6. SEBUAH RASA
Untuk seseorang yang belum pernah mengenal cinta, apakah seperti ini rasanya?
“Jadi, hari sabtu ini lo mau kemana? Jalan sama Kemal?” Tiara memutar kursi belajar yang sedang didudukinya. Sejak setengah jam lalu, waktunya hanya dihabiskan untuk berbincang dengan Rani lewat sambungan ponsel. Dia sama sekali tidak memiliki ide untuk menghabiskan malam minggunya dengan melakukan sesuatu yang tidak biasa.
Dari ujung suara, Tiara bisa mendengar Rani sedang bergumam. “Nggak tahu deh. Kayaknya gak kemana-mana. Lo sendiri?”
Tiara terdiam sejenak. Rani yang punya pacar saja tidak kemana-mana, apalagi dirinya? Kalau ditanya seperti itu, Tiara tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin biasanya Tiara akan menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku yang belum sempat dibacanya. Tapi, hari ini rasanya dia sedang tidak ingin melakukan apa-apa.
“Ran,” Panggil Tiara, setelah tenggelam sebentar dalam pikirannya. “Ke swalayan, yuk?”
“Swalayan?” Rani mengulang kata-kata Tiara barusan, “Ngapain?”
“Hm,” Tiara kembali memikirkan idenya. “Gimana kalau malam ini kita buat acara makan malam kecil-kecilan? Kita ajak Randi dan Aldi juga datang ke sini nanti malam?”
Hening sesaat. Rani terdiam di ujung telepon. Perempuan itu tidak memberikan respon apa-apa. “Acara makan malam? Lo yakin mau undang mereka?” Suara Rani terdengar ragu.
“Yakinlah!” Tiara kembali memutar kursi belajarnya, hampir saja terjatuh.”Sekalian gue mau kenalin mereka berdua.”
“Jam berapa kita berangkat?”
“Now!” Tiara bangkit dari kursi belajarnya. Dia merasa sedikit pusing karena memutar-mutarkan diri di kursi itu. Langkah Tiara beranjak menuju kamar mandi dan hanya butuh waktu 15 menit dirinya sudah siap untuk berangkat.
Tiara menyunggingkan senyum di depan cermin. Dia tidak sabar mengenalkan Aldi pada Randi, laki-laki yang sudah menolongnya. Dia ingin Aldi tahu, kalau Randi adalah laki-laki baik yang kini juga mulai berteman dekat dengannya. Malam itu Tiara ingin membuat sebuah acara makan malam yang menyenangkan.
Sontak terdengar suara klakson mobil yang membuat Tiara terkejut. Dia menengok lewat jendela kamar, melihat Rani melambai ke arahnya dari dalam mobil. Ah, perempuan yang satu itu memang selalu datang tepat waktu. Buru-buru Tiara mengambil tasnya, menyusul Rani yang sudah menunggunya di depan rumah.
“Let’s go!” Tiara bersemangat menutup pintu mobil. Tangannya menekan tombol radio dan membiarkan telinganya diberi asupan lagu yang sedikit menghibur.
“Mau masak apa malam ini?” Tanya Rani, melihat kaca mobilnya untuk memutar kemudi.
Tiara membuka ponsel, menyambungkannya dengan koneksi internet, dan mencari beberapa menu yang ingin dia masak nanti malam. Semenjak ibunya meninggal, Tiara memang senang sekali memasak. Dia sudah mulai belajar memasak sejak usia nya 17 tahun. Satu tahun setelah ibunya pergi meninggalkannya.
“Gimana kalau malam ini kita masak black pepper sirloin steak, shrimp dumpling soup, chocolate pudding, dan..” Jemari Tiara masih menggeser layar ponselnya ke atas, mencari-cari menu terakhir yang akan dibuatnya nanti malam. “Lemon mint sparkling water.”
Rani menoleh sesaat, lalu mengacungkan jempolnya pada Tiara. “Lo jadi chef aja, nggak usah jadi dokter.” Ledeknya, membuat Tiara langsung tertawa. Rani memang sudah tahu kalau sahabatnya itu senang sekali memasak. Tidak jarang, Rani pergi ke rumah Tiara hanya karena ingin dimasakkan sesuatu.
Tiba di swalayan, Tiara langsung mengambil troli dan mendorongnya menuju tempat yang menyediakan kebutuhan daging. Matanya sudah cukup lihai melihat bahan-bahan makanan yang masih segar untuk dimasak. Pandangan Tiara sesekali melihat layar ponsel yang digenggamnya, memastikan bahan-bahan yang diambilnya tidak salah.
