“Ayolah Jay! Jangan kek anak kecil. Lu harus berdamailah sama Metra” bujuk Nando
“Bener Jay yang di bilang Nando. Tanggung banget sih. Tinggal kasih kado sama ngucapin doang loh. Udahlah damai dengan masa lalu” Sesil mendukung.
“Sorry gue gak bisa. Gak semudah itu nglupainnya” balas Jay lesu.
“Lu mau kemana nyet?” Kesal Nando
“Ke taman deket Hotel ini. Kalian nikmati aja pestanya. Salam buat Metra” sahutnya sambil berlalu menuju taman.
“Sorry Nando, Sesil hati gue terlalu sakit. Gue gak bisa maafin dan lupain kesalahan Metra begitu saja. Entah sampai kapan gue bisa berdamai. Melihatnya, akan mengingatkan kejadian tiga tahun yang lalu. Mengenaskan. Menyesakkan dada”~ keluh Jun Jay. Hingga ia tak sengaja menyandung kaki seseorang.
“Sorry” lirihnya. Tapi tak ada respon dari sang empu kaki. Jay melirik orang itu.
“Dia? Syinjin. Bocal menyebalkan. Ngapain di sini?” heran Jay dan duduk disampingnya karena hanya sisa bangku itu yang masih kosong. Ya Zela Syinjin sedang ritual tidur di tempat bebas. Tandanya ia bosan melihat pemandangan keluarga harmonis dan juga para makhluk yang membuatnya kesal, hingga rasanya ingin melemparkan rudal.
Jay mengotak-atik ponselnya. Kali saja ada yang menelfonnya. Haduh berharap sekali. Bukankah jika sang bunda telfon langsung di rijek. Dasar anak durhaka. Bukannya menelfon balik malah di mode pesawat. Tiba-tiba ia terganggu dengan dengkuran kecil di samping.
“Gila. Bisa-bisanya tidur sepules itu di tempat seperti ini. Gak takut apa?” komentar Jay. Tangan Jay iseng menggambil earphone sebelah kiri dan ia tempelkan di telinganya. Lalu mengernyitkan dahinya.
“Astaga! Musik apaan ini seleranya? Dasar bocah” komentar Jay lagi sambil mengembalikan. Jay mengangkat pantannya tapi diurungkan ketika mendengar ocehan gadis di sampingnya. Ngigau.
“Nenek jangan pergi. Kumohon nek. Ze masih butuh nenek”
Lalu Zela tersentak dan bangun. Kacamatanya ia sematkan di kepala. Kemudian ia mengerjap dan reflek menggaruk rambutnya.
“Anjir! Gue mimpi lagi. Sialan! Gue udah ikhlas” gerutunya tanpa mempedulikan orang di sampingnya yang keheranna dengan bahasa arogannya.
“Gilee Om Jon miskol banyak bet. Emang gue kebo banget apa ? perasaan cuma bentar deh” keluhnya lagi dengan melihat handphonenya dan membuat orang yang di sampingnya tersenyum geli dengan ucapan Zela.
Om Jonjon: Cici Zeze guweh yang baik hati nan manis. gue ucapakan beribu sorry soalnya ninggalin lu lagi. Sejujurnya gue gak tega ninggalin lu, kesannya gak tanggung jawab banget sama anak orang. Tapi lihat Arum pingsan pikiran gue langsung hang yang ada harus bantuin Arum. So anyway basway baday gue matur sorry dan gue janji akan menebus kesalahan ini.
“Hahaha bacot lu. Tapi kok sakit bacanya” celetuk Zela tanpa sadar.
“Ehm” dehem orang di sampingnya.
"Eh. Loh bapak ngapain di sini?’
“Cari udara segar”
Zela hanya beroh ria sambil mencari-cari aplikasi ojek online di handphone. Jay sekali lagi di abaikan oleh Zela. Membuat Jay mengernyitkan dahi.
“Kok nih bocah B aja sih liat gue? Biasanya cewek-cewek langsung senyum-senyum tebar pesona. Heboh gitu bisa gue sapa. Lah ini? Apa jangan-jangan dia gak nornal? Hmmmmm tapi kalo dandan kek gini lumayan sih gak kucel-kucel amat. Ya meskpun masih cantik yayang Mela. Jauhlah, dia bidadari sedangkan ini? ck gak ada seujung kukunya”~ Jay diam-diam menerawang wajah Zela.
