Malang, Oktober 2016
Bagaimana ujianmu hari ini?, tanya Adi kepadaku. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan makan siangku. Adi pun sedang memesan makanan saat itu. Seingatku dia memesan bakso dan aku sedang memakan mie ayam.
Aku mulai melihat perbedaan Adi, sejak awal kuliah hingga sekarang dia terlihat lebih terbuka dan semakin banyak bicara. Bahkan dia sudah berani mengajakku jalan berdua atau hanya mencari alasan untuk menemuiku, entah untuk meminjam catatan, saling bertukar film ataupun membawakanku makanan. Kurasa dia benar-benar menyukaiku, tetapi aku belum merasakan apapun kepadanya.
Lu udah mau selesai makan Ay? Yah gua sama anak-anak baru datang nih, Ranti duduk disebelahku. Ranti datang bersama Kumala, Dewi dan Yasser. Saat itu hanya Tino yang tidak menemuiku dikantin. Aku rasa Tino tahu Adi serius saat mengatakan dia menyukaiku. Atau mungkin dugaanku salah. Mungkin kalian saja yang menilai selanjutnya.
Gakpapa biar aku tunggu, kataku.
Kalau Ayu buru-buru pulang, biar Adi antar saja
Yee enak aja. Kita mau jalan sama Ayu, kata Kumala.
Kalian berempat?, tanya Adi.
Iya, kenapa? Mau ikut?, kata Dewi.
Apa aku boleh ikut?, tanya Yasser.
Boleh, asal pakai mobil lu, kata Ranti.
Nah benar Ranti, kata Kumala.
Baiklah, kata Yasser.
Kalau begitu Adi juga ikut
Aku hanya tersenyum mendengar pembicaraan mereka. Kami sudah semakin dekat satu sama lain. Kurasa mereka tahu semua yang terjadi, yang terlihat, yang terduga. Tetapi tidak ada yang tahu perasaanku kepada Yasser. Kalian benar. Aku masih memendamnya, aku memupuknya sendiri meskipun dia semakin dekat dengan Ranti. Ada beberapa hal yang tidak bisa kuceritakan kepada kalian. Namun sedikit demi sedikit kalian akan mengerti tanpa harus kujelaskan detailnya.
Selesai makan siang, kami memutuskan untuk kerumah Yasser. Sebenarnya aku lupa apa alasannya kami harus ke rumah Yasser terlebih dahulu, entah itu karena saat itu dia mengendarai sepeda motor ke kampus atau mengambil barang Yasser yang tertinggal. Seingatku kami berangkat menuju taman hiburan dari rumah Yaseer. Taman hiburan yang kami datangi sama dengan yang pernah kudatangi sebelumnya bersama Yasser, Adi dan Tino. Aku bercerita kepada Ranti, Kumala dan Dewi sehingga mereka mengajak ke tempat itu lagi. Dan saat itu aku baru bisa mengabulkannya.
Sesampainya disana aku memutuskan untuk berpisah dengan rombongan, karena mereka ingin mencoba wahana yang berbeda-beda dan aku sudah pernah mencoba semuanya. Sebenarnya tidak ada salahnya jika harus mencobanya lagi, namun aku rasa aku tidak berminat. Aku menjadi diriku sendiri saat itu, lebih tenang dari biasanya yang selalu terlihat ceria dan tidak bisa diam. Karena aku telah sendirian aku kembali tenang dan bertingkah sesukaku. Berjalan menuju toko aksesoris sembari menggandeng Teddy dan membawa permen kapas yang telah kubeli sebelumnya.
