Akhirnya Dela keluar dari rumah sakit dengan keadaan sangat sehat, seperti Dela yang dulu. Rendipun melanjut koasnya di rumah sakit di daerah Jepara. Rendi tinggal di Jepara dan setiap weekend pulang ke Semarang. Dela menyibukan diri menjadi barista di Cafe Figo, karena Dela jenuh dirumahnya, dan di bekerja di Cafe tidak terlalu berat.
Dicafe figo, cafe yang mengambil aksen clasic, terdapat banyak meja dengan berbagai macam bentuk, dinding gradasi coklat semakin mendukung aroma kopi dan coklat panas yang sering mengudara di tempat itu. Disatu sisi cafe tersebut ada sebuah mini bar, tempat untuk membuat segala jenis minuman, dan tersedia kursi untuk 5 orang yang disediakan bagi tamu yang kemungkinan datang sendiri atau memiliki permintaan khusus untuk barista.
“Dela, nanti makan malam yuk.” Ucap Diego menggoda Dela yang sedang membuat capucino untuk Diego. Diego adalah pelanggan tetap Figo, dimana setelah Dela berkerja di cafe Figo, Diego menjadi rutin datang, seperti halnya keharusan untuk mengisi absen di cafe Figo.
“ini Capucinonya, silahkan dinikmati.” Ucap Dela sambil tersenyum dan membuat minuman yang lainnya.
“Dela, kalo lo jalan sama gue, lo ga harus kerja di cafe lagi.” Ucap Diego lagi sambil memakan buah-buahan yag dipesannya.
“kamu ga harus lakuin itu Diego, aku nyaman kok.” Ucap Dela yang masih sibuk membuat pesanan.
“ya udah kalo lo ga mau, jalan bareng gue ajah.” Ucap Diego lagi.
“hahahaha aku udah punya pacar.” Ucap Dela sambil menatap mata Diego.
“hahahah kalo lo punya pacar ga mungkin lo tiap hari disini, ya setidaknya pacar lo datang lahh dan bagus deh kalo udah punya pacar, saingan cuma satu.”
“Huft dia sibuk kerja ga kaya kamu disini mulu, ga jelas.” Ucap Dela lagi.
“gue ga kerja karena ga kerjapun duit gue dah datang La. Baguskan kalo gue disini, cafe Figo jadi laris.”
“bagus deh kalo gitu. Iya... iya...” ucap Dela sambil melepas celemeknya “Selly, kamu gantiin aku yah, aku pulang.” Ucap Dela sambil menghilang dibalik pintu staff.
“Dela gue anter.” Ucap Diego sambil mengejar Dela masuk ke pintu staff dan semua matapun mengarah ke Diego.
“lo ngapain?” tanya Figo sambil mengajak Diego keluar dari dapur itu.
“gue bisa minta nomor Dela ga Go, itu pegawai lo.” Ucap Diego.
“ga bisa. Informasi karyawan gue ga boleh disebarin.” Ucap Figo.
“ya ampun Go, gue kan udah pelanggan tetap lo, ya kali nomor Dela doang lo ga ngasih.”
“emang buat apa?”
“gue pengen ngajak dia jalan.”
“owhh mustahil dia mau, lagian lo kan udah punya Diana.” Ucap Figo sambil memperbaiki posisi duduknya.
“ya elah bro, emang jaman cuma satu, ya ibaratkan gue punya Diana yang diatas dan gue punya Dela dibawah.”
“WHAT?” teriak Figo, yang kemudian langusung disusul dengan tarik nafas dan hembusan yang panjang, metode untuk mengkontrol emosi. “sini deh gue pengen tunjukin sesuatu.” Ucap Figo sambil beranjak dari kursi dan disusul Diego. Figo berjalan kearah sebuah foto di dinding.
“lo kenal ga yang ada didalam foto ini?” tanya Diego.
“kenal lah, Lo, Axel, ama Tara. Ini yang cewe siapa yah?” ucap Diego sambil mendekati lukisan tersebut. “Dela?”
“jadi lo masih berani bilang dia dibawah?” tanya Figo sambil melipat tangannya menghadap Diego.
“ga dibawah lagi Go, thank you, gue bakal buat dia diatas.” Ucap Diego sambil menepuk lengan Figo. “gue pergi dulu.”
Figo hanya meggeleng-geleng melihat kelakuan Diego.
Diparkiran Dela masuk kedalam mobil dan menghubungi Rendi.
“halo, gimana koasnya?” tanya Dela.
“cape La, gue mau pulang.” Ucap Rendi.
“hahhaha bohong, kamukan ga pernah cape kalo koas.”
“lo udah balik?”
“iya ini udah dimobil, mau balik.” Terdengar seseorang mengetuk kaca mobil Dela, seperti mengisyaratkan turunin kacanya dan Dela menurunkannya.
“kenapa Diego?” tanya Dela.
“gue bakal buat lo diatas La, ga dibawah lagi.” Ucap Diego.
“maksudnya?”
“minggu depan lo bakal jalan bareng gue.” Ucap Diego.
“hahaha kamu udah gila yah? Aku udah punya pacar, ini kalo kamu mau, ijin dulu ajah.” Ucap Dela sambil memberikan hpnya kepada Diego.
“halo, gue boleh ajak pacar lo jalan ga minggu depan?” tanya Diego.
“lo mau mati yah?” ucap Rendi.
“wahh, santai bos, gue mau Dela bukan mau mati.”
