Senja menjanjikan siluet keindahan di setiap harinya. Zela sangat bahagia. Pasalnya, mulai besok ia bekerja sesuai dengan ke inginannya. Sepertinya dewi Fortuna sedang berbaik hati padanya. Karena, Nando dan Sesil meloloskan acara interviewnya. Ini sejarah bagi Zela. Ia sangat bahagia. Kejadian aneh yang sempat ia tunjukkan tak mempengaruhi mereka. Justru membuat mereka semakin penasaran ketika Zela sedikit cerita jika ia bisa melihat makhluk yang mereka tak bisa lihat.
Kedengarannya memang aneh di telinga Nando dan Sesil. Tapi ketika bertanya ada apa saja di sekeliling mereka. Zela tanpa ragu menjawab. Hingga mereka berdecak kagum dengan kelebihan Zela. Tapi Zela menyangkal jika itu bukan kelebihan melainkan kelemahannya. Tanpa ba-bi-bu mereka langsung menerima Zela dan mulai besok harus bekerja di bagian editor yang diminati. Awalnya, Zela di tawarin di posisi sekteraris atasan alias sang bos. Dengan halus Zela langsung menolaknya. Menurut Zela posisi sebagai sekertaris atasan membahayakan dirinya.
“Zelaaaa. Lu di dalem kan? Gue bertamu. Nyalain dong lampu halaman lu. Gelap nih” teriak Joni Ricardo sahabat karib Zela sejak SMP. Dan hanya ia seorang yang menerima pertemanan Zela apa adanya. Walau kadang bergidik ngeri ketika Zela cerita wujud para makhluk yang ada di samping, depan dan belakangnya.
“Kenapa lu teriak-terik?” jawab Zela dari belakang membuat Joni kaget.
“Astagfirullahalazim! Demen banget dah bikin gue jantungan. Dari mana aja lu jam segini baru sampe? Ngangon peliharaan?”
“Hahaha. Sialan lu. Sekate-kate. Gue abis interview kali?” balas Zela sembari membuka pintu gerbang. Dan berjalan menyalakan lampu di teras. Joni mengekorinya.
“Terus? Hasilnya gimana? Gak di ganggu peliharaan lu kan?”
Klek
Zela membuka pintu.
“Aku pulaaang” ucap Zela riang seolah ada yang menyabutnya seperti beberapa tahun yang lalu. Memang itulah kebiasaannya setiap membuka pintu kayu jati. Joni yang paham dengan tingkah Zela hanya geleng-geleng kepala.
“Jangan mikirin aneh-aneh Om Jon. Gue gak mau denger” celetuk Zela sambil mejatuhkan pantannya di sofa. spontan Joni menggaruk tenguknya yang tak gatal.
“Hehehe. Iya Ze tenang aja. Pertanyaan gue belum di jawab tadi”
“Ya mana? Sini brisik banget gue gak fokus”
“Lu di terima gak?”
“Mulus cuy. Hahaha gue besok mulai kerja” balas Zela bahagia dan langsung di beri ucapan selamat oleh para penguhi rumahnya.
“Selamat Zela. Akhirnya dapat kerjaan juga. Kau gak perlu mengumpat lagi”
“Ah! Senangnya Zela dapat kerjaan. Selamat ya. Aku udah siap tutup telinga. Takutnya dia meraung-raung kalau gak di terima”
“Hahaha. Aku juga udah siap kapas. Diakan kalau nyumpahin kita kek ibu tiri. Pedes banget. Aku gak sanggup dengarnya”
Zela mengulum senyum mendengar ucapan mereka.
“Jangan senyum-senyum sendiri. Kesambet tau rasa”
“Hehehe. Mereka lucu Jon. Tau gak? mereka kasih ucapan ke gue”
"Bodo amatlah. Gue gak denger"
“Hahaha bilang aja lu takut. Ada apa? lu pasti ada sesuatukan sampe berani ke kastil gue?” Zela tanpa basa-basi.
Memang sahabatnya ini jarang sekali menginjakkan kaki kerumah Zela semenjak neneknya meninggal. Ia berkunjung jika ada maunya. Maka putri upnormal ini harus ia jemput untuk memuluhkan hatinya. Upnormal di sini buka ia gila. Tapi tak normal seperti manusia pada umunnya.
“Hehehe kok lu tau?” Joni menggaruk-garuk ramputnya yang cepak.
“Keliatan dari gelagat lu” ceplos Zela.
Hening.
“Kenapa? mau ngajak ke pesta?” tebak Zela tiba-tiba.
“Weh kok lu tau juga” kekeh Joni.
“Kelihatan Om Jon. Lu mau ngrayu gue kan? Buat ikut ke pesta. Dan kalau gue nolak ajakan lu. Lu akan berdalil ‘duh Zela yang baik hatinya kebangetan, gue rela loh jemput lu ke sini. Taukan? kalau ke sini tuh butuh perjuangan nyali’. Ck apaan itu? kek lu liat mereka aja” Zela menirukan gaya bicara Joni dan mencabik.
