“Allahhuakbar Allahhuakbar Allahhuakbar....” Suara takbir bersahutan mengawali azan dhuhur di setiap tempat, seakan membelah keramaian Kota. Begitu syahdu, hingga membuat beberapa hati bergetar.
Panggilan sholat yang sejatinya menjadi pengingat setiap diri untuk bergegas menghadap Sang Pencipta, nyatanya tak semua segera datang. Beberapa hanya sejenak menghentikan kegiatannya hingga lantunan azan tak terdengar lagi, beberapa melanjutkan kegiatannya sembari sesekali mendengar lantunan azan, sedangkan beberapa lagi malah tak hirau dengan suara azan.
Termasuk siswa/siswi di setiap kelas yang selalu membuat gaduh di saat guru yang mengajar tak datang. Kebiasaan yang selalu terjadi pada setiap sekolah manapun. Suara azan yang masih menggema seakan tak bisa meredam mereka. Hingga kumandang azan berlalu begitu saja, hanya sekedar menjadi penghias langit.
Di dalam kelas 1.6, enam siswa bercakap pelan di dua meja dari belakang, terlihat serius sembari sesekali mengarahkan pandangannya pada Arman yang tengah berusaha mengerjakan soal-soal di buku Lembar Keja Siswa. Tak lama kemudian salah satu siswa dari mereka memanggil Teguh, ketua kelas di kelas 10.6.
Dengan kening merapat Teguh mendengar apa yang dikatakan oleh enam siswa tersebut. Tak lama berselang tiga siswi ikut berembug bersama mereka. Galih yang sedang mengobrol dengan Wita yang mejanya tak jauh dari mereka, sepuluh siswa yang sedang membicarakan Arman ternyata diam-diam mencuri dengar. Awalnya Galih tak tertarik dan memutuskan pergi, karena dirinya tak suka terlibat dengan keusilan dari teman-temannya. Namun, ia memutuskan untuk kembali ke meja Wita sembari memberi tanda pada Wita untuk tak menoleh ke samping pada sepuluh temannya yang sedang merencanakan sesuatu itu.
Hingga tujuh siswa dan tiga siswi tersebut akhirnya sepakat, bahwa mereka akan menguji Arman. Pertama, membuktikan perkataan Arman bahwa Arman mempunyai guru bernama Kyai Ahmad di pesantren Al Fattah. Kedua, mereka akan mengadakan tes membaca Alquran. Ketiga, mereka akan meminta Arman untuk menerangkan mengenai ayat-ayat yang dibacanya.
Menyusul kemudian suara bel keras terdengar, pertanda pulang sekolah. Saat itulah siswa/siswi terlihat kalang kabut, memasukkan buku-buku, kemudian lekas menghampiri pintu kelas. Begitu juga dengan Arman yang tak mau berlama-lama di dalam kelas. Namun langkahnya terhenti sebelum pintu kelas, saat Teguh menahan lengannya sembari berkata “Man tunggu, gimana kalo kita sholat dulu di masjid.”
Saat itu juga Arman berkata tanpa ada pikiran lain yang terlintas, walaupun dirinya harus memberitahu Koko dulu untuk menunggu dirinya bila sholat di masjid sekolah “Baik, ayo sholat dulu. Saya beritahu Koko dulu kalau mau sholat dulu.”
Sembari tersenyum Teguh mengiyakan, kemudian Arman berlalu keluar kelas. Masuk ke dalam kelas 10.2 ternyata Arman tak menemukan Koko. Membuat keningnya merapat sembari pandangannya celingukan ke sana kemari, karena tak biasanya Koko keluar kelas sebelum dirinya menyusul Koko di kelas 10.2. Setelah itu pandangannya berhenti pada dua siswi kelas 10.2 yang melintasi kelas 1.2. Tergesa Arman menghampiri, kemudian menghentikan langkah mereka dengan perkataannya “Tunggu.”
Hingga kedua siswi akhirnya berhenti melangkah, kemudian melihat Arman berdiri di hadapan mereka dengan nafas tersengal. Dengan heran mereka bertanya “Apa Man?”
Sebelum Arman menjawab, ternyata Resi kembali berkata “Pasti nyari Koko.”
“Iya, pasti kalian tahu kan?”
“Ya pasti gak tahu Man, kan kita bukan malaikat pelindungnya.” Jawab Ani. Sementara Resi hanya tersenyum.
“Tapi kan...”
“Tapi kan kita satu kelas? Gini loh Man, Koko itu gak pernah ngomong sama kita kalau mau kemana-mana, jadi mana kita tahu.” Resi memotong.
