Loading...
Logo TinLit
Read Story - SATU FRASA
MENU
About Us  

"Ye, ada project baru nih, kamu langsung saya masukkan tim ya, nanti saya email brief dari klien, kamu pelajari dulu aja." Ayesha mendongak, menemukan Pak Wiguna yang sudah berdiri di depan kubikelnya. Ia gelagapan tentu saja, pasalnya, perempuan ini lagi menekuri ponsel lima inch-nya itu dan ber-selfie ria membuat story di Instragam.

Ckck, dasar orang zaman sekarang! Udah bukan anak kecil lho padahal. Tapi yaa... seperti kebanyakan orang lainnya, ia juga butuh hiburan seperti ini.

Ayesha tergagap, buru-buru menutup ponsel dan menanggapi Pak Wiguna. "Oo...oh, iya, Pak, siap. Nanti saya cek emailnya," ungkapnya, sedikit gugup tentu saja.

"Santai, Ye. Nggak usah takut ketauan mainan handphone kalau sama saya, mah. Yang penting kerjaan beres." Mungkin, Pak Wiguna mau meredakan grogi yang dirasa oleh Ayesha. Namun, itu lebih mirip sindiran sih kalau Ayesha rasa.

"Hehe, baik, Pak." Ayesha kikuk, ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali nggak gatal.

"Ya sudah, lanjutkan. Sambil kamu pelajari email saya. Kalau nggak paham tanya saja via telepon. Betewe kamu udah hapal nomor extension orang-orang sini kan?" tanya Pak Wiguna, belum juga beranjak pergi padahal Ayesha kira kata 'ya sudah' tadi adalah bentuk sebuat pamit. 

"Ngg... hapal kok, Pak, di 119 kan?" Ayesha memastikan kembali, jangan sampai saja dia nyasar ke bagian lain seperti tempo hari itu.

Nah, salah satu yang paling Ayesha sebalkan ya ini nih, menghapal. Dari dia masih zigot sampai dia jomlo, soal hapal-menghapal begini, ia angkat tangan.

Ngomong-ngomong nomor extension Pak Wiguna seperti nomor ambulans ya? Pantas aja cepat banget kalau soal merepet ini itu, radarnya tinggi. Meskipun title-nya di sini adalah seorang team leader, jangan remehkan soal gosip terbaru. Pak Wiguna termasuk salah satu yang ulung bila disandingkan dengan Mami Minceu si lambe turah.

Ayesha sedikit lega, setidaknya Pak Wiguna sudah enyah dari pandangan. Namun, kegalauan menyeruak di pikirannya. Berharap saja project pertamanya setelah ia berhasil dinyatakan lulus dari masa trainee sebulan itu sedikit banyak sesuai ekspektasinya.

Ayesha mulai menekuri surel dari Pak Wiguna yang baru saja ia buka. Mmm... mungkin sebulan ini Ayesha banyak belajar sih memang. Namun, yang namanya trainee pasti hanya sekadar lihat-lihat, manggut-manggut, dan mengiyakan apa yang diminta oleh senior. Kalau soal mencoba, memang pernah sih, tapi Ayesha kan tetap nggak tahu bagaimana alurnya kalau ia sudah terjun sendiri seperti ini.

Malu bertanya sesat di hatinya. Begitu pepatah yang selalu Ayesha pegang.

Sesat di hatinya.

Hatinya siapa?

Hanya Ayesha dan Tuhan yang tahu.  Hahaha.

Ayesha menekan angka 119 dan menunggu beberapa saat hingga sambungan tersedia.

"Ya, halo, Wiguna di sini." Suaranya teduh. Adududududu... kalau saja Pak Wiguna ini belum punya buntut dan patung ogoh-ogoh, mungkin bisa masuk dalam salah satu list gaetan Ayesha.

"Maaf, Pak. Ini Ayesha," balas Ayesha.

"Ya, Ye? Kenapa?"

"Itu, Pak. Soal email yang Bapak kirim, sebenarnya saya kurang paham sih." Ayesha meringis sendiri mengatakannya, sedikit meragu.

Ayesha nggak ingin saja kalau Pak Wiguna semacam punya penyesalan karena telah ngotot mempromosikan dirinya ke atasan--yang sekaligus CEO itu--untuk lulus dari trainee kemarin.