Linggis mana linggis.
Astaga! Itu laki apa banci? Zela sampai menghentikan aktivitas scroll-scroll hpnya ketika mendengar cicitan benak Jay. Nyaris ia menampol kepalanya. Kesal. Enak saja bilang tak normal. Dan juga membandingkan dirinya dengan seseornag yang tak ia kenal. Benar-benar mengerikan benak lelaki ini. benaknya saja sadis begitu apa lagi mulutnya? Zela tak bisa membayangkan. Namun, ia berharap lelaki yang duduk disampingnya saat ini mengucapankan langsung, supaya merasakan sledingan maut ala Zela mampir di kepalanya serta tendangan mengerikan yang akan membuatnya tak bisa jalan untuk beberapa minggu.
Jika tak percaya, tanyakan saja pada Joni yang pernah merasakan. Dulu Joni suka meledek berlebihan dan membuat level amarah Zela menaik lima kali lipat. Akibatnya kaki kiri Joni terpaksa harus di istirahatkan selama tiga hari. Tak hanya Joni korbannya. Santo anak SMA sebelah yang berani membully Zela hingga menguras kesabaran yang telah ia kerakkan. Tanpa permisi, ia menjitak kepala Santo sampai bejol dan ia di maki-maki sang ibunda tercinta Santo. Sadis sekali gadis ini.
***
Ketika sang fajar menampakkan diri malu-malu. Para insan di sibukkan dengan aktivitas setiap harinya. Kesan pertama bagi setiap pekerja baru adalah mecetak reputasi baik. Pun juga yang di inginkan gadis manis Zela Syinjin. Namun apa daya itu hanya sebuah angan indahnya. Lihat gadis itu. Sudah jam berapa ini? gadis itu masih berlayar di alam mimpinya. Suara kasak-kusung penghuni rumah pun tak ia hirukan.
“Bukankah Zela kerja hari? Kenapa dia belum bangun?”
“Entahlah aku tidak tau Fan”
“Jeny, bagaimana kalau kita bangunkan?”
“Taufan! Jangan coba-coba mendekat. Aku tak ingin mendengar umpatan gilanya”
“Tapi kalau kita gak bangunin. Dia pasti juga marahin kita”
“Agggrrrrh! Jadi bingung”
“SUMPAH BRISIK BANGET!!!!” teriak Zela sembari duduk dan mengacak-acak rambutnya. Jika sang pawang rumah sudah melolong maka penghuni langsung diam bagaikan patung. Lucu sekali para makhluk itu, sangat penurut pada tuan rumah.
“Maaf Ze kami mengganggumu”
“Kami takut kalau kamu telat Ze”
“Emang ini jam berapa?”
“Jam tujuh lewat Ze. Hampir setengah delapan”
“APA? SETAN LU! Kenapa kagak bangunin gue sih” kesal Zela langsung menyambar kamar mandi. Dan para makhluk itu hanya geleng-geleng kepala seolah berkata ‘serba salah’.
Sepuluh menit berlalau. Zela sudah rapi dengan baju kerjanya. Ia menyambar sepatu di rak. Ia memakainya sambil berjalan. Dan para makhluk mengantarnya sampai di pintu. Mereka menyemangati Zela. Ada semburat senyum getir di wajah Zela ketika menoleh kebelakang dan para makhluk itu tersenyum kepadanya.
Seandainya, keluarganya masih mendampinginya. Ia pasti sangat bahagia. Zela menatap halte yang ada di depan kompleknya. Ah! Ia lupa membawa kacamata hitam. Jadi, ia bisa melihat dengan jelas para makhluk yang lalu lalang.
“Gue bosan hidup. Sialan! Rio. Udah bohongin gue. Katanya mau nikahin gue. Tapi nyatanya dia malah kabur sama cewek lain. Sumpah! Gue malu. Bego banget sih Dindra. ”
Mata Zela mencari-cari pemilih suara ini. Sibuk clingukan sana sini hingga busway ia biarkan berlalu.
“Anjir! Gue ngapain ngurusin hidup orang? Idup gue aja belum bener. duh busway lima menit baru datang lagi. Ini jam berapa?”