Aku mencoba bando-bando yang berbaris rapi ditempatnya. Warna-warni. Aku suka. Kucoba beberapa yang berwarna merah muda, terdapat hiasan diatasnya. Ada yang berhias bunga, boneka, telinga hewan atau hanya bulu-bulu lucu. Dan aku memutuskan untuk membeli bando telinga beruang yang berwarna merah muda. Setidaknya aku memiliki telinga yang sama dengan Teddy yang berwarna coklat. Aku berkeliling lagi mencari aksesoris lainnya yang menarik mataku untuk diambil oleh tanganku. Gelang. Aku memikirkan gelang pertemanan, membelikan gelang untuk teman-teman baruku. Tetapi kuurungkan niatku, itu masih terlalu awal saat kami baru saling mengenal selama tiga bulan. Aku hanya membeli gelang tali berwarna merah muda dan cincin keramik berwarna merah muda transparan.
Jadi berapa pak?
Jadi RP167.000,00 mbak semuanya
Bisa pakai kartu Debit?
Biar saya coba ya mbak
Kuberikan kartuku kepada bapak penjaga toko aksesoris. Aku melihat-lihat barang seisi toko dan aku menemukannya. Penangkap mimpi. Tak menunggu lama aku membawa hiasan penangkap mimpi itu menuju meja kasir. Namun tiba-tiba antreanku dipotong oleh seseorang yang kukenal, kalian juga tahu. Yasser. Dia membeli penangkap mimpi yang sama seperti yang kubawa.
Hwa? Kau menyukainya juga?
Aku hanya ingin membelinya, kata Yasser.
Oh, ngomong-ngomong aku antre lebih dulu tadi. Bisakah kau mundur sedikit?
Kau?, kata Yasser.
Ya?? Oh iya, aku sedang membayar dan tiba-tiba ingin mengambil ini, jadi..
Tidak, tadi kau bilang.. kau?, kata Yasser.
Ini mbak, silahkan tekan pinnya, kata bapak penjaga toko.
Oh, tambahkan ini juga pak dan juga punya teman saya, kataku.
Baik, silahkan
Yasser mengikutiku keluar dari toko aksesoris. Dia seperti ingin mengajakku berbicara namun ragu. Aku memelankan langkahku, kukira dia akan berlalu menyusul yang lainnya namun dia menyamakan langkahku. Langkahnya memendek dan pelan. Aku berjalan sembari menikmati permen kapasku, namun tiba-tiba Yasser meraih tanganku dan menyuruhku duduk ditempat peristirahatan yang terdapat banyak penjual makanan.
Apa yang kau lakukan?, kataku.
Kau? Benar kau mengucapkan itu, katanya.
Apa? Oh, kau? Iya aku rasa aku menirukan aksenmu. Haha hanya karena lingkungan
Oh. Hm, terima kasih untuk ini, kata Yasser.
Untuk apa? Aku tidak membelikannya. Kau harus menggantinya nanti
Iya aku tahu. Ini Rp71.000,00 pas. Puas?
Aku tidak mau uang
Lalu? Kau ingin aku menciummu?
Berhentilah berpikir kotor
Haha. Aku tidak menyangka kau beradaptasi dengan cepat, Ayu
Kau benar-benar tidak mengenaliku Yas
Baik lain kali akan kuajak kau menonton film dan mentraktirmu makan. kau mau?
Setuju
OK. Kau tidak ingin kembali ke yang lain?, kata Yasser.
Tidak. Kau saja
Boleh aku ikut denganmu? Mereka sangat membosankan
Kau tidak ingin menyusul Ran?
Haha. Kurasa tidak. Boleh?
Ah tentu. Apa kau ingin berenang? Haha
Entah bagaimana perasaannya saat itu padaku. Aku sudah cukup senang. Itu adalah pertama kalinya kami mengobrol hanya berdua dan tertimbul tawa bahagia disana. Sikapnya yang biasa dingin padaku mulai mencair. Aku tahu dia sangat hangat. Sempat terpikir olehku untuk bertukar posisi dengan Ranti. Tidak perlu aku disukai banyak orang, jika aku bisa bersama dengan Yasser seperti saat itu. Hanya sebatas itu kesederhanaanku menyukainya. Jantungku tahu dimana harus berdetak cepat.
