Loading...
Logo TinLit
Read Story - MONSTER
MENU
About Us  

Rasanya semua orang setuju jika keluarga ada pusat dari berbagai kebahagiaan dan kesedihan. Orang-orang yang paling dekat adalah mereka yang paling banyak menyuplai senyum dan air mata. Sebagai pusat, keluarga adalah tempat untuk pulang dari persinggahan sejenak di tanah orang. Tapi bagi William, keluarga tak lebih dari sebuah formalitas untuk melengkapi kertas profilnya. Ia tak memiliki ketertarikan apapun pada keluarganya. Sejak Ayah dan Ibunya memutuskan bercerai, William telah kehilangan pegangannya untuk menjadikan mereka orang-orang istimewa. Ibunya menikah lagi tanpa tahu rimbanya kini, sedangkan ia harus tinggal bersama dengan Ayah yang sejak kecil tak begitu dekat dengannya. Kakaknya? Memikirkan perempuan dua puluh tiga tahun itu, rasanya sangat asing bagi William.

                Jika isi dalam gelas bening itu bisa berteriak, mungkin ia sudah mengeluarkan seluruh amarahnya pada William yang sedari tadi terus memutar ke kanan dan ke kiri sebelum meminumnya. Bukan William tertarik pada blue ice itu, melainkan sebuah kebosanan tingkat tinggi yang sedang melanda dirinya sekarang. Keramaian di gedung ini tak mampu menembus sepinya. Ia hanya sendiri, berdiri sambil tak sekalipun melihat Ayah dan Kakaknya yang sibuk mengobrol dengan rekan bisnis dan kolega. Pun ia tak peduli ketika Kakaknya naik ke atas panggung kecil yang sudah disiapkan untuk menyampaikan salam perpisahannya yang akan melanjutkan studi S2 di Austria.

                Hal-hal seperti ini bukanlah sesuatu yang aneh lagi bagi William. Ayahnya yang seorang tentara angkatan laut suka sekali mengadakan pesta untuk hal-hal kecil dengan mengundang orang-orang besar. Dan dari semua pesta yang digelar, hanya sekali dari usianya yang sembilan belas tahun pernah diadakan pesta di gedung mewah seperti ini. Itu ketika di ulang tahunnya yang ke  delapan tahun, tepat satu tahun setelah Ibunya pergi. Sebuah pesta yang dianggap William hanyalah sebuah penghibur semata.  Jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan berbagai acara yang diadakan untuk Kakaknya. Ayahnya seperti suka sekali mengatakan pada semua orang bahwa anak pertamanya adalah lulusan kedokteran, calon dokter. Hebat bukan main.

                “Berhenti, Will” seru Beni yang datang dengan langsung merebut gelas dari tangan William. “Kau sudah terlalu banyak minum. Kau mau perutmu kembung?”

                William hanya melirik sekilas. Ia berdecak samar. Beni adalah temannya, namun perlahan anak itu menjadi bayangannya yang jauh disukai oleh sang Ayah. Beni menyukai olahraga, bertubuh bagus, dan berencana menjadi pemain basket profesional. Sesuatu yang tidak William miliki. Sebenarnya klasik, Ayah hanya tak suka dengan dirinya yang tak memiliki tujuan pasti. William tak memiliki impian apalagi tujuan hidup. Baginya, semua itu sudah hilang. Tak perlu mencarinya lagi.

                “Dimana Gress?” tanya Beni. Ia melihat-lihat kesekeliling, berharap menangkap esensi gadis buta itu. Namun nihil, ia tak mendapatkan apapun. Lantas Beni memincing pada William. “Jangan bilang kau sengaja tidak membawanya karena malu”

                Lagi-lagi William hanya melirik sekilas. Beni geram. Ia menonjok lengan William pelan sambil berseru, “Kau tidak seperti itu kan?”

                “Bukan urusanmu” sahut William cepat.

                Tidak menggandeng perempuan ke pesta keluarga tentu saja hal yang aneh bagi Beni. William terus saja mengaku dirinya tak tertarik pada keluarganya, tapi di setiap pesta, ia selalu membawa perempuan berbeda untuk dipamerkan pada Ayah dan para tamu, entah itu pacarnya atau perempuan bayaran. Itu adalah bentuk protes William pada sang Ayah yag tak becus menjaga perempuannya.

                “Bagaimana itu bukan urusanku jika Kak Nana bahkan sudah pernah menemui Gress”

                Begitu nama Kakak perempuannya disebut, William reflek menoleh. Matanya yang sebelumnya malas-malasnnya kini mulai menemukan fokus.

                “Apa maksudmu?”

                Beni menghela nafas. “Aku pikir kau sudah tahu. Kak Nana menemui Gress beberapa waktu lalu saat kedekatanmu dengan Gress mulai menyebar”

                “Apa yang ia katakan?”

                “Entahlah. Kak Nana hanya mengatakan ia menemui Gress, sudah”

                Gelas di tangan Beni yang sebelumnya adalah gelas William, kembali ia rebut. Kemudian William meminum sisa isinya hingga tandas dan meletakkannya dengan cukup keras pada meja. Lantas ia mendekat pada Beni dan menatapnya tajam.

                “Dia tidak akan tahu jika tidak ada yang memberitahunya” bisik William tepat di depan wajah Beni.

                Kalimat William memiliki arti yang sangat jelas bagi Beni, tapi ia mencoba mengabaikan dengan hanya mengangkat bahunya. Ketika William beranjak darinya dengan langkah besar, Beni menghela nafas membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi. William akan menemui Nana dan berbicara langsung pada intinya. Pasangan kakak beradik yang sama sekali tak pernah akur.

