1
Hari senin, aku berharap kejadian Ray dengan Kak Andi tidak diungkit di sekolah. Aku belum tau pasti bagaimana kejadian malam itu. Semoga ngga ada yang tau sebab Ray masuk rumah sakit, hanya Rian.
Setelah upacara bendera, orangtua Ray datang membawa sebuah surat. Jangan sampai ibu Ray memberitahukan hal ini ke kepala sekolah. Aku juga harus bertemu dengan Kak Andi. Aku ingin Kak Andi tidak mengganggu hubunganku dengan Ray, cukup yang kemarin saja.
2
Sepulang sekolah, aku ingin mengajak Rian untuk pergi ke rumah sakit lagi. Aku ingin melihat Ray. semoga hari ini Ray sudah sadar.
Sesampai di rumah sakit, ternyata Ray masih belum sadar. Disana, ada ibu Ray sementara ayahnya sedang berada di kantor. Ada aku, Rian dan ibu Ray di depan pintu ruangan UGD.
Waktu solat ashar tiba, aku segera menuju ke musolah rumah sakit untuk melaksanakan solat ashar. Aku ingin berdoa semoga Ray cepat pulih dan bisa kembali ke rumah. Setelah solat, aku kembali ke ruang UGD. Dan waktu itu, dokter mengizinkan satu persatu dapat masuk melihatnya. Yang pertama masuk adalah Ibu Ray. Beberapa menit ibu Ray keluar dan Rian menganjurkanku untuk masuk duluan. Akupun mengiyakan.
Ku tutup pintu dan menuju kearah Ray yang tengah berbaring lemah. Aku memegang tangannya berharap Ray merasakan genggaman tanganku. Di samping itu, aku berdoa Ray cepat sadar. Air mataku mulai menetes di sela-sela pipi. Hingga suatu hal yang mengagetkanku ketika genggaman Ray semakin menggenggam erat tanganku. Perlahan ia membuka mulut dan sepertinya menyebut sebuah nama. Kata yang diucapkan sangat jelas.”Rara”
Aku langsung memanggil Rian dan Ibu Ray, memberitahukan kalau Ray udah sadar. Mereka serentak masuk bersamaan. Aku langsung pindah dan memberi jalan ibunya Ray.
Disamping itu, Ray masih menyebut namaku, sehingga ibunya bertanya ke Rian, “Siapa Rara?”
Aku tunduk sambil berkata, “Aku, Bu”. Ibu Ray kembali menatap Ray, menyarankan agar Ray tidak banyak pikiran dulu.
Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya Ray sadar. Masih kemarin aku menginginkan hal ini. Aku keluar dari ruang UGD meninggalkan Rian, Ray dan ibunya. Aku duduk di kursi rumah sakit. Tidak lama dari itu, ibu Ray keluar sementara Rian masih berada di dalam bersama Ray.
Ibu Ray menghampiriku. Jelas, aku langsung gugup, dan mati kutu. Ia menanyakan hubunganku dengan Ray. Ternyata ibu Ray memang belum tahu hubungan kami. Ia mulai bertanya.
“Nak, Rara”
“Iya, Tante”
“Apa benar kamu itu pacarnya Ray?”
“I..I..Iya, Bu.”
“Udah berapa lama dengan Ray?”
“Sekitar 7 bulan , Tante.”
“Makasih yah, mungkin Ray bisa sadar karena kamu ada disini”
“Bukan karena ada Rara, Tante, tapi berkat doa kita semua”
“Tapi, maksih yah sudah datang hari ini”
“Iya,Tante. Sama-sama”
Rian keluar dari ruangan, kemudian menyarankanku untuk masuk karena Ray memanggilku, aku pun masuk dan mendekati Ray.
“Ray”
“Rara”
“Alhamdulillah kamu udah sadar, aku mohon Ray jangan sampai ini terulang lagi, aku takut Ray. takut nanti kamu lebih parah daripada ini. Ku mohon Ray, jangan ulangi lagi”
“Iya Rara, aku tidak akan mengulanginya. Aku sudah puas menonjok Andi. Aku akan menjaga kamu dari orang bangsat itu, Rara”
“Kamu istrahat dulu yah, aku pengen pamit pulang. Udah malam.”
“Iya Rara, hati-hati yah”
Ketika aku ingin melangkahkan kaki untuk keluar, Ray langsung menarik tanganku sambil berkata, “Besok kesini lagi yah”. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Aku keluar dan segera pamit ke ibu Ray begitu juga dengan Rian. Rian menawarkan untuk mengantarku. Tapi aku menolak. Aku hanya menyuruh Rian tetap menemani Ibu Ray di rumah sakit.
3
Aku tiba dirumah. Yang membuka pintu adalah ibu. Katanya sejak tadi menungguku,
“Kok baru pulang? Siapa yang sakit?”
“Ray, Bu”
“Oh ya? Ray sakit apa?”
“Abis berantem dengan senior, Bu”
“Astaghfirullah al-adziim. Masalahnya apa coba?”
“Biasa, Bu. Urusan lelaki.”
“Yaudah, mandi sana”
Aku langsung ke kamar, mandi dan melaksanakan solat maghrib. Setelah itu, aku memberanikan diri, menghubungi Kak Andi. Aku tidak boleh diam, aku harus memastikan Kak Andi tidak akan mengganggu Ray lagi.
“Haloo. Assalamu alaikum, Kak”
“Eh, Rara. Waalaikum salam. Tumben nelpon”
“Kak, Rara langsung saja yah, Rara mohon Kak Andi jangan ganggu Ray, jangan ganggu hubungan kami.”
“Siapa yang ganggu? Aku hanya berkata yang sebenarnya, kalau Ray ngga cocok untukmu Rara. Kamu lebih cocok denganku. Dia itu perokok.”
“Kak, berhenti bilangin Ray perokok, Ray ngga ngerokok lagi, Rara bisa jamin. Ray tidak seperti yang kakak bayangkan.”
“itu sih katanya kalo di depan kamu. Buktinya mana?”
“Terserah kakak mau percaya ato ngga. Aku ngga butuh kepercayaan kakak. Sekali lagi, jangan ganggu Ray.”
Tut.. tutt. Seketika aku mematikan telpon. Aku ingin sekali berbicara lewat telpon bersama Ray, tapi sepertinya Ray belum diizinkan untuk memegang ponsel. Aku lebih memilih untuk tidur saja.
4
Hari ini adalah hari ketiga Ray di rumah sakit. Aku berharap Ray bisa cepat kembali ke rumah. Sepulang sekolah, aku ke rumah sakit lagi, untuk memenuhi keinginan Ray kemarin.
Sesampainya di rumah sakit, ternyata Ray meminta ke dokter untuk bisa pulang hari ini, Ray sudah ngga betah tinggal berlama-lama di rumah sakit. Melihat kondisinya, dokter mengizinkan. Aku membantu ibu Ray menyiapkan barang-barangnya setelah itu bergegas pulang. Aku senang Ray bisa pulang hari ini, Ray bisa beristrahat penuh di rumah lagi.
Ibu Ray sontak kaget ketika Ray dengan spontan berkata bahwa besok sudah ingin masuk sekolah. Ibunya tidak mengizinkan tapi Ray bermohon ke ibunya karena Ray katanya bosan dengan suasana rumah, ia pengen bertemu dengan teman-teman yang lain. Akhirnya, ibu Ray menyetujui.