Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kesya
MENU
About Us  

Aku menikmati sarapan hari ini dengan suasana hati yang bisa dibilang cukup bersemangat. Setelah kemarin akhirnya aku dapat mengenal Kesya lebih dekat, sekarang aku dan kedua teman kesayanganku-hanya berlaku untuk hari ini, karena biasanya aku memanggilnya ‘teman sialanku’- akan pergi ke bioskop untuk menyaksikan film yang sudah sangat aku dan kedua temanku tunggu-tunggu. Kalian pasti penasaran kan kira-kira film apa sih yang ingin aku tonton? Tentu saja film itu berjudul ‘Pirates of Caribbean-Dead Men Tell No Tales’. Siapa sih yang tidak kenal dengan Jack Sparrow. Bajak laut yang menurutku baik namun banyak memiliki musuh itu. Tingkahnya yang konyol membuatku sangat kagum dengan sosoknya. Yah, intinya Jack Sparrow ini adalah teman imajinasiku sejak kecil. Dan aku akan selalu menanti setiap series yang akan tayang dari Pirates of Caribbean ini.

          “Devan?” Suara ibuku segera menyadarkan hayalanku tentang bagaimana kisah yang akan terjadi nanti di serial film favoritku. Aku segera menoleh kearah ibuku.

          “Ya, Ma?”

          “Sebentar lagi kamu ikut sama mama kerumah temen lama mama, ya? Kita bakalan berkunjung ke suatu tempat yang pasti kamu bakalan suka.”

          Aku hanya bisa melongo mendengar ucapan ibuku. Oh tidak, aku sudah sangat menantikan hari ini dan sekarang aku harus menundanya. Aku tau kedengarannya egois, tapi aku ingin menjadi yang pertama untuk menonton aksi Jack Sparrow.

          “Ngapain mesti aku, Ma? Biasanya juga perginya sama Papa” hatiku sedikit terusik saat melihat senyum jahil adikku. Ia menatapku dengan senyum licik diwajahnya.

          “Kakak bohong! Pasti kakak mau ketemu sama kak Kesya kan?” celetuk Tania kemudian. Ayah dan ibuku sontak menoleh kearahku dengan tatapan horror meminta penjelasan.

          Aku menatap adikku dengan sorot mata setajam mungkin dan berharap langsung memancarkan laser yang akan menghancurkannya.

          “Ma, Pa. Devan bukannya mau nolak, dan Devan juga nggak mau pergi sama,” sesaat aku agak ragu untuk menyebutkan nama Kesya didepan orang tuaku. “sama Kesya. Hari ini aku memang mau keluar, tapi bareng Edo sama Denon kok. Beneran deh.” aku sangat berharap kedua orang tuaku, terutama ibuku mau mengerti untuk kali ini saja.

          “Dan jangan pernah percaya dengan psikopat cilik ini!” aku menarik pipi adikku. Ia berusaha melepaskan tanganku sambil mengerang kesakitan.

          “Ish, sakit tau kak! Aku nggak bohong dan aku bukan psikopat!”

          Tania menoleh dan menatap kedua orang tuaku dengan sikap manisnya. Sikap yang tidak pernah ditunjukkan kepadaku seorang. “Kemarin kan Ma, Pa. Aku ikut Kak Devan ke rumah Kak Kesya. Terus Kak Devan ngeliatin foto-fotonya Kak Kesya sambil senyum-senyum kayak orang gila. Terus kakak juga bilang kalau Kak Kesya itu imuuuttttt banget. Pasti Devan suka deh sama Kak Kesya, dia aja yang suka bohong kalau bilang nggak suka.”

          Oke, saat ini wajahku benar-benar panas. Psikopat ini udah mulai berani bilang yang aneh-aneh kepada kedua orang tua kami. Aku memang tidak bisa membantah ucapan adikku barusan, tapi kenapa dia harus mengatakan semuanya!

