"Eerrghh… kau berisik sekali," Dylan berpura-pura ia masih sepenuhnya mabuk dan kata-katanya kembali meracau. Dengan kepala yang rasanya diberi beban sekarung bebatuan, Dylan berusaha bangun dari tidurnya. Dalam keadaan setengah sadar, Dylan melingkarkan lengannya ke leher Sierra yang hendak beranjak dari spring bed.
"Sepertinya susah sekali berkata kepada gadis sepertimu. Bukankah tadi aku berkata bahwa aku ingin supaya kau tidak meninggalkanku hingga aku benar-benar tertidur?" ujar Dylan. Ia meletakkan dagunya dengan perlahan di atas bahu Sierra yang ramping. Bahkan dalam keadaan mata tertutup, ia dapat merasakan bahwa gadis itu melonjak kaget karena gerakan Dylan yang sedikit… lancang.
"Hei… Dylan… apa yang kau inginkan? Tolong lepaskan aku," kata Sierra sambil berusaha menyingkirkan lengan Dylan dari lehernya. Perasaan Sierra menjadi semakin campur aduk saat ini. Ia tahu ia harus melepaskan diri dari Dylan, namun entah mengapa berada di sisi Dylan membuatnya merasakan aman dan damai yang belum pernah ia dapatkan di tempat lain.
Sierra membalikkan tubuhnya dan menghadapi Dylan. "Dylan, kau mabuk sekarang. Kupikir kau sebaiknya segera kembali tidur. Jangan melakukan hal bodoh. Uhm… aku berjanji aku akan menemanimu hingga kau benar-benar pulas tertidur," ucap Sierra, sambil menyingkirkan sebagian rambut Dylan yang menutupi wajahnya.
Tuhanku, mengapa rasanya seperti ini? Mengapa sentuhan tangannya dapat membekukan seluruh tubuhku dalam sekejap? Perasaan macam apa ini? pikir Dylan. Ia merasa detak jantungnya berubah tak beraturan. Apakah ini perasaan suka seperti yang biasa aku perankan dalam film dan drama? Tapi rasanya yang satu ini jauh lebih nyata.
Tiba-tiba Dylan berdiri, dan mendorong Sierra hingga tubuh ramping gadis itu menyentuh dinding. Di luar pengendalian dirinya, ia hampir saja hendak mencium bibir lembab Sierra, namun kemudian ia sadar bahwa dirinya mungkin bukanlah siapapun bagi Sierra. Ia mengalihkan sasaran ciumannya ke sudut bibir Sierra. Rupanya, hanya dengan sentuhan kecil itu cukup membuat Sierra menjadi sensitif. Sierra segera mendorong Dylan dengan kasar, sepertinya ia benar-benar merasa bahwa Dylan adalah pria kurang hajar.
"Apa maksudmu dengan… itu tadi?" tanya Sierra setengah membentak. Dylan melihat Sierra menghembuskan nafasnya dengan keras karena berusaha menahan emosinya supaya tidak segera meledak.
"Si… Sierra… aku… tadi aku benar-benar berada di luar pengendalian diriku. Maafkan aku, aku tahu aku sangat lancang," ujar Dylan dengan nada penuh penyesalan. Dan kau tahu, begitu mendengar permohonan maaf Dylan, Sierra langsung tak dapat menyimpan amarah apapun kepadanya. Entah mengapa hatinya menjadi begitu lunak ketika ia bertemu dengan Dylan, seorang pria yang baru ditemuinya dalam beberapa bulan terakhir ini.
"Sierra, apakah kau bersedia mendengarkan pernyataan perasaaan seorang pria yang baru saja mabuk ini? Jika kau mendengarnya sekarang, apakah kemudian kau akan mengungkit masalah ini di kemudian hari?" tanya Dylan dengan misterius.
"A… aku… apa lagi maksud perkataan ini? Pernyataan perasaan?! Hmm… karena saat ini aku menganggapmu sebagai seorang yang mabuk, maka aku takkan menganggap semua yang kau perbuat hari ini sebagai suatu keseriusan. Soal pernyataan perasaan ini… juga…" jawab Sierra dengan ragu. Ia tidak merasa sepenuhnya mengerti arah pembicaraan Dylan. "Aku tak akan membahasnya jika kau tidak mengungkit perkataanmu ini kembali…" lanjut Sierra.
"Baiklah. Kalau begitu, jangan katakan pada siapapun juga. Ini adalah RAHASIA. Hanya dua pasang mata ini saja yang tahu," ucap Dylan dengan nada misterius. Dylan mendekatkan mulutnya ke telinga Sierra yang memerah, kemudian berbisik, "I think I gonna like you."
