Sabtu malam, suasana aula berubah menjadi begitu indah. Acara prom night, kini pria yang bernama Nathan memiliki rencana untuk menembak kakak kelasnya bernama Jasmine.
Nathan septian memiliki keahlian memainkan piano. Ia ingin mempersembahkan satu lagu untuk Jasmine.
Menurut Nathan musik mempunyai kekuatan yang sungguh kuat. Bahkan tidak dapat terpisahkan dengan kehidupannya. Semenjak SMA hobi bermain piano. Ia juga mempunyai impian sebagai seorang pianis terkenal.
Nathan berjalan melewati sebuah lorong menuju ke aula tempat acara Prom night.
Jasmine! Jasmine dan Jasmine. Itulah isi di kepala Nathan kali ini. Tidak pernah terlintas nama wanita lain selain dia.
"Jasmine dia adalah kakak kelasku diwaktu SMA. Entah, kenapa aku bisa jatuh cinta dengan wanita itu? Padahal usianya lebih tua dari usiaku. Tapi, memang dia primadona di sekolah" Batin Nathan.
"Jasmine Shelomita seorang gadis pindahan dari Pulau Bali. Dia memiliki kulit yyang begitu eksotis layaknya Chef Farah Queen. Bahkan, dia gadis yang selalu mendapatkan peringkat teratas. Dia juga seorang ketua OSIS dikala itu. Senyumannya membuatku terhipnotis dan jatuh hati. Dia adalah My First love" Lanjut Nathan.
Di malam pesta Prom night, Nathan memberikan performance pertama kali di hadapan semua orang. Ya, aku memainkan lagu dari Nikka Costa – First Love. Lagu itu sebagai ungkapan perasaanku untuk Jasmine Shelomita. Alhasil, aku berencana untuk mencoba mengatakan perasaanku untuk dia. Meskipun awalnya agak meragu dia bakalan nolak aku. Karena yang aku tahu Jasmine itu sungguh cinta mati terhadap mantan kekasihnya yang bernama Dimas. Kebetulan kekasihnya itu seorang atlet Basket. Menurut informasinya dia melakukan hubungan LDR alias hubungan jarak jauh. Dan, itu alasannya Jasmine memutuskan kekasihnya karena tidak sanggup menjalani hubungan seperti itu antara Bandung dan Surabaya itu sangat menyiksa dirinya.
"Hmmm." Ucapku selesai performance di hadapan semua.
Tiba-tiba mendadak rasanya mulut ini terkunci. Dan, rasanya sedikit memaksa untuk mengatakan kepada dia. Karena aku tahu ini detik terakhir dimana aku bisa mengungkapkan semua perasaanku sebelum terlambat. " Dug... Dug....Dug...." Suara jantung ini yang tak terkendali.
Aku mencoba untuk menelan ludah, "Jasmine" Lirihku dalam suara microfone.
Deg, jantungku seakan bergejolak. Bahkan aku berfirasat kalau dia akan menolakku. Ya, diri ini cukup tahu dirilah. Memang aku terkenal sebagai lelaki kutu buku dan jarang banget bergaul bahkan sekedar nongkrong. Hidupku hanya dalam kesunyian itu saja.
Saat itu aku melihat Jasmine berjalan mendekat ke arahku. Hatiku terasa tidak karuan dan bercampur aduk. Ini seperti perasaan yang ingin meledak begitu saja. Jasmine hanya terdiam dan membisu. Dia menatapku dengan tajam seakan ia penasaran dengan apa yang ingin aku alamin.
Jasmine mengangkat alisnya dan melipat kedua tangannya di dadanya. Dia seakan memberikan isyarat kepadaku. Dan, sialnya mendadak aku menjadi gagap dihadapannya seperti pelawak Aziz Gagap. Dikala itu aku merasa betapa malunya dihadapan teman-teman. Aku langsung turun dari atas panggung seraya menundukkan kepalaku.
"Nathan Septian!" Pekik Jasmine.
Deg, mendengar namaku dipanggil dengan wanita yang sangat aku kagumi dan kucintai. Hati ini terasa terhenti seperti tak berdetak jantung dan berasa seperti vampire dalam film Twilight. Aku merasa begitu cemas dengan apa yang akan terjadi saat ini.
Jasmine mendadak melangkahkan kaki dan mendekat ke arahku. Aku hanya mampu untuk menelan ludah. Bahkan terasa gemetar. Aku mencoba membalikan badan. Tiba-tiba ia menatapku seperti elang yang akan menerkam.
"Nathan, aku tahu kamu menyukai aku dari dulu."
Aku merasa terkejut mendengar dia tahu kalau aku menyukainya dari dulu. Aku merasa kalau ini akan menjadi awal yang baik dia tahu perasaanku. Tapi, aku juga ingin tahu kalimat apa selanjutnya.
"Nathan, maaf sekali. Aku tidak bisa membalas perasaan kamu. Kamu tahukan kalau kita hidup di dunia berbeda. Dan, aku tak akan mungkin jatuh cinta kepada pria seperti kamu."
Deg, perasaanku kalah itu menjadi hancur lebur. Aku mencoba untuk mengangkat kepala ini dan mencoba berusaha tersenyum. Aku juga merasa tahu diri kalau aku bukanlah Dimas lelaki yang super populer dan hitz. Aku hanya pria yang bertemankan buku dan piano.