          Bisa kalian pikirkan bagaimana respon kedua orang tuaku? Tentu saja mereka tertawa. Ayahku yang awalnya membaca koran malah mendengarkan celotehan adikku dengan semangat. Sedangkan ibuku sudah pasti langsung membangga-banggakan Tania karena berhasil mendapatkan informasi yang sepertinya sangat jarang beliau dengar.

          Setelah semua berhenti dengan tawanya-kecuali aku tentu saja-, mereka langsung tersenyum jahil kearahku. Aku tidak tahan menjadi bahan tertawaan disini, aku segera menghabiskan sarapanku dan meminum air secepat mungkin agar dapat segera kabur dari mereka semua.

          “Ternyata kamu bukan gay, ya nak.” Ucap ibuku seketika.

          Hukk… Huk…

          Semua air yang aku minum langsung keluar-aku rasa dari setiap lubang diwajahku-. Aku terbatuk-batuk mendengar ucapan yang sangat-sangat menyesakkan itu.

          ‘Aku Gay? Yang benar saja!’

          “Mama seriusan mikir aku kayak gitu?” tanyaku.

          Ibuku mengangkat bahunya. “Habis kamu bergaulnya cuman sama Edo dan Denon mulu. Gimana mama nggak mikir kayak gitu coba? Tapi setelah mendengar cerita Tania, mama jadi lega. Dan lain kali, kalau kamu memang punya pacar cerita-cerita lah ke mama sama papa.” Ibuku mengedipkan sebelah matanya kearahku dengan jahil.

          “Enggak kok ma, aku belum punya pacar. Dia cuman temen kelas aja, kebetulan kemarin satu kelompok sama dia. Makanya aku kerumahnya dia. Kalau soal fotonya, semua orang juga pasti bakalan bilang dia imut kalau ngeliat foto Kesya. Jadi menurutku itu hal yang wajar.”

          “Ya sudah lah, mau kamu punya pacar atau enggak. Kamu harus tetep hati-hati. Walaupun kamu cowok, kamu juga harus bisa jaga sikap kamu kalau pacaran. Papa nggak mau sampai ada masalah cuman gara-gara gaya pacaran kamu yang salah nantinya.”

          Ayahku memang orang yang sangat bijaksana. Wajar saja sih, dengan sifat anak-anaknya yang susah diatur membuat beliau harus ekstra tegas kepada kami berdua. Maka dari itu aku sangat menghormati Ayahku, dan tentu saja ibuku tercinta. Ibuku mempunyai sifat yang sepertinya menurun ke adikku. Jahil, manja, mau menang sendiri, dan sedikit egois. Bukan berarti aku mau menjelekkan ibuku, gini-gini aku sayang setengah mati kepada dua perempuan yang selalu membuatku kesal namun sangat aku rindukan ulahnya jika mereka tidak jahil sehari saja.

          Rupanya ibuku masih tetap melanjutkan topik pembicaraannya tadi. “Pokoknya nanti jam sepuluh kamu harus sudah siap pergi bareng mama dan Tania. Mama nggak mau denger penolakan dari kamu, ngerti Devan?” ucap ibuku final.

          Aku hanya mengangguk pasrah, percuma saja mengelak. Pasti ibuku akan selalu menang. “Kalau gitu Devan mau kekamar dulu buat siap-siap.”

          Aku segera berjalan kekamarku dan menyambar ponselku dengan kesal. Acara menonton hari ini gagal total. Maafkan aku Jack Sparrow. Walaupun tidak bisa menjadi penonton pertama, tapi aku pasti akan menonton aksimu.

          Aku langsung menelpon Edo untuk membatalkan rencana hari ini. Kudengar suara parau Edo dari seberang sana, sepertinya ia baru bangun dari tidurnya.

          “Apa?” tanya Edo tanpa mau basa basi.

          “Gue nggak bisa pergi nanti, nyokap nyuruh nganterin kerumah temennya.” Jawabku.