***
Sierra segera mengambil tas ranselnya dari sofa dan akan melarikan diri secepat-cepatnya. Sierra membuka pintu kamar dan dengan terburu-buru menutupnya kembali, sehingga terdengar suara berdebum yang cukup keras. Ia tak tahu apakah ia membangunkan pengunjung hotel lainnya pada pagi subuh ini.
Sierra akhirnya dapat menghembuskan nafasnya dengan lega setelah ia tiba di lobi hotel. Sierra segera berlari kecil menuju jalan raya, dan mencegat taxi yang lewat.
"Ke mana, Nona?"
"Asrama putri Peking University," jawab Sierra singkat. Ia kemudian berusaha merilekskan tubuhnya dengan menyandarkan kepalanya pada sandaran mobil.
Sierra membuka pintu kamar asramanya perlahan untuk meminimalisir bunyi derit pintu yang ditimbulkan sehingga kedatangannya tidak mengganggu istirahat teman sekamarnya. Sierra menaruh tasnya di kursi, kemudian ia merebahkan tubuhnya di kasurnya. Hari itu adalah hari yang sungguh melelahkan, dan harus diakui, hari tersebut merupakan satu dari jutaan hari yang paling gila dalam hidupnya.
Setelah kejadian pada malam itu, Sierra menjadi lebih jarang berkomunikasi dengan Dylan. Ia mulai merasa canggung dengan hubungan mereka, tidak sesantai saat mereka hanya sebagai teman dulu. Sierra bertemu dengan Dylan beberapa kali saat shooting film Colorful Day, dan juga beberapa kali mereka berpasangan dalam berbagai acara variety show. Sierra tetap memegang teguh perkataannya waktu itu, bahwa ia takkan pernah membahas masalah itu di kemudian hari jika bukan Dylan yang mengungkitnya terlebih dahulu. Ini hanyalah prinsip sederhana seorang gadis.
***
Ting tong… terdengar sebuah notifikasi yang muncul dari iPhone Sierra. Sierra yang sedang makan di kantin universitas segera membuka notifikasi tersebut. Rupanya ada seseorang yang mengirimkan pesan teks kepadanya melalui Weibo, dan orang itu adalah… Dylan Zhang Xiao.
Sierra, bisakah kita bertemu nanti siang setelah kelas kuliahmu selesai? Aku akan menjemputmu di depan gerbang kampus. Lewat mana kau biasanya keluar? Sierra membaca pesan teks tersebut sekilas.
"Huft… Dylan, sesungguhnya bukannya aku yang ingin menghindar darimu. Tapi entah kenapa aku merasa akan terjadi hal buruk dalam waktu dekat setelah kita menjalin hubungan lebih lanjut," gumam Sierra dengan muram.
Karena saat itu Sierra sedang berada di kelas Chinese calligraphy, Sierra merasa ia harus berhati-hati saat akan menjawab pesan teks Dylan. Jika dosennya mendapati bahwa salah seorang mahasiswanya tidak menyimak kata-katanya dengan baik, maka dapat dipastikan dosen tersebut akan membawanya dalam masalah-masalah yang merepotkan, seperti harus berhadapan dengan kepala yayasan ataupun memperoleh kesulitan saat proses penuntasan praktek lapangannya.
Sierra menoleh ke kanan dan kiri, dan setelah memastikan bahwa sang dosen sedang berkutat pada PowerPoint yang dibuatnya ia segera mengetikkan pesan jawaban. Yeah… sepertinya aku bisa. Kau dapat menjemputku di gerbang timur 2 Peking University.
***
Mobil BMW berwarna hitam terparkir dengan rapi di halaman parkir mobil Peking University. Seorang mahasiswa BFA turun dari mobil tersebut, dan berjalan dengan gaya elegan seorang aktor muda sambil memasukkan tangannya dalam saku celana hitamnya. Penampilannya yang cukup menonjol itu menarik perhatian gadis-gadis yang lewat di sekitar halaman parkir tersebut. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang berdesak-desakan di belakang pria tersebut hanya untuk mendapat foto punggung seorang aktor pendatang baru bernama Dylan Zhang Xiao.
Dylan yang sudah terbiasa dengan suasana seperti ini di dunia selebriti tidak menghiraukan banyaknya orang yang bergerombol mengikuti langkahnya. Dylan berjalan dengan langkah cepat menuju gerbang timur 2 Peking University, dan dalam waktu singkat ia segera menemukan gadis yang akan dijemputnya.
"Sierra…" panggil Dylan singkat, yang kemudian dengan cepat direspons oleh Sierra.
