jika Shinta tetap meninggalkan ponselnya di kelas, pikiran-pikiran negatif akan membayangi seluruh pikirannya. seperti pencurian atau mahluk astral yang akan membawa hpnya pergi, kemudian meneror ayahnya dan satu-satunya cara terbaik tapi penuh resiko adalah mengambil ponsel itu kembali.
detak jantung Shinta berdegup sangat kencang, bagaimana jika ia kembali melihat siluet hitam tadi, apa hantu tadi akan membunuhnya ? apa hantu tadi akan mengikutinya sampai pulang dan terus akan mengganggunya ? apa hantu tadi akan menakut-naktuinya sampai Shinta tak berani ke sekolah lagi ?. Shinta menampar dirinya sendiri.
udah cukup ! ini demi papa !- bathin Shinta.
gadis itu meletakan tasnya di dekat gerbang, kemudian menuliskan note dekat post satpam. siapa tau kan kalau-kalau satpam datang menjemputnya. Shinta yang telah melakukan ritual pertamanya kini beranjak ke gedung kelasnya di lantai 2. mengumpulkan semua keberaniannya.
sampai di rumah aku bakal urut kaki, dan kau hantu !!! aku gak bakal takut !- batin Shinta. setelah dirinya sudah berhadapan dengan tangga menuju lantai 2.
agar suasanya tak begitu horror, ia melangkahkan kakinya begitu cepat. ia sesekali memegang tembok tanpa perlu melihat kebelakang. jatungnya di buru, kakinya terus bergerak menyusuri kelas-kelas kosong. sampailah ia di kelas, ketika mencapai mejanya, pencahayaan sudah begitu minim.
sial. tak ada orang yang menghidupkan lampu apa ?-Shinta.
tangannya meraba-raba kolong bangku, ia pun berhasil menemukan benda yang dicarinya. sesaat ia beregegas pergi. ia berlari, dan... derap langkah kaki begitu ramai terdengar di sana. apa itu mungkin efek gema suara dilorong.
"AH !" suara anak laki-laki terdengar begitu keras, walau hanya sebentar. Shinta sempat berhenti.
PRANG !!! PRANG ! PRANG ! PYAS !
seperti suara nampan besi di akhirni dengan pecahan benda kaca. Shinta berdiri kaku. rasa penasaran, takut dan khawatir semua bercampur aduk. degup jantung Shinta semakin menggila. tugasnya hanya untuk mengambil ponsel dan pergi.
"TOLO pftt--" suara laki-laki itu kembali terdengar. ia tak jadi untuk berbicara, sepertinya seseorang telah memaksanya untuk tutup mulut atau menyumpal mulut anak tersebut.
BUGAH ! BUG! BUG!
Shinta yang makin penasaran, memberanikan diri untuk mencari sumber suara tersebut. ia berpikir bahwa telah terjadi penganiyayaan. tapi tidak mungkin kan ?. semua orang sudah pulang. setelah sampai di sumber suara, Shinta menempelkan tubuhnya ke tembok. ia yakin ruangan yang sedang ia intai adalah tempat dimana kejadian misterius itu terjadi. di setiap pintu kelas ada jendel berbentuk persegi panjang. Shinta pun mengintip dan...
ia tak menemukan apa pun...
BRAK!
ada suara dentuman dari pintu di kelas sebelah, pintu itu juga sempat bergerak sedikit. entah kenapa perasaan Shinta mulai menjadi-jadi. perasaannya mengatakan, bahwa ia benar-benar harus pergi. pintu itu pun terbuka, tak terjadi apa pun. udara mengalir bebas. tapi... Shinta kembali meraskan ada seseorang di sampingnya.
bayangan orang lain kini menempel dengan bayangannya.
Shinta yang Shock pura-pura pingsan. agar ia berani melirik ke belakang.
"APA YANG -?!" seorang anak laki-laki ngangkang saking kagetnya, suara tersebut sepertinya ia kenali.
"E E E bangun ! jangan tiduran di sekolah !" pria itu menggoyang-goyangankan bahu Shinta. "ini siapa lagi !, woi ngapain lu ?!" suara langkah kaki pria yang ingin membangunkan Shinta menjauh.
"pulang !, gak usah sok-sokan berduaan di sekolah !. itu-itu bersihin sisa praktikum kalian !"
terdengar suara orang menyahut dari dalam tapi agak samar-samar.
"ya udah beresin !, gimana sih. makanya jangan praktek kalau ga ada guru pendamping !. liat !. anak orang pingsan gegara kalian"
orang yang lain terdengar menyahut.
"iya lah ! kek hantu !"
mendadak hening untuk sesaat.