BRAAAAKKKK
Semua yang melihat langsung berteriak. Zela tak kalah kaget dengan kejadian spontan itu. la melangkah medekati korban yang di krumunin. Penasaran. Reflek ia menutup mulutnya ketika makhluk yang berdiri di samping korban itu.
“Apa yang lu lakukan bodoh?” kesal Zela sambil melotot ke arah makhluk itu.
“Hei! Lu bicara sama gue? Gak mungkin itu raga gue”
“Gue bisa melihat lu bodoh”
“Seriusan?”
Semua mata mengarah ke arah Zela yang menurut mereka. Gila. Karena bicara sendiri. Merasakan hal aneh yang mengitainya, Zela langsung balik kanan tak menghiraukan makhluk yang mengerjarnya itu. Untung busway yang ia inginkan sudah tiba.
“Hmmm kenapa sih mendadak macet banget”
“Ih! Kalau mau mati terjun kek dari lantai lima jangan di jalanan”
“Wah! Cewek itu cantik banget. Keknya mau nglamar kerja”
“Gile! Sexy banget. Bahenol. Hahaha”
“Ih! Ini kenapa sih penumpang pada gak peka? Ada nenek-nenek juga. Harusannya yang cowok itu berdiri kek. Ini lagi malah pura-pura merem”
Dan masih banyak lagi keluh kesah benak penumpang di busway. Zela meraup wajahnya, lalu menyenderkan keningnya di jok depan sambil memejamkan matanya. Ia hanya butuh kedamain. Sejujurnya ini sangat menyiksa. Selama ini ia pura-pura menjalani hidup normal layaknya manusia kebanyakan.
Hanya tawa palsu yang ia sajikan untuk sahabatnya, Joni. Selalu, berusaha seolah tak tahu apa-apa. Namun, ia akan merasa bersalah ketika sesuatu terjadi. Seperti sekarang ini. raut mukanya kusut setelah kejadian itu. Akhirnya, dalam lima belas menit lebih busway telah sampai di halte ZJ. Semua penumpang saling rebut untuk turun. Bisik-bisik keluh kesah ia tak hiraukan. Para makhluk yang sliweran ia abaikan.
Zela melangkahkan kaki menuju ZJ Company berjarak lima langkah dari halte. Ada hal aneh ketika ia menginjak kedalam perusahaan itu. Semua berlari menuju tangga darurat.
“Ada apa?” tanya Zela kepada Krisna sang OB ganteng di perusahan itu.
“Anu itu mbak di atap ada orang...” gugup Krisna.
“Orang ap..”
“Hiks. Gio brengsek. Setelah hamilin gue dan sekarang dia gak mau tanggung jawab? Mending gue mati aja”
Zela mendengar benak orang tak dikenalnya, segera ia menuju atap gedung. Seteleh tiba di atas. Pandangan yang sangat membosankan.
“Dasar munafik” desis Zela ketika mendengar benak mereka. Mulutnya pura-pura melarang tapi benaknya menyuruh terjun, menggerutu, dan mengumpat sesuka hati.
“Lis, plis turun. jangan kek gini. Bisa di bicarakan baik-baik kalo ada masalah” pinta Sesil lembut.
“ADA APA INI?” Teriak Jay dan matanya langsung menangkap sahabat plus staffnya di tepi atap.
“Eh. Ehm. Lisa turun plis. Gak baik seperti ini” sambungnya lembut hingga membuat beberapa staff wanita memujinya.
Lisa menangis sambil beradu antara mau melanjutkan aksi bunuh diri atau berhenti. Ia bimbang dengan sebuah keputusan yang akan di ambil. Zela yang mendengar merasa gemas dengan tingkah Lisa. Ia semakin keregetan maka tanpa ragu kakinya melangkah dan mejangkau tanggan Lisa. Lalu menarik hingga tubuh Lisa menimpanya. Ia mengabaikan trailer kisah masa lalu atau masa depan Lisa. Yang ia lihat hanya senyum seorang bapak dan ibu bahagia menyambut putrinya.
“Bodoh! Bukan gini nyeselesain masalah. Ini namanya nambah masalah!” Seru Zela mengagetkan semua orang yang di situ. Lisa hanya menangis tersedu-sedu.