“jangan deketin Dela, udah, kasih hp nya ke Dela.”
“hahhaha sebelum janur kuning melengkung semua wanita milik bersama bro.” ucap Diego sambal memberikan hp Dela dan pergi kearah mobilnya.
“La, jangan pergi sama dia apapun ceritanya.” Ucap Rendi.
“hahaha kamu gila yah, yah engga bakalah. Ngapain juga.” Ucap Dela.
“hahhah ya udah gue percaya kok sama lo, ya udah balik gih, hati-hati.” Ucap Rendi.
“Bye bye.” Ucap Dela sambil mematikan handponenya dan pergi dari perkiran Cefe Figo.
Dihari Jumat seperti biasa Rendi berada di Jepara dan Dela masih berkutat di cafe milik Figo. Karena hari ini akhir minggu, Cafe Figo sangat banyak pengunjung, sampai waktu istirahat untuk pegawai sangat tipis, dan Figo juga ikut melayani para tamu-tamu.
“Axel, tolong bersihin meja nomor 20 dong.” Ucap Figo sambil meletakkan Teh yang dibuat Dela ke nampannya ntuk diantar ke tamu.
“anjir, lo nambahin karyawan dong.” Gerutu Axel tapi tetap melangkah ke meja 20 dan membersihkannya, dan kembali lagi ke meja didepan Dela.
“Dela, Capucino, Moca Latte, Capucino Frape” ucap Axel sambil mengatur posisi nyaman di kursinya.
“emang kamu dah ga ada kerjaan lagi?” ucap Dela.
“ya emang gue ga ada kerjaankan, Figo ajah gila nyuruh gue.”
“hahahha tapi kamu pergi kan ngelakuin apa yang dia suruh.” Ucap Dela sambil membuka kaleng susu.
“ya kan gue baik. Rajin nolong makanya gue mau.”
“halo Dela,” terdengar suara Diego yang baru saja datang dan duduk disamping Axel. “What up Xel? Apa kabar lo.” Ucap Diego lagi.
“baik-baik ajah. Lo sendirian datang ke sini?” tanya Axel.
“iya gue mau ngabsen ketemu bidadari gue.” Ucap Diego sambil melirik Dela dan hanya dibalas pandangan datar dari Dela.
“bidadari? Terus mana bidadarinya?” tanya Axel lagi.
“ini yang lagi buat minuman.”
“lo gila yah? Maksud lo Dela?” ucap Axel yang iringi anggukan dari Diego. “lo buang-buang waktu, Tara ajah ga mempan ama dia, apalagi elo, biji jagung.” Ucap Axel sambil meminum jusnya.
“setan, biji jagung. Lo tuh biji ketumbar.” Ucap Diego sambil menyenggol bahu Axel disambili tawa. “gimana La, besok gue jemput ajah yah ke? Hum lo tinggal dimana?”
“ga tinggal dimana-mana. Humh aku lagi sibuk banget Diego.”
“okay Sayang. Gue bakal dukung lo dari sini.” Ucap Diego sambil memberi semangat.
Waktu sudah menunjukkan jam 8 malam dan seperti cafe biasa, semakin malam semakin ramai, namun Dela sudah tidak terlalu sibuk lagi karena pengantinya sudah datang sejak jam 6 tadi.
“lo pulang ajah deh Go.” Ucap Axel.
“lo ngusir gue? Figo ajah ga ngusir gue.” Ucap Diego
“ya gue bosen lihat lo dari tadi, ga jelas, ganggu-ganggu Dela. Mesen makan tapi ga dimakan.” Ucap Axel sambil memakan buah yang dipotong Dela.
“Axel ini buat di tamu.” Ucap Dela.
“gue ga bakal balik sebelum Dela pulang.” Ucap Diego sambil tersenyum ke arah Dela.
Beberapa menit kemudian, Rendipun datang dari pintu belakang, Rendi berada tepat dibelakang Dela yang masih sibuk memotong buah-buahan dan megisyaratkan diam kepada Axel, dan Diegopun bingung. Namun mulutnya terkunci. Rendi membawa bucket bunga mawar dan langsung memeluk Dela dari belakang.
“woii, kampret, ngapain lo meluk-meluk Dela.” Teriak Diego sampai berdiri dan membuat tamu disekitarnya memperhatikannya.
Delapun yang terkejut menerima pelukan Rendi, terkejut juga melihat reaksi Diego.
“lo ngapain sih Diego malu-maluin ajah.” Ucap Axel. “Hay Tara, lo jadi kompak yah sama Rendi.” Tara duduk disamping Diego.
“lo siapa?” tanya Rendi dengan ekspresi bingung.
“lo yang siapa meluk-meluk Dela, gue yang tiap hari disini ajah ga pernah sampe megang dia, dan lo langsung meluk ajah.” Ucap Diego dibarengi ekspresi malu dari Tara dan Axel “kok bisa punya kenalan kaya gini”.
“owhh lo Diego? Gue pacarnya Dela. Rendi.” Ucap Rendi sambil menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
“owh jadi lo pacarnya Dela, lumayan juga.” Ucap Diego.
“Dela, temenin gue makan yah.” Ucap Rendi sambil menarik tangan Dela keluar dari dapur minuman itu kearah meja yang kosong, dan mencueki Diego.
“lo lihat kan lo godain peliharaan siapa? Lo ga ngerasa men’tal gitu?” ucap Axel sambil memandang Diego.