"ya uda, aku tungguin. sekalian mau urus anak orang"
derap kaki laki-laki yang menolong Shinta kembali mendekat ke arahnya. Shinta pura-pura membuka matanya, seolah-olah pusing. Shinta memegang kepalanya, lalu mencoba untuk bangun. pria itu kini memegang bahu Shinta.
"eh gak pa pa kan ?" tanya pria itu untuk memastikan. Shinta hanya menangguk. ia kemudian menatap orang tersebut.
"kau kan- tutor" jawab Shinta terbata-bata.
"panggil aja Haridan. ngapain belum pulang ?. udah tau di sekolah bahaya, masih juga diem disini". Hardian mengomel, wajahnya basah oleh keringat, ia bahkan membawa 2 tas, sepertinya yang satunya berisi benda-benda untuk keperluan olahraga. Shinta disenderkan dekat tembok, Hardian dengan cepat membuka tasnya. ia mengambil botol minum yang masih setengah.
"minum" ucap Hardian sambil menyodorkan botol berwarna biru tersebut.
"wuh... enak ya. jadi senior. bisa mesra-mesraan bareng cewek" seorang pria keluar dari ruangan yang membuat Shinta penasaran tadi.
"ye elah, enakan jadi ceweknya tong." sahut yang lain.
Haridan melihat kebelakang, dengan tangan masih membantu gadis itu untuk minum dari botolnya. tatapnya yang tajam dan kecaw membuat dua juniornya menanggakat kedua bahunya dengan tegang.
"dah lesei ?, cepet amat. kalian buang pecahaanya dimana ?"
"ni" anak laki-laki berambut cokelat gelap mengangkat kantung plastik berwarna hitam berukuran kecil.
"untung ya CCTVnya mati. jadi ga ketauan deh" seru anak laki-laki yang berambut hitam. nametagnya bertuliskan Leon Bennet.
"eh, masih lama ? buruan keluar. ngeri ku lama-lama disini" anak laki-laki berambut cokelat gelap dengan nametag bertuliskan Gintong Suteja, tampak memegang tengkuknya.
Shinta menurunkan botol minumnya. lumayan kan ?,abis jedag jedug gara-gara berasa jadi tokoh utama film horror, sekarang dapet perhatian kak Hardian dan kawan-kawannya. Leon dan Gintong ikutan jongkok di samping Hardian.
"oh, kelas 11 ? kok gak pernah liat ?" Leon menarik kerah baju Shinta, karena disana terdapat pin kecil yang menunjukan kelas.
"biasa lah anak baru, kalau anak lama, mana mungkin Hardian bakal caper gini" bisik Gintong tapi tetep saja dapat di dengar Hardian.
"Junior harus tunduk pada Senior" jawab Hardian sambil mengangkat dagunya seolah-olah berkuasa.
"Senior harus hormat pada Junior" sahut Leon.
"kebalik coeg, jadi junior gak usah songong"
"bodo" kini Gintong yang menjawab.
"bener ga.." Akhirnya Shinta buka suara. "bener ga, kalau pernah ada orang dibunuh disini ?"
Gintong, Hardian dan Leon saling tukar pandangan. Leon yang tampak paling terkejut dan ia pun menagguk.
"cepetan bangun. kita harus pergi" pinta Gintong.
"kenapa ?" Shinta bertanya, Hardian sudah memasang wajah masam. ia tak berekspresi sedikit pun. ia menarik lengan Shinta.
"ntar aja kita kasi tau" lanjut Gintong sambil membantu membopong tubuh Shinta yang masih agak pusing.
Leon berjalan di depan. ia melihat ke kiri dan kanan, sepertinya sedang mengawasi sesuatu. sampai menuruni tangga pun ia melakukan hal yang sama. Shinta sempat berpikir bawa ini adalah hal yang misterius. perubahaan suhu yang mendadak dingin dan hangat membuat ke-empatnya kebingungan. akhirnya mereka sampai di lapangan depan dekat post Satpam, dimana dari kejauhan Satpam sedang membawa tas Shinta.
"tas ku" Shinta melepaskan bantuan kedua pria tadi dan berjalan menuju pak Satpam sambil meminta maaf.
"eh har.. kau ada cerita masalah itu ke anak baru ?" Leon, menatap Hardian horror.
"gak, jugaan dia cuma se-ba-tas Tau. tanpa tau versi fullnya kayak gimana" Jawab Hardian enteng.
"Har, kau ngutang cerita loh ma anak baru" Leon melanjutkan.
"mending kalian diem. gak usah ungkit-ungkit entu lagi. pulang sana !" Hardian membentak, membuat Leon dan Gintong menekuk alisnya.
"ya udah, kita duluan" Leon dan Gintong kemudian meninggalkan Hardian sendirian yang masih menunggu Shinta di ceramahai pak satpam.