KEMBALI
Hari minggu biasanya digunakan oleh orang-orang untuk menikmati libur, atau sekedar berguling malas di atas tempat tidur. Namun, berbeda hal dengan Farrel. Sejak pukul 07.00, Farrel telah sibuk memasak di dapur. Ia memanggang roti, menggoreng telur mata sapi, dan beberapa buah sosis untuk sarapan paginya. Tak lupa pula segelas susu putih yang sudah ia tuangkan ke dalam gelas.
Farrel membawa piring dan gelasnya ke meja makan. Ia duduk dengan tenang sembari melahap sarapannya. Sesekali ia menatap layar ponselnya, memeriksa pesan yang mungkin saja ia lewatkan semalam.
Farrel sedikit mengerutkan dahinya. Ada yang aneh dengan isi ponselnya saat ini. Kontak dari teman kampusnya tiba-tiba saja menghilang. Ia jusru melihat tumpukan pesan dari teman-teman semasa dia SMA. Bahkan ada yang menanyakan PR Fisika pada dirinya.
Hei!
Ia telah melewati masa itu lima tahun yang lalu.
‘Mungkin aku harus memperbaiki ponselku.’
Farrel membatin sendiri. Ia meletakkan ponsel miliknya, lalu kembali fokus pada sarapannya. Setelah selesai dengan sarapan paginya, Farrel pun kembali kembali ke kamarnya. Ia berniat untuk mengerjakan tugas analisis kelainan hormon pada anak-anak untuk blok ke-7[2] yang sedang ia lalui. dan tugas harus di kumpul pada hari Selasa. Farrel memang tidak suka menumpuk pekerjaan. Ia akan mengerjakan setiap tugas di setiap waktu luang yang ia miliki.
Namun, Farrel tiba-tiba dikagetkan dengan susunan buku yang sekarang berada di atas meja belajarnya. Tak ada lagi buku-buku tebal kedokteran yang ia miliki. Semua buku itu telah berganti dengan buku pelajaran saat Farrel masih berada di kelas X. Semua buku itu tersusun dengan rapi sesuai dengan tebal buku.
Farrel tak mampu menutupi kebingungannya. Ia menepuk-nepuk sendiri kedua pipinya. Mungkin saja ia tengah bermimpi kali ini. Namun, sepertinya ia memang sedang tidak bermimpi. Ia bisa merasakan sakit yang menjalar di wajahnya saat ia menepuk dengan cukup keras pipinya.
Farrel menatap ke setiap arah sudutnya, mencari keanehan lain yang mungkin saja muncul. Fokus matanya kini tertuju pada sebuah kalender yang menggantung di dinding—tepat di atas tempat tidurnya.
Farrel mendekat ke arah tempat tidurnya, dan tak lama Farrel tersentak saat melihat tahun yang tercetak dengan jelas di kalender tersebut.
Agustus, 2015.
“WHAT?!!!”
Farrel tak dapat lagi menahan teriakan yang keluar dari mulutnya. Ini benar-benar di luar akal sehat manusia. Belum sempat Farrel meredakan keterkejutannya, tiba-tiba saja ia mendengar suara wanita yang berteriak dari arah luar kamarnya. Sontak saja Farrel segera berlari keluar menghampiri sumber suara yang ia dengar.
Keterkejutan Farrel semakin bertambah karena di hadapannya kini tengah berdiri sosok wanita yang sangat ia kenal. Sosok yang sudah lama tak ia temui.
“Kamu ngapain, kok pagi-pagi udah teriak-teriak nggak jelas?”
“Ma- Mama,” ucap Farrel terbata.
Ya, sosok wanita yang tengah berdiri di hadapan Farrel sekarang adalah sosok mamanya. Sosok yang sudah sangat ia rindukan sejak terakhir kali bertemu.
“Heh, kok bengong?” tanya sang mama menyadarkan lamunan Farrel. Farrel yang tersadar refleks berlari ke arah mamanya, lalu memeluk wanita itu.
“Ini benar Mama, kan?”
Mama Farrel mengerutkan dahinya. “Mama nggak akan ninggalin Farrel lagi, kan?”
Mama Farrel semakin terlihat bingung dengan arah pembicaraan putranya. Farrel seakan berbicara bahwa wanita yang tengah dipeluknya ini tak nyata.
“Kamu sakit?”
Farrel menggeleng pelan. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh sang mama. Walaupun bingung, mama Farrel tak menampik pelukan putranya. Ia justru membalas pelukan Farrel seraya mengusap punggung Farrel dengan begitu lembut. “Mama nggak akan ke mana-mana.”
Farrel menitikkan air matanya, tetapi ia juga menyunggingkan senyuman indahnya. Ia begitu bahagia bisa kembali memeluk sang mama. Merasa bajunya sedikit basah, Mama Farrel mengendurkan pelukannya, menatap Farrel yang kini mengusap pipinya yang berair.
“Mama ke pasar bentar doang, kok kamu mewek?”
Farrel tertawa pelan mendengar candaan mamanya. Ia tahu ini tidak masuk akal. Semua seperti mimpi, tapi terlalu nyata jika hanya sebuah mimpi. Ia benar-benar memeluk ibunya, mencium lagi aroma mawar dari tubuh ibunya yang selalu ia rindukan. Mungkin saja Tuhan sedang berbaik hati pada Farrel. Tuhan ingin memberikan lagi kesempatan pada Farrel untuk tak melukai ibunya lagi. Jika itu nyata, maka Farrel tak akan menyiayiakan kesempatan ini.
“Farrel gak mewek. Farrel cuma kelilipin,” canda Farrel agar tidak terlihat mencurigakan di mata mamanya. Sang mama tersenyum, mengacak pelan rambut Farrel yang mulai terlihat gondrong.
“Ck! Daripada kamu bercandain mama, mending kamu mandi sekarang. Malu, punya anak bujang, tapi bau asem!”
Farrel mengangguk pelan sebelum akhirnya kembali memeluk mamaya. Setelah puas dengan pelukannya, Farrel pun melangkah kembali menuju kamar. Sebelum ia benar-benar masuk ke kamar, ia menatap punggung mamanya dengan begitu lekat. Ia ingin memastikan bahwa mamanya tak akan lagi pergi setelah ini, meyakinkan dirinya bahwa peristiwa yang baru saja ia alami adalah sebuah kenyataan.
***
Secepat kilat Farrel membuka surat yang semalam ia tambahkan tulisan dari dirinya. Farrel menyimak dengan seksama kalimat yang ia tuliskan dalam surat. Ia tercengang saat sampai pada paragraf terkahir pada surat itu. Sebuah balasan yang Farrel berikan untuk kalimat yang ditulis sang pengirim surat padanya.
Jika aku diberi kesempatan kembali, aku ingin kembali ke masa itu. Memperbaiki semua kesalahan yang telah kuperbuat. Apakah aku akan bahagia setelah itu?
***
[2] Sering disebut sebagai blok Endokrin, Metabolisme, dan Nutrisi. Blok pertama pada semester ketiga pendidikan dokter yang membahas tentang perubahan dan kelainan sistem tubuh pada manusia. Materi difokuskan pada pengetahuan gangguan fungsi dan analisis kesehatan terkait kelainan hormon, metabolisme dan nutrisi pada tubuh manusia.
nice story :)
Comment on chapter Prologue