                Dan benar, kakak adik itu berdiri saling bertatapan setelah William berhasil menyeret Nana dari sang Ayah. Ia membawanya pada bagian paling sepi gedung. Nana tentu saja tidak suka dengan terus memasang wajah malas, sedangkan William yang emosi tak sungkan mendekat.

                “Apa yang kau katakan pada Gress?”

                Satu alis Nana terangkat, “Gress? Ah, maksudmu si buta itu. Bagaimana hubunganmu dengan perempuan malang itu?”

                “Jawab saja pertanyaankku” desis William.

                “Kenapa? Apa sekarang dia sudah menjadi pacarmu? Kalian pacaran? Pasti topik menarik jika aku mengumumkannya di panggung”

                “CEPAT KATAKAN!” Teriak William geram sambil mengangkat tangan kanannya, siap melayangkan pukulan pada Nana.

                Begitu Nana tersentak ketika sebuah kepalan terangkat, William menghentikan gerakannya. Ia menatap Nana yang masih menatap tangannya meskipun sudah ia turunkan dengan menyembunyikan kepalan di balik pahanya. Ketika Nana mengangkat pandang dan bertemu dengan mata William yang sudah memerah menahan amarah, Nana berdecak.

                “Kau mau memukulku?” Nana maju lebih dekat pada William. “Baiklah, pukul aku. Ayo pukul aku”

                Rahang William mengeras, kepalannya pun sama. Otot-otot lehernya menegang, dan matanya terus mencoba mengendurkan pandang. Sebuah rasa bersalah merayap pada tubuhnya.

                “Tidak jadi memukul? Kenapa? Merasa bersalah? Ayolah, tak perlu sungkan”

                “Pergi” lirih William setelah memutus kontak.

                Nana tersenyum sinis dan tanpa basa-basi langsung beranjak pergi. Baru beberapa langkah, Nana kembali berbalik. Menatap William yang kini meliriknya. “Tidak akan ada perempuan yang betah denganmu. Termasuk si buta itu”

                Saat punggung Nana sudah tak terlihat, William melayangkan kepalannya pada udara. Ia berteriak keras sambil menarik rambutnya keras. Amarahnya yang tertahan, telah ia keluarkan sudah. Sebuah kutukan ia alamatkan pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengontrol tangannya yang hampir melayangkan tinju pada Kakaknya. Ia memejamkan mata sambil meremas wajahnya sejalan dengan geliginya yang tertekan atas bawah. Untuk yang terakhir, William kembali berteriak sambil menendang sebuah tong sampah yang tak jauh darinya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • AlifAliss

    Nice. Cuma mungkin ada beberapa kata yang aslinya bukan typo, tapi salah eja. Misalnya : mencegat bukan menyegat dan perangai bukan peringai. Ganbatte!!

    Comment on chapter BAB 1
Similar Tags
Senja (Ceritamu, Milikmu)
6278      1556     1     
Romance
Semuanya telah sirna, begitu mudah untuk terlupakan. Namun, rasa itu tak pernah hilang hingga saat ini. Walaupun dayana berusaha untuk membuka hatinya, semuanya tak sama saat dia bersama dito. Hingga suatu hari dayana dipertemukan kembali dengan dito. Dayana sangat merindukan dito hingga air matanya menetes tak berhenti. Dayana selalu berpikir Semua ini adalah pelajaran, segalanya tak ada yang ta...
Tower Arcana
751      553     1     
Short Story
Aku melihat arum meninggalkan Rehan. Rupanya pasiennya bertambah satu dari kelas sebelah. Pikiranku tergelitik melihat adegan itu. Entahlah, heran saja pada semua yang percaya pada ramalan-ramalan Rehan. Katanya sih emang terbukti benar, tapi bisa saja itu hanya kebetulan, kan?! Apalagi saat mereka mulai menjulukinya ‘paul’. Rasanya ingin tertawa membayangkan Rehan dengan delapan tentakel yan...
Hatimu jinak-jinak merpati
570      380     0     
Short Story
Cerita ini mengisahkan tentang catatan seorang gadis yang terlalu berharap pada seorang pemuda yang selalu memberi kejutan padanya. Saat si gadis berharap lebih ternyata ...
Namaste Cinta
10248      1968     5     
Romance
Cinta... Satu kata yang tak pernah habisnya menghadirkan sebuah kisah...
The War Galaxy
12378      2523     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
Surat Terakhir untuk Kapten
583      419     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Ketika Cinta Bertahta
886      530     1     
Short Story
Ketika cinta telah tumbuh dalam jiwa, mau kita bawa kemana ?
Violetta
597      354     2     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...
Verletzt
1410      639     0     
Inspirational
"Jika mencintai adalah sebuah anugerah, mengapa setiap insan yang ada di bumi ini banyak yang menyesal akan cinta?" "Karena mereka mencintai orang yang tidak tepat." "Bahkan kita tidak memiliki kesempatan untuk memilih." --- Sebuah kisah seorang gadis yang merasa harinya adalah luka. Yang merasa bahwa setiap cintanya dalah tikaman yang sangat dalam. Bahkan kepada...
KETIKA SEMUA DIAM
1422      831     8     
Short Story
Muhammad Safizam, panggil saja Izam. Dilahirkan di kota kecil, Trenggalek Jawa Timur, pada bulan November 2000. Sulung dari dua bersaudara, memiliki hobby beladiri \"Persaudaraan Setia Hati Terate\". Saat ini menjadi seorang pelajar di SMK Bintang Nusantara School Sepatan Tangerang, prog. Keahlian Teknik Komputer & Jaringan kelas 11. Hub. Fb_q Muhammad Safizam