Kau mau? Ini sangat enak, kataku.
Kau sudah menghabiskan berapa tusuk? kata Yasser.
Haha, biar ibu penjual yang menghitung
Kau tidak takut pencernaanmu terganggu?
Aku tidak sedang memakan racun kan?
Kau sudah memakan permen kapas, donat, bakso bakar dan ini.. Kurasa Alfia benar
Kau akan lebih terkejut jika bersama Alfia. Hehe. Aku rasa aku ingin kue beras pedas
Ha? Kau serius?
Semenjak aku dekat dengan Alfia aku rasa napsu makanku bertambah, bahkan berat badanku pun bertambah namun aku masih bisa jika harus menjaga berat badanku. Karena seharusnya memang begitu, sebagai seorang yang sering menampakkan dirinya di sosial media akan lebih baik jika diriku enak untuk dilihat bukan? Haha. Alfia mengajariku bagaimana cara menikmati hidup, meski memiliki banyak beban pikiran itu tidak boleh menjadi beban sebagai seorang penulis.
Kau mau?
Tidak. Melihatmu makan saja aku sudah merasa sangat kenyang
Kau mau mentraktir aku makan sekarang atau saat kita pergi menonton film? kataku.
Kau tidak membawa uang?
Jika aku membawanya, aku tidak akan memakai kartu untuk membayar aksesoris bukan?
Ah, kau benar. Baiklah. Beapa semuanya bu?
Rp132.000,00 mas
Ha? Aku makan sebanyak itu?
Sudah kuduga kau lupa diri. Ayo kita pergi. Terima kasih, bu
Yasser menggandeng tanganku, membawaku menjauh dari makanan-makanan yang dijual disepanjang jalan tempat peristirahatan. Saat itu hari sudah petang dan yang lain masih berada di wahana terowongan hantu. Adi mengirim pesan padaku jika dia pulang lebih dahulu. Yasser menyadari pesan dari Adi untukku. Ada emotikon disana, Adi memang orang yang sangat ekspresif begitupun di pesan singkatnya. Namun berbeda mungkin jika Yasser, dia mulai menanyakan Adi padaku.
Kalian dekat?
Ha? Siapa?, kataku.
Kau dan Adi, kata Yasser.
Kau dan aku?
Maksudmu?
Ya seperti itu aku dengan Adi
Kurasa Adi menyukaimu
Aku?
Iya, kau Ayu
Kenapa begitu?
Saat seorang pria sering menghubungimu bahkan untuk hal-hal kecil. Kurasa dia menyukaimu
Ah, kurasa bukan begitu
Kau tidak menyukainya?
Ha? Kenapa tidak, kita berteman bukan?, kataku.
Maksudku, suka. Nyaman
Seperti kau dan Ranti?
Kenapa kau bertanya begitu?
Aku nyaman denganmu
Hm? Ah, kurasa kau tidak mengerti maksudku. Sudahlah. Aku ingin menemui mereka sekarang
Hm akan kutunggu di kolam depan taman
Baiklah
Aku memilih untuk berpisah dengan Yasser. Kubiarkan dia pergi menyusul teman-teman yang lain dan aku menunggu mereka dikolam taman hiburan. Ada ikan hias dan air mancur disana. Entah mengapa aku kembali memikirkan raut wajah Yasser saat aku menyinggung dia dengan Ranti. Yasser seolah menghindari pembahasan mengenai dirinya dengan Ranti. Dan ketika aku bilang aku nyaman dengannya dia juga mengelak seolah dia sedang tidak nyaman dengan pembicaraan saat itu. Meski pembawaanku yang terlihat santai dan seolah seperti lelucon aku benar-benar sedang tidak bercanda saat mengatakan hal tersebut. Namun aku berharap Yasser menganggapnya hanya lelucon karena memang aku dikenal seperti itu. Suka bercanda. Haha begitulah semesta ingin mengajakku bermain dan bercanda bersama.