          “Yaelah bro, paling juga mau ketempat arisan. Kalau gue jadi lo, mending gue tolak deh.”

          “Lo pikir gue mau? Nyokap gue tetep maksa, bro. Gue nggak mungkin nolak permintaanya dia.”

          “Oke deh, nanti gue kabarin Denon. Masih ada waktu minggu depan buat nonton. Udah dulu ya, gue mau lanjut tidur lagi nih!”

          “Dasar tukang molor. Pacaran ama kasur aja sekalian!” ucapku saat Edo mematikan ponselnya secara sepihak.

          Aku membuang poselku keatas kasur. Sesaat aku menoleh kearah jendela kamarku dan menatap lurus kearah taman bermain yang ada disekitar kompleks rumahku. Pikiranku kembali tergiang, gara-gara gadis itu aku dikira gay oleh ibuku sendiri. Entah sihir apa yang sudah dilakukannya dulu sehingga aku takut untuk memulai cerita dengan teman sepermainanku yang lainnya, yang pasti dulu aku sangat kehilangannya.

          Aku menoleh kekanan dan kekiri. Kenapa aku merasa ada yang mengawasiku? Aku melongokkan kepalaku keluar jendela, tidak ada siapapun karena wilayah kompleks sedang sepi. Mungkin itu hanya perasaanku saja.

          “Kakak buruan, tau waktu nggak? Kita bisa telat tau.” Aku mendengar teriakan Tania dari balik pintu kamarku. Aku segera mengambil jaket dan ponselku kemudian berjalan keluar kamar.

          “Ck, kamu ngapain sih dik! Tau berisik nggak!” ucapku pura-pura kesal. Sejujurnya aku masih sedikit marah dengannya, tapi sudah lah tidak akan kupikirkan lagi. Aku berjalan mendahului Tania dan dapat kudengar kembali celotehan tidak jelas darinya.

          “Cie ada yang ngambek.” Ucapnya jahil. Hari ini aku akan diam seribu bahasa dari setiap ucapannya. Ibuku yang baru keluar dari kamarnya langsung menghampiri kami berdua.

          “Ayo Devan kita berangkat sekarang, kasian teman mama nanti nunggunya kelamaan.”

          “Kita naik apa, Ma?”

          “Mau naik apa lagi sayang? Ya naik mobil lah. Buruan sana minta kuncinya sama papa kamu. Biar mama sama Tania tunggu di depan.” Ibuku segera menarik tangan Tania menuju garasi. Sepertinya beliau tahu aku akan menolak rencananya itu.

          Aku menghembuskan nafas berat. Kenapa harus aku? Aku kan punya trauma dengan mobil. Karna mobil pula aku mendapatkan codet yang membelah alis kananku ini. Bahkan aku sempat mendapatkan julukan ‘Devan Potter’ karena codetku mirip seperti luka milik Harry Potter. Jangan geli, aku yang mendapat julukan itu saja luar biasa geli.

          Dengan malas aku berjalan keruang kerja ayahku. Kulihat beliau sangat sibuk dengan kertas-kertas yang ada diatas mejanya.

          “Pa?”

          Ayahku menghentikan pekerjaan. Ia menatapku sembari tersenyum “Ya, Devan?”

          “Pa, kuncinya mobilnya dimana?”

          “Tunggu sebentar ya,” kulihat ayahku membukanya lacinya dan menyerahkan kunci mobilnya kearahku.

          “Ini.” Aku menerima kunci itu dengan enggan. Masih ada rasa ragu didalam diriku. Aku terlalu takut untuk mencobanya dan aku takut masa lalu akan terulang kembali.

          “Kenapa Devan?” tanya ayahku.

          “Pa? Apa nggak sebaiknya papa ikut juga kerumah temen mama? Aku…”

          “Kenapa Devan? Justru papa yang sengaja menyuruh mama supaya kamu saja yang mengantarkannya. Kamu liat sendiri kan? Papa sangat sibuk akhir-akhir ini. Kamu mau kan melakukan kemauan mamamu hari ini?”

