Enam
“Jadi, besok kamu udah bisa pulang?” tanya Kenzo kepadaku. Aku mengangguk. Lalu menatap langit. Entah apa yang harus kulakukan. Aku pun teringat untuk menanyakan sesuati kepada Kenzo.
“Kenzo…” lirihku sambil menatapnya. Kenzo pun lagsung balik menatapku, salah satu alisnya pun terangkat.
“Kenapa?” tanyanya. Aku menghela napas. Bingung untuk menanyakan apa yang kini ingin kutanyakan. Aku pun kembali menatap langit.
“Hubungan kita apa?” tanyaku pelan.
“Hubungan kita? Kamu belum ingat apa yang terjadi dulu?” Tanya Kenzo balik kepadaku. Pertanyaan itu membuatku semakin penasaran.
“Emang kenapa dulu? Kok aku bias kesini? Keluarga aku mana?” tanyaku semakin penasaran. Kenzo pun menghela napas dan menatap langit. Aku menunggu Kenzo untuk berbicara, tetapi ia tak mengucapkan sepatah kata. Aku semakin gemas akan sikapnya ini. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Kenzo…” ucapku menanti jawabannya. Ia pun mengacuhkanku.
“Kenzo…” ucapku dengan nada yang sedikit tinggi. Ia pun masih mengacaukanku. Emosiku pun bergejolak. Kedua sudut air mataku kini hendak mengeluarkan cairan. Kutahan sekuat tenaga agar air mataku tak tumpah.
“Kenzo…” ucapku gemetar dan aku menggoyang goyangkan tangan Kenzo berharap ia berhenti mengcaukanku. Kedua mataku pun mengeluarkan cairan yang sedaritadi kutahan.
“Kenzo…” isakku. Ia pun masih mengacaukanku sambil menatap langit. Aku sudah tak tahan.
“Baiklah, aku pergi!” ucapku gemetar sambil meninggalkan Kenzo. Kulangkahkan kaki ku tak tentu arah. Kulihat sebuah mobil mewah berwarna merah yang tampak familier. Aku berlari menuju mobil itu. Tampak seorang laki laki yang menggunakan setelan lengkap yang hendak membuka pintu mobil. Nafasku tercekat. Kepalaku pusing. Aku mengenali laki laki ini. Kupercepat langkahku menuju arahnya. Kiniia berjarak beberapa meter ke arahku. Ia tampak terkejut kala melihatku. Aku tersenyum.
“Kak Dofa….”
“ Namaku Rebecca, untunglah malam itu aku bertemu denganmu. Dofa,”
Bagus banget
Comment on chapter Prolog