Beberapa menit kemudian mereka menghampiriku. Ranti memelukku dari belakang. Tangannya begitu dingin, dia tertawa ditelingaku, namun tidak lama dia duduk disebelahku disusul dengan Dewi dan Kumala. Yaseer memutuskan untuk berdiri dibelakang kami.
Tanganmu dingin sekali. Ini pakailah sarung tanganku, kataku.
Terus lu?
Tanganku begitu hangat bukan?
Pakai saja, dari tadi kamu kan ngeluh dingin mulu, kata Kumala.
Mana yang cowok gak peka lagi, kata Dewi.
Haha. Yaseer?, tanyaku
Satu-satunya cowok kan ya Cuma dia Ay, kata Kumala
Iya, Adi pulang duluan tadi, kata Dewi.
Ehem, Yasser memberikan kode.
Haha. Kita pulang saja kalau begitu
Aku berdiri terlebih dahulu, membantu Dewi dan Kumala untuk berdiri. Saat aku ingin membantu Ranti berdiri, tangan Ranti telah meraih uluran tangan Yasser. Aku mengurungkan niatan untuk melangkah kearah Ranti dan Yasser. Tanpa diminta aku mengajak Dewi dan Kumala untuk kembali ke mobil Yasser terlebih dahulu meninggalkan Yasser dan Ranti yang melangkah dengan perlahan. Aku tahu mereka sedang membicarakan sesuatu, tetapi aku tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Jika itu mengenai hal yang mereka pertahankan, sungguh aku ingin segera tidur malam itu.
Didalam mobil Dewi dan Kumala tertidur. Aku duduk diantara keduanya yang menyandarkan kepalanya kepundakku. Kurasa saat itu Ranti juga tertidur karena tidak mungkin jika dia terjaga namun mulutnya terkunci rapat. Kutatap jarum jam pada jam yang melingkar di pergelangan tangan kananku. Waktu telah menunjukan pukul 9:15 malam. Aku bahkan tidak tahu kapan jam berputar begitu cepat.
Ponselku berbunyi, seketika Dewi dan Kumala terbangun dari tidurnya dan memindahkan kepalanya dari pundakku. Kutatap layar ponselku, tertulis nama Alfia disana. Kutarik napas panjang sebelum menerima panggilan dari Alfia.
Iya Al?
Kamu lupa ya?
Tidak, Al. sesampainya dikamar akan kukirimkan semua dokumennya melalui e-mail. Alfia sudah mau tidur?
Baiklah, Ayu boleh mengirimnya nanti. Aku sedikit mengantuk
Tidurlah, nak. Biar aku saja yang mengurusnya kalau begitu
Tidak mau, kirimkan saja padaku. Akan kukerjakan besok pagi. Haha
Baiklah. Selamat tidur Al
Terima kasih Ay
Nice sleep, beih
Too
Alfia menutup panggilannya. Keadaan mobil kembali sepi meskipun semuanya telah terbangun. Yasser mengantarkan Ranti terlebih dahulu kemudian melewati jalan kecil menuju persimpangan dekat kampus belok kearah kanan untuk mengantarkan Kumala dan Dewi. Dan yang terakhir dipulangkan adalah aku. Aku yang berulang kali memainkan korek api ditanganku.
Sudah sampai
Oh, terima kasih, kataku.
Kuraih tas punggungku dan turun dari mobil. Yasser belum juga melajukan mobilnya seusai aku turun dari mobil. Kurasa dia ingin menyampaikan sesuatu saat itu, namun dia hanya terdiam beberapa saat.
Kalau begitu aku pulang dulu, katanya.
Ah, iya hati-hati
Besok aku akan menjemput yang lainnya, kau juga ikut?, katanya.
Iya?
Sepeda motor mereka masih berada dirumahku, jadi aku harus menjemput mereka untuk pergi ke kampus besok. Kau mau dijemput?