"Bagian mana yang kamu nggak ngerti, Ye?"

"Alurnya, Pak. Saya harus melakukan apa dulu? Lalu, pihak-pihak terkait yang berhubungan langsung dengan saya. Maaf, Pak kalau kesannya saya banyak tanya." Ayesha mengigiti bibir bawahnya, terlalu malu dan menyadari begitu o'on dirinya saat ini.

"Gini lho, Ye. Kamu ini kan berada dalam satu tim, kamu nggak kerja sendiri, Ye. Oke, oke, lebih jelasnya gini. Kamu kenal Gifi kan?"

"Gifi?" gumam Ayesha pelan, tapi berhasil tertangkap pendengaran Pak Wiguna.

"Iya Hanggifi Prama anak digital strategist, kenal, Ye?"

"Sepertinya saya tahu, Pak." Padahal, dalam hati Ayesha masih menerawang jauh, meng-combine antara nama dan wajah yang mati-matian ia hapal sebulanan ini.

Untuk kesekian kalinya, ia merasa gagal soal hapalan kampret beginian.

"Nah, nanti kita akan banyak sekali berhubungan dengan Gifi. Jadi mulai sekarang coba deh tanya-tanya dia, sebelum meeting pertama kita untuk klien baru ini," pinta Pak Wiguna yang membuat ego Ayesha terluka.

Memulai, ya, memulai sebuah perkenalan terlebih dahulu itu sudah seperti bangun subuh di hari minggu hanya untuk jogging keliling komplek. Sangat-sangat dihindari oleh Ayesha.  Sebulan ini saja nih, kalau nggak ada yang ngajak say hola duluan, Ayesha sangat betah mendekam di kubikel nggak berkutik sama sekali.

"Oke, Ye? Ada yang ditanya lagi?"

"Ngg... sepertinya cukup, Pak. Sambil jalan saja setelahnya."

Pak Wiguna sudah menutup teleponnya sedetik yang lalu. Sedangkan Ayesha masih termangu sambil berusaha mencari di ingatan dari sekian orang penghuni lantai ini, siapakah yang bernama Gifi?

Gifi... Gifi... Gif--

"Ye, lo ntar lunch di mana?" tanya Cia yang tiba-tiba menyatroni kubikelnya.

"Nggak tahu, Ci," jawab Ayesha kepada salah satu temannya itu.

"Temenin gue, yuk. Nge-brunch aja di kafe ujung jalan yang baru buka itu lho."

Ayesha masih menimbang-nimbang tawaran Cia. Dia memang kebetulan nggak bawa lunch box hari ini. Lagian, Ayesha juga mulai bosan dengan makanan kantin yang setiap hari ia jelajahi satu per satu sebulanan ini.

"Boleh, deh," putus Ayesha yang dibalas Cia dengan tautan jari tanda oke.

????????????????

"Jadi, lo tuh LDR-an sama Abang lo?" Tiba-tiba saja Ayesha begitu tertarik dengan bahasan topik kali ini.

"Ya gitu deh, Ye. Abang gue kerja di Makasar, kurang jauh apa coba?" Cia terlihat begitu capek menceritakan kisahnya sendiri.

Sekar Gaitsa Ayu, atau akrab dipanggil Cia, berhasil menarik perhatian Ayesha sebulanan ini. Pasalnya, selain karena memang mereka sesama newbie, mungkin Cia-lah yang memulai perkenalan terlebih dahulu dengan Ayesha. Cia lebih pro-aktif darinya, salah satu contoh ya dengan ajakan makan siang di luar tadi. Karena itu, Ayesha nyaman berteman dengan perempuan ini.

"Ya udah sih, Ci     

"Ya udah sih, Ci. Jalanin aja dulu," nasihatnya kepada Cia yang bertentangan dengan pergolakan hati Ayesha.

Memangnya, kalau ia ada di posisi Cia, tahan dengan status hubungan jarak jauh seperti itu? Ayesha nggak yakin dengan nasihatnya sendiri.