“Udahlah Man, kamu tanya yang lain saja. Atau tanya ke penjaga sekolah, mungkin Pak Ali lebih tahu, karena punya CCTV.” Kata Ani sembari tersenyum.
“CCTV?” Arman mengulang pelan dengan kening merapat.
Setelah itu Ani dan Resi melangkah pergi, meninggalkan Arman yang membatu sementara otakkan terus bekerja, memikirkan kemana Koko pergi. Menyusul kemudian hatinya berbisik tegas untuk menanyakan Koko pada Pak Ali, penjaga sekolah yang lebih tahu tentang sekolah ini. Tanpa banyak berpikir lagi Arman langsung berlari. Melewati masjid sekolah sejenak Arman menoleh sembari memelankan langkahnya. Saat itulah Teguh yang mengira Arman akan masuk ke dalam masjid, segera mengabari teman-temannya untuk mempersiapkan rencana selanjutnya. Namun ternyata, Arman kembali mempercepat langkah ke arah tempat parkir sekolah. Saat itulah. Seperti biasa siang itu Narwo menjemput Arman dan Koko.
Namun lagi-lagi langkah Arman terhenti sebelum tempat parkir, saat Arman mendengar percakapan dari tiga siswi yang akan dilewatinya. Saat itu juga keningnya bertambah rapat mendengar nama Koko terucap dari salah satu siswi. Tergesa Arman menghadang tiga siswi teman satu kelasnya, kemudian tegas bertanya “Jadi kalian tahu Koko dimana?”
“Arman?” Tari mengulang heran, karena tiba-tiba Arman berdiri di hadapan mereka.
Tanpa membalas Arman memicingkan sedikit matanya, pertanda dirinya serius dengan pertanyaannya. Kemudian Ari berkata “Jam terakhir tadi, kita praktek biologi di lab. Setelah itu kita gak lihat Koko lagi.”
“Lab biologi?” Arman mengulang dengan kening merapat.
“Iya. Ya udah yuk, kita pulang.” Ucap Ari, lalu kembali melangkah bersama kedua temannya. Sementara Arman masih membatu dengan kening merapat
Saat itulah Pak Ali berjalan melewati Arman, kemudian berkata “Ayo cepat pulang, nanti keburu macet.”
Hingga Arman tersadar, kemudian memandang Pak Ali yang telah melewati dirinya. Saat itu juga terbesit di hati Arman untuk menanyakan pada Pak Ali, sebelum mencari Koko di Lab biologi. Setelah itu Pak Ali hanya menyarankan agar Arman mencari Koko ke segala penjuru sekolah. Barulah bila tetap tidak ditemukan Pak Ali bersedia memperlihatkan rekaman CCTV di sekolah itu. Namun Pak Ali memberi saran pada Arman, sebaiknya Arman meminta ijin pada pihak sekolah supaya lebih pihak sekolah membantu bila terjadi masalah.
Setelah mengerti yang dimaksud Pak Ali, Arman langsung berlari menuju kamar mandi siswa di belakang sekolah. Deretan kamar mandi di jelahi, namun tetap tak menemukan Koko. Setelah itu Arman kembali menyurusi deretan kelas dari kelas 10 hingga kelas 12, kemudian meneliti setiap ruangan, mulai dari ruang Osis hingga ruang-ruang kegiatan siswa/siswi dan kantin. Terakhir Arman naik ke lantai dua sekolah itu, tergesa berjalan ke arah labolatorium. Saat itulah pandangannya sejenak meneliti keadaan di dalam labolatorium biologi tersebut.
Saat itulah tiba-tiba pintu Lab terbuka, hingga mengagetkan Arman. Kemudian langkah kaki terdengar, hingga nampaklah Pak Komar guru biologi kelas 10, menyusul kemudian Koko sembari menggendong ransel di punggung. Memunculkan senyum di wajah Arman dan melegakan hatinya yang gelisah. Saat itu juga Koko yang melihat Arman tersenyum lebar. Setelah bertanya rupanya Koko menawarkan diri pada Pak Komar untuk membantu dirinya membersihkan ruang lab biologi setelah praktek biologi selesai, karena Koko tidak sholat saat siswa/siswi di kelasnya sholat di masjid.
Turun ke lantai satu Arman dan Koko melihat Pajero Sport warna hitam bernomor polisi T 8801 MF yang dikemudikan Narwo memasuki gerbang sekolah, kemudian berhenti di dekat pohon. Saat itu Koko menggerakkan tangannya di hadapan Arman, mengisyaratkan untuk sholat terlebih dahulu sebelum pulang. Sedikit tersentak Arman terkejut, karena dirinya tadi hendak sholat di masjid. Setelah itu Arman meminta Koko menunggu di mobil, sementara dirinya sholat di masjid.