“Yuk, kita ke sana!” Ajak Tiara pada Rani yang bertugas mendorong troli.
“Kayaknya kapan-kapan lo harus ajarin gue masak, Ra.” Gumam Rani.
“Perasaan gue udah berkali-kali deh nawarin diri buat ajarin lo masak?”
“Masa sih?” Rani memasang raut wajah andalannya, pura-pura lupa ingatan.
“Iya, waktu terakhir kali lo masak air tapi malah gosong!” Tiara tertawa lepas dan berlari menjauh dari Rani yang ingin menabraknya dengan troli, sampai tidak melihat ada seorang perempuan yang berdiri di pendingin terbuka, Tiara menabraknya dengan tidak sengaja. “Eh, maaf, Mbak. Nggak sengaja.” Tiara mengangguk sopan, dan langsung berjalan cepat menahan rasa malunya. Rani yang berada di belakangnya tertawa puas.
“Tuh kan, akibat ngeledekin gue tuh!” Rani tertawa, menyusul Tiara yang sudah mulai menjauh.
“Sst!!” Tiara mengacungkan jari telunjuknya pada Rani, menyuruh perempuan itu berhenti tertawa. “Gue lagi fokus nih!” Candanya, lalu kembali mencari bahan-bahan yang diperlukannya, dan memasukkannya ke dalam troli.
Satu jam sudah cukup bagi Tiara untuk memastikan bahan-bahan yang diperlukannya tidak ada yang terlupa. Dia kembali memeriksa satu per satu isi trolinya. Setelah membayar di kasir, mereka langsung kembali bergegas pulang untuk menyiapkan acara makan malamnya.
“Ran, tolong hubungi Aldi dan Randi untuk datang ke sini jam 8 malam ya!” Perintah Tiara yang sedang mengeluarkan bahan-bahan masaknya dari kantung plastik.
“Siap, chef!” Rani memberi hormat pada Tiara yang mulai menyalakan kompor.
Jam dinding yang berada di dapur sudah menunjukkan pukul tiga sore. Tiara masih memiliki setidaknya 4 jam untuk menyiapkan acara makan malamnya. Ah, masakannya malam ini harus enak dan tidak boleh mengecewakan! Ucapnya, dalam hati.
***
Tiara mengambil daun mint dan meletakkannya di empat gelas Lemon mint sparkling water yang sudah dibuatnya.
“SELESAI!” Tiara melepas celemek, dan meletakkan hasil masakannya di atas meja yang sudah disiapkan sedemikian rupa oleh Rani. Ada beberapa lilin yang sudah disiapkan dan juga serbet makan berwarna putih yang sudah siap di atas meja.
“Wah, gila ya? Keren banget lo bisa masak segini banyaknya.” Rani berdiri di dekat Tiara, takjub dengan semua makanan yang sudah siap tersaji. “Gue acungin dua jempol kaki buat lo, Ra.”
Tiara tersenyum puas. Satu jam tersisa untuk dirinya bersiap-siap. “Gue mau mandi dulu, ya. Siap-siap. Lo nggak ajak Kemal ke sini juga?”
Rani menggeleng. “Dia ada tugas kuliah yang harus dikerjain. Oiya, gue siapin baju yang nanti harus lo pakai, ya!” Serunya, yang langsung disambut teriakan ‘iya’ dari dalam kamar mandi.
Beberapa saat lalu, Rani sudah lebih dulu bersiap-siap berganti pakaian. Dia mulai membuka lemari pakaian Tiara, dan melihat-lihat baju yang tergantung di dalam sana. Telunjuknya menyentuh dagu, memikirkan baju yang membuat Tiara terlihat cantik malam ini. Tentu saja dia ingin melihat Randi menyukai penampilan Tiara malam ini. Itu tujuannya. Rani ingin Tiara mulai membuka hati untuk seseorang yang belum lama ini datang di kehidupannya. Bagi Rani, sahabatnya itu tak kurang suatu apapun. Tiara adalah sahabat yang paling mendekati kata sempurna. Hatinya yang juga baik semakin menyempurnakan.
Rani mengeluarkan sebuah atasan baju one shoulder berwarna putih dan celana panjang cokelat muda berbahan beludru dari dalam lemari. Paduan yang menarik.
“Gimana? Baju apa yang harus gue pakai malam ini?” Tiara keluar dari kamar mandi dengan mengenakan baju handuknya.
“Lo coba ini.” Rani menunjuk setelan yang diletakkannya di atas tempat tidur Tiara. “Now!” Perintahnya, tidak sabar.