"Iya, Ye. Gue jalanin kok. Cuma, akhir-akhir ini tuh gue ngerasa kayak dia udah mulai capek gitu lho. Mmm... apa, ya? Tiap kali gue telepon dia tuh semacam yang ogah-ogahan ngangkatnya. Ada aja alasan, yang dia baru pulang lah, yang bawa kerjaan ke rumah lah, apapun itu, Ye," cerita Cia sambil mengaduk-aduk lemon grass di depannya.

"Mungkin memang Abang lo lagi capek beneran, Ci. Lagi banyak kerjaan kali, ya?" balas Ayesha yang justru membuat Cia frustasi nggak karuan.

"Banyak kerjaan sih nggak pa-pa, Ye. Gue tuh cuma minta dia berbagi sama gue. Oke, mungkin raga kita nggak saling terjaga. Tapi, gue nggak pengin jarak menggerus semuanya." Kentara sekali kalau Cia mulai gregetan ketika bercerita soal kekasihnya itu.

Jujur saja, Ayesha mulai bingung harus menanggapi seperti apa. Dirinya takut kalau terlalu jauh mencampuri urusan seseorang yang bagaimanapun baru ia kenal sebulan lalu.

Memang sih, dari sekian orang yang ada di lantai itu, Cia adalah yang paling intens mengajaknya mengobrol. Tak ayal, hal tersebutlah yang menjadikan mereka sedekat ini. Seiring berjalannya waktu, Ayesha mulai tahu tentang kehidupan seorang Sekar Gaitsa Ayu. Namun, itu nggak berlaku sebaliknya. Ayesha masih pilih-pilih soal hal-hal yang ingin diceritakan ke Cia soal dirinya.

"Tapi, Ye, kalau gue saran sih, misal Abang lo lagi males teleponan, atau kayak lagi high pressure gitu, lo jangan ngotot tanya ini itu deh. Mending, lo bilangin aja buat istirahat, kasih kata-kata semangat mungkin. Klise sih, ya, tapi sedikit banyak bakal ngaruh lo. Terus, besoknya kalau mood dia udah mulai membaik baru deh kalian ngobrol lagi kayak biasa," jelas Ayesha yang ia sendiri juga nggak paham kenapa bisa merepet panjang seperti itu.

Kayak dia paham aja soal begituan? Apa kabar gagal move on dua tahun itu, Ye?

"Kok lo paham banget, Ye? Keliatan sudah pakar tau, nggak? Betewe, lo nggak pernah cerita ke gue kalu punya pacar. Giliran lo dong yang cerita." Cia antusias untuk sedikit menggeser topik.

Sementara Ayesha, merasa salah memberikan wejangan kalau ujung-ujungnya jadi ia yang dibahas.

"Apaan sih, Ci?" Ayesha masih berusaha mengelak mencari pengalihan lain.

"Lo udah punya pacar, Ye?" Namun, nggak semudah itu untuk Cia biasa berhenti mengorek informasi dari perempuan yang setahun lebih muda darinya itu.

"Ngg... keknya kita tadi nggak bahas itu deh, Ci?"

"Nggak, nggak... now, telling me about everything about you. Gue dengerin sekarang, please."

Ya, Ayesha hanya cewek biasa yang nggak tahan untuk nggak cerita kalau sudah nemu yang klop begini.

"Gue... gue terakhir itu dua tahun lalu. Sekarang, i'm free dan ya... lagi nggak pengin aja." Sesungguhnya, Ayesha berat sekali ditanya hal-hal beginian.

Memorinya kembali tersiar. Kenangan yang coba dipendamnya itu terlalu sesak untuk diputar kembali. Apalagi, sekarang sudah nggak lagi sama.

"Sorry ya, Ye, gue nggak maksud bikin lo bete," sesal Cia melihat perubahan air muka yang dipancarkan Ayesha.

Ayesha menggeleng, mengambil napas dalam dan berusaha menyunggingkan seutas senyum kembali. "Nggak, tapi bukan sekarang waktunya, Ci."

"Iya, iya... lo tenang aja, gue kenalin deh habis ini. Di kantor kita nih, nggak kurang deh cowok nganggur. Tinggal pilih, slepet dikit, jadi."

"Apaan sih, lo!" Ayesha mendelik, nggak terima dengan Cia yang semudah itu berucap.