          “Tapi Pa? Papa tau sendiri kan aku trauma untuk naikin mobil. Aku nggak berani. Aku takut kayak dulu lagi.”

          Ayah segera berdiri dan berjalan mendekatiku. Ia memegang kedua bahuku yang sedang tegang. Mendapatkan sentuhannya, rasanya rasa takut dan tegang didalam diriku perlahan sedikit memudar.

          “Nak, semua orang mempunyai pengalaman tidak menyenangkan didalam hidupnya yang membuat rasa trauma itu tumbuh. Papa pun juga punya rasa trauma dan rasa takut akan kegagalan. Tapi Devan, rasa trauma itu harus dapat kita hilangkan. Kamu nggak bisa terus-menerus membiarkan rasa trauma itu menguasai seluruh pikiranmu, justru kamu yang harus mengusainya. Kamu pasti bisa menghilangkannya walaupun secara perlahan. Ingat Devan, papa akan selalu ada untuk mendukungmu.”

          Ayahku langsung menepuk bahuku perlahan dan kembali duduk di tempat kerjanya. Aku tersenyum kearah ayahku “Makasi, Pa. Devan jalan dulu.”

          “Hati-hati ya nak.”

          Aku berjalan menuju garasi untuk menemui ibu dan adikku. Kami langsung memasuki mobil yang terparkir disana.

          Ini pertama kalinya aku mengendarai mobil tanpa ditemani ayahku. Dapat kurasakan ibuku mengusap lembut bahuku “Pelan-pelan saja Devan, mama yakin kamu pasti bisa.”

          Aku mengangguk kecil dan mulai menghidupkan mesinnya. Secara perlahan aku memasukan gigi mobil dan menginjak pedal gasnya. Aku sedikit menahan nafas saat menjalankan mobil ayahku, tapi aku juga bersyukur karena semuanya masih baik-baik saja.

          “Kamu ikuti saja jalan ini, nanti pas ketemu jalan besar kamu langsung belok kanan ya.”

          “Siap nyonya besar” godaku.

          “Kamu ini, nyetir aja yang bener. Jangan goda-goda mama.” Ucapnya sambil terkekeh.

          “Kakak mah gitu, bisanya cuman godain kita doang. Coba kalau udah didepan Kak Kesya, pasti diem nggak bisa ngomong!”

          “Masa iya? Wah, mama jadi penasaran sama cewek ini.”

          “Ma, udah deh. Jangan bicara yang aneh-aneh. Kesya bukan siapa-siapa kok, kita temanan biasa.”

          “Temen apa temen?” Goda Tania lagi. Padahal aku sudah bertekad untuk diam seribu bahasa dengan Tania, tapi entah kenapa psikopat ini selalu bisa membuatku ingin menjawab setiap celotehannya yang tidak penting.

          “Devan, nanti dikanan itu ada rumah dengan cat warna biru tua kamu berhenti disana aja. Mama yakin mereka juga sudah nungguin kita.” ucap ibuku tiba-tiba.

          Aku segera menghentikan mobilku di depan rumah yang ditunjuk ibuku. Benar saja, disana sudah ada 2 wanita dengan menggunakan setelan batik yang sama sedang menunggu kedatangan kami.

          Ibuku langsung turun dari mobil. Ia menghampiri dua wanita itu dan berbincang sebentar sebelum akhirnya berjalan kearah mobil. Aku memperhatikan kedua wanita dengan seksama, dan rasanya aku pernah melihat salah satu dari mereka. Siapa ya?

          Pintu mobil terbuka dan dua wanita tersebut langsung menduduki bangku penumpang dibelakang. Tania juga sudah pindah kedepan bertukar tempat dengan ibuku.