“Jangan kek ABG kemarin sore yang dikit-dikit nangis, mau mati. Emang masalah selesai dengan itu semua? Enggak Nona. Seharusnya lu cari solusinya. Harus berani dengan risiko dari semua pilihan” tutur Zela sambil menggeser tubuhnya.
Sumpah. Dengarnya saja menusuk telinga. Apa lagi si korban? Di pastikan, ulu hatinya bagai tersayat belati. Sepertinya ini anak jika bicara tak pandang usia. Hajar terus jika menurutnya benar.
“Ingat mereka yang selalu setia menanti kedatangan lu. Walau sering kali lu abaikan. Apa mereka putus asa? Tidak nona. Dan asal lu tau, itu hal yang sangat menyakitkan melebihi sakit yang lu rasa. Tapi, Mereka selalu berpikir anak kebanggannya suatu saat nanti akan menyapanya. Jangan pernah merasa paling mederita di dunia. Sering-seringlah tengok kehidupan kanan-kiri lu, biar lu bersyukur” tandasnya lagi dengan kesal dan berlalu.
Sedangkan Lisa menangis sejadi-jadinya. Mungkin Lisa juga berpikir kenapa ia bisa tahu apa yang terjadi pada orang tuanya. Dan lagi. Orang-orang yang menyaksisakn melongo dengan ucapan tetuah gadis kecil yang belum genap kepala dua ini. Jay yang semula balik kanan jalan mendadak berhenti medengar kalimat Zela yang menusuk ulu hati. Seolah perkataan itu di tunjukkan kepadanya.
***
Jam istirahat kantor.
Semua pegawai menyerbu kantin kantor. Suasana kantin sangat ramai dengan kejadian beberapa jam yang lalu. Bagi kaum ibu-ibu meenyibir sikap Zela yang tak sopan terhadap seniornya. Ada juga yang membela bahwa Zela harus di acungi jempol karena sikap beraninya tanpa pandang umur. Mendadak mereka diam melihat sang empu nama melenggang menuju kantin.
Para penghuni kanti menatap Zela dengan berbeda. Sedangkan orang yang di tatap tak fokus dengan keadaan sekitarnya. Ia berjalan sambil melihat para makhluk yang mengajak ngobrol. Mereka heran dengan sikap yang ditatap. Kadang kepalanya menggeleng seolah tak setuju dan dahinya mengernyit seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Zela” panggil Lisa yang duduk di sudut bersama Sesil, Nando dan Jay. Ya, mereka berteman semejak di bangku SMA. Dan hobby mereka sama mencintai dunia literasi. Semula Jay mempunyai aliran berbeda. Ia diberi titah untuk meneruskan perusahan sang Ayah. Namun bujuk rayu sahabat menggoyahkan niatnya. Ia membuka kantor sendiri atas persetujuan sang nenek tercinta.
Zela hanya tersenyum kiku sambil menunduk dan berjalan menuju stand just.
“Ze, sini” panggil Lisa lagi.
Zela menggaruk tengguknya yang tak gatal dan menuju bangku mereka. Dan netizen langsung mencibir Zela sesuka hati. Karena mereka tahu untuk medekati empat sekawan itu sangat susah. Apa lagi sampai di panggil. Siapa sih yang tak suka didekati orang-orang yang mempunyai posisi penting di kantor? Jangan munafik semua orang pasti memginginkan. Tapi beda dengan gadis mungil ini. Ia malah panas dingin. Seperti murid tertangkap basah tak mengerjakan tugas. Rasanya ingin melarikan diri.
“Iya bu. Ada apa?”
“Kau beda sekali dengan yang tadi? Hehehe. Makasih udah buat gue buka hati” ucap Lisa sambil menyesap just mangganya.
“Gila. Gue kaget pas lu bilang kek gitu. Sumpah lu kek nenek” sahut Sesil.
“Ih. Anyway basway bon cabe emang ada apa sih kok gue ketinggalan berita” sambung Nando penasaran dengan kejadian beberapa jam yang lalu.
“Dasar pemalas. Makanya kalau datang jangan di penghujung lunch. Gak taukan kalau ada kejadian seru” balas Jay sambil melempar kentang ke Nando.
“Hapus list bahwa ini orang irit ngomong. Gak taunya ember bocor”~ Zela.
