1
Hubungan kami kembali akur seperti awalnya. Aku berharap kejadian kemarin itu ngga akan terulang lagi.
Suasana sekolah sepertinya berbeda, setiap sisi orang-orang memperhatikanku. Aku tidak mengerti mengapa mereka melihatiku seperti itu. Aku bergegas menuju ke kelas. Masih di depan pintu, Cika langsung mengagetkanku dengan nada yang layaknya sedang dikejar hantu. Aku mencoba bertanya,
“Ada apa Cika?”
“Kamu belum tau Ra?”
“Tau apa?”
“Soal Ray dengan Kak Andi”
“Ray? Kak Andi? Emangnya mereka ngapain?”
“Kemarin setelah pulang sekolah, mereka bentrok depan gerbang sekolah, untung aja tukang becak dan beberapa orang dapat melerainya”
“Ha? Bentrok? Kok bisa? Masalahnya apa?”
“Aku ngga terlalu yakin sih Ra, tapi yang aku dengar, Ray dikatain oleh Kak Andi kalau Ray itu ngga cocok untuk kamu karena Ray itu perokok, ngga seperti Kak Andi. Dan katanya, urusan mereka belum selesai, mungkin Ray masih ingin berurusan dengan Kak Andi. Jelaslah, Ray marah besar”
“Ray ngga luka ‘kan? Kak Andi kok gitu, tega banget dia ngatain Ray seperti itu. Sekarang ‘kan Ray ngga ngerokok lagi. Aku harus beritahu Kak Andi sekarang juga”
“Jangan Ra. Nanti masalahnya ngga reda, justru tambah ribet. Lebih baik, kamu ceritakan baik-baik dengan Ray, jangan sampai Ray melakukannya dan akan terancam keluar dari sekolah ini”
“Baiklah, akan aku coba”
Kenapa Kak Andi seperti itu. Apa salah Ray sampai-sampai ngatain Ray seperti itu. Aku harus menemui Ray dan mencari tahunya sendiri.
2
Aku menemui Ray di kelas X. IPA 3. Ia hanya tinggal duduk dan seperti banyak yang sedang ia pikirkan. Aku mencoba mencerahkan wajahnya kembali.
“Ray, kok murung, senyum dong, cakepnya nanti diambil orang lho”
“Emang perokok itu cakep yah?”
“Aku tahu Ray yang ada dalam pikiranmu saat ini. Coba ceritakan bagaimana kejadian ini terjadi?”
Ray hanya berdiam. Sepertinya ia bingung ingin menceritakan dari sisi mana. Aku tetap berusaha untuk meyakinkan Ray kalau aku akan membantunya keluar dari masalah ini. Dan ia mencoba menjelaskannya.
“Andi itu suka sama kamu Rara. Aku tidak suka jika dia mengungkit kejelekanku hanya untuk membandingkan dengan kebaikannya. Aku tidak terima Rara. Seharusnya dia tahu diri, kamu sendiri yang menolak Andi. Bukan aku yang menghasutmu. Dia itu kurang ajar, mesti dikasih pelajaran”
“Sabar, Ray. aku akan membantumu, apa aku aja yang memberitahu Kak Andi?”
“Ngga usah, Ra. Aku ingin memberi pelajaran yang setimpal dengan perkataannya itu”
“Ray, jangan bilang kamu ingin ngeroyok Kak Andi lagi?”
“Maaf Ra. Aku belum puas”
“Ray, aku tidak ingin terjadi sesuatu denganmu, aku mohon, jangan Ray”
“Aku tidak akan kenapa-napa, Ra. Tenang saja. Ayo kita pulang. Aku antar kamu yah”
“Iya Ray”
3
Sekitar pukul tujuh malam, aku ingin memastikan kalau Ray, tetap berada dalam rumah. Aku terus mencoba untuk menghubunginya. Hingga beberapa kali, akhirnya Ray mengangkat telpon.
“Ray? Dimana?”
“Rumah, Rara”
“Ohiya, aku belajar dulu yah”
“Iya, Rara”
Semoga Ray tetap dalam rumah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu dengannya. Semoga Kak Andi tidak cari gara-gara lagi.
4
Aku ingin istrahat lebih awal. Setelah solat isya, aku langsung tidur. Pas jam 1 malam, ponselku berdering, jarang sekali ada yang menelpon di waktu-waktu tengah malam seperti ini. Ternyata itu dari Rian, baru kali ini Rian menelponku diatas pukul jam 12 malam. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia sampaikan.
“Assalamualikum Rara”
“Waalaikum salam Rian, kok suaranya gitu, kek ngos-ngosan”
“Rara, aku hanya ingin menyampaikan, kalau Ray masuk rumah sakit”
“Ha? Ray masuk rumah sakit? Kok bisa?”
“Ray berantem dengan Andi ketua osis sekolah kita”
Seketika aku gemetar, aku tidak tau harus melakukan apa. Hal yang aku takuti akhirnya terjadi, Aku ingin meminta izin pada ibu dan ayah, tapi mana mungkin mereka mengizinkan, apalagi tengah malam seperti ini.
“di rumah sakit mana Rian?”
“Rumah Sakit Stella Maris Ra. Sekarang Ray dalam ruang UGD.”
“Parah?”
“Ngga kok, kamu tenang aja, kamu ngga usah keluar. Esok aja”
“Oke Rian, hubungi aku jika terjadi sesuatu”
“Iya, Rara”
Mana mungkin aku bisa tidur, sedangkan Ray dalam ruangan UGD. Aku hanya berdoa semoga kondisinya tetap membaik. Aku menunggu adzan subuh berkumandang dari sejak Rian menelponku hingga pukul empat lewat tiga puluh menit. Aku berusaha untuk selalu berpikiran positif semoga Allah tetap melindungi Ray.
5
Keesokan harinya, tepat hari minggu. Aku meminta izin ke ibu untuk keluar. Aku tidak memberitahukan kalau aku ingin ke rumah sakit. Ibu ngga perlu tahu dulu masalah ini. Aku segera menelpon Rian untukmenungguku di pintu utama rumah sakit. Turun dari taksi,pandanganku langsung tertuju pada Rian yang katanya sudah dari tadi menungguku. Ia langsung membawaku ke ruang UGD. Disana, aku hanya bisa melihat Ray dari balik kaca. Mukanya penuh dengan balutan perban. Aku memandangnya dari luar dan ngga sadar kalau air mataku jatuh. Tak lama, Cika dan teman yang lain datang. Cika langsung memelukku dan mencoba menenangkanku saat itu.
Tidak lama dari kedatangan Cika tadi, sepasang orang tua menuju kearah kami, ia langsung ke tempat Rian berdiri. Sepertinya itu adalah orang tua Ray. Wajahnya kelihatan cemas. Mereka langsung memanggil Rian dan sepertinya ingin mengetahui sebab kejadian ini. Jujur, aku merasa ngga enak.
“Ray, bangun Ray”
Aku meninggalkan mereka. Aku menuju ke kamar mandi. Ingin menghubungi ibu kalau sekarang aku sedang berada di rumah sakit. Aku menyarankan agar ibu tetap dirumah.
6
Aku tetap tinggal dirumah sakit. Hari mulai petang. Hingga Rian menyuruhku pulang saja, katanya nanti aku dicari ibu. Aku pamit pulang lewat Rian begitu juga dengan kedua orangtua Ray. Sebelumnya, aku kembali menatapi Ray di balik kaca. Aku mengirim doa agar Ray cepat sadar dan cepat sembuh. Aku pulang dulu yah, Ray.