Selesai berwuduhu Arman tergesa memasuki masjid, kemudian meletakkan ransel miliknya di dekat tembok. Setelah itu Arman langsung bergabung menjadi makmum dalam sholat berjamaah yang sudah dimulai. Menyusul kemudian Narwo tergesa memasuki masjid dan bergabung dengan jamaah yang sudah memulai sholat di paling Utara.
Hingga sholat berjamaah selesai dengan ucapan salam. Tak lama kemudian seseorang menepuk pundak Arman. Ternyata Teguh masih menanti Arman padahal Teguh sudah selesai sholat sebelum Arman ikut sholat berjamaah.
“Loh, Guh belum pulang?” Tanya Arman.
“Oh, ahmm yaaa belum, kan nunggu kamu Man.” Jawab Teguh sedikit terbata-bata.
“Nunggu aku? Ahmm, oh iya maaf tadi gak sempat ikut sholat berjamaah sama kamu Guh. Tapi alhamdulillah masih sempat ikut sholat berjamaah.”
“Ahmm yaaa gak apa-apa. Lain kali aja, ya kan?”
Kemudian Arman bangkit berdiri, berikutnya Teguh mengikuti. Sembari tersenyum Arman berkata “Ya udah, aku pulang dulu, sudah ditunggu.”
Setelah itu Arman melangkah dan hendak mengambil ransel, namun langkahnya terhenti saat Teguh menahannya. Kemudian Teguh berkata “Man, kamu gak mau ikut remaja masjid? Kamu kan belum daftar eskul.”
Membuat kening Arman sedikit merapat, saat itu juga Arman akan bertanya, namun perkataan Teguh mendahuluinya “Kegiatannya bagus Man, belajar menggali Islam, belajar Quran, trus...pokoknya kegiatan-kegiatan yang agama Islam.”
“O ya Guh? Wah sepertinya bagus Guh. Kapan kegiatannya? Caranya ikut gimana?”
“Tapi ada syaratnya kalau mau gabung sama Remaja Masjid.”
“Apa syaratnya Guh?”
“Syaratnya harus baca Quran, ngaji di depan pengurus Remas.” Teguh tegas.
Tanpa membalas Arman hanya mengangguk-angguk pelan dengan kening sedikit merapat. Kemudian Teguh melanjutkan “Sebentar lagi di masjid ini ada tes ngaji buat anggota Remas yang mau gabung. Kamu bisa ikut Man, malah aku dukung kamu harus ikut.”
Belum Arman menjawab, Narwo yang selesai sholat menghamiri Arman, dan berkata “Ayo Man.”
“Iya Pak Dhe.” Setelah itu Arman mengambil ransel miliknya di dekat tembok, namun sebuah benda jatuh dari dalam resel tanpa sepengetahuan Arman. Yang dirasa Arman saat itu hanya bersyukur pada Allah, karena dirinya tak harus berbohong pada Teguh untuk tidak mengikuti tes masuk eskul Remaja Masjid. Jujur dirinya sangat tertarik mengikuti kegiatan itu, tetapi dirinya belum lancar membaca Alquran dan khawatir siswa/siswi sekolah akan menertawakannya.
Teguh yang melihat benda terjatuh dari dalam ransel milik Arman segera mengambilnya yang ternyata Alquran ukuran kccil. Sigap pandangan Teguh mencari Arman yang sudah berlalu jauh, kemudian masuk ke dalam mobil. Saat itulah keraguan pada Arman bahwa Arman tidak bisa mengaji mulai luntur. Bagaimana mungkin Arman yang selalu membawa Alquran tidak bisa membaca Alquran dan bagaimana mungkin Arman yang sholat dan bisa baca Quran disebut kafir, hanya lantaran Arman berteman bahkan menjadi saudara angkat dari Koko yang Kristen.
Hanya orang-orang yang hatinya mati seperti jiwa yang mati sering menuduh orang muslim sebagai kafir hanya karena dia berteman dengan yang tidak seagama. Kenapa sebagian orang Islam begitu bencinya sama orang Cina yang tidak seagama, tetapi memuja orang Cina yang seagama atau menjadi mualaf. Bukankah Allah yang telah menciptakan manusia berbeda-beda, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, berlainan kulit dan jenisnya? Termasuk masalah keyakinan.