“men’tal gimana?” ucap Diego yang sepertinya sudah menahan malu.
“lo ga lihat karismanya dia?” ucap Axel sambil minum juss nya. Diego hanya diam dan meninggalkan Axel.
Dimeja Dela,
“gue kangen setengah mati sama lo Del.” Ucap Rendi sambil mencium-cium punggung tangan Dela sambil menunggu pelayan menurunkan makannya ke atas meja sementara tangan Dela yang kanan membantu pelayan yang bernama Cika itu.
“iya Rendi, aku juga rindu kok sama kamu. Kamu makan dulu ajah yahh.” Ucap Dela sambil meletakkan nasi goreng didepan Rendi.
“iyahh.” Rendipun memakan nasi gorengnya dengan tangan kiri karena tangan kanannya tak ingin melepas tangan Dela. “i love you”
“love you too, kamu makan dulu sayang. Nanti keselek loh.” Ucap Dela sambil membersihkan nasi yang tersisa dimulut Rendi.
“malam minggu ke Bandungan yuk Del, bobo disana.” Ucap Rendi sambil menyeruput air kelapanya.
“humhh... okay, terserah kamu ajah.” Ucap Dela tersenyum, selama makan Dela hanya senyum-senyum karena Rendi tidak melepaskan tangannya satujaripun.
“Rendi apa kabar lo.” Ucap Figo yang menghampiri meja mereka disusul Axel dan Tara.
“ohh, iya. Baru juga ketemu 2 minggu lalu.” Ucap Rendi sambil berdiri dan membalas tos yang dilontarkan Figo sehingga melepas tangan Dela. Dan ekspresi Dela yang datar, kesal, dan bingung tak jelas melihat tangannya kini dianggurkan.
“dasar penjilat.” Ucap Tara sambil mengambil minuman Dela.
“Guys, Rendi ngajak besok main ke Bandungan, nginep disana, dia yang bayarin semua.” Ucap Dela yang disusul dengan tatapan tak percaya dari Rendi.
“What? Wah lo ga usah repot-repot sihh Ren, lo Cuma promosiin Cafe gue ajah cukup sih, tapi yah ga mungkin nolak rejeki kan.” Ucap Figo yang mengatur posisi nyaman dikursinya.
“tumben lo mau ngajak-ngajak keluar.” Ucap Axel dengan tampang bingungnya. Rendi hanya terlihat senyum kikuk, tidak menyangka hal ini akan terjadi.
“besok berangkat jam 6 sore yah, berendam air panas, trus bobo, trus besoknya metik toberi.” Ucap Dela dengan senyum yang sangat merekah diwajahnya.
“ya udahh.” Ucap Tara sambil beranjak dari kursinya. “gue duluan yah guys, ngantuk parah dan cape banget.”
“yahh lo kok cepat?.” Ucap Axel
“iya gue juga udah selesai, mau balik juga, istirahat supaya besok fit.” Ucap Rendi sambil berdiri dan mengajak Dela pulang.
“lo ga tinggal di rumah Dela kan?” Ucap Axel, melihat Dela dan Rendi tidak merespon ucapan Axel “gila-gila ingat dosa nak, ntar lo berdua dituduh kumpul kebo.” Ucap Axel lagi.
“hahhaha.” Rendi, Tara, Figo dan Dela hanya tertawa seiring bubarnya mereka.
Sepanjang perjalanan Rendi hanya diam, begitu juga dengan Dela yang langsung tertidur ketika mobil mulai berjalan,
“ehh Del, udah nyampe.” Ucap Rendi sambil menepuk-nepuk wajah Dela dan membuka seat beltnya. Delapun bangun dan menguap, Dela membuka pintu mobil Rendi dan langung masuk kerumah. Dela melakukan peregangan berkali-kali.
“Dela, lo mau langsung bobo?” ucap Rendi yang terlihat sangat hopeless didepan pintu.
“Whaaatttt?” ucap Dela sambil menguap.
“ya udah deh, bobo ajah sana.” Ucap Rendi sambil melangkah kekamarnya sambil membawa barang-barangnya dan menutup pintu dengan keras.
“huftt” Dela melangkah ke dapur dan membuat secangkir coklat panas. “duh cape banget pusing lagi, Rendi pake nambek. Huft... “ Dela mengetuk kamar Rendi dan langsung membukanya. Kamarnya kosong dan terdengar suara air mengalir. Dela meletakkan coklat panas itu ke atas meja belajar Rendi. Dela duduk dikursi belajarnya dan sepertinya tidak sampai 5 menit Dela sudah tidur dikursi itu.
Rendi keluar dari kamar mandi, mencium aroma coklat panas itu dan melihat Dela sudah tidur dikursi, padahal jam masih menunjuk ke arah 9.
“lo cape banget yah nyet? Gue kan dah bilang berkali-kali jangan sampe kecapean.” Ucap Rendi setelah menyeruput minumannya ke arah Dela yang sedang tidur. Lalu Rendi mengangkat Dela dan memindahkannya ke tempat tidur. Lalu Rendi menghabiskan coklatnya sambil membaca bukunya.
Pagipun tiba sinar matahari mulai mengintip di balik atap jaring-jaring itu menyinari bunga matahari yang sedang di potong Dela. Dela menghirup udara dalam-dalam sambil memetik beberapa bunga lagi. Lalu memberi ikannya makan dan kembali ke dalam rumah untuk memasak sarapan untuk Rendi. Ketika Dela sedang menata bunga di meja makannya, handphonenya berdering.
