7
Sesampainya di Pelabuhan Lembar, mobil jemputan mereka sudah menunggu. Sesosok pria jangkung, berpenampilan kasual namun rapi sudah berdiri di depan sebuah Land Lover hitam mengkilap.
Pria itu membuka kacamata hitamnya saat para wanita datang menghampiri. “Hai!” sapanya dengan senyum manis yang menampakkan deretan gigi putih dan rapi hasil perawatan rutin ke dokter gigi.
“Hai, Sayang!” balas Tiara manis seraya memeluk dan mencium pipi laki-laki yang tak lain adalah Nicho, tunangannya.
“Wow, baru beberapa hari main di pantai kulitmu sudah tambah gelap,” komentarnya setelah mengamati Tiara. “Aku nggak akan kalah. Selama liburan nanti aku juga bakal sering-sering berjemur.”
Tiara tertawa menanggapi komentar Nicho. “Yeah, kamu memang harus melakukan itu,” balasnya. “Jangan sampai terlalu sibuk di dalam ruangan membuatmu sepucat vampir.”
Nicho terkekeh, sebelum beralih menatap Cendi yang berdiri di samping Tiara. Kekehannya berubah menjadi senyum lebar dan pandagan penuh kerinduan. Namun, saat ia mendekat hendak memeluk, gadis itu malah melangkah ke samping mobil dan tanpa kata-kata, membuka pintunya, lalu masuk.
Nicho mengerjap bingung, kemudian beralih menatap Tiara penuh tanya, yang hanya dibalas dengan kedikan bahu. Akhirnya, yang bisa dilakukannya hanya segera membawa gadis-gadis itu pergi setelah memastikan tak ada yang tertinggal.
“Jadi, kenapa kalian mendadak naik feri. Bukannya sudah beli tiket pesawat?” Nicho bertanya setelah mobil meninggalkan pelabuhan. “Perjalanannya kan jadi lebih lama.”
“Kita bicarakan nanti, ya,” balas Tiara. “Aku capek. Pengin tidur sebentar.” Ia beralasan, tetapi matanya melirik seseorang di bangku penumpang tengah seolah memberi kode pada sang tunangan.
“Cendi?” Nicho bertanya tanpa suara. Dibalas anggukan oleh Tiara.
Kenapa lagi anak itu? Nicho mengernyit sembari melirik Cendi melalui kaca spion. Gadis itu sedang memejamkan mata sambil mendengarkan musik dari iPod. Entah benar-benar tidur atau hanya terpejam.
***
“Mau ke mana, Cen?” Nicho yang sedang bersantai di luar langsung bertanya begitu melihat Cendi.
“Ke pantai.” Cendi menjawab tanpa menghentikan laju kakinya.
Resort milik Nicho yang terletak di wilayah Pantai Senggigi itu memang sangat dekat dengan laut. Hamparan pasir pantai yang luas langsung menyambut begitu keluar dari halaman belakang. Suara deburan ombak yang merdu selalu terdengar dari seluruh bagian resort. Benar-benar tempat yang nyaman untuk berlibur.
“Hati-hati, banyak karang!”
Cendi mendengarnya, namun tak membalas. Hanya terus melangkah menjauhi resort.
Sedang Nicho hanya diam memandang kepergian Cendi. Sejak datang tadi, anak itu benar-benar banyak diam. Bukan seperti Cendi yang biasanya. Memang, sih, di antara keempat sekawan itu, bisa dibilang Cendi yang paling pendiam. Tapi tak sediam ini juga. Dan sebagai orang yang sangat mengenal Cendi, Nicho tahu diamnya gadis itu bukan tanpa sebab.
“Kenapa, Sayang?”
Nicho menoleh dan mendapati Tiara sudah berdiri di sampingnya entah sejak kapan. “Nggak apa-apa.”
Tiara mengangkat alis, lalu mengalihkan pandangan pada arah yang dilihat Nicho sebelumnya. “Memikirkan Cendi?”
Nicho hanya balas tersenyum kecil.
“Tenang saja, nanti juga akan baik.” Tiara mencoba menenangkan. “Mungkin butuh waktu, tapi aku tahu dia akan baik-baik saja. Kamu kenal dia, kan?”
Nicho mengangguk. “Jadi, apa ada sesuatu terjadi di Bali?” tanyanya. “Kulihat sepertinya mood Cendi memburuk.”
***
Cendi duduk di atas bebatuan yang menonjol di tepi pantai. Pandangannya lurus ke arah matahari yang hampir terbenam di ufuk barat. Jujur, ia merasa lebih nyaman berada di sini daripada di Pantai Kuta yang baru saja ia tinggalkan. Alasannya tentu saja, Senggigi tak seramai Kuta—meskipun tak bisa dibilang sepi juga. Paling tidak, ia bisa menikmati keindahan senja dengan lebih tenang.
Matahari belum benar-benar terbenam saat Cendi melihat sebuah speed boat dari kejauhan. Meski jauh, ia tetap bisa melihat sosok-sosok yang berada di atas perahu motor itu. Memang tak terlalu jelas, yang pasti ada empat laki-laki berdiri di atasnya. Entah kenapa, melihat mereka membuat Cendi teringat Rocky. Bukankah dia dan rombongannya juga berempat?
Cendi menggelengkan kepalanya keras-keras. Berharap dengan begitu bayangan Rocky akan terlempar keluar dari kepalanya. Lalu fokus menatap matahari yang kini hanya tampak setengah. Menikmati keindahan panorama sunset membuat perasaannya sedikit lebih tenang. Tapi tetap saja bayangan Rocky terus melekat bagai ditempel dengan lem super di dalam kepalanya.
Cendi mendesah berat. “Please, Rocky, get out of my mind!”
Cendi segera beranjak setelah matahari benar-benar terbenam dan suasana di sekitar mulai gelap. Kalau ia tak segera kembali, Tiara dan Nicho pasti kebingungan. Bisa-bisa Nicho mengerahkan seluruh pegawai resort untuk mencarinya ke seluruh penjuru pantai.
Dua orang itu memang sangat perhatian padanya, namun terkadang terlalu berlebihan menurutnya. Mereka selalu mengkhawatirkan apa pun yang menyangkut dirinya. Padahal Cendi sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri. Entah kapan mereka akan menyadari kenyataan itu.
Cendi baru saja menapak memasuki halaman resort saat dilihatnya seorang laki-laki sedang duduk santai di sebuah kursi pantai. Hanya duduk menikmati suasana tanpa melakukan apa pun.
Cendi menghentikan langkahnya sejenak. Ia merasa tak asing dengan laki-laki itu. Wajah oriental, bodi atletis, rambut super pendek hampir plontos. Cendi mengernyit. Itu kan Reno. Kenapa ada di sini? Bukankah seharusnya ia berada di Bali bersama Rocky dan rombongannya yang lain?
Like.
Comment on chapter Prolog