          “Devan, kenalin ini temen mama dengan anaknya.” Aku segera membalikkan badanku untuk memperkenalkan diri.

          “Hallo tan.. Meta?” Tanyaku tak percaya.

          “Devan?”

 

 

 

 

                                                                                                                                       ********************

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tenggelam dalam Aroma Senja
299      209     0     
Romance
Menerima, adalah satu kata yang membuat hati berat melangkah jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Menunggu, adalah satu kata yang membuat hati dihujani ribuan panah kerinduan. Apakah takdir membuat hati ikhlas dan bersabar? Apakah takdir langit menjatuhkan hukuman kebahagian? Entah, hanyak hati yang punya jawabannya.
Iblis Merah
9208      2443     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Mr. Kutub Utara
333      254     2     
Romance
Hanya sebuah kisah yang terdengar cukup klasik dan umum dirasakan oleh semua orang. Sebut saja dia Fenna, gadis buruk rupa yang berharap sebuah cinta datang dari pangeran berwajah tampan namun sangat dingin seperti es yang membeku di Kutub utara.
Di Bawah Langit
3076      969     1     
Inspirational
Saiful Bahri atau yang sering dipanggil Ipul, adalah anak asli Mangopoh yang tak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Namun, Ipul begitu yakin bahwa seseorang bisa sukses tanpa harus memiliki ijazah. Bersama kedua temannya Togar dan Satria, Ipul pergi merantau ke Ibu Kota. Mereka terlonjak ketika bertemu dengan pengusaha kaya yang menawarkan sebuah pekerjaan sesampainya di Jakarta. ...
The Last Name
2160      753     5     
Fan Fiction
Ketika wanita dan pria saling mencintai satu sama lain apakah sebuah hal yangsalah? Tidak, tidak ada yang salah. CInta menjadi salah jika kau mencintai seseorang yang secara takdir memang tidak bisa kau cintai.
JUST A DREAM
978      475     3     
Fantasy
Luna hanyalah seorang gadis periang biasa, ia sangat menyukai berbagai kisah romantis yang seringkali tersaji dalam berbagai dongeng seperti Cinderella, Putri Salju, Mermaid, Putri Tidur, Beauty and the Beast, dan berbagai cerita romantis lainnya. Namun alur dongeng tentunya tidaklah sama kenyataan, hal itu ia sadari tatkala mendapat kesempatan untuk berkunjung ke dunia dongeng seperti impiannya....
Dear You
15109      2596     14     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Cinta Aja Nggak Cukup!
4945      1616     8     
Romance
Pernah denger soal 'Triangular theory of love' milik Robert Sternberg? The one that mentions consummate love are built upon three aspects: intimacy, passion, and commitment? No? Biar gue sederhanakan: Ini cerita tentang gue--Earlene--dan Gian dalam berusaha mewujudkan sebuah 'consummate love' (padahal waktu jalaninnya aja nggak tau ada istilah semacam itu!). Apa sih 'consummate love'? Penting...
Closed Heart
1054      607     1     
Romance
Salah satu cerita dari The Broken Series. Ini tentang Salsa yang jatuh cinta pada Bara. Ini tentang Dilla yang tidak menyukai Bara. Bara yang selalu mengejar Salsa. Bara yang selalu ingin memiliki Salsa. Namun, Salsa takut, ia takut memilih jalan yang salah. Cintanya atau kakaknya?
Somehow 1949
9317      2218     2     
Fantasy
Selama ini Geo hidup di sekitar orang-orang yang sangat menghormati sejarah. Bahkan ayahnya merupakan seorang ketua RT yang terpandang dan sering terlibat dalam setiap acara perayaan di hari bersejarah. Geo tidak pernah antusias dengan semua perayaan itu. Hingga suatu kali ayahnya menjadi koordinator untuk sebuah perayaan -Serangan Umum dan memaksa Geo untuk ikut terlibat. Tak sanggup lagi, G...