“halo mah.”
“halo Dela, kamu lagi apa?”
“lagi bersihin bunga mah. Kenapa mah pagi-pagi?”
“Adek masih nanam bunga yah? Gak papa, Adek sehat kan?”
“hahahah sehat kok mah. Mama sehat juga kan.”
“iyahh mama sehat. Udah yah Adek, Adek jaga kesehatan.”
“iya mah, mama juga.” Ucap Dela mengakhiri percakapnnya. Lalu tiba-tiba Rendi memeluk Dela dari belakang.
“duh ini anak, masih pagi juga.” Ucap Dela sambil membereskan sisa daun dari atas meja.
“bodo.” Ucap Rendi sambil mengikuti Dela kemanapun pergi.
“kamu duduk deh, biar aku masaknya cepet, kalo kamu nempel gini terus kan lama.” Ucap Dela dan Rendi langusung melepas pelukannya lalu duduk di meja makan sambil memainkan hpnya. Dela hanya memandangnya bingung.
Akhirnya Dela duduk dikursi meja makan dan meletakan beberapa roti diatas meja.
“lagi malas masak makan roti ajah.” Ucap Dela sambil mengambil beberapa roti dan mengolesi selainya dan langsung menggigitnya, sementara tangan Rendi sudah meminta, dengan dugaan rotinya sedang dibuatkan, namun nyatanya, Rendi harus membuat sendiri. Rendi menarik roti itu dari depan Dela dan memakannya tanpa selai.
“kamu kenapa sih?” tanya Dela yang sudah kebingungan melihat tingkah laku Rendi semenjak pulag dari Cafe Figo kemarin.
“emang kenapa? gue gak papa.” Ucap Rendi sambil mengunyah rotinya.
“huft... terserah kamu deh.” Ucap Dela sambil beranjak dari kursinya, Rendi menarik tanga Dela dan memeluk perut Dela.
“lo kok ga peka banget sih? Gue rindu sama lo La, gue rindu lo buatin sarapan nasi goreng, buatin susu, ato apalah, dan gue udah 2 minggu ga balik, lo nyuekin gue.” Ucap Rendi.
“ya kan kamu tinggal ngomong sayang.” Ucap Dela sambil tersenyum dan menepuk-nepuk kepala Rendi. “udah kamu mandi gihh, temenin belanja bulanan.” Ucap Dela.
“what? Gue ga dapet apa-apa dah ngomong malu-maluin kaya gitu?” ucap Rendi sambil melepas pelukannya dan dibalas tawaan Dela.
“hahahah aku juga kangen kok sama kamu. Ya udah yah kamu mandi.”
Jam 10.00 Dela dan Rendi sudah berada di sebuah mall dan mungkin mereka adalah pengunjung pertama mall itu. Rendi menggunakan kaos berwarn hitam, celana jeans biru gelap, sepatu kets putih dan handbag. Dela menggunakan jumsuit hitam, sepatu kets putih, dan ransel hitam kecil. Awalnya mereka berdebat di rumah, mengapa terkesan couple, tapi tak ada yang mau mengalah untuk mengganti baju akhirnya mereka langusng pergi ke mall. Rendi dan Dela langsung saja mengambil trolinya untuk belanja beberapa keperluan bulanan Dela dan Rendi.
“Rendi kapan aku bisa buat tattonya?” ucap Dela yang sedang memilih buah.
“humh? Tattoo? 6 bulan lagi yah sayang, kalo besok lo jatoh ajah luka lo bisa kebuka apalagi ditusuk-tusuk.” Ucap Rendi sambil mengelus-elus pipi Dela.
“hmm, nanti makan siang dimana?” tanya Dela sambil memasukkan beberapa sabun kedalam trolinya.
“makan udon yuk.” Balas Rendi.
“udon? Ya sudahh.”
“siap makan nonton yah...” ucap Rendi “ada film bagus, udah lama loh kita ga nonton. Lagi pengen makan popcorn caramel.”
“okay... terserah kamu ajah.” Ucap Dela sambil melihat list belanjaanya di handphonenya.
“abis itu main di timezone?” ucap Rendi yang terlihat sangat bahagia mendorong-dorong troli. Dela melihat Rendi
“hahaha iya, everythings you want.”
Akhirnya semua dilaksanakan oleh Rendi dan Dela, selesai belanja pukul 12.00, makan jam 12.00-13.00, nonton film pukul 13.00-15.30 lalu bermain timezone pukul 15.30-17.00. Lalu mereka bergegas pulang untuk prepare berangkat ke Bandungan. Sekitar jam 17.45 satu persatu merekapun datang ke rumah Dela dimulai dari Axel, Figo lalu Tara.
“kok gue ngerasa kita ke Bandungan doang rasanya kaya mau ke Bandung.” Ucap Figo ketika memasuki ruang tamu.
“hahahah mungkin karena kita udah ga pernah jalan bareng.” Ucap Dela.
“lo sih pacaran mulu.” Ucap Tara sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa.
“aku ada manisan salak lohh Ra.” Ucap Dela menyusul Tara.
“sogok ajah terus.” Ucap Axel. “Rendi dimana? Biar gue laporin kalo lo nempel-nempel ke Tara.”
“lagi beresin mobilnya di garasi.” Ucap Dela namun Rendi langsung muncul diruang tamu.
“kuy berangkat, ntar kemalaman, macet.” Ucap Rendi menanjutkan langkahnya ke garasi.
