Para manajer Hunan Academy, calon aktor pemeran utama, penulis, dan editor berdiskusi selama hampir dua jam diselingi dengan makan dan minum beer. Dengan penuh pertimbangan dan argumentasi, mereka semua akhirnya sepakat untuk mulai melaksanakan shooting untuk film Colorful Day bulan depan. Sierra dan perwakilan dari Hunan Entertaiment menandatangani berlembar-lembar kertas yang berisi perjanjian kontrak yang akan berlaku dalam proses produksi film Colorful Day.
"Pertama-tama, aku bersulang untuk Nona Li atas kesediaannya bekerja sama dengan kami untuk produksi film Colorful Day ini," ujar Tuan Zhao. Ia menuangkan beer ke dalam gelas Sierra dan mereka pun bersulang, seperti kebiasaan orang-orang Beijing setelah usai membuat kesepakatan.
"Terima kasih juga, Tuan Zhao. Yang bersedia mengadaptasi tulisan saya yang absurd ini," sahut Sierra dengan bercanda.
Dan acara minum-minum pun dilakukan hingga larut malam. Sierra hanya minum sedikit beer sebagai unjuk rasa hormatnya kepada para manajer Hunan Entertaiment. Selain itu, Sierra hanya meminum jus jeruknya karena ia tidak ingin mabuk di hadapan orang-orang penting seperti ini.
Ketika waktu telah menunjukkan pukul 01.00 a.m., satu persatu dari mereka mulai pulang dalam keadaan mabuk. Editor Sierra, Nona Wang juga sudah pulang. Namun, entah kenapa Sierra masih ingin berada di restoran ini.
Pintu ruangan VIP itu terbuka, dan ia bisa melihat banyak pasangan yang sedang berkencan di malam hari. Beberapa di antara mereka sedang berbincang santai sambil memakan camilan ringan, ada yang sedang menari dan larut dalam gemerlap ruangan karaoke, dan ada pula yang sepertinya sedang bertengkar.
Sierra memperhatikan suasana itu dengan seksama, karena baginya melakukan riset lapangan seperti ini adalah sumber inspirasi paling manjur dalam menulis novelnya. Rasanya enggan kembali ke asramanya ketika mood menulisnya sedang benar-benar bagus. Sierra mengeluarkan buku catatannya dari tas ranselnya, kemudian membuat coret-coretan berantakan mengenai kerangka cerita yang akan dikembangkannya setelah tiba di asrama nanti.
"Euh… kejam sekali mereka meninggalkanku sendirian di sini…" terdengar suara Dylan dari ujung meja. Sierra yang sedang asyik menulis sedikit terlonjak karena tiba-tiba mendengar suara Dylan. Sejak tadi ia benar-benar merasa bahwa ia sendirian, rupanya Dylan sedang tertidur pulas di sudut lain meja, dan ia baru saja bersuara kali ini.
"Haha… tapi kau tidak akan meninggalkanku, kan Sierra? Haha… aku tahu itu," Dylan berkata-kata dengan sangat kacau. Ia berdiri dari tempat duduknya dan berusaha menghampiri Sierra. Sierra segera memasukkan barang-barangnya ke dalam ransel dengan cekatan. Ia kemudian segera memapah Dylan yang berjalan sempoyongan.
"Dylan, kau benar-benar mabuk. Bisakah kau duduk terlebih dahulu?" ujar Sierra sambil menarik salah satu kursi dan mendudukkan Dylan di kursi tersebut. "Aku akan memanggil taxi untuk menjemput kita di sini."
Euh… aku harus membawanya keluar dulu baru aku dapat mencegat taxi. Dan lagi… aku akan mengantarnya ke mana? Pikir Sierra bingung. Akhirnya ia mengguncang-guncangkan tubuh Dylan dengan kasar, dengan harapan Dylan akan bangun dan sadar.
"Oi… kau ingin aku mengantarmu ke mana?" ujar Sierra ketus.
Dylan membuka matanya sedikit. Sierra hampir-hampir bahagia karena tadinya ia pikir caranya itu berhasil, namun ternyata jawaban yang diberikan Dylan tidak seperti yang diharapkannya.
"Bawa aku ke mana? Bawa aku ke dalam ceruk hatimu yang terdalam dan aku akan tidur dengan nyaman di dalamnya," ujar Dylan.
"Huft… bajingan!" sahut Sierra sambil menendang kaki kursi yang Dylan duduki. Namun, siapa sangka ternyata di balik sikapnya yang berpura-pura marah itu, ternyata dalam hatinya Sierra merasa tersipu malu. Hmm… mungkin sebaiknya aku mengantarkannya ke hotel saja.