Oh, tidak perlu
Baiklah
Sementara Yasser pergi meninggalkan kostku, ponselku berdering kembali. Bukan lagi Alfia yang memanggilku tetapi Adi. Aku mengangkat panggilan darinya sembari berjalan menuju kamarku. Kubuka pintu kamarku yang mengeluarkan bunyi yang cukup nyaring. Mungkin Adi mendengarnya sehingga aku ketahuan olehnya kalau aku baru saja sampai malam itu.
Kalian baru selesai?
Hm, iya
Ayu pasti lelah ya?
Iya Adi
Besok Adi jemput ya ke kampus?
Tidak perlu, Ayu bisa sendiri. Ayu tidur dulu ya Adi
Tanpa menunggu jawaban dari Adi, kumatikan panggilan darinya. Kurebahkan sebentar badanku, kutatap langit-langit kamarku yang putih terang karena sorotan lampu. Aku bangun dan berjalan menuju kamar mandi yang berada didalam kamarku, kubasuh mukaku dengan air dan kucuci menggunakan sabun wajah yang biasa kugunakan. Sabun wajah yang sama yang kutemukan dikamar mandi kamar Yasser. Semirip itulah seleraku dengannya. Hal-hal sekecil itupun aku masih mengingatnya.
Sebelum tidur tidak lupa aku menyebut namanya. Yasser Andre Irawan. Seketika yang terlintas diingatanku adalah wajah cantik Ranti. Astaga. Seharusnya aku menghilangkan kebiasaanku menyebut namanya. Kuraih Teddy untuk menemani tidurku. Kuraba baju merah yang dia gunakan terakhir kali saat Yasser hampir menabrakku. Saat dimana aku menemukan kembali korek apiku yang hilang saat pengenalan kampus. Ah mungkin korek apiku memang terbawa oleh Teddy dan tidak pernah hilang sebelumnya. Aku pernah bepikir jika korek apiku ditemukan oleh Yasser dan kembali padaku karena Yasser menajatuhkannya saat hampir menabrakku. Apa mungkin yang ditanyakannya waktu itu adalah korek apiku? Entah mengapa aku baru mengingatnya bahwa dia kehilangan sesuatu saat hampir menabrakku. Apa kalian berpikiran sama denganku? Kurasa tidak. Haha.
Waktu terus berjalan bersama kisahnya, termasuk aku didalamnya. Aku yang semakin tidak bisa menghindari Adi dan Yasser yang semakin dekat dengan Ranti. Meski aku tahu Ranti tidak mungkin menyandang status jomblo. Tetapi itulah yang diakuinya dihadapan semua orang. Tapi berbeda dengan Yasser. Aku yakin dia mengetahui sesuatu.
Sore itu kelas berlangsung hingga hampir petang, Adi memaksaku untuk ikut bersamanya mencari buku terbitan terbaru yang aku baca sebelumnya. Karena Adi sering mengantarkanku, aku tidak enak jika harus menolak permintaannya. Itulah awalnya aku semakin terjebak dengan Adi bersama rasa tidak nyaman. Aku berhutang budi padanya.
Apa buku ini bagus?, katanya.
Akan lebih bagus jika kau memilikinya dari seri pertama hingga seri terakhirnya nanti, kataku.
Aku berjalan menyusuri rak buku yang terdapat berbagai judul cerita fiksi dibarisannya. Aku rasa aku juga ingin membeli beberapa buku untuk mengisi meja kamarku yang mulai kosong. Entah kemana semua buku yang kumiliki, sepertinya seseorang meminjam dan belum mengembalikannya. Dan sialnya aku lupa siapa saja yang meminjam buku-bukuku. Itulah mengapa terkadang aku membenci ingatanku yang begitu lemah. Dari kejauhan aku tertarik dengan cover buku yang begitu menarik. Warna coklat emas mendominasi cover yang didalamnya terdapat gambar beruang kecil dan setangkai bunga mawar yang layu. Aku lupa apa judul buku itu yang jelas buku itulah yang mempertemukan tanganku dengan jari-jari tangan Yasser.