“okay, kuy.” Ucap Figo, mereka semua beranjak dari tempat masing-masing dan pergi ke mobil masing-masing, kecuali Dela.
“lo semua ngapain?” teriak Rendi dari mobilnya yang sedang keluar dari bagasi.
“mau pergi kan?” ucap Axel yang masih berdiri disamping mobilnya.
“naik mobil gue ajah, ngapain juga lo semua bawa mobil.” Ucap Rendi disusul Axel, Figo dan Tara masuk kedalam mobil.
Didalam mobil,
“gue kok nurut ajah yah... emang kenapa kalo gue bawa mobil?” ucap Axel yang sedari tadi bingung dan disusul tawa Dela dan Rendi.
“njir gue juga kok nurut ajah.” Ucap Figo lagi dan Tara hanya diam. Tara memang yang paling mengenal Rendi, dimana-mana omongan Rendi itu selalu berpengaruh pada orang lain, seperti ada sugesti yang membuat orang disekitarnya mudah menurutinya.
“mau makan malam dimana?” tanya Dela.
“humh, dimana yah, owhh di cafe yang di kaki Gunung Ungaran ajah Del, duh gue lupa namanya lagi.” Ucap Figo.
“emang ada?” tanya Tara.
“ada, gue pernah kesana, Cuma gue lupa namanya apa. Viewnya bagus dan makanannya enak-enak.” Ucap Figo lagi.
“ya udah.” Ucap Rendi.
Sepanjang jalan diisi dengan aktivitas karokean sampai serak, tertawa sampai sesak pipis, dan cerita sampai mulut berbusa. Sementara Rendi hanya fokus menyetir dan melirik Dela yang terlihat sangat bahagia berkumpul bersama teman-temannya. Sebenarnya Rendi kesal karena Dela mengajak Axel, Figo, dan Tara untuk jalan-jalan yang dia rencanakan hanya berdua dengan Dela, namun karena melihat Dela sangat happy, Rendi jadi maklum dan mengerti.
Sesampainya di restoran yang dituju, mereka semua turun dari mobil
“gila pemandangannya parah.” Ucap Tara sambil memperbaiki hoodinya. Pemandangan kota Semarang dari ketinggian yang dihiasi lampu-lampu malam sangat memanjakan mata, udara dingin dan suasana pepohonan memang sangat menarik.
“bagus banget, emang kalo Figo yang saranin, ga da yang mengecewakan.” Ucap Dela sambil menggosok-gosok telapak tangannya dan Rendi langsung memasangkan sarung tangan ke Dela.
“dingin, lo kan masih sakit.” Ucap Rendi.
“udah masuk ajah yuk. Ga ada yang masang sarung tangan ke gue, dingin.” Ucap Axel sambil melangkah ke restoran yang disusul tawa anak-anak yang lain
Mereka duduk disalah satu meja dibagian paling sudut, dekat jendela kaca, dan Figo memanggil pelayan untuk meminta buku pesanan.
“humhh apa yah... kayanya sayur asemnya enak deh.” Ucap Axel.
“mbak, mau ayam penyet 2 yahh, yang paha, terus cah kangkung, minumnya air putih anget.” Ucap Dela. “mau wedang ga Ren?” Rendi hanya mengangguk “wedang tahunya 1 mbak.”
“perasaan lo blom nanya Rendi deh makan apa La.” Ucap Tara sambil membolak-balikkan menu.
“humh, emang kalo kita makan aku yang pesenin terus kok.” Ucap Dela.
“waw... ya udah gue ayam penyet juga pake wedang jahe.” Ucap Tara.
“mie godok yah mbak satu sama teh anget.” Ucap Axel.
“humhh, udang vulcano mbak, sayur kol muda tumis, nasi satu, sup iga bakar, dan lemon teh anget. Makasih.” Ucp Figo.
Lalu pelayannyapun mengulang kembali pesanan mereka dan pergi menyiapkan pesanannya. Tak lama kemudian pesanan merekapun datang dan langsung memakannya karena waktu sudah menunjuk ke arah angka 8. Setelah mereka selesai makan, akhirnya mereka pergi ke penginapan yang telah disiapkan Rendi. Penginapan yang cukup antik, dengan perabotan yang terkesan sudah sangat tua tapi masih berfungsi, pintu yang penuh ukiran, cahaya remang-remang berwarna kuning berbentuk lentera di setiap sudut ruangan menyinari tipis ruangan tersebut, terdengar suara air yang mengalir di sekitar kolam berenang, lantai kayu yang mendecit setiap kali melangkah, dan villanya lumayan luas dengan 3 kamar disatu lantai.
“wuahhh... gue udah ngantuk banget anjir, gue bobo yah.” Ucap Tara sambil menguap dan melakukan peregangan setelah sampai didalam Villa.
“gue juga.” Ucap Axel sambil melangkah kesatu kamar.
“ya udah kamarnya ada 3, Dela kamu bobo sendiri yah.” Ucap Rendi. “kuy kekamar masing-masing.” Ucap Rendi melangkah ke kamar Axel. Akhirnya mereka semua pergi kekamar masing-masing, kamar yang menyediakan sebuah cermin kuno yang sangat besar di sudut ruangan dengan pantulan keseluruh ruangan. Tempat tidur yang terbuat dari dipan kayu berwarna coklat, dengan kanopi kain putih, sepray berwarna putih juga dan dihiasi lentera di kedua sisi tiangnya. Terdapat lemari besar 3 pintu berwarna coklat dan meja rias. TV yang berada didalam lemari. Kesan kuno dan mistic sangat melekat pada ruangan mereka. Dikamar Figo dna Tara.
