itu?
Sudahlah,aku tidak peduli.Ini antara Yuda dan Beta,bukan Alfa.
***
Saat ini aku sedang berada di ruang musik karena Kak Reza menyuruhku ke sini saat istirahat tadi.Aku memainkan gitar sambil berlatih untuk kompetisi nanti.
Tak lama,seseorang masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Fa,gawat!" ucapnya terdengar sangat panik
Aku hanya menoleh ke arahnya tanpa mengucapkan apapun.
"Maurel pingsan waktu olahraga,katanya dia ... "
Ucapannya terhenti dan mengatur napasnya yang belum teratur,mungkin dia berlari menuju ke sini
"Dia kenapa?" tanyaku kemudian menyimpan gitar dan langsung berdiri
"Gue juga gak tau,katanya dia tiba-tiba pingsan waktu lagi lari.Sekarang dia udah di rumah sakit,dia masih belum sadar juga" jawabnya dengan napas yang mulai teratur
"Dia di rumah sakit sama siapa?" tanyaku lagi
"Nenek sama mama gue" jawabnya
Akupun kembali duduk di kursi dan mengambil gitar tadi.
Yuda,orang yang sedang berbicaraku saat ini,dia masuk kemudian menduduki salah satu kursi yang berhadapan denganku.
"Lo gak ke rumah sakit?" tanya Yuda
"Ada nenek 'kan?Gue sibuk persiapan latihan buat hari rabu,Yud" jawabku sambil memainkan gitar
"Maurel butuh lo,fa"
Aku menghentikan aktivitasku dan menatap Yuda.
"Gue bukan orang tuanya Maurel,lagian udah ada nenek yang jagain.Gue lagi sibuk,Yuda.Sebelum Maurel pindah ke sini,hidup gue tenang,Yud.Gue bebas lakuin apapun tanpa harus nurutin kemauan siapapun.Gue juga punya kesibukan tersendiri,dan kesibukan gue bukan Maurel" jelasku membuat Yuda menatapku heran
"Maurel itu butuh lo sebagai--"
"Terserah sebagai apapun,Yud.Gue udah lelah jadi pahlawan semua orang.Gue emang mau membuat orang di sekitar gue gak merasa sedih dan kesepian,tapi gak kaya gini juga.Maurel terlalu posesif sama gue,gue cape diperlakuin kaya gini sama dia.Dia bukan pacar gue yang mesti gue jaga terus perasaannya,karena gue juga punya perasaan.Maurel masih punya banyak saudara selain gue.Ada lo,Arya,om Dika.Kenapa harus gue terus sih?"
Yuda mengeluarkan handphone miliknya dari saku seragamnya.Dia memperlihatkan layarnya padaku.Di sana terlihat bahwa Yuda sedang menelepon seseorang,ku lihat nama penelepon yang tertera di sana adalah Maurel.
Yuda mengaktifkan loadspeakernya.
"Rel," ucap Yuda mendekatkan mulutnya dapa handphone
"Yud,Aisyah ngomong gitu?Itu beneran?"
"Ngapain lo lakuin ini?Mau prank?
Gak lucu" kataku kemudian menyimpan gitar dan mengambil tasku untuk segera pergi dari sini.
Aku berjalan sangat cepat,bahkan bisa mengalahkan pejalan cepat sekalipun.Aku sangat kesal dengan Yuda.Dia sudah membuatku kesal karena bersama Beta seharian ini,dan sekarang dia bersekongkol dengan Maurel untuk melakukan hal setidakpenting itu.Aku bukan cemburu karena dia banyak menghabiskan waktu bersama Beta,tapi aku ada yang perlu dibicarakan dengan Beta.Sangat penting,jika ditunda maka tidak akan ada kesempatan lain lagi.
Begitu aku sampai di parkiran,handphone-ku bergetar,
Ku lihat,ada pesan masuk.
[Maurel]
Kamu tega banget,Aisyah.Aku udah anggap kamu sebagai kakak aku,kenapa kamu kaya gitu sih?Hati aku sakit banget.Maafin Yuda ya,semua itu aku yang suruh.Jangan benci sama Yuda,please.
Aku langsung menonaktifkan handphone-ku.Malas sekali untuk mendapat pesan dan panggilan dari siapapun setelah ini.
Kalian mau tau gimana aku marah?
Ya seperti inilah,ketika kesabaranku teruji dan aku tak sanggup,aku akan marah pada diriku sendiri.
Walaupun penyebab kemarahanku adalah orang lain,aku akan tetap marah pada diriku sendiri.
Karena apa?
Ini yang diajarkan ayah padaku sejak kecil.