LXXXVI
Suatu malam,
Saat keinginan harus dipuaskan.
Nirmala tampak senang.
Dirinya berlarian kesana kemari, tak tentu arah.
Memeluk semua warna – warni itu dengan gemas. Hingga tampak berkerut – kerut.
Tak pernah berpikir dua kali.
Jika melihat baju yang disuka, Nirmala langsung memasukkannya ke dalam keranjang.
Tampak dalam keranjang itu beberapa potong pakaian.
Tapi kelihatannya Nirmala belum puas dengan semua itu.
Vonni menjadi khawatir sendiri terhadap perilaku temannya.
“Mal,, apa itu nggak terlalu banyak?” Sambil berjalan, menuju gerai celana cewek.
Melihat isi keranjang, “Satu, dua, tiga, empat,, lima,”
“Masih lima og, Von.”, sahut Nirmala, santai.
“Mal,, lima tu udah hampir satu juta lo,”
“Iyaa, nyantai aja, Aku bawa 1,5 juta kok di dalam dompet. Belum nanti kalo aku ambil uang di ATM.”
“?? Mal,, kamu mau beli baju berapa lagi?”
“Ya kalo masih ada yang bagus aku masih pingin beli.”
Vonni membatin, “Aduh, Gila nih anak!, Berapa duit lagi cuma untuk beli pakaian aja?”
Melihat isi keranjangnya. “Aku beli tiga aja udah ngerasa banyak banget.”
“Eh, ada yang bagus tu,! Ayo, Von,!” Tampak bersemangat.
Vonni terpaksa melangkah agak cepat, mengimbangi langkah kilat temannya.
LXXXVII
Setelah lelah memuaskan keinginan,
Vonni dan Nirmala istirahat sejenak di restoran cepat saji.
Melihat struk belanja yang diterimanya. “Woohh, aku habis banyak banget belanjanya, Hampir dua juta,”
“Subhanallah,, banyak banget, Mal. Apa kamu nggak dimarahi ngabisin uang segitu banyaknya?”
“Ya harusnya enggak lah, Orang itu uang – uang ku.”
“Emang kamu sebulan dikasih uang saku berapa sih, Mal? Kok uangmu bisa sebanyak itu,”
“Paling sedikit sih 800 ribu, Juga pernah aku dikasih 1 juta lebih pas aku ulang tahun.”
“Masya allah,, banyak banget orang tuamu ngasih uang sakunya.”
“Masak itu banyak sih, Von?”
“Ya banyaklah, Orang aku aja cuma dikasih 700 ribu, Itu pun kalo pas liburan sekolah dikasihnya cuma 10 ribu seminggu.”
“Hah??, Kok pelit banget sih orang tuamu?”
“Nggak tau, Tapi ya aku terima aja.”, sahut Vonni.
“Lha trus kalo kamu dikasih 700 ribu per bulan, kamu nabungnya gimana?”
“Ya 700 ribu itu udah termasuk uang yang harus ditabung.”
“Hah??, Sumpah, aku nggak bakal sanggup kalo gitu, orang sebulan aja minimal banget ya aku ngabisin uang 800 ribu.”, ucap Nimala.
“Banyak banget, Mal. 800 ribu itu untuk apa aja?”
“Yaa, beli kuota, pergi nonton, main Time Zone, banyak deh,”
“Main Time Zone?, Kayaknya itu cuma ngimpi aja buat aku.”
“?? Jadi kamu tu seumur – umur belum pernah main Time Zone, Von?”
“Ya pernah sih, Tapi habis itu aku kapok. Aku habis duit banyak banget.,”
“Haha,, Iya sih, Minimal kalo aku main Time Zone biasanya habis 300 ribu.” Lalu menyedot soft drink nan dingin.
Sambil menyantap ayam goreng, Vonni berucap,
“Kalo aku ngerasanya kok eman – eman 300 ribu cuma untuk mainan kayak gitu.”
“Ya tergantung orangnya juga sih, Aku kan sendirian di rumah, kalo nggak main itu bisa mati bosen akunya.”
“Ohh, gitu ya, Haha,, Kamu anak tunggal og ya,”
“Ya gitulah, anak tunggal,”
“Lha trus kamu kalo pas kangen orang tuamu gimana?”
“Ya, video call,”
“Berapa lama video call an?”
“Nggak lama sih, Paling ya 10 menittan gitu,”
“Itu setiap hari?”