“Tara, lo ngerasa lain ga?” tanya Figo sambil memegang tengkuknya.
“lain maksudnya?” ucap Tara yang sangat menikmati momennya berkaca di cermin yang besar tersebut.
“ya lain, kaya horor gitu.” Ucap Figo sambil melihat sekeliling dan pandangannya berakhir di wajah Tara yang sengaja dibuat sangat dekat dengan Figo. Figopun refleks teriak dan berlari keluar dari kamar itu menuju ruang tamu, dan yang lainpun keluar dari ruangan masing-masing karena mendengar Figo teriak.
“lo kenapa anjir.” Ucap Axel
“ahh gue dikerjain Tara.”
“aku ga mau tidur sendiri.” Ucap Dela.
“kenapa?” tanya Rendi.
“takut.”
“aihh sama La, gue juga takut, tidur bareng ajah yok.” Ucap Figo.
“ya udah kita tidur di ruang tamu ajah gimana? Sekalian nonton bareng apa ngapain gitu.” Ucap Rendi.
“good idea.” Ucap Tara langsung.
“ya udah kasurnya diangkat ajah keluar.” Ucap Rendi sambil kembali kekamar dan mengeluarkan kasur dari dalam kamarnya dan membariskannya diruang tamu didepan TV. Begitu juga dengan Tara dan Figo, Dela mengangkat bantal dan selimut. Akhirnya mereka ber-5 tidur diruang tamu malam itu karena terlalu parno. Pagi-pagi sekitar jam 7 Rendi membangunakan yang lain untuk sarapan dan pergi ke kebun stroberry.
“wake up guys.” Ucap Rendi sambil menggigit rotinya.
“gila masih jam berapa anjir.” Ucap Figo sambil menarik selimutnya.
“jam 2 sore kita harus balik dari sini, gue ama Tara harus ke Jepara lagi jam 5 sore.” Ucap Rendi yang membuat Tara langsung bangun dan pergi kekamar mandi. Delapun bangun dan duduk disamping Rendi dan mengambil roti Rendi dari tangannya dan meminum susunya. Rendi hanya tersenyum melihat Dela pagi itu. “lo cantik banget La, kalo ga ada orang udah gue.” Bisik Rendi ke Dela.
“gue apa?” ucap Figo yang ternyata sudah berada di belakang Rendi sedang membuat susu. “lo bisik-bisik ajah kencang bener.”
“hahahahhah....” Dela hanya tertawa melihat ekspresi malu Rendi. “aku ga mandi yah.”
“gue juga.” Ucap Figo refleks sambil mengangkat tangannya.
“gue juga.” Ucap Axel yang masih tidur-tidur dikasur.
“kok ga mandi Del?” tanya Rendi dengan ekspresi bingung, karena melihat 2 cecunguk juga ikut ga mandi.
“dingin beb, parah. Ini ajah aku masih kedinginan.” Ucap Dela sambil membetulkan bentuk topi hoodynya.
“hahhaha iya...” ucap Rendi sambil mengelus-elus kepala Dela.
Akhirnya Tara selesai mandi dan mereka membereskan Villa lalu langsung cabut ke kebun strowberry.
“gila emang harus pake ini yah.” Ucap Tara sambil memegang topi jerami yang dibagikan Dela.
“iya dong biar kaya farmer sejati gitu. Okay satu dua chesee.” Ucap Dela yang langsung mengambil gambar mereka satu persatu.
“bapak, bisa minta tolong fotoin kita.” Ucap Dela kepada salah satu petugas dikebun itu.
“owh iya mbakk. Satu dua. Nah sudah.” Ucapnya smabil memberi kembali kamera Dela.
“makasih bapak. Kuyy.” Ucap Dela sambil membawa keranjangnya masuk kekebun tersebut disusul anak-anak yang lain.
Saat itu adalah moment bahagia yang dirasakan Tara, Figo, Dela, Axel, dan Rendi, dimana canda tawa banyak terbidik dikamera yang dipegang Axel. Woi itu belum bisa di petik. Rasanya manis. Stroberry dimana-mana asam. Kamu coba dulu dehh. Seger yahh. Kapan-kapan kesini lagi yah. Nanti di jus ya Del. Kok lo petik yang warna hijau. Abisnya udah gede.
Akhirnya jam mengarah ke angka 12 dan mereka memutuskan untuk makan siang dan langsung pulang ke Tembalang karena Rendi dan Tara harus pergi ke Jepara. Axel melanjut aktivitasnya di club dan Figo Bersama Dela pergi ke café.
Hari-haripun berlalu dengan sendirinya, dengan rutinitas yang berjalan seperti biasa sampai hari jumatpun tiba.
“gila bosen banget minggu ini di café mulu.” ucap Figo sambal meletakkan nampannya didepan Dela. “lo ngapain sih tiap hari disini” ucap Figo melihat Diego yang sedang mengiris daging steaknya
“lo ga lihat pake biji mata lo gue lagi makan. Lagian lo kan untung gue datang tiap hari.”
“gedeg gue lihat lo tiap hari dikursi yang sama.” Ucap Figo sambil duduk disamping Diego. “lo ga jaga Club?” Ucap Figo yang melihat Axel datang dengan buru-buru.