“Hahaha. Sorry Ze. Tau aja jurus bujuk rayu gue” sahut Joni dengan tangan terangkat niat untuk mengacak rambut Zela. Namun, si empu rambut dengan sigab menghindar.
“Hahaha, sigab juga lu” sambung Joni
“Jam berpa?”
“Seriusan lu mau? Tumben biasanya pakai sesajen ini itu dulu”
“Hahaha. Sialan lu. Lu kira gue apa? mau gue temenin gak? Jarang-jarang loh gu..”
“Jam 08.00 Cici cantik guweh. Hehehe. Gue jemput lu. Gue mau ngenalin lu ke seseorang”
Joni langsung berlari keluar. Ia sangat senang dengan sikap Zela yang langsung menyetujui ikut ke pesta. Biasanya, harus di rayu dulu sampai mereka telat ke pesta. Ah! Sepertinya dewi Fortuna sedang baik hati pada Joni. Tapi ada apa dengan Zela? Kenapa ia tersenyum getir melihat tingkah Joni.
***
Pukul delapan tepat.
Mobil Jaz biru parkir cantik di depan rumah dua lantai dengan pohon yang rindang. Tapi jika dilihat dari jauh. Seperti rumah yang tak ada penghuninya. Bahkan tetangga sering menggunjingnya bahwa rumah itu banyak makhluk aneh. Ada juga yang mengatakan rumah itu tempat persembuyian mafia narkoba. Ah! ibu-ibu memang lambe turah sekali. Apa mereka tak melihat ada seseorang yang setiap minggu merawat tanamannya itu? dan apa mereka melupakan gadis cantik ini? yang selalu hilir-mudik setiap hari.
Joni mengklason sekali. Seolah berkata ‘gue sudah datang’. Zela keluar memakai gaun selutut tak lupa dengan earphone dan kacamata hitamya.
“Lu bangunin tetangga cuy. Tuh mereka sudah bisik-bisik asoy”
“Hahaha. Bodolah. Bukannya mereka seperti itu? lu kurang sosial sih ke mereka”
“Anjay Om Jon sudah pintar nyinyir nih. Sejak kapan Ikut klub lamtur Om?”
“Lamtur? Lambe turah maksud lu?”
“Yoi Om, emang ada apa lagi selain itu?”
“Anjir banget dah lu. Untung sobat”
“Emang kalo bukan, mau apa om?”
“Gue lemparin rudal tuh mulut”
Langsung di sambut tawa oleh mereka.
Lalu Joni mengemudi dengan khusyuk. Hanya deru mesin yang terdengar. Zela asyik dengan pikirannya. Sesekali Joni melirik Zela. Dan senyuman mengembang di bibir lelaki itu. Senyuman yang sulit di artikan.
“Awas! Jangan liatin mulu. Naksir bahaya”
“Hahaha. Sumpah. tingkat ngeselin lu gak pernah ilang”
“Kalau ilang nanti ada yang kangen”
“Betul itu. Eh. Lu belum cerita gimana bisa lolos interview”
“Serius mau denger cerita gue? Bukannya lu sering tutup telinga”
“Gue penasaran Cici. Kali aja ketemu cowok idaman lu”
“Idaman gue Oom Jon seorang”~ Zela.
Hening. Zela tak ingin membahas soal lelaki idamannya. Jika bicara soal lelaki ia milih tutup mulut. Takut keceplosan kalau ia menyimpan hati untuk sahabat sekaligus saudara satu-satunya selama ini. Ia tak ingin menodai sebuah janji yang telah diikrarkan lima tahun yang lalu. Mereka berjanji tak akan ada rasa cinta lebih selain rasa cinta seorang sahabat. Ah! Janji terkadang bisa diingkari. Soal hati mana ada yang tahu. Baik Zela maupun Joni mungkin sudah terkena virus merah jambu semenjak masa Putih Abu-abu, hanya saja mereka menyangkalnya.
“Kita sampai” seru Joni membuka pintunya.
Hotel Santika.
Zela keluar mobil dan mengedarkan pandangannya. Nama hotel itu yang terbaca jelas. Ia mengekor Joni melewati lobby. Ini kali pertama pesta bernuansa beda yang pernah ia datangin. Kemarin-kemarin hanya pesta outdoor dan keamanannya tak begitu ketat.
“Brisik banget” bisik Zela dengan mendengus kasar.
“Lu gak pa-pa Ze?” Joni khawatir reflek memegang pundak Zela. Dan Zela mematung tak kala melihat sepotong masa depan dan masa lalu Joni.