“Iya, setiap hari, 5 kali sehari,”
“?? Kayak minum obat aja kamu video call nya.”
“Ya habis gimana? Kelamaan video call bikin bosen juga, kadang nggak ada yang diomongin.”
“Ohh gitu,” Sambil melihat layar hp.
“Kamu enak bisa ketemu orang tua setiap saat, Lha aku sebulan sekali aja belum tentu.”
“Ohh, gitu ya, Haha,,”
Nirmala melihat jam tangannya.
“Udah jam 9 nan nih, Pulang yuk,”, ajak cewek itu.
LXXXVIII
Terjadi lagi ciuman itu,
Bagai kehangatan yang mengalir.
Membasahi relung jiwa,
Membawa angan ini melayang.
Aku sungguh tak sadarkan diri,
Hanya melihat wujudnya memberikan cinta.
Bergerak – gerak di sekitar kesadaran,
Sambil tersenyum mesra padaku, pada kemolekan paras ini.
Udara yang dingin menjadi gerah,
Tubuh yang kering perlahan – lahan layaknya terguyur hujan.
Eksistensi diri ini bagai tampilan samudra,
Digulung – gulung, juga diombak – ombakkan dengan menderu – deru.
Apa itu cinta?
Ketika diri menjerit lepas pada keparauan.
Ketika kesadaran menggelepar – gelepar tanpa daya dalam ketidaksadaran yang mutlak.
Aku seperti dihidupkan kembali, dari hujaman kematian.
Dan cintaku memberi kecup manja.
Atas kesadaranku.
Diary Cinta,
Januari 20xx.
LXXXIX
Ketika sibuk dengan cinta,
“Yono kok jarang ngumpul bareng kita lagi ya?”
“Iya nih, padahal sebelum – sebelumnya dia rajin banget nongkrong.”
“Malem minggu kemarin dia juga nggak bareng kita.”
“Iya, aneh banget sekarang si Yono. Kayak punya dunia sendiri.”
“Apa Yono lagi frustasi atau depresi gitu to?”
“Kayaknya enggak deh, Terakhir kali kita, aku sama Yono ngerjain tugas, dia fine – fine aja.”
“Ohh, gitu ya,”, sahut Norman. “Berarti, kayaknya nih, Yono sibuk sama pacarnya itu.”
“Ya mungkin,”
“Aku jadi ngerasa yang enggak – enggak sama hubungan mereka itu.”
“Nggak usah su’udzon, Doa kan yang baik – baik aja,”
“Tapi jujur aku ngerasa khawatir banget nih,”
“Tetap saja berprasangka baik, Orang Yono sekarang udah berubah kok, Dirinya jadi lebih rajin dan nggak telatan masuk sekolah.”
“Iyaa, kalo itu aku juga tahu, Tapi dibalik itu semua tuh yang aku takutkan.”
“Yaa, semoga saja Yono bisa menjaga diri.”, ucap Fendi.
Manisnya teh terasa tawar.
Dinginnya es semakin dingin.
Pikiran berteriak – teriak, batin coba menenangkan.
Tapi ketidaksadaran tetap berkata dalam kejujurannya.
Juga tempat itu tetap pada eksistensinya, warung kopi JoS.
XC
Malam menjelang,
Angkasa tampak cerah, dengan pancaran syahdu dewi rembulan.
“Udah belajar belum, Mat?”
“Hehe,, Iya, hampir,,”
“Belajar yang rajin ya,”, balas cewek itu.
“?? Tumben kamu nggak ngomel – ngomel, Von.”
“Buat apa aku ngomel – ngomel? Kamu aja santai gitu,, Iya, nggak?”
“Iya juga sih, Tapi aku ngerasa aneh aja.”
“Aneh gimana?”
“Ya aneh aja, Kamu kayak lebih santai aja.”
“Ohh, itu perasaan kamu aja,”
“Eh, beneran,, Kamu jadi agak lebih enak diajak ngobrol.”
“Apa aku dulu kurang enak kalo ngobrol?”
“Ya enggak juga, Tapi kamu lebih bisa melihat sudut pandang orang lain.”
“Ohh, Haha,, Bisa aja kamu,”
“Aku jadi tambah pingin aja sesuatu dari kamu.”
“Ya kalo pingin ya sampaikan aja,”
“Wkwkwk,, Kok aku jadi ngerasa aneh sama perubahan kamu itu.”
“Haemm,, Mau nya tuhh,,”
“Haha,, Haha,,”