"Eh, serius gue, Ye. Lo kenal Gifi anak digital strategist, nggak?"

Ayesha mengerutkan keningnya sejenak. "Gifi?" Ia familier dengan nama tersebut.

"Iya, Ye. Hanggifi Prama?" Cia menekankan kembali dengan menyebut nama lengkap Gifi. Kali saja sahabatnya itu sedikit ingatannya muncul soal sosok Gifi.

"Oh, Gifi," seru Ayesha singkat.

Oh, yang mau jadi satu team sama gue? Siapa dia? Kenapa begitu famous di sini?

"Nah, lo kenal, kan?"

"Nggak, sih. Cuma tahu aja, lupa juga yang mana. Belum pernah ngobrol langsung soalnya. Beberapa kali Mbak Sita, Mbak Ayuni pernah kasih tau waktu dia lewat, ya gue cuma manggut-manggut aja sambil ber-oh, itu toh yang namanya Gifi, itu aja udah."

"Yaa... pokoknya itulah, Ye. Serius dia tuh valuable banget. Cocok lah yaa sama lo, keknya." Cia begitu semangat mempromosikan sosok seorang Gifi. Seolah dirinya adalah duta endorse yang entah dibayar berapa oleh Gifi-Gifi ini.

Ayesha kan jadi semakin penasaran dibuatnya.

"Sebenarnya Pak Wiguna masukin gue sama dia se-team sih buat project baru besok. Pak Wiguna minta gue belajar brief dari klien ke dia. Tapi, gue belum yang mulai gitu." Mau bagaimanapun, Ayesha pada akhirnya menceritakan problematika yang memenuhi pikirannya akhir-akhir ini.

Ya, soal memulai duluan aja itu menjadi masalah besar bagi Ayesha.

"Hah? Apa... apa, Ye??" Cia menajamkan kepekaan telinganya. Kali saja info yang baru saja ia dengar itu salah.

"Project dari permen Marshamalove itu?" Cia berteriak penuh kegirangan.

"Eh, iya, kok lo tau?"

"Kampret! Ini epic banget serius. Oke, fix! Mulai sekarang gue punya misi buat lo."

Ayesha bahkan nggak tahu harus berekspresi seperti apa dengan sikap lebay si Cia tersebut.

????????????????

Jam pulang kantor tiba, Ayesha buru-buru membereskan segala serabutan di atas meja kerjanya. Ia belum sempat memesan ojek. Padahal, kalau ia nggak pulang tenggo, selamatlah ia untuk menikmati malam Jakarta dengan kemacetan tiada tara yang terpampang di depannya. Paling-paling sampai rumah pukul delapan, itupun estimasi tercepat.

Belum juga ia membuka aplikasi ojek online-nya, satu notifikasi Line menyembul di screen ponselnya.

Gue di depan gedung lo, bareng nggak?

Ayesha mengernyit, menambah fokus pupilnya. Ia membaca kembali satu pesan Line yang diterimanya. Pasalnya, Ayesha heran saja, nggak biasanya orang tersebut melakukan hal-hal demikian.

Belum juga membalas, satu panggilan membuat ponselnya berdering.

"Halo, gedung lo di Letjen S. Parman kavling 62-63 ini, kan?" sambar pemilik suara di ujung sana tanpa berniat memberikan Ayesha kesempatan untuk sekedar mengucap salam.

"Eh, eh... iya." Ayesha juga nggak tahu kenapa ia mendadak kelu seperti itu.

"Mau bareng nggak? Tapi mampir Starbucks dulu nggak pa-pa? Gue pengin ngadem."

Ayesha melongo, mengambil clutch dan menyelempangkannya sambil berjalan keluar.

"Hei? Masih di sana kan?"

"Eh... oh, iya, ini turun, wait a minute!" Ayesha memutuskan sambungan terlebih dahulu. Kemudian, segera ia turut bergumul mengantre lift seperti biasa.

Ah, seseorang yang sudah menunggunya di bawah itu memang selalu tidak terduga. Ayesha berdecak sendiri.

________Nantikan kelanjutannya______

? You, CiaGaitsa, ValerieS, RayyanArg, and 17048 likesAyeshaA Friendship, is not a big thing, but it's a million little things ????????CiaGaitsa gue kok buluk sih ????????IzzyAlf hei kak @CiaGaitsaa ????????????Jujuwwitjantik nyebelin, sekarang gaperna ngajakin...     