“Del, lo jam 6 udah selesaikan, bantu gue demi apapun yang ada di dunia ini.” Ucap Axel yang sudah berada didalam dapur minuman.
“woi orang biasa ga boleh masuk.” Ucap Figo.
“Figo shut up, Dell humh…” ucap Axel dengan ekspresi sangat memohon.
“minta tolong apa Axel? Jangan bilang perform.” Ucap Dela.
“iya Del, perform, DJ gue ga datang, please, gue udah tanya Tara katanya mereka ga bisa balik minggu ini, jadi ga mungkin Rendi ngelihat lo, jadi aman. Ok?” ucap Axel.
“ide bagus gue juga lagi bosen di Café, kita ke club ajah Del.” Ucap Figo sambal melepas celemek putihnya itu.
“tapi... huftt ya udah deh, aku juga ga tau dirumah ngapain.” Ucap Dela yang ikut melepas celemeknya juga. “let's go to party.”
“njir thanks GOD.” Ucap Axel dengan sangat antusias. “welcome to my place ma fellas”
Sekitar jam 8 malam Dela dan Figo sudah sampai di Club Axel, karena weekend club Axel sudah lumayan ramai padahal waktu masih menunjuk angka 8. Dentuman music sudah terdengar menarik untuk dibawakan ke lantai dansa.
“kita diruangan gue ajah yuk, lo perform jam 10 yah Del.” Ucap Axel sambil melangkah menuju ruangan Axel. Dari ruangan Axel dia biasa memantau cafenya, karena ruangan dari kaca tersebut tepat berada diatas café tersebut.
“disini bagus juga yah…” ucap Dela sambil meletakan laptopnya.
“yash buat ingat masa SMA ajah, but Del, lo kenapa sih ga bilang ke Rendi kalo lo itu emang anak club.” Ucap Axel.
“Yahh buat apa ajah, toh aku udah jarang ke club.”
“tapi kan lo emang suka music del, kenapa lo pendem? Sebenernya gue kesel kenapa Rendi doang yang lo dengerin.” Ucap Figo.
“hahhaha karena sekarang Rendi itu udah jadi dunia aku Go. Jadi aku relain apapun biar dia bahagia, karena dia juga kaya gitu.” Ucap Dela sambil membuka salah satu minuman kaleng.
“helehh bacot.” Nyinyir Figo.
Axel dan Figo hanya ngobrol menunggu jam 10 tiba, sementara Dela sibuk ngurus materi musiknya di laptopnya, hingga pukul 09.30 pm Dela sudah dipanggil untuk persiapan dibelakang panggung. Sampai akhirnya Dela menggenggam microphone-nya.
“good night every body, do you want enjoy this fukin night with me?” ucap Dela yang sudah berada di stage. Suara gemuruh pengunjung cafepun sangat antusias menjawab Dela. Delapun memainkan musik andalannya yang membuat semua pengunjung club Axel menari seakan dunia ini adalah surga.
“everybody hands in the air.” Suasana didalam Clubpun semakin panas dan keringat Dela mulai telihat dikeningnya “let me show you.” Ucap Dela sambil membuka crop hoodynya dan melemparkannya kearah riuhnya club Axel. “one two three.” Kini Dela hanya menggunakan tanktop yang hanya menutupi batas dadanya, bekas operasinyapun terlihat sesekali.
“you are the realy bitchy Dela.” Ucap Figo dari ruangan Axel.
“lo lihat itu ga Figo.” Ucap Axel sambil menunjuk salah seorang dikerumunan.
“anjir dia kapan ada disitu? Ucap Figo panik. “turun gihh.” Figo berlari keluar ruangan Axel disusul Axel.
Sore tadi percakapan di Cafe Figo,
“ma fellas apaan, lo bareng gue ajah La, masih mau mandi kan.” Ucap Figo.
“yups, ntar kita berdua kesana sekitar jam 8 nan lah.” Ucap Dela sambil melangkah keluar dari cafe Figo.
“lo udah bisa balik lo...” Ucap Figo kepada Diego yang sedari tadi hanya mendengar percakapan mereka.
“ok... ok... bentar lagi gue balik.” Ucap Diego. “hahahhaha semudah ini mungin ngerusak hubungan orang.” Ucap Diego sambil mengketik-ketik HP-nya.
“halo Sayang, kamu punya kontak anak kedokteran ga yang lagi koas di Jepara?”
Diclub Axel, Dela masih sangat menikmati malamnya sebagai DJ sampai akhirnya matanya berhenti pada sosok yang tidak menari sama sekali ataupun menggelengkan kepalanya sama sekali namun berada di tengah kerumunan dan hanya melontarkan tatapan tajam dengan kedua tangan terkepal dan rahang yang mengeras yang terlihat menahan emosi. Sontak mata Delapun tak berkedip sama sekali, tubuhnya menegang, dan tangannya pun langsung melemas, dirasakannya ujung-ujung jarinya seperti tersetrum, dan tak sanggup lagi untuk memainkan disk nya. Delapun mundur satu langkah dari meja musiknya yang masih bermain. Terlihat Rendi yang mulai menyadari keberadaannya telah diketahui mengisyaratkan untuk pergi keluar dan meninggalkan kerumunan tersebut.