"Eh… Dylan? Kau sudah tiba?" sahut Sierra. Kemudian pandangannya segera teralihkan pada gerombolan orang yang mengikuti Dylan dan berkali-kali mengambil foto dengan sorotan cahaya flashlight yang menyilaukan mata Sierra. Sierra menyipitkan matanya untuk mengurangi cahaya yang tertangkap oleh matanya.
"Ayo, cepat! Netizen benar-benar merepotkan… sepertinya kau tidak terlalu terbiasa dengan sorotan kamera sebanyak ini," kata Dylan cepat sambil menarik tangan Sierra untuk segera menuju mobilnya.
Dylan membukakan pintu mobilnya tempat Sierra akan duduk, kemudian ia berputar arah untuk menuju ke kursi pengemudi. Dylan mengenakan sabuk pengamannya, kemudian ia segera menginjak pedal gas dan mereka berdua pergi dari lokasi Peking University.
Dylan duduk berhadapan dengan Sierra di sebuah restoran yang siang itu sedang sepi. Mereka berdua duduk dengan canggung, dan keduanya seperti berada dalam dunianya masing-masing. Sierra terlihat sedang mengaitkan kedua telunjuknya dengan gerakan gugup.
"Hhh… tak pernah kukira aku akan bertemu dengan gadis penulis berpendirian teguh sepertimu," kata Dylan untuk membuka pembicaraan. Ia sebenarnya hendak membuka percakapan dengan kata-kata yang ringan dan tidak membuat situasi semakin canggung.
"Aku juga tak pernah berpikir seperti itu. Dan rupanya takdir mempertemukan kita dengan caranya sendiri," sahut Sierra untuk menyambung pernyataan Dylan.
Dylan segera menoleh ke arah Sierra dengan cepat, dan gerakan yang agak terlalu cepat itu membuat Sierra sedikit kaget. "Uhm… mungkin sebaiknya kita memesan minuman terlebih dahulu," kata Dylan untuk mengalihkan topik pembicaraan. Ia berusaha mengatur perasaannya sendiri dahulu sebelum mengutarakan segala pemikirannya pada Sierra.
Dylan menepuk tangannya beberapa kali dan seorang waiter pun segera datang. "Aku memesan dua gelas jus wortel. Hanya itu saja," ujar Dylan singkat. Waiter itu segera mencatat pesanan Dylan dan kemudian pergi meninggalkan mereka.
"Mengapa jus wortel? Atau kau adalah penggemar jus wortel? Kupikir jus wortel tidak terlalu lezat bagi sebagian besar orang," ujar Sierra setelah si waiter melenggang pergi.
"Jus wortel tidak lezat? Hmm… lalu apakah kau menyukai jus wortel?" Dylan menjawab pertanyaan Sierra dengan balik bertanya.
"Yeah… bagiku setidaknya itu cukup untuk memulihkan dahaga," jawab Sierra.
"Uhm… aku sebenarnya hanya ingin mengenang kembali moment itu… saat aku pertama kali bertemu denganmu," kata Dylan dengan dramatis.
"Mmm… sebenarnya, ada beberapa orang yang bernasib baik dan yang bernasib kurang baik di dunia ini. Mereka yang memiliki kemujuran besar dapat memilih jalan hidupnya dengan otoritasnya sendiri, hidupnya sepenuhnya bergantung pada pilihan-pilihan dan keputusan yang dibuatnya. Sedangkan mereka yang bernasib kurang baik adalah mereka yang sebagian besar jalan hidupnya ditentukan oleh kondisi. Mereka tidak dapat memilih jalan hidupnya sendiri, karena keadaan ekonomi dan finansial mereka yang tidak mendukung. Mereka mungkin terpaksa menyukai apa yang tidak mereka sukai, bahkan mencintai apa yang mereka benci. Namun, apa kau pernah mengetahui? Bahwa rahasia keberhasilan setiap umat manusia adalah kerja kerasnya masing-masing…"
"Jadi kau sebenarnya tidak suka jus wortel? Ah… maafkan aku yang memesankanmu minuman itu. Kupikir kau minum karena kau menyukainya…" ujar Dylan dengan bingung. Ia tak menyangka bahwa tindakannya ini ternyata juga adalah sebuah kesalahan pada permulaan. Mungkin ia terlalu sok tahu.
"Tak apa. Aku hanya ingin mengatakan bahwa sebagian besar moment terjadi tanpa dapat kau ekspetasikan. Benar, kan?" tanya Sierra. Yang hanya ditanggapi Dylan dengan anggukan pasrah. "Sebenarnya aku juga tak terlalu menyukai jus wortel, namun saat aku berkunjung di BFA aku benar-benar bingung harus membeli minuman apa. Karena jus wortel adalah minuman paling murah yang aku temukan, maka aku membelinya. Hanya sesederhana itu. Kau tentu masih mengingat bagaimana keadaanku saat itu," lanjut Sierra.