"Hmmm, Jasmine Shelomita. Baiklah jika kamu sudah tahu perasaanku dan tidak membalas perasaanku. Aku tidak masalah, tapi aku akan buktikan kepada kamu. Suatu saat kau akan jatuh cinta kepadaku. Tapi, kamu harus ingat disaat itu cintaku sudah musnah untukmu."
Saat itu aku langsung pergi meninggalkan acara itu. Aku juga melihat saat itu dia terlihat sedikit nyengir dan aku tahu dia pasti menertawakan aku yang sudah mencintainya. Tapi, tidak masalah toh karena sudah cukup tahu bagiku dibalik cover wanita itu yang membuat aku kini trauma jatuh cinta.
***&&&***
Sepulang sekolah seperti biasa aku bersama Aditya Wardhana diningrat Kusomo Artha Subagio. Dia adalah teman yang namanya begitu panjang kayak rel kereta api. Tapi, ujung-ujungnya ya dipanggil dengan nama bekennya Cimol. Abisnya namanya itu bikin nambah-nambah hafalan dipikiran.
Cimol sahabat yang selalu setia nemenin aku. Mulai dari TK sampai SMA. Tapi, kita berbeda nasib. Cimol selalu saja gonta-ganti cewek. Ya, memang sich dia itu blasteran Belanda-Indonesia. Dia memang suka memikat hati wanita. Tapi, setelah itu wanita itu bakalan dilepeh kalau bosan. Menurut dia wanita itu seperti permen karet yang mudah didapatkan. Dan, dia pun kena batunya jatuh cinta dengan seorang cewek namanya Siti Surinem. Memang namanya jawa banget tapi dia yang membuat Cimol penasaran. Dari seluruh cewek di sekolah cuma sih Siti Surinem yang cuek banget sama sih Cimol.
Siti Surinem cewek yang terkenal begitu misterius. Dia bahkan tidak pernah bersosialisasi dengan teman-temannya. Rasanya dia tipe cewek yang begitu susah didekati dan pribadi dia selalu tertutup.
"Hmmm."
Cimol terkejut disaat aku memergoki dia yang sedang memperhatikan Siti Surinem. Bahkan ia selalu saja berupaya untuk cewek itu. Saat itu cimol di hari Valentine tahun lalu ia memberikan coklat dan bunga. Alhasilnya, Siti Surinem mlengos begitu saja.
"Cimol, udah dech kamu nyerah aja sama dia. Dia itu nggak bakalan suka sama tipe cowok seperti kamu. Udah kalau di Perpustakaan niatnya belajar bukan ngintai cewek." Ujarku.
"Sialan kamu, Nat!" Bisik Cimol dengan nada sedikit kesal.
Tiba-tiba Siti Surinem menatap antara aku dan Cimol. Dan, Cimol terlihat begitu salah tingkah. Apalagi terlihat Siti Surinem mulai beranjak dari tempat duduknya. Dia melangkah menuju ala mi aku dan Cimol.
"Sssstttt." Bisik Cimol. "Akhirnya, dia mulai peka juga."
Ettts, tebakan Cimol nyatanya salah malah Siti Surinem duduk di sebelahku. Dan, dia bertanya tentang soal matematika. Lalu aku coba berikan soal yang ditanyakan Siti Surinem ke si Cimol.
Ketika aku menyodorkan soal itu ke Cimol. Awalnya Cimol tersenyum dan saat melihat soal itu. Tiba-tiba wajah Cimol berubah menjadi pucat pasi seakan dia shock melihat soal itu.
"Tik Tok Tik Tok"
Siti Surinem mulai resah melihat wajah Cimol. Cimol merasa sangat malu karena tidak ada bakat menaklukan soal matematika. Karena dia selalu mendapatkan nilai telur dadar alias nol.
Cimol merasa malu bercampur aduk. Ia bahkan berulang kali menelan ludah. Dan, mata Cimol kedap-kedip melihat soal-soal yang membuat dirinya hampir pingsan.
"Kenapa dia gagh tanya soal cinta saja? Ini mah soal mematikan bukan sekedar matematika." Batin Cimol.
Cimol pun akhirnya merasa tidak sanggup dibunuh malu soal matematika itu. Dia melipat kedua tangannya di meja. Lalu dia menaruh kepalanya tepat di kedua lipatan tangannya.
"Ini mampus dan benar-benar mampus."
Aku merasa kasihan dengan Cimol yang benar-benar mati kutu saat ini. Tapi, aku biarin aja dia biar merasakan bagaimana rasanya begitu sulit mengejar seorang gadis. Dan, dia yang sangat pede kini merasa sangat patah hati bahkan ia merasa ingin menyerah.
Cimol melirik ke arahku. Dia merasa ingin melambaikan tangan. Dia berasa uji nyali yang butuh pertolongan. " Help Me!!" Mungkin itu bentuk teriakan batin Cimol.
Aku hanya sedikit nyengir bahkan mencoba acuhkan dia. Ya, salahnya sndiri dia sangat kepedean. Bahkan sering ngejekin aku yang jomblo terus. Tapi, memang kenyataannya aku jomblo. "Hahaha"
Aku meninggalkan dia dan memberikan isyarat agar dia berjuang sendiri. Dan, aku meninggalkan Cimol yang berpikir rumus-rumus matematika. Kala itu raut muka Cimol benar menjadi suram. Ya, bagaimana tidak suram mukanya. Orang biasanya nilai matematikanya dapat nilai NOL kalau dapat nilai dua puluh aja itu baginya mukjizat.
***&&&***