You, CiaGaitsa, ValerieS, RayyanArg, and 17048 likes
AyeshaA Friendship, is not a big thing, but it's a million little things ????????
CiaGaitsa gue kok buluk sih ????????
IzzyAlf hei kak @CiaGaitsaa ????????????
Jujuwwitjantik nyebelin, sekarang gaperna ngajakin kongkow lagi ????????
CiaGaitsa hai, Zy, i know so well dari kaka lo @IzzyAlf 
RayyanArg ????????????
Jujuwwitjantik abaaaanggg ngapaaain?? @RayyanArg 
IzzyAlf lu apaan sih kaleng rombeng? Nyepaaam di lapak orang elah @Jujuwitjantik 
IzzyAlf iya lady, its me, lamken ????????????????



 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • yurriansan

    Mantap & kreatif, smpai masukin gambar. Jadi bisa kebayamg deh karakternya.

    Comment on chapter Sembilu Dusta
  • eksindrianii

    Ada abg disini????????

    Comment on chapter SERANGKAI FRASA
  • dede_pratiwi

    nice story :)

    Comment on chapter BERMULA KARENA
Similar Tags
To The Bone
428      298     0     
Romance
Posting kembali.. Sedikit di Revisi.. --- Di tepi pantai, di Resort Jawel Palace. Christian berdiri membelakangi laut, mengenakan kemeja putih yang tak dikancing dan celana pendek, seperti yang biasa ia pakai setiap harinya. > Aku minta maaf... karena tak bisa lagi membawamu ke tempat-tempat indah yang kamu sukai. Sekarang kamu sendirian, dan aku membenci itu. Kini kamu bisa berlari ...
Nonsens
521      392     3     
Short Story
\"bukan satu dua, tiga kali aku mencoba, tapi hasilnya nonsens. lagi dan lagi gadis itu kudekati, tetap saja ia tak menggubrisku, heh, hasilnya nonsens\".
JEPANG
459      307     2     
Short Story
cerpen ini dibuat dengan persetujuan dari orang orang yang terlibat.
Sebelas Desember
4694      1353     3     
Inspirational
Launa, gadis remaja yang selalu berada di bawah bayang-bayang saudari kembarnya, Laura, harus berjuang agar saudari kembarnya itu tidak mengikuti jejak teman-temannya setelah kecelakaan tragis di tanggal sebelas desember; pergi satu persatu.
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4233      1135     2     
Romance
Vella Amerta—pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...
Rain, Coffee, and You
535      376     3     
Short Story
“Kakak sih enak, sudah dewasa, bebas mau melakukan apa saja.” Benarkah? Alih-alih merasa bebas, Karina Juniar justru merasa dikenalkan pada tanggung jawab atas segala tindakannya. Ia juga mulai memikirkan masalah-masalah yang dulunya hanya diketahui para orangtua. Dan ketika semuanya terasa berat ia pikul sendiri, hal terkecil yang ia inginkan hanyalah seseorang yang hadir dan menanyaka...
(Un)perfect Marriage
581      418     0     
Romance
Karina Tessa Ananda : Tak tau bagaimana, tiba-tiba aku merasakan cinta begitu dalam pada pria yang sama sekali tak menginginkanku. Aku tau, mungkin saja pernikahanku dan dia akan berakhir buruk. Tetapi--entah kenapa, aku selalu ingin memperjuangkan dan mempertahankannya. Semoga semua tak sia-sia, dan semoga waktu bisa membalik perasaannya kepadaku sehingga aku tak merasakan sakitnya berjuang da...
Dark Fantasia
5118      1530     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
Ketika Takdir (Tak) Memilih Kita
581      327     8     
Short Story
“Lebih baik menjalani sisa hidup kita dengan berada disamping orang yang kita cintai, daripada meninggalkannya dengan alasan tidak mau melihat orang yang kita cintai terluka. Sebenarnya cara itulah yang paling menyakitkan bagi orang yang kita cintai. Salah paham dengan orang yang mencintainya….”
Dessert
1037      544     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...