Seorang waiter berjalan ke arah meja mereka sambil membawa dua gelas jus wortel. Sepertinya itu pesanan mereka. Dan benar saja, waiter itu segera menaruh kedua gelas minuman itu di meja Dylan dan Sierra.
Dylan segera menarik gelas jus ke arahnya dan ia menyeruputnya dengan terlalu bersemangat. "Kau tahu, Sierra? Kupikir saat ini jus wortel adalah minuman favoritku," kata Dylan dengan antusias, semangat dalam dirinya kembali berkobar seperti biasanya.
"Hehe… senang melihatmu dapat tertawa seperti biasanya," kata Sierra, entah mengapa ia menjadi begitu bahagia ketika ia menyaksikan Dylan sedang tertawa.
"Ehm… Sierra… waktu aku mabuk beberapa waktu yang lalu… kata-kata itu…" ujar Dylan dengan sedikit terbata-bata. Sierra memandangnya dengan tatapan yang manis, seolah-olah ia siap mendengarkan apa saja yang akan dikatakan Dylan. Dylan menghembuskan nafasnya agar ia dapat mengatur emosinya dengan baik. "Saat itu… sebenarnya… aku sudah tidak mabuk saat mengatakan 'I think I gonna like you', dan aku benar-benar serius saat mengatakannya," lanjut Dylan akhirnya. Rasanya ada sebuah beban yang berhasil ia lepaskan setelah ia mengungkapkan kata-kata tersebut.
"Hmm… kau pikir aku tidak tahu bahwa kau berpura-pura? Aktingmu buruk sekali saat itu. Aku pun heran mengapa kau bisa cepat melejit sebagai aktor pendatang baru," tanggap Sierra dengan ekspresi santai.
"Ehm… jika aku mengatakannya sekali lagi saat ini, apakah kau…" Dylan sengaja menggantung kata-katanya. Ia melihat reaksi Sierra yang melihatnya dengan tatapan bingung. "Ehm… aku tidak memaksamu menjawab 'ya'. Hanya saja, apakah kau mempunyai kepastian tentang… kau akan memberikan jawaban apa jika aku menanyakan hal itu kepadamu sekarang?" lanjut Dylan.
"A… aku…" Sierra langsung bingung dan otaknya sedang berputar-putar cepat untuk memilih kata-kata apa yang akan disampaikannya kepada Dylan. Ia tidak ingin melukai perasaan Dylan sehingga hubungan mereka menjadi hancur, namun di sisi lain ia juga tidak memiliki kepastian jawaban.
"Ehm… aku… maka aku akan menjawab dengan jujur saja. Sebenarnya aku belum memiliki kepastian jawaban. Jika kau berniat mengutarakan kalimat itu sekali lagi, tolong beri aku untuk berpikir," jawab Sierra akhirnya. "Karena…"
"Karena apa?" tanya Dylan tak sabaran.
"Karena aku masih menunggu munculnya seorang pria. Seorang pria yang menolongku saat kecelakaan angkutan umum beberapa tahun silam," kata Sierra. Ia sebenarnya tidak ingin mengatakan hal ini secara langsung kepada Dylan, namun sepertinya Dylan benar-benar menginginkan jawaban yang instan.
"Sepertinya kedudukanku di hatimu tidak ada apa-apanya dibandingkan pria tersebut," sahut Dylan setelah ia terlihat telah lama menahan nafasnya.
"B-bukan seperti itu. Kau adalah temanku, dan aku sungguh menghargai hubungan ini. Dan jika kita benar-benar berjodoh, maka takdir yang akan mempertemukan kita. Kau… mengerti maksudku?" Sierra berusaha menjelaskan semuanya dengan hati-hati, dengan harapan tipis bahwa Dylan akan memahami pemikirannya.
"Yeah… kupikir aku mengerti. Tapi, bagaimana jika pria itu tidak akan muncul kembali dalam hidupmu?"
"Itu bisa saja terjadi. Namun setidaknya aku dapat menunggunya hingga beberapa tahun mendatang," jawab Sierra.
"Baiklah. Dan selama itu pula aku akan tetap menantikanmu."
Tema-nya tentang penulis. Keinginan Sierra sama dengan keinginan seluruh penulis TinLit.
Comment on chapter BAB 3 The Way People Enjoy Their YouthSukses ya untuk ceritanya, Semoga bisa sesukses seperti karya Sierra.