Ketika ia menggadeng tanggan seorang gadis cantik, modis bagiakan model papan atas. Lalu gadis yang digandengnya menampakkan raut cemburu ketika melihat wajah seseorang. Dan kilasan kesedihan Joni di masa lalu. Ketika ia tak menjadi juara umum di kelas. Ia menangis sambil mengumpat nama Zela. Kesal. Karena Zela yang waktu itu mendapat juara umum. Ia mengerjap dan melepas tanggan Joni.
Zela syok dengan potongan kisah masa lalu Joni di balik keceriaannya. Memang satu rahasia ini yang tak pernah ia ceritakan pada Joni. Maaf Joni bukan tak ingin. Tapi, jika di ceritakan bisa bahaya. Bisa jadi Joni tak ingin medekati Zela. Itulah benak Zela. Selama ini mereka tak pernah kontak fisik, karena Zela pintar menghindar dan mempunyai alasan yang rasional.
“Ehm. G...gue gak pa-pa Om Jon” jawab Zela gugup dan hatinya berdenyut nyeri.
“Maaf Nona. Dalam peraturan di sini tak ada boleh memakai kacamata hitam, atau apapun asesoris yang tak tersedia di pesta ini. jadi tolong tinggalkan asesoris nona?” pinta keamanan sopan.
“Tapi pak tolong teman saya ini. dia butuh asesoris ini, kumohon?” pinta Joni
“Maaf tuan tidak bisa. Ini keputusan final dari pihak organize acara ini” keukeuh sekurity.
“Kumohon pak. Tolonglah dia...”
“Emmmm lu aja deh yang masuk gue di sikitar sini aja. Kalau lu udah kelar telfon gue”
“Gak bisa gitu dong Ze”
“Woy! Buruan dong. Antrian panjang nih” teriak salah satu tamu undangan.
“Sorry” balas Joni sopan dan geser ke samping untuk bicara dengan Zela.
“Gak papa Om Jon. Tanpa ini kepala gue pasti meledak” kekeh Zela sambil menunjukkan earphonenya.
“Tapi Ze, gue ngerasa bersalah banget dong kalau elu gak ikut masuk”
“Hei bang Jon. masuk bareng yuk? Ke sini sama siapa? aku kira kau gak dateng loh”
“Emmm. Itu Arum. Bentar ya. Kau duluan aja”
“Weh gak bisa gitu dong. Aku datang sendiri nih. Yuk bareng aja”
“Jujur gue mau banget Rum gandeng tanganmu. Tapi gue gak mungkin ninggalin Zela. Shit! Kenapa gue bicara gini sih. pasti Zela denger”~ Joni sambil melirik raut Zela yang seolah tak dengar. Ia clingukan seperti mencari sesuatu.
“Gimana bang Jon?” Arum menggoyang-goyangkan lengan Joni.
“Emmmm...
“Masuk aja Om Jon, tiba-tiba gue pingin ke toko buku. Mau beli komik” potong Zela sambil berlalu dari hadapan mereka dan merutuki alibi bodoh yang nyletuk seenaknya.
Arum menatap seolah betanya ‘siapa’. Tapi Joni tak melihat Arum, matanya mengawasi kepergian Zela.
“Tuhkan benar dia denger. Bodoh lu Jon”~ Joni.
***
Di sinilah Zela berlabuh. Di bangku taman dekat hotel Santika. Ia menatap rembulan yang diiringi bintang gemitang. Ia membuang nafas dan tak ingin mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Tak peduli rintihan hati yang penting ia melarikan diri dari Joni. Medengar kebimbangan Joni membuat hati Zela kembang kempis.
Zela masih dengan posisi yang sama perlahan lepas kacamatanya. Senyum lepas mengembang dibibirnya ketika memanatap sang rembulan. Seolah sang rembulan membalas senyumannya.
“Anjir! Demen banget bikin gue jantungan” umpatnya ketika makhluk tak diundang nampak di depan matanya. Makhluk itu hanya tertawa bahagia.
Ia membenarkan duduknya. Zela menyisir keadaan taman. Cukup ramai dengan sepasang muda-mudi sedang bersenda gurau. Seolah mereka tak ada beban pikiran. Satu sudut bibir Zela tersungging. Lalu matanya berlalu ke sisi kanan. Pemandangan yang membuatnya iri. Kumpulan keluarga bahagia yang bercengkrama ria. Entah. Sebuah gejolak aneh muncul dalam hatinya. Perlahan kristal bening terjun bebas ke permukaan pipinya.
“Ish. Apaan sih? cengeng banget gue” keluhnya sambil menghapus butiran kristal bening itu. Pemandangan itu sangat menyakitkan baginya. Ia tak ingin larut dalam kesedian. Kemudian ia menyematkan kacamata hitam dan menyandarkan kepalanya di pohon samping bangku. Lalu tak terasa ia tidur.
***
Thanks masukannya kaka, siap edit :)
Comment on chapter Episode satu