Tiara langsung mengambil, dan mengenakannya. Beberapa kali Tiara memutar-mutar diri di depan cermin, memastikan pilihan Rani yang tidak pernah mengecewakan kalau soal penampilan.
“Lo cantik banget, Ra.” Puji Rani, melihat Tiara yang sedang mematut diri di depan cermin. “Sekarang, lo duduk di sini. Saatnya touch-up!”
Tiara duduk di tepi tempat tidurnya, sementara Rani mulai merias wajah Tiara se-natural mungkin. Dia mengaplikasikan concealer ringan, eyeliner, dan lipstick berwarna merah di wajah Tiara yang jarang sekali dipoles make-up.
“Gimana? Lo suka?” Rani mengurai rambut Tiara, membuatnya terlihat lebih manis.
Tiara kembali berdiri, dan memandangi dirinya di depan cermin. Dia tersenyum puas pada Rani yang berdiri di belakangnya, dari balik cermin.
“Randi pasti suka lihat penampilan lo kayak gini.” Gumam Rani, membuat Tiara mengerutkan dahi.
“Oiya, mereka udah di mana?” Tiara bertanya, sementara Rani mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja.
“Aldi sebentar lagi sampai.” Rani kembali memastikan penampilan Tiara, lalu mengajaknya keluar kamar. Tidak lama, bel rumahnya berbunyi, dan Aldi sudah datang.
Tiara membukakan pintu rumahnya, di hadapannya sudah ada Aldi dengan setelan kemeja hitam yang digulung lengannya. Laki-laki itu terdiam sejenak di hadapannya, seakan tak mengenali dirinya.
“Maaf, bisa bertemu dengan Tiara?” Aldi tersenyum. Dia sengaja bergurau, menutupi rasa kagumnya melihat kecantikan Tiara malam itu. Untuk pertama kalinya, Aldi melihat Tiara memoles penampilannya sedemikian cantik di pandangannya.
“Jangan meledek, deh!” Tiara tertawa, lalu mengajak Aldi untuk masuk ke dalam. Laki-laki itu bersalaman akrab dengan Rani yang sudah lebih dulu ada di meja makan.
“Kemal mana, Ran?” Tanya Aldi, melihat ke sekelilingnya. Dia mengira kalau pacar Rani datang juga malam itu.
“Ngga dateng. Katanya sih ada tugas kuliah.” Rani mengangkat pelan kedua bahunya.
“Pasti kamu ya, yang masak makanan sebanyak ini?” Aldi melirik Tiara yang menarik kursi di depannya. Perempuan itu tersenyum puas. “Yuk, kita makan sekarang?” Sambung Aldi.
Tiara menoleh pada Rani. Perempuan itu pasti tidak bilang pada Aldi kalau Randi juga datang malam ini. “Ada satu orang lagi, Al. Tunggu sebentar, ya?”
Aldi mengerutkan keningnya. Sebelumnya, dia mengira kalau Kemal akan datang juga di acara makan malam ini, tapi mendengar jawaban Rani barusan, siapa lagi yang akan datang?
Bel rumah Tiara kembali berbunyi. Tamu terakhir sudah datang. Tiara membukakan pintu, dan melihat Randi membawakan sebuket bunga untuknya. Laki-laki itu terlihat menarik sekali dengan sweater putihnya, terlihat serasi dengan dirinya yang juga mengenakan atasan baju berwarna putih.
“Ayo, Ran, masuk.” Tiara tersenyum, “Terimakasih bunganya, ya.” Ucapnya, lalu mengajak Randi untuk masuk ke dalam. Dia mempersilakan Randi untuk duduk di sampingnya.
Aldi merasa jantungnya berhenti berdegup. Dia seperti mengenal laki-laki yang saat ini duduk di samping Tiara itu. Siapa dia? Untuk apa dia datang ke sini? Ada hubungan apa Tiara dengan laki-laki itu?
“Al, kenalkan, ini Randi yang aku ceritakan ke kamu kemarin.”
Randi? Jadi laki-laki ini yang Tiara maksud? tanya Aldi pada dirinya sendiri. Dia kembali melihat laki-laki yang sedang tersenyum padanya itu, dan pada saat itu juga dirinya merasa yakin kalau dugaannya tidak salah. Ah, sial. Begitu banyak pertanyaan yang memuncak di kepalanya. Hati Aldi menjadi tidak tenang malam itu. Entah apa penyebabnya, diapun belum bisa memastikan.