Aku terjebak didalam badai,
yang mengamuk diatas lautan pikiran ku, yang tak memiliki tepian.
Aku hanya bisa tegar dalam menghadapi rindu yang berkecamuk, sebab ingin segera bertemu dengan mu yang kini telah lenyap di telan malam.
Kapalku sudah rapuh sejak lama, sebab terus-terusan dihantam oleh gulungan ombak yang dalam setiap deburannya selalu membawa kenangan ku dari masa lalu.
Jadi sudah wajar jika kapalku karam di tengah laut.
Angin menemani ku dalam badai ditengah malam, mengiris setiap inci kulit ku, membuat luka lamaku terbuka kembali, memberiku kesempatan untuk kembali menyesap pedih nya luka masa lalu ku.
Entah aku harus bagaimana, aku tak tahu harus melakukan apa, aku hanya pasrah di bawa naik turun, terkatung-katung, kesana-kemari oleh air yang semakin lama semakin menenggelamkan ku dalam samudera harapan yang dalam.
Kau dimana sekarang? Lagi-lagi kapal yang ku tumpangi harus kembali karam di tengah laut, lagi-lagi aku kalah pada badai yang terjadi dalam perjalanan ku untuk melupakan mu. Aku kalah pada rasa ku sendiri untuk kesekian kali nya. Rasa yang sama, dengan rasa yang ku katakan pada orang-orang, pada dunia, padamu, jika rasa itu telah mati.
Aku berbohong, pada diriku, pada orang-orang, pada dunia, dan juga pada mu, dengan mengatakan, jika rasa ku pada mu telah mati. Dan sebagai akibat nya, kapal yang membawa ku dalam perjalanan untuk melupakan mu justru tenggelam di tengah lautan kenangan, yang perlahan-lahan kembali menyeret raga ku untuk ke pulau mu. Kembali bertemu dengan mu.
Sayang nya, kau tak lagi ingin membuka pulau mu untuk ku. Kau berhasil melupakan ku. Sedangkan aku, aku masih tenggelam dalam lautan kenangan yang terus membawa ku kembali pada mu, lagi dan lagi.
Akhirnya, aku hanya bisa memilih untuk tinggal di pinggiran pantai dipulau mu, melihat mu dari kejauhan, sambil mengenang kenangan yang pernah kita lalui bersama dalam dinginnya ombak pantai malam hari.