Sierra yang sedang memapah tubuh Dylan merasa semangatnya kembali berkobar ketika ada taxi yang melewati jalanan tersebut. Sierra melambai-lambaikan tangannya dengan bersemangat untuk mencegat taxi tersebut. Setelah taxi tersebut berhenti di depan mereka, Sierra membuka pintu belakang kemudian melemparkan tubuh Dylan di kursi belakang. Setelah itu, ia duduk di kursi depan di samping supir.
"Bawa kami ke hotel yang terdekat dan termurah di sini," kata Sierra singkat. Maka kemudian taxi pun melaju dengan kecepatan normal menuju Hotel Wangfujing.
***
Punggung Sierra rasanya telah begitu sakit setelah memapah Dylan dari lantai satu hingga kamar Hotel Wangfujing di lantai 13. Yeah… memang ada lift, namun Sierra tak sekuat itu untuk menahan tubuh seorang pria muda.
Sret… Sierra menggesekkan kartunya untuk membuka pintu kamar hotel. Setelah sampai di sisi tempat tidur, Sierra segera melemparkan tubuh Dylan ke atas spring bed. Rasanya ia telah membuang semua beban hidupnya dengan melemparkan tubuh Dylan ke atas kasur. Eah… punggungku dapat diluruskan sekarang, gumam Sierra sambil meregangkan otot-ototnya.
Sierra melirik cara tidur Dylan dan berkacak pinggang melihatnya. Sierra segera memperbaiki posisi tidur Dylan sedikit, kemudian menyelimuti tubuhnya dengan lembut. Namun tiba-tiba, tangan Dylan mencengkeram pergelangan tangan Sierra dengan erat.
"Jangan pergi…" erang Dylan tak jelas, namun Sierra masih dapat mendengarkan dengan pasti apa yang dikatakannya.
Tanpa disangka, seketika itu juga, memori peristiwa yang tersimpan di otaknya selama beberapa tahun terakhir ini seperti diputar kembali dengan kecepatan tinggi. Kelebatan-kelebatan bayangan orang yang berlalu lalang, ramainya lalu lintas, suara hantaman angkutan kota yang menabrak, dan satu persatu orang yang menindihnya ditolong. Hingga akhirnya tinggal ia sendirian di dasar angkutan itu, kemudian seorang pria – yang tak diketahuinya – menarik pergelangan tangannya dengan lembut supaya ia dapat keluar dari angkutan itu. Kemudian pria tersebut menggendongnya masuk ke ambulans, dan setelah itu pria tersebut tak pernah muncul lagi di hadapan Sierra.
"Hhh… apa yang kupikirkan barusan?" ucap Sierra. Ia terduduk di atas kasur, di samping Dylan tertidur. Jemari-jemari Dylan masih memegangi pergelangan tangannya dengan erat, dan tanpa Sierra sadari keringat dingin mulai menetes dari keningnya. Dengan tangannya yang bergetar hebat, Sierra mengeluarkan sebuah kalung yang terbuat dari manik-manik kayu dari tasnya. Ia meremas-remas benda tersebut dengan perasaan gelisah, dan kemudian pandangannya beralih kepada Dylan yang sedang tertidur tenang. Perlahan-lahan, Sierra mendekatkan wajahnya ke arah leher Dylan, dan berusaha memeras ingatannya mengenai bagaimana persisnya bentuk leher pria yang menolongnya saat itu.
"Eerrgh… mengapa aku tak bisa mengingat sedikitpun?" keluh Sierra dengan rasa penyesalan yang besar. Semestinya saat itu ia memperhatikan dengan jelas satu-satunya objek yang dapat membantunya mencari pria yang menolongnya tempo dulu.
***
Dylan yang mabuk merasakan keberadaan Sierra yang tak jauh darinya. Ia membuka matanya sedikit, untuk melihat di mana Sierra berada saat itu. Ia hampir saja melonjak kaget ketika dilihatnya kening putih gadis itu berada tak jauh dari dagunya, namun untung saja ia tetap berhasil untuk menguasai diri dan tak bergerak sehingga Sierra tak menyadari bahwa Dylan sudah bangun.
"Eerrgh… mengapa aku tak bisa mengingat sedikitpun?" Dylan mendengar dengan jelas keluhan gadis itu. Ia membuka sedikit matanya supaya ia dapat melihat apa yang dilakukan gadis itu. Terlihat Sierra sedang mengacak-acak rambutnya sendiri seperti orang yang sedang frustasi. Masalah apa lagi yang sedang dihadapi oleh gadis tersebut?
Tema-nya tentang penulis. Keinginan Sierra sama dengan keinginan seluruh penulis TinLit.
Comment on chapter BAB 3 The Way People Enjoy Their YouthSukses ya untuk ceritanya, Semoga bisa sesukses seperti karya Sierra.