“Ajrit! Gue tadi dadakan nganterin ngokap dulu. Mobil nyokap mogok” alibi Nando.
“Bodo. Gak nanya” kompak Lisa, Sesil dan Jay membuat Nando berapi-api.
“Dasar ya ka...
“Pecel ayamnya non silakan dinikmati” ucap mak Inah mejeda Nando.
“Terima kasih mbak...” jawab Zela menggantung ucapannya.
“Inah non. Panggil aja Mak Inah. Biar kek yang lain” balas mak Inah cepat.
“Yeee pingin banget mak” ceplos Nando.
“Hehehe. Biarin toh mas Nando ganteng. Biar mak kenal sama neng manis ini” puji mak Inah yang membuat Jay tersedak mendengar pujian mak Inah..
“Kenapa mas Jay ba...”
“Mak Inah buruan pergi dah eneg gue dengerin omongan lu. Hush. Hush” usir Jay.
"Oke mas Jay. Bye pul” jawab mak Inah genit.
“Astaga. Gak sopan banget sih nih orang”~ Zela sambil geleng-geleng.
“Emang gitu kelakuanya Ze. Pasti lu herankan” celetuk Sesil.
“Iya, gak sopan” balas Zela tanpa basa-basi
“Eh bocah apa lu bilang tadi? Jaga mulut lu atau...” Jay menjeda ucapannya sambil berfikir dan melirik teman-teman yang seolah menunggu kelanjutannya.
“Atau apa pak? Lempar rudal” cablak Zela asal.
“Hahahaha. Gila sadis amat” sahut Nando, Sesil dan Lisa.
Zela hanya mengernytkan dahi. Bukankah jawaban seperti itu wajar baginya? pasalnya, Joni selalu bilang seperti itu ketika kesal dengan ucapan Zela. Mau tak mau Jay akhirnya mengulum senyum sambil memalingkan muka. Takut ketahuan temannya. Jika mereka tahu. Urusan makin panjang.
“Ze. Kok lu tau tentang ortu gue?” tanya Lisa tiba-tiba. Ia sengaja memanggil Zela memang ingin bertanya tentang perkataannya yang di lontarkan tadi beberapa jam yang lalu.
“Oh. Itu. Ehm hanya menebak” balas Zela gugup terlihat dari gelagatnya.
“Hai Zela. Senang bertemu denganmu lagi. aku yang kemarin. Oh kenalin aku kiki, yang tenga namanya Nesa dan ujung Mela”
Byuuur.
Zela menyemburkan minumannya ketika mendengar perkenalan dari para mahkluk yang dijumpai kemarin. Nasnya yang menerima semburan itu adalah Jay. Orang yang duduk di hadapannya. Semua mata yang di kantin menatap adegan tanpa skenario itu.
“Gila. Ini maksud lu apa? Hah? Lihat baju mahal gue basah, kotor. Lu gak sanggup gantinya. Lisa ini semua gara-gara elu. Pakai acara manggil-manggil bocak kucel ini” hardik Jay sambil berlalu. Dan makhluk yang menyapanya tertawa bahagia dengan sikap Jay yang tak berperi kemanusian kepada Zela. Si korban makhluk alam lain dan amarah Jaya hanya membuang nafas berat.
“Lu kenapa? Dih dia kalau ngambek lama banget dan yang paling gue benci. Dia seenak jidatnya nyuruh pegawainya lembur. Zela. Zela. Lu bener-bener bangunin singa” keluh Lisa.
“Maaf bu saya gak sengaja” pinta Zela.
Pluuk
“Cuci yang bersih. Inget ini pakain mahal dan hanya baju ini kesukaan gue. Jangan di pudari warnanya. Ngerti!” Jay kembali dengan telanjang dada. Penghuni kantin langsung terpesona.
“Huwaaah! Apa dia gila? Berani-beraninya kurang ajar sama anak buah gue” Sesil berapi-api melihat tingkah Jay sesuka hati.
“Hehehe. Gak apa-apa kok bu. Saya yang salah kok” balas Zela menahan rasa sebal.
Sabar Ze sabar. Masih butuh duitnya. Nanti kalau sudah lumayan dapat banyak, sleding saja sebagai ganti rugi penghinaan ini.
***
Thanks masukannya kaka, siap edit :)
Comment on chapter Episode satu