Shinta hanya bisa duduk tertunduk saat seorang gadis duduk di kursi tepat di sampingnya. Aura gadis itu begitu misterius, tatapan matanya tajam, rambut panjang yang di ombre perak di dibiarkan tergerai. eyeliner matanya yang begitu gelap menambah kesan misterius anak itu.
"ha-hai" Shinta mengangkat sedikit tangannya pada gadis tersebut. yang dimaksud hanya melirik dari bawah ke atas.
"hm" acuh gadis itu. dimata Shinta. gadis itu lebih mirip manekin. tubuhnya begitu elegan, postur tubuh yang tegap. apa dia seorang model ?. jika terus di lihat, gadis itu mungkin ia akan risih. sehingga Shinta memutuskan untuk tak berbicara banyak hal.
selama hari pertama, tak ada perlakuan special yang Shinta dapatkan. semua serba biasa-biasa saja. tak ada tanggapan yang begitu berarti bagi Shinta. kecuali kesan gadis bernama Ratna Lesmana. Gadis manekin yang penuh pesona di mata Shinta. Ratna selalu sendirian, dia tak banyak kontak seperti siswa-siswi di kelasnya. bahkan ketika ia hendak melakukan presentasi, tak ada respon dari manusia dalam kelas. semua sepi ketika Ratna selalu unjuk kemampuan. hanya itu yang Shinta tau.
jam makan siang beralangsung dari pukul 12:30 - 1: 45. waktu istirahat yang memang panjang. karena pihak sekolah tau, jika jam-jam tersebut murid akan mengantuk. jadi pihak sekolah memberikan kebebasan untuk murid melakukan sesuatu pada jam tersebut sebelum menunggu jam pelajaran berikutnya. sebagian besar murid-murid lebih suka tidur atau sekedar berjalan-jalan di areal belakang sekolah karena di sana ada sebuah taman kecil yang ditata cukup rapi.
Shinta memakai 30 menit pertamanya untuk tidur seperti siswa-siswi lainnya. sampai ia terbangun, sosok pertama yang ia cari adalah Ratna. iris mata Shinta melirik bangku kosong di sampingnya. aktivitasnya pun terhenti karena Hera, orang yang duduk di depan Shinta tak sengaja menyiku kepalanya.
"ehh, maaf" gadis berambut ikal itu mengusap kepala Shinta. "sakit ya ? hehe gak sengaja"
"iya, gak apa" Shinta mengubah posisi kepalanya yang menghadap bangku Ratna dengan mendongak menatap Hera.
"maaf kalau aku kepo, kamu ngeliatin apa ?" Hera duduk menyamping agar bisa melihat Shinta.
"bangkunya Ratna."
"oh..biarin aja"
"kok gitu ?, aku liatnya Ratna dari tadi pagi gak ada disapa sama orang-orang. dia ada salah apa emang ?" Shinta melihat Ratna yang memutar bola matanya tanda bosan.
"gak guna, gitu aja"
"karena ?"
"dia bukan manusia"
seketika Shinta merasa terguncang, memikirkan situasi yang akan terjadi nantinya bila keberadaanya di ketahui oleh manusia normal. apa ia akan di pojokan seperti Ratna ?.
"bukan manusia ?"
"kamu anak baru di kota ya ?, makanya gak tau apa-apa " Hera bertanya dengan sedikit nada mengejek di dalamnya. "perlu aku jelasin ?"tanya Hera, yang disambut dengan anggukan tegas Shinta.
"Ratna itu anak terkaya no.2 di kota, kehidupannya gelamor. ia sering pilih-pilih temen, dianggu dikit aja bisa ditindas kau. ngeri aja kalau temenan sama orang kaya gitu. aku juga pernah denger kabar, kalau temen baiknya malah dijadiin .BABU. sama dia." Hera menarik nafas panjang untuk menjeda. "keluarganya hampir membeli 1/4 lahan kota, cuma buat lapangan golf dan fasilitas kelas atas lainnya. ok ini gak terlalu penting menurutmu. tapi bagi ku, pembangunan kayak gitu enggak guna"
Shinta hanya menatap intens. tanpa memberikan respon.
"dia harusnya udah di keluarin dari sekolah karena..." Hera mengecilkan nada suaranya "katanya, dia ngebunuh mantan pacarnya di lab biologi, terus lab itu di bakar sekarang lab itu diganti jadi ruang penyimpanan sepeda. ngeri gak tu ?. polisi sama pihak berwenang kayaknya di sumpel uang sama orang tu"
"bunuh orang ? kapan ?"
"3 tahun lalu"
"lah.. harusnya udah tamat dong ?"
"mana mau di lulusin orang kayak gitu, aku denger gossip lagi kalau hukumannya baru selesai semester lalu. makanya dia berani sekolah sekarang. sebelumnya mana pernah. makanya jangan heran. mukaknya emang muda banget, tapi umurnya udah kayak senior-senior kita yang lain. pikir coba dimana dia mau naruh mukaknya sekarang. dia tu punya otak tapi gak punya hati" cibir Hera,
"kamu denger beritanya dari mana ?"
"kakak ku yang dulu pernah sekolah disini ngasi tau" Hera memegang kepalanya. "intinya hati-hati aja"
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Siluet seorang pria tengah berdiri di lorong sendirian membuat lamunan Shinta buyar. ini sudah pukul 5:30 sore, orang-orang sudah kembali ke rumahnya 15 menit yang lalu. sekolah mendadak dalam keadaan kosong. lagi pula hari ini hari Senin. Shinta dengar kalau ekstra tak ada yang diadakan hari senin.
bulu kuduknya berdiri saat Shinta menunduk, kemudian kembali mendongak. Siluet pria itu telah menghilang secara tiba-tiba. tangan Shinta bergetar, ia sudah sering alami hal ini ketika tinggal di pedalaman. tapi kali ini rasanya sangat berbeda.
lorong dimana siluet tadi muncul harus Shinta lewati, karena disanalah jalan terdekat menuju pintu keluar gedung sekolah. Shinta juga tak ingat dimana letak jelas tempat penyimpanan sepeda. tapi meninggat ia mendengar suara lonceng sepeda dari kelasnya yang ada di lantai 2, harusnya temapt penyimpanan sepeda itu tak jauh darinya.
ia.. tak jauh dari tempatnya berdiri. apa ini yang disebuh hantu ?. Shinta pun memberanikan diri untuk melewati lorong tersebut. dengan ketakutan menyelimuti dirinya, udara dingin yang tiba-tiba menusuk tubuhnya. bulu kakinya pun terasa naik-naik semua. ketegangan kakinya sudah mencapai lorong dekat tikungan menuju tangga ke lantai bawah. disana mulai gelap.
Shinta dengan takut-takut melirik ke arah tembok. 2 buah siluet terlihat hampir saling berhimpit. Shinta ingat jelas jika ia disana sendirian. tanpa pikir panjang, gadis itu dengan cepat berlari menuju tangga kebawah. ia bahkan terus berlari sampai di dekat gerbang sekolah, tak peduli kakinya akan kram atau sakit nantinya. ia tak ingin pulang sendirian lagi. disana begitu menakutkan.
Shinta merogoh tasnya, ia mencoba mengeluarkan benda pipih panjang untuk menghubungi ayahnya. sampai ia teringat bila ia lupa untuk mengecek isi dari kolong mejanya.
"oh..tidak..."