Delapun pergi kebelakang panggung dan pergi menemui Rendi dengan langkah yang berat dengan ketakutan mengguyuri tubuhnya. Dela mengepal tangannya keras dan menggigit bibir dalamnya untuk menetralkan ketakutannya dan nyata saja hal yang dilakukan Rendi ketika melihat Dela keluar dari club itu adalah menampar wajah Dela lagi sampai Dela terjatuh dan membuat tangan kirinya tergores dan sudut bibirnya pecah. Rendi langsung menarik Dela dan menggenggam tangannya kuat untuk pergi dari tempat itu namun tangan Dela satunya lagi ditahan Figo.
“kalo lo mau pergi, tinggalin Dela.” Ucap Figo yang setelah itu langsung mendapat tinju dari Rendi dan juga tinju kepada Axel.
“lo jangan pernah nemuin Dela lagi.” Ucap Rendi kepada Axel dan Figo lalu menarik tangan Dela “kunci mobil lo mana?” tanya Rendi dan Dela refleks membuka tasnya lalu langsung memberi kunci itu dengan tangan yang gemetar kepada Rendi, Rendi menarik Dela ke parkiran dan memasukkan Dela kedalam mobilnya lalu pergi.
Terlihat Rendi masih menahan emosinya, Rendi menggengam stril mobil sangat kuat sampai ujung jarinya memutih. Lalu Rendi memastikan kaca mobilnya tertutup dan menghidupkan AC mobil sampai full. Dela masih diam dan hanya menunduk menahan air matanya yang selalu menetes. Rendi meminggirkan mobilnya dan memukul stir mobilnya dengan sangat keras dan teriak memaki-maki bebas. Delapun mulai kedinginan parah karena tank top dan hotpants yang digunakannya. Delapun memberanikan diri untuk mengecilkan AC mobil, namun tangannya langsung ditahan Rendi.
“Del, tadi lo kaya perek sumpah.” Ucap Rendi sambil menatap tajam langsung ke mata Dela yang membuat Dela merasa sangat terintimidasi.
“ma... maaf maaf Rendi.” Ucap Dela yang sudah sangat ketakutan dicampur dinginnya yang mulai membirukan bibir Dela.
“maaf? Gue kecewa banget sama lo La.” ucap Rendi sambil melihat luka bekas operasinya kemarin.
“Rendi please no...” ucap Dela sambil menangis dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“why? Lo minum aklohol, lo jingkrak-jingkrak ini ga sebanding La.” Ucap Rendi yang sedang membersihkan sudut luka Dela.
“Rendi please, sakit. Sumpah please.” Ucap Dela sambil menangis yang mencoba menahan tangan Rendi yang sudah menyentuh luka yang sudut-sudutnya masih basah itu.
Rendi menggepal tangannya dan memukul kaca pintu mobil yang berada disamping Dela hingga kaca itu retak.
“Rendi, kamu ngapain sih tangan kamu bisa luka.” ucap Dela sambil memegang tangan kanan Rendi, namun langsung ditepis Rendi..
“LO YANG NGAPAIN? Lo ga pernah Arghh...” teriak Rendi sambil menatap Dela lalu menyalakan mobilnya dan mulai berjalan.
“Rendi ini dingin banget sumpah. Maaf...” ucap Dela yang masih menangis sedari tadi.
“gue kepanasan, gue bisa bunuh lo, kalo emosi gue meledak-ledak.” Ucap Rendi yang masih memfokuskan perhatiannya ke jalanan. Delapun mulai menggigil dan mencoba menarik tangan kanannya yang sedari tadi di genggaman Rendi. Handpone Dela dari tadi selalu berdering telepon dari Axel.
“matiin ajah.” Ucap Rendi namun Dela mengangkatnya.
“Axel lo dimana?” Ucap Dela yang sudah terlihat sulit bernafas karena kedinginan.
“lo dimana Del?” Ucap Axel
“apa? Dela gue bilang mattin ” ucap Rendi memperkuat genggamannya.
“sakit Rendi sumpah.” Ucap Dela yang tiba-tiba melayang, “aku merasa sedang berputar-putar didalam mobil. Pecahan kaca mulai menusuki kulit wajah ku dan tangan ku, tapi tak terasa sakit, kenapa aku gak ngerasain kakiku? semua seperti slowmotion, aku melihat Rendi yang dihimpit air bagnya dan masih menggenggam tangan ku. Namun langsung terlepas, mengapa hanya aku yang bergerak kesana kemari? Kulihat darah mengalir diperutku, kulihat juga pintu mobilku terbuka dan langsung menarikku keluar, dan akhirnya aku berhenti berputar. aku terletak dipermukaan datar berwarna hitam kasar, ku lihat cahaya kuning yang sangat menyilaukan dan aku batuk beberapa kali, pandanganku mulai buram dan aku tak merasakan apa-apa lagi.” Handphone yang masih terhubung ke Axel kini mendarat entah dimana.
Diclub Axel, Axel masih teriak memanggil Dela dibalik handphonenya.
“Go kayanya mereka kecelakaan.” Ucap Axel dengan air wajahnya yang sudah pucat.
“maksud lo?” ucap Figo.
“gue denger, kita harus nyari Dela.” Ucap Axel yang berlari ke parkiran dan menghidupkan mobilnya dan langsung pergi.
Lalulintas dalam sekejap menjadi macet total karena mobil Rendi menabrak beton pembatas jalan, mendarat sejauh 20 meter dan menabrak beberapa mobil yang melintas. Orang-orangpun mulai membantu Rendi yang masih terjebak didalam seatbelt dan air bagnya. Ambulans masih belum terlihat.