Eh?
Ayu?
Kau? Astaga ternyata kau. Haha
Hssttt. Mereka melihat kearahmu. Hehe
Ah, aku lupa. Hehe
Kau sendirian?, tanya Yasser.
Tidak, aku bersama Adi. Dimana Ranti?
Ah, aku datang kemari sendirian
Kau mau bergabung denganku dan Adi. Dia ada disebelah sana
Tidak usah, aku hanya ingin membeli buku ini. Kau mau membelinya juga?
Ah tidak, kau saja. Aku hanya tertarik melihat covernya tadi
Baiklah. Aku pergi dulu
Hati-hati
Aku dan Adi telah mendapatkan beberapa buku yang kami inginkan. Setelah membayar buku Adi mengajakku untuk beristirahat di tempat makan dekat toko buku. Aku mengiyakan karena memang sudah saatnya makan malam. Adi meninggalkanku di meja makan untuk memesan makanan di kasir. Aku melihat sekitarku, penuh dengan orang yang sedang menikmati makanannya atau sekedar mengobrol dengan pasangannya. Disudut ruangan, meja yang berada didekat pintu keluar. Mataku terbuka lebar dan jantungku kembali tidak bisa diatur kecepatan berdetaknya. Ada Yasser disana sedang duduk berdua dengan seorang gadis berambut panjang yang dibiarkan terurai. Gadis itu tampak bahagia bersama Yasser, begitupun dengan Yasser yang membuka mulutnya saat gadis berambut panjang itu menyuapinya es krim. Mataku jelas melihat dia bukan Ranti. Temanku. Apa yang terjadi saat itu aku mulai meracuni perasaanku yang selalu kupupuk dengan perasaan suka kepada Yasser. Aku mulai tidak menyukainya. Atau lebih tepatnya aku berusaha menjadikan alasan untuk menghindari perasaanku yang sebenarnya.
Makanan datang, kata Adi. Ayu, kamu gak mau makan?
Aku bahkan tidak menyadari Adi sudah duduk dihadapanku. Dia bahkan sudah mencicipi makanan yang dia pesan untuk dimakan bersamaku. Aku sekilas masih melihat beberapa kali kearah Yasser. Pikiranku ingin mempercayai bahwa Yasser memang bukan pria yang baik, namun hatiku terus saja mengelak.
Hm, Adi. Bisa kita pulang lebih cepat? Ada banyak dokumen yang belum kuselesaikan
Oh, iya tentu.
Mulai malam itu aku memutuskan untuk membuka hatiku kepada Adi. Entah bagaimana kedepannya aku bertekad untuk benar-benar melupakan Yasser. Salah satunya dengan menerima kehadiran Adi. Kenapa aku memilih Adi diantara laki-laki yang mendekatiku? Aku pun sedikit lupa alasanku, namun kurasa saat itu Adi lah yang paling sering menghubungiku dan berperilaku baik kepadaku. Mungkin saja yang lainnya berpikiran bahwa aku lebih memilih Adi sejak awal. Entahlah itu sudah terlewatkan olehku, juga mereka.
Aku pernah mencoba berlari kearahmu
Hingga kemudian aku berjalan
Langkahku mulai pelan
Dan sekarang diam
Aku berusaha untuk tidak berbalik arah
Namun kau semakin tak terlihat
Kakiku mulai lelah
Tak lagi melangkah
Aku kalah
Aku merasakan bahwa kau sudah mulai luluh
Namun kau memilih bertahan dengan rapuh
Bercermin diair yang keruh
Membuat hatiku runtuh
Itulah maumu
Kita saling melewatkan
Dalam persimpangan penentu ruang tujuan
Bukankah perasaan benci yang disertai melupakan lebih baik daripada perasaan menyesal yang sulit disembuhkan?
nice story!! :)
Comment on chapter Kamu Siapa?